Quantcast
Channel: Bayt al-Hikmah Institute
Viewing all 1300 articles
Browse latest View live

Raden Kidang Telangkas (Jaka Tarub) / Abdurrahim Al-Maghribi – Keturunan 

$
0
0

Raden Kidang Telangkas (Jaka Tarub) / Abdurrahim Al-Maghribi – Keturunan

Ir. H. Hilal AchmarFoto sumber/gambar:tubanakbar.com Versi Majalah Jayabaya, bahwa Jaka Tarub sesungguhnya adalah putra dari pernikahan Syech Maulana Maghribi Azamat Khan dengan Dewi Rosowulan, adik Sunan Kalijaga. Sang Syech mempunyai garis keturunan(nasab) hingga Nabi saw. Dan agaknya inilah yang mendekati kebenaran. Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Jaka_Tarub

Dahulu ada seorang pemuda yang bernama Joko Tarub. Dia adalah pria melajang. Suatu hari ketika ia pergi ke hutan, di sebuah telaga ada tujuh orang gadis cantik yang sedang mandi. Karena tertarik dengan kecantikan dan keelokan tujuh gadis itu, Joko Tarub memutuskan untuk menyembunyikan salah satu pakaian gadis tersebut dan ia simpan di lumbung padi di rumahnya. Ternyata tujuh gadis itu adalah tujuh orang bidadari yang turun dari langit untuk mandi. Ketika mereka hendak kembali ke langit salah seorang dari mereka kehilangan pakaian dan selendang yang dipergunakan untuk terbang ke kahyangan. Karena sudah melebihi waktu yang ditentukan terpakasa bidadari yang kehilangan pakaian dan selendang itu pun ditinggal oleh rekan-rekannya.

Bidadari itu pun merasa sangat kalut, kemudian ia bersumpah apabila ada yang memberikan pakaian untuknya jika yang menolong itu perempuan akan dijadikan saudara dan apabila yang menolongnya laki-laki akan dijadikan suami. Datanglah Joko Tarub memberikan pakaian ganti untuk bidadari itu. Walaupun Joko Tarub tidak mengetahui bahwa gadis itu adalah bidadari. Bidadari itu bernama Dewi Nawang Wulan. Nawang Wulan sangatlah cantik, lebih cantik dibanding dengan rekan-rekanya. Dia pun menepati janjinya untuk menikah dengan Joko Tarub. Joko Tarub sangat beruntung dapat menikah dengan Nawang Wulan yang begitu cantik jelita. Seiring berjalannya waktu mereka saling mencintai satu sama lain.

Suatu hari, pada saat Nawang Wulan menanak nasi, ingin pergi ke ladang. Ia berpesan kepada suaminya, Joko Tarub untuk tidak melihat apa yang ia tanak. Setelah Nawang Wulan pergi, hasrat Joko Tarub sebagai manusia untuk mengetahua apa yang sebenarnya yang ditanak istrinya pun muncul. Kemudian, ia memlihat apa yang sebenarnya dimasak istrinya. Ternyata hanya setangkai padi saja yang ia lihat dalam tungku. Pada waktu yang bersamaan Nawang Wulan mengetahui bahwa selendangnya di simpan dalam lumbung padi selama bertahun-tahun. Nawang Wulan sangat marah kepada Joko Tarub. Joko Tarub baru mengetahui bahwa Nawang Wulan adalah seorang bidadari, ia pun menggunakan kekuatannya untuk menanak nasi, maka dari itu ia melarang Joko Tarub melihat ia memasak. Karena kecewa dengan Joko Tarub, ia memutuskan untuk meninggalkan Joko Tarub dan pergi ke kahyangan.

Di kahyangan Nawang Wulan tidak di sambut dengan baik. Ia diusir dari kahyangan karena telah menikah dengan orang yang ada di bumi. Nawang Wulan merasa tidak pantas tinggal kembali di kahyangan. Teman-temannya pun tidaklagi menyambutnya dengan baik. Dia kemudian di buang ke daerah selatan. Disana ia bertapa dan mendapat bantuan dari roh halus. Kemudian ia di nobatkan menjadi penguasa laut selatan atau sering di kenal dengan “Nyi Roro Kidul”. Sampai saat ini Nyi Roro Kidul dianggap sakti dan menguasai sepanjang laut selatan. Konon katanya Nyi Roro Kidul yang menjaga ketenangan laut selatan, sehingga banyak warga di pesisir pantai memberikan sesajen kepada Nyi Roro Kidul.

Nilai-Nilai yang terkandung dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan”.

1. Nilai Moral,

Setelah membaca legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” dapat diambil nilai-nilai moral yang tekandung didalamnya. Seperti, kita harus berlaku jujur dengan tindakan-tindakan kita. Ketidakterusterangan Nawang Wulan kepada Joko Tarub bahwa dia adalah seorang bidadari, dan kedustaan Joko Tarub yang sebenarnya telah mencuri pakaian dan selendang Nawang Wulan berakibat mereka harus berpisah. Nawang Wulan harus kembali ke kahyangan walaupun ia sangat mencintai suaminya. Dalam legenda ini diajarkan bahwa sebaik-baiknya kita menyimpan kebohongan akan ketahuan juga pada akhirnya.

Perilaku yang baik akan ditunjukkan dengan memegang amanah yang dipercayakan kepada kita. Amanah Nawang Wulan untuk tidak melihat sesuatu yang ditanak olehnya, dilanggar oleh Joko Tarub karena sifat manusia yang selau ingin tahu.

Ini merupakan tantangan yang berat bagi setiap manusia. Berlaku jujur dan terbuka. Serta menjaga kepercayaan yang begitu sulit dilaksanakan oleh manusia.

2. Nilai Sosial,

Nilai-nilai lain yang tersirat dari legenda ini adalah nilai sosial. Nilai sosial merupakan nilai yang terkandung dalam menjalani hidup bermasyarakat atau bergaul dengan orang lain disekitar kita.

Nilai sosial dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” ditunjukkan ketika rekan-rekan dari Nawang Wulan meninggalkan dirinya sendirian di telaga. Ini tidak menunjukkan kesetiakawanan yang selama ini mereka bina. Mereka bertujuh selalu bersama-sama. Namun, ketika salah seorang teman mereka mengalami kesulitan tidak ada yang membantu Nawang Wulan. Nawang Wulan justru malah ditinggalkan sendirian di bumi yang asing bagi mereka.

Sebaiknya kita sebagai sesama makhluk Tuhan harus saling tolong menolong dan membantu dalam keadaan apapun. Walaupun hasilnya akan nihil, setidaknya kita berusaha membantu semaksimal mungkin.

3. Nilai Etika,

Nilai etika merupakan nilai-nilai kesopanan yang tersirat dari sebuah peristiwa. Seperti nilai etika yang terkandung dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” dalam cerita di atas. Nilai-nilai kesopanan yang terlihat adalah ketika Joko Tarub mengintip ke tujuh bidadari yang sedang mandi di telaga, apalagi sampai menyembunyikan salah satu pakaian dari bidadari tersebut di dalam lumbung padi rumahnya. Pada akhirnya perbuatan ini menimbulkan prahara dalam biduk rumah tangga Joko Tarub. Tindakan seperti ini sungguh tidak terpuji. Apalagi setting tempat legenda ini berasal dari daerah jawa. Terkenal dengan tata krama dan kesopanan yang maha tinggi. Sungguh tidak mencerminkan budaya jawa.

Sifat-sifat seperti itu hendaknya untuk ditinggalkan dengan memperteguh iman dan taqwa kepada Tuhan.

4. Nilai Estetika,

Nilai estetika atau nilai keindahan pada legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” adalah cara menggambarkan kecantikan dan keelokan ke tujuh bidadari yang sedang mandi di telaga. Kecantikan Nawang Wulan yang akhirnya menjadi penguaasa laut selatan juga memiliki nilai estetika sendiri. Selain itu juga perasaan cinta yang dimiliki oleh sepasang makhluk Tuhan yang saling mencintai menggambarkan suasana yang indah.

Maka, setiap keelokan yang sedap dipandang mata dan enak dirasa pada setiap penikmatnya akan menimbulkan kesan keindahan yang mendalam.

5. Nilai Budaya,

Nilai-nilai budaya yang terdapat dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” adalah budaya yang sejak dulu terjaga sampai saat ini yaitu kepercayaan tentang adanya Nyi Roro Kidul di pesisir pantai selatan. Pada setiap waktunya warga pesisir memberikan sesajen kepada ratu penguasa laut selatan tersebut, sebagai wujud terima kasih telah menjaga laut kidul dari bencana dan marabahaya.

6. Nilai Religi.

Nilai-nilai religi yang dapat dijumpai pada legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” adalah terdapat dewa-dewi, bidadari dan roh halus yang ada pada cerita di atas. Ini menunjukka ada kepercayaan animisme, atau percaya pada roh halus atau roh nenek moyang. Kepercayaan tentang adanya Nyi Roro Kidul juga merupakan salah satu bentuk animisme meskipun sekarang tingkat kekentalan animismenya berkurang karena telah bergeser dengan adanya agama. Nyi Roro Kidul sudah tidak dijadikan sesembahyang lagi tetapi sudah menjadi legenda terutama di kawasan pesisir selatan. http://colinawati.blog.uns.ac.id/2010/05/12/joko-tarub-dan-dewi-nawang-wulan/

Menurut beberapa catatan dan keterangan dari berbagai sumber, termasuk dari Keraton Surakarta Hadiningrat, bahwa Nyai Ageng Ngerang mempunyai nama asli Siti Rohmah Roro Kasihan, setelah menikah dengan Ki Ageng ngerang, nama beliau berubah menjadi Nyai Ageng Ngerang. Beliau mempunyai tali lahir maupun batin dengan sultan – sultan dan guru besar agama yang bersambung pada Raja Brawijaya V, raja majapahit Prabu Kertabumi,

Beliau diberikan nama dengan sebutan Nyai Ageng Ngerang dan makamnya ada didusun Ngerang Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati, ada beberapa versi yang mengatakan, beliau senang membantu orang yang sedang di ganggu demit dan termasuk didusun Ngerang juga banyak demit yang pating sliwerang, kemudian dikalahkan dan diusir oleh beliau dari dusun itu, maka oleh karena itu beliau disebut Nyai Ageng Ngerang.

Dilihat dari silsilah beliau kebawah dan seterusnya. Nyai Ageng Ngerang yang makamnya di Ngerang Tambakromo Pati adalah Nyai Ageng Ngerang, Siti rohmah Roro Kasihan. Beliau di peristri Ki Ageng Ngerang I.Ki Ageng Ngerang I Putra dari Syaihk Maulana Malik Ibrahim. Dan atas perkawinan Nyai Ageng Ngerang dan Ki Ageng Ngerang I, beliau mempunyai dua orang Putra, Pertama adalah seorang putri dan belum diketahui dan dijelaskan namanya didalam buku – buku maupun sumber lain.

Putri Beliau yang pertama diperistri oleh Ki Ageng Selo. Dan Ki Ageng Selo adalah putra dari Ki Ageng Getas Pendawa. Putra yang kedua beliau adalah Ki Ageng Ngerang II yang disebut Ki Ageng Pati, makamnya sekarang berada di Ngerang Pakuan Juana, Ki Ageng Ngerang II mempunyai empat putra yaitu Ki Ageng ngerang III, Ki Ageng Ngerang IV, Ki Ageng Ngerang V dan Pangeran Kalijenar.

Sedangkan Ki Ageng Ngerang III, Makamnya sekarang ada di Laweyan solo Jawa Tengah. Ki Ageng Ngerang III ini yang telah menurunkan Ki Ageng Penjawi. Ki Ageng Penjawi, orang yang pernah menjadi Adipati Kadipaten pati setelah gugurnya Arya Penangsang, Arya Penangsang adalah adipati Jipang Panolan dan Arya penagnsang adalah putra Pangeran Sedalepen.

Ki Ageng Penjawi sangat berjasa dalam menumpas pemberontakan yang dilakukan oleh laskar Soreng yang dpimpin oleh Arya Penangsang, untuk membunuh semua keturunan Sultan Trenggono, karena iri hati. Sedangkan Ki Ageng Penjawi sebagai panglima perang bersama Danang Sutawijaya, Ki Juru Mertani, Ki Pemanahan ( tiga Serangkai ) akhirnya dapat mengalahkan Arya Penangsang beserta bala tentaranya.

Dari silsilah Nyai Ageng Ngerang keatas, beliau menjadi Putri bungsu Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng, atas pernikahanya dengan Dewi Nawangsih. Dan Raden Bondan Kejawan sendiri merupakan Putra dari Raja Brawijaya V, Raja majapahit, Prabu Kertabumi. Raja Brawijaya bertahta pada tahun 1468 – 1478 M.

Ayah Nyai Ageng Ngerang masih saudara Raden Patah. Raden Patah adalah orang yang pertama kali menjadi Sultan pada Kerajaan Islam pertama di pulau jawa, yaitu Kasultanan Demak Bintoro. Kerajaan islam pertama dijawa yang didirikan oleh Raden Patah dan Raden Patah bergelar “Akbar Alfatt” Raden Patah juga Putra Raja Brawijaya V dengan ibu keturunan Champa, daerah yang sekarang adalah perbatasan Kamboja dan Vietnam.

Hubungan Nyai Ageng Ngerang dengan Jaka Tarub, Kidang Telangkas. Jaka tarub mempunyai istri bernama Nawang Wulan. Nawang Wulan dan Ki Jaka Tarub mempunyai Putri Nawangsih dan Nawangsih diperistri Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Nawangsih, telah menurunkan tiga putra, pertama Syaikh Ngabdullah yang sekarang terkenal dengan sebutan Ki Ageng Wanasaba, dan putra kedua adalah Syaikh Abdullah yang terkenal dengan sebutan Ki Ageng Getas Pandawa dan yang bungsu adalah Siti Rohmah Roro Kasihan yang terkenal dengan sebutan Nyai Ageng Ngerang.

SAUDARA – SAUDARA BELIAU

Seperti yang disebutkan diatas. Diceritakan bahwa pada sekitar tahun 1468 – 1478 M. ada seorang Prabu Kertabumi yang bertahta, raja Brawijaya V. kerajaan Majapahit yang menikah dengan seorang putri yang bernama Dewi Wandan Kuning. Atas pernikahan itu menurunkan putra bernama Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih yang menjadi putri Ki Ageng Jaka Tarub dan Nawangwulan. Pernikahan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih mempunyai tiga orang Putra yaitu : 1.Ki Ageng Wanasaba 2.Ki Ageng Getas Pendawa 3.Nyai Ageng Ngerang / Roro Kasihan

1. Ki Ageng Wanasaba Yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Ngabdullah merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang pertama / sulung, yang sekarang makamnya ada di daerah yang bernama kabupaten Wonosobo, tepatnya di desa Plobangan Selo merto. Dalam masa hidupnya, Ki Ageng Wanasaba juga sebagai seorang Pemimpin yang yang hebat dan karismatik. Ki Ageng Wanasaba dikenal juga dengan julukan Ki Ageng Dukuh, akan tetapi desa Plobangan lebih dikenal dengan Ki wanu / Ki wanusebo. Perbedaan nama tersebut disebabkan dialek daerah Wanasaba tersebut terpengaruh oleh dialek Banyumas.

Ki Ageng Wanasaba dipercaya dan diyakini sebagai waliyullah, yang telah melanglang buana keberbagai tempat dalam rangka mencari ilmu sekaligus menyiarkan agama Islam. Ki Ageng Wanasaba merupakan cucu dari Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit dan merupakan putra Raden Bondan Kejawan, Lembu Peten , putra Brawijaya V yang menikah dengan Nawangsih, dan Nawangsih sendiri putri dari Ki jaka Tarub yang menikah dengan Dewi Nawang wulan ( epos Jaka Tarub ).

Ki Ageng Wanasaba mempunyai Putra yaitu Pangeran Made Pandan, nama lain dari Ki Ageng Pandanaran. Pangeran Made Pandan mempunyai putra Ki Ageng Pakiringan yang mempunyai istri bernama Rara Janten. Dari pasangan ini mempunyai empat Putra yaitu Nyai Ageng Laweh, Nyai Ageng Manggar, Putri dan Ki juru Mertani.

Situs makam Ki Ageng Wanasaba saat ini dipugar, dikeramatkan dan dijaga dengan baik oleh warga sekitar. Lokasi situs ini sangat dihormati oleh masyarakat, karena KI Ageng Wanasaba merupakan tokoh penyebar agama islam dan sekaligus cikal bakal dari desa Plobangan Selomerto kabupaten wonosobo. Di sekitar makam Ki Ageng Wanasaba terdapat tiga makam kuno. Konon tiga makam itu juga merupakan pendahulu, seorang ulama yang sejaman dengan Ki Ageng Wanasaba.

2. Ki Ageng Getas Pendawa, Yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Abdullah atau yang disebut Raden Depok adalah saudara kandung beliau, Ki Ageng Getas Pendawa merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang kedua. Ki Ageng Getas Pendawa juga seorang yang hebat, berwibawa dan karismatik serta sangat sederhana dalam hidup dan kehidupan manusia.

Beliau juga seorang pemimpin yang tegas dan berwibawa, oleh karena itu beliau disebut Ki Ageng Getas Pendawa. Beliau sangat tangguh dan konon sangat kuat dalam riyadhoh / tirakat, mengolah batin untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan harapan bisa menenangkan diri dan dapat menyebarkan agama islam dengan ikhlas, tulus dan berhasil. Makam beliau juga dikeramatkan oleh warga sekitar. Makam Ki Ageng Getas Pandawa ada di desa Kuripan Purwodadi, Grobogan.

Ki Ageng Getas Pendawa mempunyai putra yang bernama Ki Ageng Sela, Nyai Ageng Pakis, Ki Ageng Purna. Ki Ageng Kare, Ki Ageng wanglu, Ki Ageng Bokong dan Ki Ageng Adibaya. Sedangkan Ki Ageng Sela mempunyai Putra KI Ageng Enis dan Ki Ageng Enis menurunkan putra yang bernama Ki Ageng Pemanahan.

http://uatasufy-syafaat.blogspot.com/2010/06/silsilah-keturunan-nyai-ag-ngerang.html


KUPAS TUNTAS KEANEHAN ISI BABAD TANAH JAWI (Keanehan Ke 17)

(Disarikan dari Buku Babad Tanah Jawi Episode Galuh Mataram dan diterjemahkan dari bahasa Jawa Kuno ke Bahasa Indonesia Oleh Dr. Suwito, Tahun 1970)

Keanehan ke 17 :

Jaka Tarub mengintip bidadari mandi dan berhasil mencuri pakaian bidadari tersebut kemudian bidadari yang bernama Dewi Nawangwulan tersebut dinikahi, dari pernikahan ini lahirlah Dewi Nawangsih. (terdapat dihalaman 84)

Jawaban saya :

Benarkah kisah ini? Jaka Tarub adalah Azmatkhan, ini adalah nama lainnya. Betapa mesum dan piciknya Jaka Tarub jika ia melakukan hal tersebut, padahal dalam nasab Azmatkhan beliau adalah anak seorang ulama dan juga merupakan tokoh nyata yang juga merupakan ulama.

Adapun Nasab Jaka Tarub berdasarkan kitab Nasab Al Mausuuah Li Ansaabi Al Imam Al Husaini yang disusun oleh Sayyid Bahruddin Azmatkhan & Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan, Bab Keluarga Besar Maulana Malik Ibrahim, Penerbit Madawis, Tahun 1918 – 2014 (terupdate) adalah sebagai berikut:

0. Muhammad Rasulullah SAW
1. Fatimah Azzahra/Fatimah Al Batul
2. Imam Husain Asshibti/Abu Syuhada
3. Imam Ali Zaenal Abidin/Ali Al Ausath/Ali Assajad
4. Imam Muhammad Al Baqir
5. Imam Ja'far Asshodiq
6. Imam Ali Al Uraidhi
7. Imam Muhammad An-Naqib
8. Imam Isa Arrumi
9.Imam Ahmad Al Muhajir
10.Imam Ubaidhillah/Abdullah
11.Imam Alwi Al Mubtakir/Alwi Al Awwal (Cikal Bakal lahirnya keluarga Alawiyyin)
12.Imam Muhammad Shohibus Souma'ah
13.Imam Alwi Shohib Baitu Jubair (Alwi Atsani)
14.Imam Ali Kholi 'Qosam
15.Imam Muhammad Shohib Mirbath
16.Imam Alwi Ammil Faqih
17.Imam Abdul Malik Azmatkhan
18.As-Sayyid Amir Abdullah Azmatkhan
19.As-Sayyid Sultan Ahmad Syah Jalaluddin
20.As-Sayyid Husein Jamaluddin Jumadhil Kubro
21.As-Sayyid Sultan Barokat Zaenal Alam
22.Maulana Malik Ibrahim
23.Maulana Abdurrahim/JAKA TARUB

Cerita dongeng bidadari ini banyak terdapat dibeberapa Negara. Bukan tidak mungkin kisah ini mengadopsi cerita-cerita dari negara luar yang sering melakukan imaginasi yang tinggi, sehingga kadang dunia nyata dan dunia khayal jadi sulit untuk dibedakan. Jelas penggambaran bidadari itu lebih mirip dengan mahluk dari surga (bidadari itu hanya di surga,) Sehingga ada kesan Jaka Tarub telah menikah mahluk yang hanya disediakan nanti di Surga. Sudah jelas sangat sulit mengurai dengan logika pernikahan antara manusia dengan bidadari.

Kita perlu tahu, sosok Jaka Tarub itu bukan dongeng, bukan mitos, beliau itu nyata dan ada keturunan, makamnya juga masih terpelihara dengan baik, bahkan disetiap khaulnya saja sering diadakan. Saya kadang sering geregetan jika melihat cerita jaka tarub dijadikan dongeng, apalagi diembel embeli dengan tingkah laku kurang ajar seperti mengintip! Jaka Tarub adalah ulama! Jangan karena namanya seolah olah bukan nama ulama sehingga kisahnya jadi diplesetkan. Padahal nama Jaka Tarub hanyalah gelar atau julukan, nama aslinya sendiri sangat bagus..

Sekali lagi Babad Tanah Jawi telah menjatuhkan karakter seorang ulama keturunan Walisongo….

Wallahu A’lam Bisshowab….

KUPAS TUNTAS KEANEHAN ISI BABAD TANAH JAWI (Keanehan Ke 16)

(Disarikan dari Buku Babad Tanah Jawi Episode Galuh Mataram dan diterjemahkan dari bahasa Jawa Kuno ke Bahasa Indonesia Oleh Dr. Suwito, Tahun 1970)

Keanehan ke 16 :

Syekh Maulana Magribi keluar dari persembunyiannya karena Dewi Rasawulan marah, kemudian Syekh Maulana Magribi mencabut kemaluannya dan kemudian kemaluannya dijadikan senjata yang dinamakan Braja Sangkuh. Syekh Maulana Magribi kemudian memanggil bayi yang ada di kandungan Dewi Rasawulan, tiba-tiba meloncatlah bayi yang dikandung melalui lambung dan jatuhkepangkuan Syekh Maulana Magribi. Setelah bayi itu lahir, Dewi Rasawulan justru benci dan tidak mau memeliharanya. Anak tersebut dinamakan Kidang Telangkas (kelak bernama Jaka Tarub).(terdapat dihalaman 83).

Jawaban saya :

Perhatikan kisah ini, betapa keji dan dan kurang ajarnya penulis buku ini ketika menggambarkan Syekh Maulana Magribi yang notabenenya seorang ulama besar dan Waliyullah dengan menyebut nyebut aurat Sang Syekh tersebut, sengaja saya sebutkan kalimat itu, agar anda bisa menilai bagaimana bejatnya buku ini dalam menggambarkan sosok ulama. Aurat adalah sesuatu yang sangat mahal pada diri manusia, apalagi bagi mereka yang sudah masuk dalam kategori Waliyullah. Bayangkan bahasa aurat disebut secara vulgar, bahkn Ini dianggap sebagai mainannya seorang ulama, dan lebih anehnya lagi kemudian auratnya itu diubah jadi senjata. Seolah-olah Syekh Maulana Magribi telah jadi manusia yang telah dikebiri karena tidak punya alat kelaminnya lagi. Yang lebih tidak masuk akal, hanya karena “sakti” Syekh Maulana Magribi digambarkan bisa memanggil bayi dan keluar lewat lambung (ini jelas bukan cerita karomahnya Wali tapi adalah DONGENG!) dan jelas cerita ini sangat KEJAM DAN BIADAB !!!. Lebih tidak bermoralnya lagi, penulis buku babad ini menggambarkan perilaku Dewi Rasawulan yang tidak punya rasa keibuan.

Kisah ini benar-benar sebuah pelecehan terhadap sosok Syekh Maulana Magribi dan Dewi Rasawulan yang kedua-duanya adalah adalah putra putri terbaik keluarga besar Walisongo, yang satu adalah Waliyullah dan yang satu lagi seorang muslimah yang taat juga berilmu dan berakhlak. Sekali lagi untuk yang ke 16 kalinya saya menemukan bahwa ternyata Babad Tanah Jawi benar benar telah menghancurkan nama baik dan kredibilitas Keluarga Besar Walisongo, masih maukah anda percaya terhadap buku yang sesat ini?

Wallahu A’lam BIsshowab…

Catata Lain Tentang Syekh Maulana Maghribi dan Jaka Tarub

Sapa ta Syekh Maulana Maghribi iku? Adhedhasar Babad Demak panjenengane iku sawijine wong Arab kang mumpuni ilmu agama Islam. Asale saka tanah Pasai. Critane isih tedhak turune Kangjeng Nabi Muhammad SAW, lan klebu golongan wali ing tanah Jawa. Anggone angejawa mbarengi adege karaton Demak. Panjenengane mula kagungan ancas tujuwan ngislamake wong Jawa. Sabedhahe kraton Majapait ganti kraton Demak kang disengkuyung dening para wali. Sawise tentrem negarane para wali andum gawe nyebarake agama Islam. Syekh Maulana kawitan ditugasi ana ing Blambangan. Ana kana dipundhut mantu dening sang adipati. Nanging durung nganti taunan nuli ditundhung, sebabe apa ora kecrita. Saoncate saka Blambangan banjur menyang Tuban, menyang panggonane kanca akrabe lan padha-padha saka Pasai, tunggale Sunan Bejagung karo Syekh Siti Jenar. Saka kono Syekh Maulana banjur lelana tabligh menyang Mancingan.

Nalika tabligh ana Mancingan iki Syekh Maulana sejatine wis peputra kakung asma Jaka Tarub (utawa Kidang Telangkas) saka garwa asma Rasa Wulan, ya rayine Sunan Kalijaga (R. Sahid). Wektu ditinggal ramane lunga Kidang Telangkas isih bayi. Kawuningana nalika oncat saka Blambangan sejatine Syekh Maulana uga ninggal wetengan kang mbabar kakung, diparingi asma Jaka Samudra. Ing tembe Jaka Samudra jumeneng waliyullah ana Giri, ajejuluk Prabu Satmata utawa Sunan Giri. Nalika Syekh Maulana tekan Mancingan ing kana wis ana sawijine pendhita Budha kang limpad, asmane Kyai Selaening. Daleme ana sawetane Parangwedang. Dene papan pamujane kyai iki karo murid-muride ana candhi kang didegake ana sadhuwure gunung Sentana. Sakawit Syekh Maulana ethok-ethok meguru karo Kyai Selaening. Ana bebrayan umum Syekh Maulana kadhangkala sok ngatonake pangeram-eram. Suwe-suwe Kyai Selaening midhanget bab iki. Syekh Maulana ditimbali lan dipundhuti priksa apa anane. Ya ing kono iku Syekh Maulana ngyakinake Kyai Selaening bab ilmu agama kang sanyata. Wong loro iku banjur bebantahan ilmu.

Nanging Kyai Selaening ora keconggah nandhingi ilmune Syekh Maulana. Mulane panjenengane genti meguru marang Syekh Maulana. Panjenengane banjur ngrasuk agama Islam. Wektu iku ing padepokane Kyai Selaening wis ana putra loro playon saka Majapait kang ngayom ana kono, asmane Raden Dhandhun lan Raden Dhandher, karo-karone putrane Prabu Brawijaya V saka Majapait. Bareng Kyai Selaening mlebu Islam putra Majapait iku uga banjur dadi Islam, asmane diganti dadi Syekh Bela-Belu lan Kyai Gagang (Dami) Aking. Syekh Maulana ora enggal-enggal jengkar saka Mancingan nanging sawatara taun angasrama ana kana, mulang agama marang warga-warga desa. Daleme ana padepokan ing sadhuwure Gunung Sentana, cedhak karo candhi. Candhi iki baka sethithik diilangi sipate. Kyai Selaening isih tetep ana padhepokan sawetane Parangwedang nganti tekan ajale. Welinge marang anak putune, aja pisan-pisan kuburane dimulyakake. Makame iki lagi taun 1950-an dipugar karo sedulur saka Daengan. Banjur ing taun 1961 dipugar luwih apik maneh dening sawijine pengusaha saka kutha. Bareng wis dianggep cukup anggone syiar agama Syekh Maulana banjur jengkar saka Mancingan lan meling supaya tilas padhepokane iku diapik-apik kayadene nalika wong-wong padha mbecikake candi.

Ya ing padhepokan iku wong-wong banjur yasa kijing. Sapa sing kepengin nyuwun berkahe Syekh Maulana cukup ana ngarep kijing iki, kayadene ngadhep karo panjenengane. Syekh Maulana Maghribi utawa Syekh Maulana Malik Ibrahim sawise saka Mancingan nerusake tindake syiar agama ana ing Jawa Timur. Bareng seda jenazahe disarekake ana makam Gapura, wilayah Gresik. Syekh Maulana Maghribi nurunake ratu-ratu trah Mataram.

Urutane silsilah: Bupati Tuban-Dewi Rasa Wulan (nggarwa Syekh Maulana)-Jaka Tarub (nggarwa Dewi Nawangwulan)-Nawangsih (nggarwa Radhen Bondhan Kejawan)-Kyai Ageng Getas Pendhawa-Kyai Ageng Sela-Kyai Ageng Anis/Henis-Kyai Ageng Pemanahan (Kyai Ageng Mataram)-Kanjeng Panembahan Senapati-Kanjeng Susuhunan Seda Krapyak-Kanjeng Sultan Agung Anyakrakusuma-Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat (Seda Tegalarum)-Kanjeng Susuhunan Paku Buwana I-Kanjeng Susuhunan Mangkurat Jawi-ratu-ratu karaton Surakarta, Yogyakarta, Pakualaman, lan Mangkunegaran. Masiya makame Syekh Maulana ing Gunung Sentana dudu pasareyan sing sabenere, nanging saben ana rombongan ziarah Wali Sanga mesthi merlokake ziarah ana pasareyan Syekh Maulana ing Parangtritis. Panggonan liya sing mesthi dadi jujugane ziarah Wali Sanga yaiku makam Gunung Pring, Muntilan (pasareyane Kyai Santri) lan makam Bayat. Kayadene makam pepundhen kraton liyane, saben wulan Ruwah makame Syekh Maulana uga nampa kiriman dhuwit lan ubarampe “kuthamara” saka kraton Yogyakarta. Saben tanggal 25 Ruwah ing makam iki diadani wilujengan sadranan.

Sumber : Suwarsono L. JB 40/LX, 4-10 Juni 2006 (http://netlog.wordpress.com/2006/06/19/syekh-maulana-maghribi/)

2

21/2 <1+1♀ 1.3.1. Dewi Retno Nawangsih [Azmatkhan]

Hilal AchmarFoto: Lesung Peninggalan Legenda Jaka Tarub http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2011/11/22/lesung-peninggalan-dari-kisah-legenda-jaka-tarub-dan-7-bidadari/

Barangkali banyak yang sudah paham, bagaimana kisah legenda Jaka Tarub dan tujuh bidadari. Cerita keisengan pemuda Jaka Tarub mengintip 7 bidadari yang sedang mandi di sungai, berlanjut dengan keisengan mencuri selendang milik salah satu bidadari yang diletakkan di pinggir sungai. Setelah selesai mandi, ke-enam bidadari pulang kembali terbang ke kahyangan. Tinggal satu bidadari yang tidak bisa terbang, karena selendang saktinya dicuri Jaka Tarub. Konon bidadari itu bernama Dewi Nawangwulan.

Cerita selanjutnya, bidadari yang tertinggal teman-temannya, menikah dengan Jaka Tarub. Dalam kisah tersebut pasutri Jaka Tarub dan bidadari Dewi Nawangwulan dikarunia seorang putri bernama Dewi Nawangsih.

Kesaktian bidadari Dewi Nawangwulan ialah bisa menanak nasi sebakul cukup dengan sebutir beras. Dengan syarat, alat penanaknya tidak boleh dibuka. Suatu saat Jaka Tarub melanggar syarat itu. Hilang sudah kesaktian bidadari Dewi Nawangwulan menanak nasi sebakul cukup dengan sebutir beras. Karena itu kemudian menanak nasinya seperti lumrahnya manusia. Hingga hampir habis cadangan berasnya, baru ketahuan oleh bidadari Dewi Nawangwulan, ternyata selendangnya disembunyikan di dalam simpanan beras.

Dewi Nawangwulan marah, lantas mau kembali ke Kahyangan. Walaupun tidak diperbolehkan oleh suaminya, Jaka Tarub. Tetap bersikeras juga. Hanya mau turun ke bumi jika menyusui putrinya yang kala ditinggalkan, masih bayi.

Kisah selanjutnya kemudian Dewi Nawangsih dinikahkan dengan Pangeran Bondan Kejawan atau disebut juga dengan Lembu Peteng dari Majapahit.

Kisah cerita legenda Jaka Tarub dan 7 bidadari ditengarai peristiwanya berada di daerah Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Terbukti dengan adanya peninggalan cagar budaya, yang berupa lesung dari batu. Lesung adalah alat menumbuk padi. Peralatan pertanian yang lumrah ada di pedesaan. Lesung yang dipercaya sebagai peninggalan Jaka Tarub seperti terlihat pada gambar di atas, berlokasi di wilayah Giring. Dari Wonosari mengambil arah jurusan Paliyan kira-kira 8 km.

Dari tempat lesung peninggalan Jaka Tarub, ke arah Gua Maria, sekitar 5 km di atas bukit ada komplek pemakaman Jaka Tarub, Pangeran Bondan Kejawan, Dewi Nawangsih, dll.

Silahkan mengunjungi jika sampai di daerah Gunung Kidul, namun tidak akan menemukan bidadari yang mandi di sungai. Apalagi kalau musim kemarau, sungainya kering.

[Kisah Jaka Tarub dan 7 bidadari dicuplik dari Wikipedia, ditambah penuturan dari salah satu penduduk di sekitar lesung peninggalan Jaka Tarub.] http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2011/11/22/lesung-peninggalan-dari-kisah-legenda-jaka-tarub-dan-7-bidadari/

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kudus, Jawa Tengah akan mempromosikan Makam Dewi Nawangsih dan Raden Bagus Sri Nangku di Desa Kandangmas, Kecamatan Dawe sebagai objek wisata religi baru.

“Makam Dewi Nawangsih dan Raden Bagus Sri Nangku berpotensi menjadi objek wisata unggulan, setelah Makam Sunan Muria dan Sunan Kudus yang telah dikenal sejak lama,” kata Kepala Disparbud Kudus Abdul Hamid melalui Kasi Promosi Mutrikah di Kudus, Rabu.

Terlebih lagi, menurut dia, Dewi Nawangsih merupakan anak Sunan Muria, sedangkan Raden Bagus Sri Nangku merupakan kekasih Dewi yang bertekad menjalin cinta meskipun tidak mendapat restu dari Sunan Muria.

Selain itu, kata dia, hal lain yang menarik adalah tradisi warga setempat yang unik, yakni menggelar sedekah kubur menjelang bulan Ramadhan. “Masing-masing kepala keluarga (KK) di desa setempat membawa sesaji berupa nasi ‘ingkung’, dan kemudian paha ayam ditempatkan di makam tersebut,” katanya.

Budaya dan tradisi warga setempat tersebut, menurut dia tentunya layak untuk ditonton, karena memiliki keunikan tersendiri, dan menjadi sebuah atraksi wisata.

Ia mengatakan upaya memperkenalkan objek wisata religi itu dilakukan sejak 2008 dengan menggelar tradisi sedekah kubur dua pekan menjelang bulan Ramadhan.

“Hanya saja, untuk merealisasikan rencana pengembangan makam itu menjadi objek wisata religi masih terkendala dalam pendanaan,” katanya.

Menurut dia, dana yang dibutuhkan untuk mengembangkan makam tersebut menjadi objek wisata baru cukup besar, termasuk rencana membangun sarana dan prasarana di lokasi makam itu.

Sebab, kata dia, akses jalan sepanjang 500 meter menuju lokasi makam dari jalan utama di Desa Kandangmas belum diperkeras atau diaspal.

Ia menyebutkan di kompleks makam tersebut akan dibangun sarana dan prasarana di antaranya kios yang menjual cenderamata, makanan khas daerah setempat, serta sarana lain yang dibutuhkan pengunjung.***5*** (U.PK-AN/B/M008/M008) 19-08-2009 16:55:25 http://www.promojateng-pemprovjateng.com/detailnews.php?id=10185

Bersambung. Hilal Achmar

32/2 <1+1♀ Dewi Nawangsasi [Brawijaya V]

43/2 <1+1♀ Dewi Nawangarum [Brawijaya V]

3

61/3 <2+2♂ 1. Ki Ageng Wonosobo /Syeh Abibdullah [Brawijaya]

kematian: Plobangan-Selomerto-Wonosobo

Disarikan oleh : RE. Suhendar DiponegoroSekitar tahun 1468 – 1478 M. ada seorang Prabu Kertabumi yang bertahta, raja Brawijaya V. kerajaan Majapahit yang menikah dengan seorang putri yang bernama Dewi Wandan Kuning. Atas pernikahan itu menurunkan putra bernama Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih yang menjadi putri Ki Ageng Jaka Tarub dan Nawangwulan. Pernikahan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih mempunyai tiga orang Putra yaitu :

  • 1.Ki Ageng Wanasaba
  • 2.Ki Ageng Getas Pendawa dan
  • 3.Nyai Ageng Ngerang / Roro Kasihan

1. Ki Ageng Wanasaba, yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Ngabdullah merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang pertama / sulung, yang sekarang makamnya ada di daerah yang bernama kabupaten Wonosobo, tepatnya di desa Plobangan Selo merto[9].

Dalam masa hidupnya, Ki Ageng Wanasaba juga sebagai seorang Pemimpin yang yang hebat dan karismatik. Ki Ageng Wanasaba dikenal juga dengan julukan Ki Ageng Dukuh, akan tetapi desa Plobangan lebih dikenal dengan Ki wanu / Ki wanusebo. Perbedaan nama tersebut disebabkan dialek daerah Wanasaba tersebut terpengaruh oleh dialek Banyumas.

Ki Ageng Wanasaba dipercaya dan diyakini sebagai waliyullah, yang telah melanglang buana keberbagai tempat dalam rangka mencari ilmu sekaligus menyiarkan agama Islam. Ki Ageng Wanasaba merupakan cucu dari Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit dan merupakan putra Raden Bondan Kejawan, Lembu Peten , putra Brawijaya V yang menikah dengan Nawangsih, dan Nawangsih sendiri putri dari Ki jaka Tarub yang menikah dengan Dewi Nawang wulan ( epos Jaka Tarub ).

Ki Ageng Wanasaba mempunyai Putra yaitu Pangeran Made Pandan, nama lain dari Ki Ageng Pandanaran. Pangeran Made Pandan mempunyai putra Ki Ageng Pakiringan yang mempunyai istri bernama Rara Janten. Dari pasangan ini mempunyai empat Putra yaitu Nyai Ageng Laweh, Nyai Ageng Manggar, Putri dan Ki juru Mertani.

Situs makam Ki Ageng Wanasaba saat ini dipugar, dikeramatkan dan dijaga dengan baik oleh warga sekitar. Lokasi situs ini sangat dihormati oleh masyarakat, karena KI Ageng Wanasaba merupakan tokoh penyebar agama islam dan sekaligus cikal bakal dari desa Plobangan Selomerto kabupaten wonosobo. Di sekitar makam Ki Ageng Wanasaba terdapat tiga makam kuno. Konon tiga makam itu juga merupakan pendahulu, seorang ulama yang sejaman dengan Ki Ageng Wanasaba.

82/3 <4+4♂ 4.3.1.1. Sunan Kalijaga [Azmatkhan]

kelahiran: Generasi ke 1
perkawinan: <5> ♀ 4.1.1.9. Dewi Sarokah [Azmatkhan]

53/3 <2+2♂ 2. Ki Ageng Getas Pandawa [Brawijaya]

kematian: 1445

Official Link. Adm: Hilal AchmarKi Ageng Getas Pendowo memiliki 6 putera, Ki Ageng Selo, Nyai Ageng Pakis, Nyai Ageng Purno, Nyai Ageng Wanglu, Nyai Ageng Bokong, dan Nyai Ageng Adibaya. Keturunan Ki Ageng Selo, dari 7 hanya satu yang laki-laki yaitu Ki Ageng Ngenis yang kemudian berputera Ki Ageng Pemanahan yang selanjutnya melahirkan Sutowijoyo.

Sayembara menumpas Arya Penangsang tahun 1549 merupakan pengalaman perang pertama bagi Sutawijaya. Ia diajak ayahnya ikut serta dalam rombongan pasukan supaya Hadiwijaya merasa tidak tega dan menyertakan pasukan Pajang sebagai bala bantuan. Saat itu Sutawijaya masih berusia belasan tahun.

Arya Penangsang adalah Bupati Jipang Panolan yang telah membunuh Sunan Prawoto raja terakhir Kesultanan Demak. Ia sendiri akhirnya tewas di tangan Sutawijaya. Akan tetapi sengaja disusun laporan palsu bahwa kematian Arya Penangsang akibat dikeroyok Ki Ageng Pamanahan dan Ki Panjawi, karena jika Sultan Hadiwijaya sampai mengetahui kisah yang sebenarnya (bahwa pembunuh Bupati Jipang Panolan adalah anak angkatnya sendiri), dikhawatirkan ia akan lupa memberikan hadiah.

Usai sayembara, Ki Panjawi mendapatkan tanah Pati dan menjadi bupati di sana sejak tahun 1549, sedangkan Ki Ageng Pamanahan baru mendapatkan tanah Mataram sejak tahun 1556. Sepeninggal Ki Ageng Pamanahan tahun 1575, Sutawijaya menggantikan kedudukannya sebagai pemimpin Mataram, bergelar Senapati Ingalaga (yang artinya “panglima di medan perang”).

Pada tahun 1576 Ngabehi Wilamarta dan Ngabehi Wuragil dari Pajang tiba untuk menanyakan kesetiaan Mataram, mengingat Senapati sudah lebih dari setahun tidak menghadap Sultan Hadiwijaya. Senapati saat itu sibuk berkuda di desa Lipura, seolah tidak peduli dengan kedatangan kedua utusan tersebut. Namun kedua pejabat senior itu pandai menjaga perasaan Sultan Hadiwijaya melalui laporan yang mereka susun.

Senapati memang ingin menjadikan Mataram sebagai kerajaan merdeka. Ia sibuk mengadakan persiapan, baik yang bersifat material ataupun spiritual, misalnya membangun benteng, melatih tentara, sampai menghubungi penguasa Laut Kidul dan Gunung Merapi. Senapati juga berani membelokkan para mantri pamajegan dari Kedu dan Bagelen yang hendak menyetor pajak ke Pajang. Para mantri itu bahkan berhasil dibujuknya sehingga menyatakan sumpah setia kepada Senapati.

Sultan Hadiwijaya resah mendengar kemajuan anak angkatnya. Ia pun mengirim utusan menyelidiki perkembangan Mataram. Yang diutus adalah Arya Pamalad Tuban, Pangeran Benawa, dan Patih Mancanegara. Semuanya dijamu dengan pesta oleh Senapati. Hanya saja sempat terjadi perselisihan antara Raden Rangga (putra sulung Senapati) dengan Arya Pamalad.

Sesuai pesan ayahnya, Ki Pemanahan dan restu sultan Pajang, Sutowijoyo menggantikan ayahnya sebagai pembesar atau Panembahan Mataram. Seperti dikatakan oleh Panembahan Giri dan Kanjeng Sunan Kalijaga, keturunan Ki Pemanahan kelak akan menjadi raja aung yang meguasai tanah Jawa. Sebagaimana ayahnya, Sutowijoyo selalu mencari kebenaran tentang dua ramalan nujum dua orang sesepuh itu.

Menjelang tengah malam Suutowijoyo keluar dari istana dengan diserta lima orang pengawalnya menuju ke Lipuro. Dan selanjutnya ia tidur di atas kumuloso, sebuah batu hitam yang halus permukaannya. Kepergiannya membuat kaget Ki Juru Mertani (paman dari ibu) karena tidak menemukannya di rumah. Namun, Ki Juru mengetahui dan hafal kemana putranya kemenakannya pergi. Setibanya di Lipuro, didapati Sutowijoyo sedang tidur pulas, kemudian dibangunlah Sutowijoyo dengan berucap: “Tole, bangunlah!. Katanya ingin menjadi raja, mengapa enak-enak tidur saja”. Tiba-tiba dilihat Ki Juru Mertani ada sebuah bintang sebesar buah kelapa yang masih utuh terletak di kepala Sutowijoyo, kemudian ia membangunkannya. “Tole, bangunlah segera. Yang bersinar di atas kepalamu seperti bulan itu apa?”. Bintang itu menjawab seperti manusia: “Ketahuilah, aku ini bintang memberi khabar kepadamu, maksudmu bersemedi dengan khusyuk, meminta kepada Tuhan yang Mahakuasa, sekarang sudah diterima oleh-Nya. Yang kamu minta diizinkan, kamu akan menjadi raja menguasai tanah Jawa, turun sampai anak cucumu, akan menjadi raja di Mataram tiada bandingnya. Sangat ditakuti oleh lawan, kaya dengan emas dan permata. Kelak buyutmu yang menjadi raja di Mataram, negara kemudian pecah. Sering terjadi gerhana matahari, gunung meletus, hujan abu atau lumpur. Itu pertanda akan rusak”. Setelah berkata demikian bintang itu lalu menghilang. Sutowijoyo berkata dalam hati “permohonanku sudah dikabulkan oleh Tuhan., niatku menjadi raja menggantikan kanjeng Sultan (Pajang), turun sampai anka cucuku, sebagai pelita tanah Jawa, orang tanah Jawa semuanya tunduk”.

Lain halnya dengan Ki Juru Mertani, ia mengetahui apa yang dipikirkan putra kemenakannya itu, kemudian ia bertutur lembut. “Senopati, kamu jangan berfikir sombong, memastikan barang yang belum tentu terjadi. Itu tidak benar. Jika kamu percaya pada omongan bintang, itu kamu salah. Sebab itu namanya suara ghaib, boleh benar boleh bohong. Tidak dapat ditangkap seperti lidah manusia, dan kelak jika kamu benar-benar berperang melawan orang Pajang, tentu bintang itu tidak bisa kamu tagih atau kamu minta pertolongannya.Tidak salah jika aku dan kamu menjadi raja Mataram dan kalah dalam perangnya, tidak luput juga menjadi tawanan”.

Mendengar perkataan pamannya, Senopati akhirnya sadar, dan tidak lupa minta maaf. Dan selanjutnya Senopati berkata “Paman, bagaimana petunjuk paman, saya akan menurut. Diumpamakan saya adalah sebuah perahu dan paman adalah kemudinya”. Selanjutnya Ki Juru Mertani bertutur, “Tole, kalau kau sudah menurut, mari kita memohon lagi kepada TUhan, semua yang sulit mudah-mudahan bisa dimudahkan. Mari kita membagi tugas. Kamu pergi ke laut selatan dan aku akan pergi ke Gunung Merapi, Meneges kepada Tuhan. Mari kita berangkat”.

Keduanay berpisah sesuai kesepakatan. Sutowijoyo berangkat ke laut kidul melalui kali Opak (Ompak) menghanyutkan diri hingga sampai laut kidul, bertapa seperti yang biasa dilakukan oleh ayahnya, Ki Pemanahan. Istana laut kidul geger, hawa di laut kidul memanas.Air laut kidul memanas membuat seisi laut ribut. Seluruh penghuninya terkena hawa panas karena cipta dan rasa Senopati Sutowijoyo yang mengheningkan cipta dengan membaca doa. Ratu laut kidul keluar dari istananya, dan melihat dunia luar. Ia tidak melihat apa-apa kecuali seorang pemeuda yang berdiri mematung dengan mengheningkan cipta. Ratu laut kidul langsung menuju ke arah pemuda itu, dan langsung bersujud dan meminta belas kasihan kepada pemuda itu, yang tidk lain Senopati Sutowijoyo.

“Silahkan tuan menghilangkan kesedihan hati paduka supaya segera hilang adanya huru-hara ini, dan segera kembali kerusakan-kerusakan yang terjadi pada isi laut. Tuan, kasihanilah hamba, karena laut ini saya yang menjaga. Bahwa apa yang tuan mohon telah dikabulkan oleh Tuhan, sekarang sudah terkabul. Paduka dan turun paduka akan menjadi raja, memerintah tanah Jawa tidak saingannya. Seluruh jin dan peri semuanya tunduk pada paduka. Apabila kelak paduka mendapat musuh, semuanya akan membantu. Sekehendak paduka, mereka menurut saja. Karena paduka pendiri (cikal bakal) raja Tanah Jawa ini”.

Mulailah hubungan Senopati Sutowijoyo dengan Ratu laut kidul. Berhari-hari Senopati berada di laut kidul bersama sang ratunya. Terucap oleh Senopati, “Seandainya Mataram mendapat musuh, siapa yang akan memberi tahu ratu kidul? orang mataram tidak ada yang bisa melihat Ratu Laut Kidul”. “Itu soal gampang saja. Jika paduka membutuhkan saya, dan hendak memanggil saya, sedakep mengheningkan cipta kemudian menghadap ke angkasa. Tentu hamba akan segera datang dengan membawa prajurit lengkpa dengan perlengkapan perang”,jawab Ratu Laut Kidul.

Setelah itu Senopati minta diri untuk kembali ke Mataram. Senopati muncul dari dalam air dan jalan di atas laut seperti halnya orang berjalan di darat yang halus. Tetapi betapa kagetnya ketika sudah sampai pada tepi Parangtritis, ia melihat Kanjeng Sunan Kalijaga sidah ada di tempat itu. Senopati menuju ke tempat Sunan Kalijaga dan melakukan tafakur, dan minta maaf atas tindakannya yang berjalan di atas air dan tidak basah. Kanjeng Sunan Kalijaga bersabda, “Senopati hentikan kamu memamerkan kesaktian dengan berjalan di atas air dan tidak. Itu namanya tindakan seorang yang kibir (sombong). Para wali tidak mau memakai cara yang demikian itu, karena akan mendapat murka dari Tuhan. Jika kamu ingin selamanya menjadi raja, berjalanlah seperti sebenarnya orang berjalan. Mari ke MAtaram, saya ingin melihat rumahmu”.

Arya Pangiri adalah menantu Sultan Hadiwijaya yang menjadi adipati Demak. Ia didukung Panembahan Kudus berhasil merebut takhta Pajang pada tahun 1583 dan menyingkirkan Pangeran Benawa menjadi adipati Jipang.

Pangeran Benawa kemudian bersekutu dengan Senapati pada tahun 1586 karena pemerintahan Arya Pangiri dinilai sangat merugikan rakyat Pajang. Perang pun terjadi. Arya Pangiri tertangkap dan dikembalikan ke Demak.

Pangeran Benawa menawarkan takhta Pajang kepada Senapati namun ditolak. Senapati hanya meminta beberapa pusaka Pajang untuk dirawat di Mataram.

Pangeran Benawa pun diangkat menjadi raja Pajang sampai tahun 1587. Sepeninggalnya, ia berwasiat agar Pajang digabungkan dengan Mataram. Senapati dimintanya menjadi raja. Pajang sendiri kemudian menjadi bawahan Mataram, dengan dipimpin oleh Pangeran Gagak Baning, adik Senapati.

Maka sejak itu, Senapati menjadi raja pertama Mataram bergelar Panembahan. Ia tidak mau memakai gelar Sultan untuk menghormati Sultan Hadiwijaya dan Pangeran Benawa. Istana pemerintahannya terletak di Kotagede.

Sepeninggal Sultan Hadiwijaya, daerah-daerah bawahan di Jawa Timur banyak yang melepaskan diri. Persekutuan adipati Jawa Timur tetap dipimpin Surabaya sebagai negeri terkuat. Pasukan mereka berperang melawan pasukan Mataram di Mojokerto namun dapat dipisah utusan Giri Kedaton.

Selain Pajang dan Demak yang sudah dikuasai Mataram, daerah Pati juga sudah tunduk secara damai. Pati saat itu dipimpin Adipati Pragola putra Ki Panjawi. Kakak perempuannya (Ratu Waskitajawi) menjadi permaisuri utama di Mataram. Hal itu membuat Pragola menaruh harapan bahwa Mataram kelak akan dipimpin keturunan kakaknya itu.

Pada tahun 1590 gabungan pasukan Mataram, Pati, Demak, dan Pajang bergerak menyerang Madiun. Adipati Madiun adalah Rangga Jumena (putra bungsu Sultan Trenggana) yang telah mempersiapkan pasukan besar menghadang penyerangnya. Melalui tipu muslihat cerdik, Madiun berhasil direbut. Rangga Jemuna melarikan diri ke Surabaya, sedangkan putrinya yang bernama Retno Dumilah diambil sebagai istri Senapati.

Pada tahun 1591 terjadi perebutan takhta di Kediri sepeninggal bupatinya. Putra adipati sebelumnya yang bernama Raden Senapati Kediri diusir oleh adipati baru bernama Ratujalu hasil pilihan Surabaya.

Senapati Kediri kemudian diambil sebagai anak angkat Panembahan Senapati Mataram dan dibantu merebut kembali takhta Kediri. Perang berakhir dengan kematian bersama Senapati Kediri melawan Adipati Pesagi (pamannya).

Pada tahun 1595 adipati Pasuruhan berniat tunduk secara damai pada Mataram namun dihalang-halangi panglimanya, yang bernama Rangga Kaniten. Rangga Kaniten dapat dikalahkan Panembahan Senapati dalam sebuah perang tanding. Ia kemudian dibunuh sendiri oleh adipati Pasuruhan, yang kemudian menyatakan tunduk kepada Mataram.

Pada tahun 1600 terjadi pemberontakan Adipati Pragola dari Pati. Pemberontakan ini dipicu oleh pengangkatan Retno Dumilah putri Madiun sebagai permaisuri kedua Senapati. Pasukan Pati berhasil merebut beberapa wilayah sebelah utara Mataram. Perang kemudian terjadi dekat Sungai Dengkeng di mana pasukan Mataram yang dipimpin langsung oleh Senapati sendiri berhasil menghancurkan pasukan Pati.

Panembahan Senapati alias Danang Sutawijaya meninggal dunia pada tahun 1601 saat berada di desa Kajenar. Ia kemudian dimakamkan di Kotagede. Putra yang ditunjuk sebagai raja selanjutnya adalah yang lahir dari putri Pati, bernama Mas Jolang.

Menurut silsilah, Ki Ageng Selo adalah cicit atau buyut dari Brawijaya terakhir. Beliau moyang (cikal bakal-red) dari pendiri kerajaan Mataram yaitu Sutawijaya. Termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono X (Yogyakarta) maupun Paku Buwono XIII (Surakarta).

Menurut cerita Babad Tanah Jawi (Meinama, 1905; Al-thoff, 1941), Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning dan berputra Bondan Kejawan/Ki Ageng Lembu Peteng yang diangkat sebagai murid Ki Ageng Tarub. Ia dikimpoikan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan. Dari perkimpoian Lembu Peteng dengan Nawangsih, lahir lah Ki Getas Pendowo (makamnya di Kuripan, Purwodadi). Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh dan yang paling sulung Ki Ageng Selo. Ki Ageng gemar bertapa di hutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi-bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Salah satu muridnya tercintanya adalah Mas Karebet/Joko Tingkir yang kemudian jadi Sultan Pajang Hadiwijaya, menggantikan dinasti Demak.

Putra Ki Ageng Selo semua tujuh orang, salah satunya Kyai Ageng Enis yang berputra Kyai Ageng Pamanahan. Ki Pemanahan beristri putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya. Melalui perhelatan politik Jawa kala itu akhirnya Sutawijaya mampu mendirikan kerajaan Mataram menggantikan Pajang. (http://buminusantara.blogdetik.com/2010/11/25/panembahan-senopati/)

Sang Penangkap Petir

Kisah ini terjadi pada jaman ketika Sultan Demak Trenggana masih hidup. Syahdan pada suatu sore sekitar waktu ashar, Ki Ageng Sela sedang mencangkul sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar – benar hujan lebat turun. Petir datang menyambar-nyambar. Petani lain terbirit-birit lari pulang ke rumah karena ketakutan. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak – enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah petir itu menyambar Ki Ageng Selo. Gelegar….. petir menyambar cangkul di genggaman Ki Ageng. Namun, ia tetap berdiri tegar, tubuhnya utuh, tidak gosong, tidak koyak. Petir berhasil ditangkap dan diikat, dimasukkan ke dalam batu sebesar genggaman tangan orang dewasa. Lalu, batu itu diserahkan ke Kanjeng Sunan di Kerajaan Istana Demak. Kanjeng Sunan Demak –sang Wali Allah– makin kagum terhadap kesaktian Ki Ageng Selo. Beliau pun memberi arahan, petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo tidak boleh diberi air.

Kerajaan Demak heboh. Ribuan orang –perpangkat besar dan orang kecil– datang berduyun-duyun ke istana untuk melihat petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo. Suatu hari, datanglah seorang wanita, ia adalah intruder (penyusup) yang menyelinap di balik kerumunan orang-orang yang ingin melihat petirnya Ki Ageng.

Wanita penyusup itu membawa bathok (tempat air dari tempurung kelapa) lalu menyiram batu petir itu dengan air. Gelegar… gedung istana tempat menyimpan batu itupun hancur luluh lantak, oleh ledakan petir. Kanjeng Sunan Demak berkata, wanita intuder pembawa bathok tersebut adalah “petir wanita” pasangan dari petir “lelaki” yang berhasil ditangkap Ki Ageng Selo. Dua sejoli itupun berkumpul kembali menyatu, lalu hilang lenyap.

Versi lainnya

Versi lain menyebutkan petir yang ditangkap oleh Ki Ageng Selo berwujud seorang kakek. Kakek itu cepat – cepat ditangkap nya dan kena, kemudian diikat dipohon gandri, dan dia meneruskan mencangkul sawahnya. Setelah cukup, dia pulang dan “ bledheg “ itu dibawa pulang dan dihaturkan kepada Sultan demak. Oleh Sultan “ bledheg “ itu ditaruh didalam jeruji besi yang kuat dan ditaruh ditengah alun – alun. Banyak orang yang berdatangan untuk melihat ujud “ bledheg “ itu. Ketika itu datanglah seorang nenek – nenek dengan membawa air kendi. Air itu diberikan kepada kakek “ bledheg “ dan diminumnya. Setelah minum terdengarlah menggelegar memekakkan telinga. Bersamaan dengan itu lenyaplah kakek dan nenek “ bledheg : tersebut, sedang jeruji besi tempat mengurung kakek “ bledheg hancur berantakan.

Sejak saat itulah, petir tak pernah unjuk sambar di Desa Selo, apalagi di masjid yang mengabadikan nama Ki Ageng Selo. “Dengan menyebut nama Ki Ageng Selo saja, petir tak berani menyambar,” kata Sarwono kepada Gatra.

Soal petir yang tidak pernah ada di Desa Selo diakui oleh Sakhsun, 54 tahun. Selama 22 tahun ia menjadi muazin Masjid Ki Ageng Selo, dan baru pada akhir November 2004 dilaporkan ada petir yang menyambar kubah masjid Ki Ageng Selo. Lelaki berambut putih itu pun terkena dampaknya. Petir itu menyambar sewaktu ia memegang mikrofon hendak mengumadangkan azan asar.

Sakhsun pun tersengat. Bibirnya bengkak. “Saya tidak tahu itu isyarat apa. Segala kejadian kan bisa dijadikan sebagai peringatan bagi kita untuk lebih beriman,” katanya. Dia sedang menebak-nebak apa yang bakal terjadi di desa itu. Menurut kepercayaan setempat, kubah masjid adalah simbol pemimpin. Apakah artinya ada pemimpin setempat yang akan tumbang?

Terus bagaimana kira-kira cara Ki Ageng Selo menangkap petir…?

Kalau kita telaah cerita legenda di atas tentunya ada sebagian yang benar sesuai dengan sejarah aslinya. Mari kita telaah kira-kira bagaimana cara Ki Ageng Selo menangkap petir bila dilihat dari perspektif ilmu pengetahuan kita jaman sekarang.

1. Petir terjadi di waktu cuaca mendung… Hal yang logis bukan juragan? Muatan listrik yang secara perlahan terpisah antara beberapa awan atau perbedaan muatan listrik antara awan dan bumi, menyebabkan lecutan muatan listrik atau yang kita kenal sebagai petir.

2.Petir menyambar cangkul tetapi Ki Ageng Selo tidak terluka sedikitpun. Cangkul terbuat dari besi dan kayu… Besi adalah konduktor listrik yang baik sedangkan kayu adalah isolator. Hal paling logis adalah petir menyambar Ki Ageng Selo ketika dia sedang mengayunkan cangkulnya. Sehingga lecutan petir dari awan ke bagian besi cangkulnya dapat diisolasi oleh kayu cangkul dan langsung diteruskan ke bumi. Hmmmm…. Kira2 dari kayu apakah cangkul Ki Ageng Selo terbuat sehingga sifat isolatornya begitu kuat? Gw yakin Ki Ageng Selo sudah mengetahui kekuatan kayu cangkulnya sehingga dia tidak takut sedikitpun ketika petir menyambar2, tidak seperti petani lainnya.

Model cangkul yang mungkin dipakai Ki Ageng Selo

3. Petir berhasil ditangkap dan diikat, dimasukkan ke dalam batu sebesar genggaman tangan orang dewasa. Hmmm…. mirip kisah Si Ponari yah juragan. Hal yang paling logis adalah petir itu langsung menyambar batu yang ada di sawah milik Ki Ageng Selo. Batu yang sebesar genggaman tangan orang dewasa tersebut bersifat kapasitor, sehingga sifat dan ukurannya mampu menyimpan muatan listrik (elektron). Kira-kira batu apakah itu juragan???

Kalau deskripsi kapasitor jaman sekarang yah seperti ini juragan : Kapasitor adalah komponen elektronika yang dapat menyimpan muatan listrik. Struktur sebuah kapasitor terbuat dari 2 buah plat metal yang dipisahkan oleh suatu bahan dielektrik. Bahan-bahan dielektrik yang umum dikenal misalnya udara vakum, keramik, gelas dan lain-lain. Jika kedua ujung plat metal diberi tegangan listrik, maka muatan-muatan positif akan mengumpul pada salah satu kaki (elektroda) metalnya dan pada saat yang sama muatan-muatan negatif terkumpul pada ujung metal yang satu lagi. Muatan positif tidak dapat mengalir menuju ujung kutup negatif dan sebaliknya muatan negatif tidak bisa menuju ke ujung kutup positif, karena terpisah oleh bahan dielektrik yang non-konduktif. Muatan elektrik ini “tersimpan” selama tidak ada konduksi pada ujung-ujung kakinya. Sumber : Bom2000.com (http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/01/ki-ageng-selo-si-penangkap-petir/)

Kalau dirunut pada silsilah, Prabu Brawijaya pada perkawinannya dengan Dewi Wandan (wanita yang berkulit kehitam-hitaman) melahirkan Ki Bondan Kejawan yang kemudian memperistri Nyai Nawangsih putera Ki Gede Tarub dan melahirkan Ki Ageng Getas Pendowo atau Syekh Ngabdullah dan seorang puteri (dinikahkan dengan Ki Ageng Ngerang). Ki Ageng Getas Pendowo memiliki 6 putera, Ki Ageng Selo, Nyai Ageng Pakis, Nyai Ageng Purno, Nyai Ageng Wanglu, Nyai Ageng Bokong, dan Nyai Ageng Adibaya. Keturunan Ki Ageng Selo, dari 7 hanya satu yang laki-laki yaitu Ki Ageng Ngenis yang kemudian berputera Ki Ageng Pemanahan yang selanjutnya melahirkan Sutowijoyo. http://buminusantara.blogdetik.com/2010/11/25/panembahan-senopati/

Makam Ki Ageng Getas Pendowo Beliau adalah keturunan R.Bondan Kejawan ( Lembu Peteng ) dengan Rr. Nawangsih. Letaknya di sebelah timur Kelurahan Kuripan Kecamatan Purwodadi ( Jln. A. yani Purwodadi lebih kurang 1 Km )

(Foto: http://mataram351.wordpress.com/2011/12/21/makam-ki-ageng-getas-pendowo/)

74/3 <2+2♀ 3. Nyai Ageng Ngerang I/ Nyai Siti Rochmah (Dewi Roro Kasihan) [Brawijaya V]

== NYAI AGENG NGERANG ==Disarikan oleh : RE. Suhendar Diponegoro

A. ASAL – USUL NYAI AGENG NGERANG

Nyai Ageng Ngerang mempunyai nama asli Siti Rohmah Roro Kasihan[1]. Walaupun disisi lain, ada yang mengatakan bahwa nama beliau banyak sekali, bahkan sampai 24 nama, akan tetapi itu hanya nama samaran ketika beliau mengadakan peperangan dengan bertujuan untuk berdakwah, menyebarkan agama Islam, Supaya tidak diketahui jatidiri beliau sebenarnya. Karena kalau nama asli beliau yang dipergunakan, justru akan menghambat misi perjuangan dakwah beliau.

Beliau adalah merupakan seorang waliyullah yang banyak disegani banyak orang, karena disamping beliau mempunyai keturunan bangsawan / darah biru dari Raja Brawijaya V, juga beliau seorang Waliyullah yang gigih dan berani untuk menegakkan kebenaran serta Penyayang dan Melindungi kaum yang lemah dan teraniaya.

Beliau senang sekali terhadap orang yang kehidupanya sederhana serta suka membantu orang yang mengalami kesusahan dalam menghadapi problema kehidupan yang tak kunjung sirna, selama mereka mau bertawasul kepada Beliau. Sesuai dengan namanya Siti Rahmah Roro Kasihan adalah seseorang yang suka menaruh belas kasihan / iba dan memberi kasih sayang terhadap kaum muslimin yang ingin mendoakan dan sekaligus membutuhkan bantuan beliau ( Tawasul kepada beliau ) untuk meminta kepada Allah SWT.

Beliau mempunyai pandangan yang jauh dan luas dalam hidup dan kehidupan manusia secara hakiki. Sebagai seorang sufi yang tidak senang dengan kemewahan dunia belaka, maka hidupnya diabdikan dan tawakal kepada Allah untuk berjuang menegakkan agama islam dengan berdakwah dari tempat satu ketempat yang lain, yang beliau anggap tepat sasaranya.

Menurut apa yang dituturkan dari berbagai sumber dan catatan – catatan bersejarah, bahwa beliau berasal dari kerajaan majapahit tepatnya pada masa pemerintahan Raja Brawijaya V, Prabu Kertabumi, yang telah menurunkan Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Raden Bondan kejawan mempunyai istri Dewi Nawangsih. Dewi Nawangsih merupakan Putri dari Nawang Wulan dan Nawang Wulan adalah istri dari Ki Jaka Tarub, Kidang Telangkas[2].

Raden Bondan Kejawan menurunkan tiga putra, yaitu Ki Ageng Wanasaba, Ki Ageng Getas Pandawa dan Putri yang bungsu bernama Nyai Ageng Ngerang / Roro Kasihan[3].

Adapun sejarah kedatangan beliau menurut catatan ahli tarikh. Pada waktu itu beliau hidup dalam kerajaan yang syarat dengan banyak aturan duniawi, serta terbelenggunya kegiatan penyebaran agama islam, oleh karena itu, beliau melakukan melanglang buana dalam rangka misi dakwah dengan menjauhkan diri dari kerajaan tesebut untuk benar – benar dapat menemukan kehidupan yang hakiki dan diridhoi ilahi robbi. Dengan uzlah (mengasingkan diri) dan berdakwah agama islam, dengan sistim berpindah tempat, dari tempat satu ketempat yang lain, termasuk pernah singgah ditanah muria, dan akhirnya beliau mendapatkan wilayah yang layak dan tepat untuk berdakwah yaitu di Pati kidul, tepatnya di dusun Ngerang Tambakromo Pati.

Dalam cerita masyarakat, bahwa pada saat berkumpul dan musyawarah beserta para saudara, Auliya dan penggede pada saat itu, untuk menentukan langkah selanjutnya dalam misi perjuangan dakwah. Beliau kadang diremehkan, karena seorang perempuan. “Perempuan identik dirumah dan tidak bisa berbuat apa-apa, bagian perempuan hanya sedikit (setengah bagian dari laki-laki), lain halnya dengan bagian laki-laki ”, karena langkah seorang perempuan itu sempit dan tidak bisa mendapatkan wilayah kekuasaan yang begitu luas. Oleh karenya menurut beberapa versi, beliau langsung membakar Slendang Kemben yang menjadi warisan dari nenek beliau Nawang Wulan dan Ki Jaka Tarub. Dan beliau berkata, “Langes dari bakaran slendang ini yang dibawa angin, dimanapun jatuhnya, dan tempat yang kejatuhan langes tersebut akan menjadi Bumi Ngerang. Ada juga yang mengatakan bahwa slendang beliau di hamtamkan keatas udara dan keluar percikan api dan percikan api tersebut mengeluarkan sisa yang dinamakan langes.

Menurut versi lain bahwa beliau membuat perapian dengan membakar sisa batang padi, kemudian langes dari perapian tersebut ditiup angin dari hembusan Slendang Kemben beliau. Kemudian langes tersebut dimanapun jatuhnya akan membentuk bumi Ngerang.

Dengan melihat kejadian tersebut, konon saudara-saudara beliau juga tidak mau kalah dengan apa yang telah dilakukakanya, maka tidak berfikir banyak, saudara-saudara beliau kemudian membakar kaosnya. Dimanapun langes bakaran dari kaos tersebut jatuh, maka akan membentuk bumi / tanah muria. Dengan demikian itu bumi Ngerang dan bumi muria terdapat dimana-mana. Dan bumi tersebut tidak ada yang kuat menempatinya ( banyak problem dan masalah kehidupan yang dihadapinya ), kecuali yang memanfaatkan adalah anak dan cucu beliau.

Didalam perjalanan perjuangan dakwah Nyai Ageng Ngerang sangat penuh dengan cobaan, rintangan dan halangan. Tapi itu semua, tidak membuat beliau jera dan putus asa, karena perjuangan untuk membumikan syariat agama Islam, syarat dengan halangan dan rintangan. Perjuangan beliau berakhir didusun Ngerang Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati Jawa Tengah. Akhirnya beliau membangun masjid dan tempat tinggal sebagai wadah untuk istiqomah dalam berdakwah di dusun Ngerang tersebut, tepatnya di muludan, sebelah utara makam beliau.

Makam Beliau ada di dusun Ngerang kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati, tanah pemakaman beliau disebut dengan istilah sentono ( tanah kerajaan ), karena dahulu ditempat itu merupakan sebuah kerajaan dimasa hidup beliau. Makam beliau sangat dikeramatkan, dihormati dan dirawat serta dijaga oleh warga dusun Ngerang Tambakromo Pati dengan baik, karena beliau selain sebagai pejuang islam yang tangguh, juga beliau merupakan cikal bakal dusun Ngerang Tambakromo.

B. SILSILAH KETURUNAN

Menurut beberapa catatan dan keterangan dari berbagai sumber, termasuk dari Keraton Surakarta Hadiningrat, bahwa Nyai Ageng Ngerang mempunyai nama asli Siti Rohmah Roro Kasihan, setelah menikah dengan Ki Ageng ngerang, nama beliau berubah menjadi Nyai Ageng Ngerang. Beliau mempunyai tali lahir maupun batin dengan sultan – sultan dan guru besar agama yang bersambung pada Raja Brawijaya V, raja majapahit Prabu Kertabumi, Beliau diberikan nama dengan sebutan Nyai Ageng Ngerang dan makamnya ada didusun Ngerang Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati, ada beberapa versi yang mengatakan, beliau senang membantu orang yang sedang di ganggu demit dan termasuk didusun Ngerang juga banyak demit yang pating sliwerang, kemudian dikalahkan dan diusir oleh beliau dari dusun itu, maka oleh karena itu beliau disebut Nyai Ageng Ngerang.

Dilihat dari silsilah beliau kebawah dan seterusnya. Nyai Ageng Ngerang yang makamnya di Ngerang Tambakromo Pati adalah Nyai Ageng Ngerang, Siti rohmah Roro Kasihan. Beliau di peristri Ki Ageng Ngerang I.Ki Ageng Ngerang I Putra dari Syaihk Maulana Malik Ibrahim.[4] Dan atas perkawinan Nyai Ageng Ngerang dan Ki Ageng Ngerang I, beliau mempunyai dua orang Putra, Pertama adalah seorang putri dan belum diketahui dan dijelaskan namanya didalam buku – buku maupun sumber lain. Putri Beliau yang pertama diperistri oleh Ki Ageng Selo[5]. Dan Ki Ageng Selo adalah putra dari Ki Ageng Getas Pendawa. Putra yang kedua beliau adalah Ki Ageng Ngerang II yang disebut Ki Ageng Pati, makamnya sekarang berada di Ngerang Pakuan Juana,

Ki Ageng Ngerang II mempunyai empat putra yaitu Ki Ageng ngerang III, Ki Ageng Ngerang IV, Ki Ageng Ngerang V dan Pangeran Kalijenar.

Sedangkan Ki Ageng Ngerang III, Makamnya sekarang ada di Laweyan solo Jawa Tengah[6]. Ki Ageng Ngerang III ini yang telah menurunkan Ki Ageng Penjawi. Ki Ageng Penjawi, orang yang pernah menjadi Adipati Kadipaten pati setelah gugurnya Arya Penangsang, Arya Penangsang adalah adipati Jipang Panolan dan Arya penagnsang adalah putra Pangeran Sedalepen.

Ki Ageng Penjawi sangat berjasa dalam menumpas pemberontakan yang dilakukan oleh laskar Soreng yang dpimpin oleh Arya Penangsang, untuk membunuh semua keturunan Sultan Trenggono, karena iri hati. Sedangkan Ki Ageng Penjawi sebagai panglima perang bersama Danang Sutawijaya, Ki Juru Mertani, Ki Pemanahan ( tiga Serangkai ) akhirnya dapat mengalahkan Arya Penangsang beserta bala tentaranya.

Dari silsilah Nyai Ageng Ngerang keatas, beliau menjadi Putri bungsu Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng, atas pernikahanya dengan Dewi Nawangsih. Dan Raden Bondan Kejawan sendiri merupakan Putra dari Raja Brawijaya V, Raja majapahit, Prabu Kertabumi. Raja Brawijaya bertahta pada tahun 1468 – 1478 M[7].

Ayah Nyai Ageng Ngerang masih saudara Raden Patah. Raden Patah adalah orang yang pertama kali menjadi Sultan pada Kerajaan Islam pertama di pulau jawa, yaitu Kasultanan Demak Bintoro. Kerajaan islam pertama dijawa yang didirikan oleh Raden Patah dan Raden Patah bergelar “Akbar Alfatt” Raden Patah juga Putra Raja Brawijaya V dengan ibu Syarifah Siti Jaenab adik kandung Sunan Ampel/Raden Rahmat keturunan Champa, daerah yang sekarang adalah perbatasan Kamboja dan Vietnam.

Hubungan Nyai Ageng Ngerang dengan Jaka Tarub, Kidang Telangkas. Jaka tarub mempunyai istri bernama Nawang Wulan. Nawang Wulan dan Ki Jaka Tarub mempunyai Putri Nawangsih dan Nawangsih diperistri Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Nawangsih, telah menurunkan tiga putra, pertama Syaikh Ngabdullah yang sekarang terkenal dengan sebutan Ki Ageng Wanasaba, dan putra kedua adalah Syaikh Abdullah yang terkenal dengan sebutan Ki Ageng Getas Pandawa dan yang bungsu adalah Siti Rohmah Roro Kasihan yang terkenal dengan sebutan Nyai Ageng Ngerang[8].

Hubungan Nyai Ageng Ngerang dengan Sunan Muria, bahwa Sunan Muria merupakan saudara Nyai Ageng Ngerang yang kesekian kalinya. Dengan melihat beberapa versi tentang silsilah orang tua Sunan muria. Versi pertama mengatakan bahwa Sunan Muria anak Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq, padahal anaknya sunan Kalijaga yang bernama Raden Ayu Penengah menjadi istri Ki Ageng Ngerang III, oleh karena itu dapat tarik kesimpulan bahwa Sunan Muria bukan menantu Nyai Ageng Ngerang, seperti yang disebutkan dalam cerita masyarakat, bahwa Dewi Roroyono menjadi Putri Nyai Ageng Ngerang dan diperistri Sunan Muria. Sunan Muria merupakan keponakan Nyai Ageng Ngerang dari Sunan Kalijaga.

C. SAUDARA – SAUDARA BELIAU

Seperti yang disebutkan diatas. Diceritakan bahwa pada sekitar tahun 1468 – 1478 M. ada seorang Prabu Kertabumi yang bertahta, raja Brawijaya V. kerajaan Majapahit yang menikah dengan seorang putri yang bernama Dewi Wandan Kuning. Atas pernikahan itu menurunkan putra bernama Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih yang menjadi putri Ki Ageng Jaka Tarub dan Nawangwulan. Pernikahan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih mempunyai tiga orang Putra yaitu :

  • 1.Ki Ageng Wanasaba
  • 2.Ki Ageng Getas Pendawa dan
  • 3.Nyai Ageng Ngerang / Roro Kasihan

1. Ki Ageng Wanasaba, yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Ngabdullah merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang pertama / sulung, yang sekarang makamnya ada di daerah yang bernama kabupaten Wonosobo, tepatnya di desa Plobangan Selo merto[9].

Dalam masa hidupnya, Ki Ageng Wanasaba juga sebagai seorang Pemimpin yang yang hebat dan karismatik. Ki Ageng Wanasaba dikenal juga dengan julukan Ki Ageng Dukuh, akan tetapi desa Plobangan lebih dikenal dengan Ki wanu / Ki wanusebo. Perbedaan nama tersebut disebabkan dialek daerah Wanasaba tersebut terpengaruh oleh dialek Banyumas.

Ki Ageng Wanasaba dipercaya dan diyakini sebagai waliyullah, yang telah melanglang buana keberbagai tempat dalam rangka mencari ilmu sekaligus menyiarkan agama Islam. Ki Ageng Wanasaba merupakan cucu dari Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit dan merupakan putra Raden Bondan Kejawan, Lembu Peten , putra Brawijaya V yang menikah dengan Nawangsih, dan Nawangsih sendiri putri dari Ki jaka Tarub yang menikah dengan Dewi Nawang wulan ( epos Jaka Tarub ).

Ki Ageng Wanasaba mempunyai Putra yaitu Pangeran Made Pandan, nama lain dari Ki Ageng Pandanaran. Pangeran Made Pandan mempunyai putra Ki Ageng Pakiringan yang mempunyai istri bernama Rara Janten. Dari pasangan ini mempunyai empat Putra yaitu Nyai Ageng Laweh, Nyai Ageng Manggar, Putri dan Ki juru Mertani.

Situs makam Ki Ageng Wanasaba saat ini dipugar, dikeramatkan dan dijaga dengan baik oleh warga sekitar. Lokasi situs ini sangat dihormati oleh masyarakat, karena KI Ageng Wanasaba merupakan tokoh penyebar agama islam dan sekaligus cikal bakal dari desa Plobangan Selomerto kabupaten wonosobo. Di sekitar makam Ki Ageng Wanasaba terdapat tiga makam kuno. Konon tiga makam itu juga merupakan pendahulu, seorang ulama yang sejaman dengan Ki Ageng Wanasaba.

2. Ki Ageng Getas Pendawa, yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Abdullah atau yang disebut Raden Depok adalah saudara kandung beliau, Ki Ageng Getas Pendawa merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang kedua. Ki Ageng Getas Pendawa juga seorang yang hebat, berwibawa dan karismatik serta sangat sederhana dalam hidup dan kehidupan manusia.

Beliau juga seorang pemimpin yang tegas dan berwibawa, oleh karena itu beliau disebut Ki Ageng Getas Pendawa. Beliau sangat tangguh dan konon sangat kuat dalam riyadhoh / tirakat, mengolah batin untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan harapan bisa menenangkan diri dan dapat menyebarkan agama islam dengan ikhlas, tulus dan berhasil. Makam beliau juga dikeramatkan oleh warga sekitar. Makam Ki Ageng Getas Pandawa ada di desa Kuripan Purwodadi, Grobogan.

Ki Ageng Getas Pendawa mempunyai putra yang bernama Ki Ageng Sela, Nyai Ageng Pakis, Ki Ageng Purna. Ki Ageng Kare, Ki Ageng wanglu, Ki Ageng Bokong dan Ki Ageng Adibaya. Sedangkan Ki Ageng Sela mempunyai Putra KI Ageng Enis dan Ki Ageng Enis menurunkan putra yang bernama Ki Ageng Pemanahan.

95/3 <4+4♀ Dewi Sari [Brawijaya V]

4

101/4 <5♂ Ki Ageng Sela / Abdurrahman II (Bagus Sogam) [Brawijaya]

Catatan Admin : Endang Suhendar alias IdangBabad Tanah Jawi menyebutkan, Ki Ageng Selo adalah keturunan Raja Majapahit, Brawijaya V. Pernikahan Brawijaya V dengan Putri Wandan Kuning melahirkan Bondan Kejawen atau Lembu Peteng. Lembu Peteng yang menikah dengan Dewi Nawangsih, putri Ki Ageng Tarub, menurunkan Ki Ageng Getas Pendawa. Dari Ki Ageng Getas Pendawa lahirlah Bogus Sogom alias Syekh Abdurrahman alias Ki Ageng Selo.

Lantas, bagaimana juntrungan-nya Ki Ageng Selo bisa disebut penurun raja-raja Mataram? Ki Ageng Selo menurunkan Ki Ageng Ngenis. Ki Ageng Ngenis menurunkan Ki Ageng Pemanahan. Ki Ageng Pemanahan menurunkan Panembahan Senapati. Dari Panembahan Senapati inilah diturunkan para raja Mataram sampai sekarang.

Namun, perkembangan ini hendaknya tidak melenakan, bahwa di sisi lain ada hal urgen yang mutlak diperhatikan. Yaitu, keabadian sejarah dan konsistensi mengamalkan Serat Pepali Ki Ageng Selo, yang merupakan pengejawantahan ajaran Al-Qur’an dan Hadits Nabi.

Untuk yang pertama (mengabadikan sejarah) meniscayakan adanya kodifikasi sejarah Ki Ageng Selo dalam satu buku khusus, sebagaimana Wali Songo dan para wali lain bahkan para kiai mutakhir juga diabadikan ketokohan, jasa-jasa, dan keteladanannya dalam catatan sejarah yang utuh dan tuntas. Dari pengamatan penulis, buku-buku sejarah yang ada saat ini hanya menuturkan sekelumit saja tentang keberadaan Ki Ageng Selo sebagai penurun para raja Mataram (Surakarta dan Yogyakarta), serta kedigdayaannya menangkap petir (bledeg).

Minimnya perhatian ahli sejarah dan langkanya buku sejarah yang mengupas tuntas sejarah waliyullah sang penangkap petir, memunculkan kekhawatiran akan keasingan generasi mendatang dari sosok mulia kakek moyang raja-raja Mataram. Tidak mustahil, anak cucu kita (termasuk warga Surakarta dan Yogyakarta) akan asing dengan siapa dan apa jasa Ki Ageng Selo serta keteladanan-keteladanannya. Barangkali tidak banyak yang tahu bahwa Surakarta dan Yogyakarta memiliki ikatan sejarah dan emosional yang erat dengan Selo. Mungkin hanya warga di lingkungan Keraton yang mengetahui itu. Padahal ikatan itu kian kukuh dengan diabadikannya api bledeg di tiga kota tersebut. Bahkan pada tahun-tahun tertentu (Tahun Dal), untuk keperluan Gerebeg dan sebagainya, Keraton Surakarta mengambil api dari Selo.

Cerita Ki Ageng Sela merupakan cerita legendaris. Tokoh ini dianggap sebagai penurun raja – raja Mataram, Surakarta dan Yogyakarta sampai sekarang. Ki Ageng Sela atau Kyai Ageng Ngabdurahman Sela, dimana sekarang makamnya terdapat di desa Sela, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Dati II Grobogan, adalah tokoh legendaris yang cukup dikenal oleh masyarakat Daerah Grobogan, namun belum banyak diketahui tentang sejarahnya yang sebenarnya. Dalam cerita tersebut dia lebih dikenal sebagai tokoh sakti yang mampu menangkap halilintar (bledheg).

Menurut cerita dalam babad tanah Jawi ( Meinama, 1905; Al – thoff, 1941), Ki Ageng Sela adalah keturunan Majapahit. Raja Majapahit : Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning. Dari putri ini lahir seorang anak laki – laki yang dinamakan Bondan Kejawan. Karena menurut ramalan ahli nujum anak ini akan membunuh ayahnya, maka oleh raja, Bondan Kejawan dititipkan kepada juru sabin raja : Ki Buyut Masharar setelah dewasa oleh raja diberikan kepada Ki Ageng Tarub untuk berguru agama Islam dan ilmu kesaktian. Oleh Ki Ageng Tarub, namanya diubah menjadi Lembu Peteng. Dia dikawinkan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan. Ki Ageng Tarub atau Kidang Telangkas tidak lama meninggal dunia, dan Lembu Peteng menggantikan kedudukan mertuanya, dengan nama Ki Ageng Tarub II. Dari perkawinan antara Lembu Peteng dengan Nawangsih melahirkan anak Ki Getas Pendowo dan seorang putri yang kawin dengan Ki Ageng Ngerang.

Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh orang yaitu :

  1. . Ki Ageng Sela,
  2. . Nyai Ageng Pakis,
  3. . Nyai Ageng Purna,
  4. . Nyai Ageng Kare,
  5. . Nyai Ageng Wanglu,
  6. . Nyai Ageng Bokong,
  7. . Nyai Ageng Adibaya .

Kesukaan Ki Ageng Sela adalah bertapa dihutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi – bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Bahkan akhirnya Ki Ageng Sela mendirikan perguruan Islam. Muridnya banyak, datang dari berbagai penjuru daerah. Salah satu muridnya adalah Mas Karebet calon Sultan Pajang Hadiwijaya. Dalam tapanya itu Ki Ageng selalu memohon kepada Tuhan agar dia dapat menurunkan raja – raja besar yang menguasai seluruh Jawa .

Kala semanten Ki Ageng sampun pitung dinten pitung dalu wonten gubug pagagan saler wetaning Tarub, ing wana Renceh. Ing wanci dalu Ki Ageng sare wonten ing ngriku, Ki Jaka Tingkir (Mas Karebet) tilem wonten ing dagan. Ki Ageng Sela dhateng wana nyangking kudhi, badhe babad. Kathinggal salebeting supeno Ki Jaka Tingkir sampun wonten ing Wana, Sastra sakhatahing kekajengan sampun sami rebah, kaseredan dhateng Ki Jaka Tingkir. ( Altholif : 35 – 36 ) .

Impian tersebut mengandung makna bahwa usaha Ki Ageng Sela untuk dapat menurunkan raja – raja besar sudah di dahului oleh Jaka Tingkir atau Mas Karebet, Sultan Pajang pertama. Ki Ageng kecewa, namun akhirnya hatinya berserah kepada kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa. Hanya kemudian kepada Jaka tingkir, Ki Ageng sela berkata :

Nanging thole, ing buri turunku kena nyambungi ing wahyumu (Dirdjosubroto, 131; Altholif: 36 ). Suatu ketika Ki Ageng Sela ingin melamar menjadi prajurit Tamtama di Demak. Syaratnya dia harus mau diuji dahulu dengan diadu dengan banteng liar. Ki Ageng Sela dapat membunuh banteng tersebut, tetapi dia takut kena percikan darahnya. Akibatnya lamarannya ditolak, sebab seorang prajurit tidak boleh takut melihat darah. Karena sakit hati maka Ki Ageng mengamuk, tetapi kalah dan kembali ke desanya : Sela. Selanjutnya cerita tentang Ki Ageng Sela menangkap “ bledheg “ cerita tutur dalam babad sebagai berikut :

Ketika Sultan Demak : Trenggana masih hidup pada suatu hari Ki Ageng Sela pergi ke sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar – benar hujan lebat turun. Halilintar menyambar. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak – enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah “ bledheg “ itu menyambar Ki Ageng, berwujud seorang kakek – kakek. Kakek itu cepat – cepat ditangkap nya dan kena, kemudian diikat dipohon gandri, dan dia meneruskan mencangkul sawahnya. Setelah cukup, dia pulang dan “ bledheg “ itu dibawa pulang dan dihaturkan kepada Sultan demak. Oleh Sultan “ bledheg “ itu ditaruh didalam jeruji besi yang kuat dan ditaruh ditengah alun – alun. Banyak orang yang berdatangan untuk melihat ujud “ bledheg “ itu. Ketika itu datanglah seorang nenek – nenek dengan membawa air kendi. Air itu diberikan kepada kakek “ bledheg “ dan diminumnya. Setelah minum terdengarlah menggelegar memekakkan telinga. Bersamaan dengan itu lenyaplah kakek dan nenek “ bledheg : tersebut, sedang jeruji besi tempat mengurung kakek “ bledheg hancur berantakan.

Kemudian suatu ketika Ki Ageng nanggap wayang kulit dengan dhalang Ki Bicak. Istri Ki Bicak sangat cantik. Ki Ageng jatuh cinta pada Nyai Bicak. Maka untuk dapat memperistri Nyai Bicak, Kyai Bicak dibunuhnya. Wayang Bende dan Nyai Bicak diambilnya, “ Bende “ tersebut kemudian diberi nama Kyai Bicak, yang kemudian menjadi pusaka Kerajaan Mataram. Bila “ Bende “ tersebut dipukul dan suaranya menggema, bertanda perangnya akan menang tetapi kalau dipukul tidak berbunyi pertanda perangnya akan kalah.

Peristiwa lain lagi : Pada suatu hari Ki Ageng Sela sedang menggendong anaknya di tengah tanaman waluh dihalaman rumahnya. Datanglah orang mengamuk kepadanya. Orang itu dapat dibunuhnya, tetapi dia “ kesrimpet “ batang waluh dan jatuh telentang, sehingga kainnya lepas dan dia menjadi telanjang. Oleh peristiwa tersebut maka Ki Ageng Sela menjatuhkan umpatan, bahwa anak turunnya dilarang menanam waluh di halaman rumah memakai kain cinde .

Saha lajeng dhawahaken prapasa, benjeng ing saturun – turunipun sampun nganthos wonten ingkang nyamping cindhe serta nanem waluh serta dhahar wohipun. ( Dirdjosubroto : 1928 : 152 – 153 ).

Dalam hidup berkeluarga Ki Ageng Sela mempunyai putra tujuh orang yaitu :

  1. . Nyai Ageng Lurung Tengah,
  2. . Nyai Ageng Saba ( Wanasaba ),
  3. . Nyai Ageng Basri,
  4. . Nyai Ageng Jati,
  5. . Nyai Ageng Patanen,
  6. . Nyai Ageng Pakis Dadu, dan bungsunya putra laki – laki bernama
  7. . Kyai Ageng Enis.

Kyai Ageng Enis berputra Kyai Ageng Pamanahan yang kawin dengan putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya, pendiri Kerajaan Mataram. Adik Nyai Ageng Pamanahan bernama Ki Juru Martani. Ki Ageng Enis juga mengambil anak angkat bernama Ki Panjawi. Mereka bertiga dipersaudarakan dan bersama – sama berguru kepada Sunan Kalijaga bersama dengan Sultan Pajang Hadiwijaya ( Jaka Tingkir ). Atas kehendak Sultan Pajang, Ki Ageng Enis diminta bertempat tinggal didusun lawiyan, maka kemudian terkenal dengan sebutan Ki Ageng Lawiyan. Ketika dia meninggal juga dimakamkan di desa Lawiyan. ( M. Atmodarminto, 1955 : 1222 ) .


Dari cerita diatas bahwa Ki Ageng Sela adalah nenek moyang raja – raja Mataram Surakarta dan Yogyakarta. Bahkan pemujaan kepada makam Ki Ageng Sela sampai sekarang masih ditradisikan oleh raja – raja Surakarta dan Yogyakarta tersebut. Sebelum GREBEG Mulud, utusan dari Surakarta datang ke makam Ki Ageng Sela untuk mengambil api abadi yang selalu menyala didalam makam tersebut. Begitu pula tradisi yang dilakukan oleh raja – raja Yogyakarta Api dari Sela dianggap sebagai keramat .

Bahkan dikatakan bahwa dahulu pengambilan api dilakukan dengan memakai arak – arakan, agar setiap pangeran juga dapat mengambil api itu dan dinyalakan ditempat pemujaan di rumah masing – masing. Menurut Shrieke api sela itu sesungguhnya mencerminkan “asas kekuasaan bersinar “. Bahkan data – data dari sumber babad mengatakan bahkan kekuasaan sinar itu merupakan lambang kekuasaan raja – raja didunia. Bayi Ken Arok bersinar, pusat Ken Dedes bersinar; perpindahan kekuasaan dari Majapahit ke Demak diwujudkan karena adanya perpindahan sinar; adanya wahyu kraton juga diwujudkan dalam bentuk sinar cemerlang .

Dari pandangan tersebut, api sela mungkin untuk bukti penguat bahwa di desa Sela terdapat pusat Kerajaan Medang Kamulan yang tetap misterius itu. Di Daerah itu Reffles masih menemukan sisa – sisa bekas kraton tua ( Reffles, 1817 : 5 ). Peninggalan itu terdapat di daerah distrik Wirasaba yang berupa bangunan Sitihinggil. Peninggalan lain terdapat di daerah Purwodadi .

Sebutan “ Sela “ mungkin berkaitan dengan adanya “ bukit berapi yang berlumpur, sumber – sumber garam dan api abadi yang keluar dari dalam bumi yang banyak terdapat di daerah Grobogan tersebut .

Ketika daerah kerajaan dalam keadaan perang Diponegoro, Sunan dan Sultan mengadakan perjanjian tanggal 27 September 1830 yang menetapkan bahwa makam – makam keramat di desa Sela daerah Sukawati, akan tetap menjadi milik kedua raja itu. Untuk pemeliharaan makam tersebut akan ditunjuk dua belas jung tanah kepada Sultan Yogyakarta di sekitar makam tersebut untuk pemeliharaannya. ( Graaf, 3,1985 : II ). Daerah enclave sela dihapuskan pada 14 Januari 1902. Tetapi makam – makam berikut masjid dan rumah juru kunci yang dipelihara atas biaya rata – rata tidak termasuk pembelian oleh Pemerintah.

Menelusuri Jejak sang Penangkap petir

Ini adalah salah satu legenda Tanah Jawa, sesosok figur ulama di daerah Selo, Grobogan, Jawa Tengah yang bernama Ki Ageng Selo…

Daftar isi

[sembunyikan] [sembunyikan] [sembunyikan] [sembunyikan]

Silsilah

Menurut silsilah, Ki Ageng Selo adalah cicit atau buyut dari Brawijaya terakhir. Beliau moyang (cikal bakal-red) dari pendiri kerajaan Mataram yaitu Sutawijaya. Termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono X (Yogyakarta) maupun Paku Buwono XIII (Surakarta).

Menurut cerita Babad Tanah Jawi (Meinama, 1905; Al-thoff, 1941), Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning dan berputra Bondan Kejawan/Ki Ageng Lembu Peteng yang diangkat sebagai murid Ki Ageng Tarub. Ia dikawinkan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan. Dari perkawinan Lembu Peteng dengan Nawangsih, lahir lah Ki Getas Pendowo (makamnya di Kuripan, Purwodadi). Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh dan yang paling sulung Ki Ageng Selo.

Ki Ageng gemar bertapa di hutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi-bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Salah satu muridnya tercintanya adalah Mas Karebet/Joko Tingkir yang kemudian jadi Sultan Pajang Hadiwijaya, menggantikan dinasti Demak.

Putra Ki Ageng Selo semua tujuh orang, salah satunya Kyai Ageng Enis yang berputra Kyai Ageng Pamanahan. Ki Pemanahan beristri putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya. Melalui perhelatan politik Jawa kala itu akhirnya Sutawijaya mampu mendirikan kerajaan Mataram menggantikan Pajang.

== Legenda Sang Penangkap Petir ==

Kisah ini terjadi pada jaman ketika Sultan Demak Trenggana masih hidup. Syahdan pada suatu sore sekitar waktu ashar, Ki Ageng Sela sedang mencangkul sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar – benar hujan lebat turun. Petir datang menyambar-nyambar. Petani lain terbirit-birit lari pulang ke rumah karena ketakutan. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak – enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah petir itu menyambar Ki Ageng Selo. Gelegar….. petir menyambar cangkul di genggaman Ki Ageng. Namun, ia tetap berdiri tegar, tubuhnya utuh, tidak gosong, tidak koyak. Petir berhasil ditangkap dan diikat, dimasukkan ke dalam batu sebesar genggaman tangan orang dewasa. Lalu, batu itu diserahkan ke Kanjeng Sunan di Kerajaan Istana Demak.

Kanjeng Sunan Demak –sang Wali Allah– makin kagum terhadap kesaktian Ki Ageng Selo. Beliau pun memberi arahan, petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo tidak boleh diberi air.

Kerajaan Demak heboh. Ribuan orang –perpangkat besar dan orang kecil– datang berduyun-duyun ke istana untuk melihat petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo. Suatu hari, datanglah seorang wanita, ia adalah intruder (penyusup) yang menyelinap di balik kerumunan orang-orang yang ingin melihat petirnya Ki Ageng.

Wanita penyusup itu membawa bathok (tempat air dari tempurung kelapa) lalu menyiram batu petir itu dengan air. Gelegar… gedung istana tempat menyimpan batu itupun hancur luluh lantak, oleh ledakan petir. Kanjeng Sunan Demak berkata, wanita intuder pembawa bathok tersebut adalah “petir wanita” pasangan dari petir “lelaki” yang berhasil ditangkap Ki Ageng Selo. Dua sejoli itupun berkumpul kembali menyatu, lalu hilang lenyap.

Versi lainnya

Versi lain menyebutkan petir yang ditangkap oleh Ki Ageng Selo berwujud seorang kakek. Kakek itu cepat – cepat ditangkap nya dan kena, kemudian diikat dipohon gandri, dan dia meneruskan mencangkul sawahnya. Setelah cukup, dia pulang dan “ bledheg “ itu dibawa pulang dan dihaturkan kepada Sultan demak. Oleh Sultan “ bledheg “ itu ditaruh didalam jeruji besi yang kuat dan ditaruh ditengah alun – alun. Banyak orang yang berdatangan untuk melihat ujud “ bledheg “ itu. Ketika itu datanglah seorang nenek – nenek dengan membawa air kendi. Air itu diberikan kepada kakek “ bledheg “ dan diminumnya. Setelah minum terdengarlah menggelegar memekakkan telinga. Bersamaan dengan itu lenyaplah kakek dan nenek “ bledheg : tersebut, sedang jeruji besi tempat mengurung kakek “ bledheg hancur berantakan.

Sejak saat itulah, petir tak pernah unjuk sambar di Desa Selo, apalagi di masjid yang mengabadikan nama Ki Ageng Selo. “Dengan menyebut nama Ki Ageng Selo saja, petir tak berani menyambar,” kata Sarwono kepada Gatra.

Soal petir yang tidak pernah ada di Desa Selo diakui oleh Sakhsun, 54 tahun. Selama 22 tahun ia menjadi muazin Masjid Ki Ageng Selo, dan baru pada akhir November 2004 dilaporkan ada petir yang menyambar kubah masjid Ki Ageng Selo. Lelaki berambut putih itu pun terkena dampaknya. Petir itu menyambar sewaktu ia memegang mikrofon hendak mengumadangkan azan asar.

Sakhsun pun tersengat. Bibirnya bengkak. “Saya tidak tahu itu isyarat apa. Segala kejadian kan bisa dijadikan sebagai peringatan bagi kita untuk lebih beriman,” katanya. Dia sedang menebak-nebak apa yang bakal terjadi di desa itu. Menurut kepercayaan setempat, kubah masjid adalah simbol pemimpin. Apakah artinya ada pemimpin setempat yang akan tumbang?

Larangan Menjual Nasi

Suatu hari ada dua orang pemuda yang bertamu ke rumah Ki Ageng Selo, Mereka bermaksud hendak belajar ilmu agama pada KI Ageng Selo. Sebagai tuan rumah yang baik, KI Ageng selo menghidangkan nasi pada mereka, namun mereka menolakya dengan alasan masih kenyang. Setelah merasa sudah cukup ( belajar ilmu agama ), kedua pemuda itu pun memohon untuk pamit pulang. Sepulang dari rumah Ki Ageng, kedua pemuda itu tidak langsung pulang, melainkan mampir ke warung nasi dulu untuk makan. KI Ageng Selo melihat hal itu. Beliau merasa sakit hati dan setelah itu beliau berkata “ Orang-orang di desa selo tidak boleh menjual nasi, kalau ada yang melanggarnya maka bledheg akan menyambar-nyambar di langit desa Selo “. Hingga saat ini penduduk yang tinggal di sekitar Komplek Makam KI Ageng Selo tidak ada yang menjual nasi.

Napak Tilas KI Ageng Selo

Terletak di dusun Krajan, RT II RW 02, Desa Selo Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan. Tempat ini juga merupakan salah satu tempat wisata di Kabupaten Grobogan karena mengandung nilai-nilai sejarah yang luar biasa.

Tempat-tempat penting yang masih berkaitan dengan KI Ageng Selo

  • Makam KI Ageng Tarub, terletak di desa Tarub, Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan sekitar 4 Km dari Makam KI Ageng Selo. Beliau adalah Buyut dari KI Ageng Selo. Di komplek Makam ada gentong yang airnya berasal dari sendang bidadari.
  • Makam Bondan Kejawan / Lembu Peteng ( Kakek KI Ageng Selo ), terletak di dusun Mbarahan Desa Tarub, Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan. Sekitar 3 Km dari Makam KI Ageng Selo. Di area komplek makam banyak di bangun patung dan stupa. Kini kondisinya semakin tidak terawat. Banyak patung yang mulai rusak. Namun masih banyak orang yang datang untuk berziarah
  • KI Ageng Getas Pendowo, beliau adalah Bapak dari KI Ageng Selo. Makamnya terletak di Kuripan Purwodadi sekitar 15 Km dari Makam KI Ageng Selo.

182/4 <6♂ Ki Ageng Pandanaran / Pangeran Made Pandan I [Brawijaya]

== KI AGENG WONOSOBO ; CIKAL RAJA-RAJA MATARAM ISLAM ==Akan banyak orang yang tidak percaya bahwa Trah Raja Mataram Islam bermula dari sebuah daerah yang bernama Kabupaten Wonosobo tepatnya di Desa Plobangan Kecamatan Selomerto. Di sanalah Situs Makam Ki Ageng Wonosobo berada yang saat ini menjadi salah satu Obyek Wisata Ritual Kabupaten Wonosobo. Lepas dari pro kontra siapa sebenarnya Ki Ageng Wonosobo ini namun yang jelas nama beliau yang sama dengan Kabupaten Wonosobo menunjukkan bahwa di wilayah Wonosobo pada abad 14 M telah ada kehidupan sosial kemasyarakatan.

Ki Ageng Wonosobo dikenal pula dengan nama Ki Ageng Dukuh, sedangkan di Desa Plobangan lebih dikenal dengan nama Ki Wanu atau Ki Wanuseba. Menurut saya perbedaan nama ini lebih cenderung disebabkan dialek daerah tersebut terpengaruhi oleh dialek Banyumas.

Siapa Ki Ageng Wonosobo atau Ki Ageng Dukuh ini? Beliau merupakan cucu dari Prabu Brawijaya V Raja Majapahit terakhir dan merupakan putra dari Raden Bondan Kejawen (Lembu Peteng) putra Brawijaya V yang menikah dengan Nawangsih. Nawangsih sendiri adalah putri dari Ki Joko Tarub yang menikah dengan Dewi Nawangwulan (epos Joko Tarub). Secara trah keturunan, Ki Ageng Wonosobo masih Sayid atau keturunan Nabi Muhammad SAW karena Ki Joko Tarub adalah putra dari Maulana Malik Ibrahim yang merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW dari Trah Hendramaut.

Dalam hubungannya dengan berdirinya Mataram Islam, Ki Ageng Wonosobo berputra Pangeran Made Pandan yang dibeberapa literatur yang saya baca merupakan nama lain dari Ki Ageng Pandanaran pendiri Kota Semarang pada era Demak Bintoro. Pangeran Made Pandan berputra Ki Ageng Saba. Ki Ageng Saba ini ada kemiripan dengan Ki Ageng Wonosobo namun tidak jelas apakah keberadaan Ki Ageng Saba ada kaitannya dengan Wonosobo tempo dulu.

Selanjutnya, Ki Ageng Sobo mempunyai seorang putri yang menikah dengan Ki Ageng Pemanahan yaitu Nyi Ageng Pemanahan yang merupakan Ibu dari Sutowijoyo atau lebih dikenal dengan Panembahan Senopati ing Alogo Syekh Sayyidina Pranoto Gomo (Panembahan Loring Pasar ? )pendiri Kerajaan Mataram Islam di Kota Gede Yogyakarta. Dari Penembahan Senopati ini turunlah trah Ki Ageng Wonosobo menjadi raja-raja Mataram Islam sampai dengan era Kasunan, Ngayogyakrto Hadiningrat, dan Mangkunegaran sekarang ini.

Situs makam beliau saat ini telah dipugar oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo dan dijaga dengan baik oleh warga sekitar. Lokasi Situs makam ini sangat dihormati oleh masyarakat dikarenakan Ki Ageng Wonosobo merupakan tokoh penyebar Agama Islam dan sekaligus cikal dari Desa Plobangan Selomerto. Di sekitar makam Ki Ageng Wonosobo terdapat tiga makam kuno lain yang dipagar. Kono ketiga makam ini juga para pendahulu yang merupakan Ulama di era yang sejaman dengan Ki Ageng Wonosobo. Salah satunya adalah Kyai Chotik yang makamnya berada di bawah pohon beringin yang sangat tua dan besar. Diameter pohon beringin ini sekitar 4 meter (mengingatkan saya dengan pohon beringin di Ibu Kota Mataram Kota Gede Jogja) dan makam Kyai Chotik dikelilingi oleh akar pohon beringin tersebut. Makam Kyai Chotik sendiri hanya berjarak kurang lebih 10 meter dari Makam Ki Ageng Wonosobo.

Keberadaan situs Ki Ageng Wonosobo ini semakin menguatkan bahwa pada abad 14 M , Wonosobo sudah mempunyai peran yang cukup penting dalam pengembangan Agama Islam sekaligus mungkin sudah mempunyai pemerintahan di tingkat kecil (mungkin pedukuhan). Yang jelas ketepatan sejarah dari Ki Ageng Wonosobo yang dimakamkan di Desa Plobangan Kecamatan Selomerto ini perlu ditelaah lagi dengan seksama namun beberapa waktu lalu konon pihak Keraton Jogjakarta sudah memasukkan makam ini dalam salah satu situs Punden Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat. Wallahu Alam (ditulis oleh Bimo Jatiningjati: http://www.jatiningjati.com/2009/08/akan-banyak-orang-yang-tidak-percaya.html)

113/4 <7+6♀ 1.1.1.1. Nyai Ageng Selo II / Roro Kinasih / Nyai Bicak [Azmatkhan]

124/4 <5♀ 2. Nyai Ageng Pakis [Brawijaya]

135/4 <5♀ 3. Nyai Ageng Purna [Brawijaya]

146/4 <5♀ 4. Nyai Ageng Kare [Brawijaya]

157/4 <5♀ 5. Nyai Ageng Wanglu [Brawijaya]

168/4 <5♀ 6. Nyai Ageng Bokong [Brawijaya]

179/4 <7+6♂ 1.1.1.2. Ki Ageng Ngerang II [Azmatkhan]

1910/4 <5♀ 7. Nyai Ageng Adibaya [Brawijaya]

5

291/5 <18+?♂ Ki Ageng Pakringan [Brawijaya]

kelahiran: Versi Ulil Ahbab

202/5 <10+11!♂ 7. Ki Ageng Enis / Ki Ageng Luwih [Brawijaya]

perkawinan: <9> ♀ Nyai Ageng Ngenis [Ngenis]
kematian: 1503

Pendiri Kraton Mataram adalah penembahan senopati. Dalam menjalankan pemerintahan-Nya, Dia selalu mendapat bimbingan spritual dari sunan Kali Jaga. Pada tahun 1568, Joko Tingkir naik tahta dikerajaan Pajang dan bergelar Sultan Hadiwijaya. Kedudukan direstui oleh Sunan Giri, seorang wali sekaligus penasehat politi Jawa yang tinggal dikewalian Giri, Gresik Jawa bagian Timur. Sultan Hadiwijaya yang arif dan bijaksana itu segera mendapat pengakuan dari Adipati-Adipati diseluruh Jawa Tengah dan Jawa timur. Sedangkan salah seorang anak sultan Prawoto yaitu Arya Panggiri diangkat menjadi Adipati Demak. Dalam usahanya untuk menegakkan kekuasaan Pajang, Sultan Hadiwijaya harus berhadapan dengan Adipati Jipang, Arya Penangsang, putra sinuwun Sekar seda Lepen yang tidak rela tahta Demak diambil oleh Sultan Hadiwijaya, karena Ia menantu Sultan Trenggana. Sultan Hadiwijaya membuat strategi jitu untuk menghadapinya. Ia percaya bahwa dirinya akan mampu mengalahkan, walaupun tidak mudah. Arya Penangsang terkenal memiliki senjata ampuh, yaitu keris setan kober yang selalu menggetarkan dan mencundangi musuh. Kemudian atas nasehat para pini sepuh, Sultan Hadiwijaya mengadakan sayembara, siapa saja yang dapat mengalahkan Arya Penangsang akan mendapatkan hadiah tanah Pati dan Mataram.Ahirnya Arya Penangsang bisa dikalahkan Oleh Danang Sustawijaya, Putra Pemanahan. Karena kesuksesannya ini merupakan strategi Pemanahan dan Penjawi, Maka Sultan Hadi Wijaya memberikan hadiah tanah itu kepada mereka. Penjawi mendapatkan tanah Pati sebuah kadipaten dipesisir utara dan Pemanahan mendapatkan Tanah Mataram yang masih berupa hutan Memtaok. Menurut sisilah, Pemanahan adalah putra dari Ki Ageng Enis cucu Kiageng Sela. Alas Mentaok berada disekitar Kota Gede Yogyakarta. Pemanahan kemudian lebih dikenal dengan Ki Gede Mataram. Berdasarkan ramalan Sunan Giri, Mataram kelak akan menjadi sebuah kerajaan yang besar, sehingga hal itu membuat Sultan Pajang mengulur-ulur waktu untuk menyerahkan tanah Mataram ke Ki Pemanahan. Atas nasehat Ki Juru mertani, agar Pemanahan agar segera menghadap Sunan Kalijaga. Sunan Kali Jaga memberikan fatwa bahwa Sultan Hadiwijaya adalah benar, seorang raja harus konsisten, sabda pandita ratu tan kena wola wali. Sunan Kalijaga juga menasehati agar Ki Pemanahan menepati janji untuk tidak memberontak kepada Pajang.Atas jasa Sunan Kalijaga inilah Mataram diserahkan kepada Ki Pemanahan.

Kerajaan Mataram berkembang pesat,namun Ki Ageng Pemanahan meninggal dunia pada tahun 1575, sebelum menikmati hasilnya. Kemudian usahanya diteruskan sang anak yaitu Danang Sustawijaya. Beliau terkenal ahli strategi perang dengan julukan Senopati Ing Alaga. Dan menjadi Raja dengan gelar Panembahan Senopati (1575-1601). (http://banyumataramkasampurnan.blogspot.com/2010/11/sunan-kali-jaga-guru-para-raja-mataram.html)

Foto: Makam Ki Ageng Henis (tengah). Sebelah kanan adalah makam Nyai Ageng Pati, istri dari Ki Penjawi yang merupakan putra dari Ki Ageng Henis. Yang kiri adalah makam Nyai Ageng Pandanaran. (http://www.harianjogja.com/tag/ki-ageng-henis/)

213/5 <18+?♂ Ki Ageng Saba [Brawijaya]

224/5 <10+11!♀ 1. Nyai Ageng Lurung Tengah [Mataram]

235/5 <10+11!♀ 2. Nyi Ageng Saba / Nyai Ageng Saba [Brawijaya]

246/5 <10+11!♀ 3. Nyai Ageng Bangsri [Mataram]

257/5 <10+11!♀ 4. Nyai Ageng Jati [Mataram]

268/5 <10+11!♀ 5. Nyai Ageng Patanen [Mataram]

279/5 <10+11!♀ 6. Nyai Ageng Pakis Dadu [Mataram]

2810/5 <17♂ 1.1.1.2.1. Ki Ageng Ngerang III [Azmatkhan]

3011/5 <17♂ 1.1.1.2.2. Ki Ageng Ngerang IV [Azmatkhan]

3112/5 <17♂ 1.1.1.2.3. Ki Ageng Ngerang V [Azmatkhan]

3213/5 <17♂ 1.1.1.2.4. Pangeran Kalijenar [Azmatkhan]

6

371/6 <28+10♂ 1.1.1.2.1.1. Ki Ageng Penjawi [Azmatkhan]

kelahiran: Diputus Nomor Silsilah dibawah ini : 70469 769464 705736

Ki Ageng Penjawi bersama Pemanahan dan Jurumertani ketika masih muda, pemah berguru kepada Ki Ageng Sela. Mereka bertiga disebut tiga serangkai, yang masih keturunan Raja Brawijaya V atau Prabu Kertabumi yang bertahta pada tahun l468 – l478 M.

  • Silsilah KiAgeng Penjawi adalah sebagai berikut:Raja Brawijaya V berputra Raden Bondan Kejawan. Raden Bondan Kejawan mempunyai tiga putra yang bungsu putri bernama Rara Kasihan diperistri Ki Ageng Ngerang. Pasangan antara Ki Ageng Ngerang dengan Rara Kasihan ini menurunkan dua putra orang yaitu Ki Ageng Ngerang II dan seorang putri (diperistri Ki Ageng Sela). Ki Ageng Ngerang II mempunyai putra empat yaitu Ki Ageng Ngerang III, Ki Ageng Ngerang IV, Ki Ageng Ngerang V, dan Pangeran Kalijenar. Ki Ageng Ngerang III mempunyai putra bernama Penjawi.
  • Silsilah Ki Ageng Pemanahan sebagai berikut : Putra Raden Bondan Kejawan yang nomor dua bernama Ki Ageng Getas Pandawa. Ki Ageng Getas Pandawa berputra Ki Ageng Sela. Ki Ageng Sela berputra Ki Ageng Enis. Ki Ageng Enis menurunkan putra bernama Pemanahan.
  • Silsilah Ki Jurumertani sebagai berikut : putra Raden Bondan Kejawan yang tertua adalah Ki Ageng Wanasaba. Ki Ageng Wanasaba berputra Pangeran Made Pandan I. Pangeran Made Pandan I berputra Ki Ageng Pakringan yang mempunyai isri bemama Rara Janten. Dari pasangan ini mempunyai empat putra yaitu Ageng Nyai Laweh, Nyai Manggar, Putri, dan Jurumertani.

Ki Ageng Penjawi, Ki Ageng Pemanahan dan Ki Jurumertani yang masih keturunan Raja Brawijaya tersebut mempunyai peran besar dalam rangka ikut menyelesaikan konflik keluarga Kerajaan Demak yang memakan korban besar.

412/6 <29+?♂ 4. Ki Jurumertani [Brawijaya]

== ASAL-USUL KI JURU MARTANI ==Disarikan oleh : RE. Suhendar Diponegoro

Terdapat 2 versi mengenai asal-usul Ki Juru Martani :

  • 1. Versi Wikipedia (http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Juru_Martani) dengan sumber referensi :
    • 1.Andjar Any. 1980. Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi? Semarang: Aneka Ilmu
    • 2.Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
    • 3.H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
    • 4.Hayati dkk. 2000. Peranan Ratu Kalinyamat di jepara pada Abad XVI. Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional **5.Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional
    • 6.M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
    • 7.Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius

Silsilahnya sebagai berikut :

Ki Juru Martani adalah putra Ki Ageng Saba atau Ki Ageng Madepandan, putra Sunan Kedul, putra Sunan Giri anggota Walisanga pendiri Giri Kedaton. Ibunya adalah putri dari Ki Ageng Sela, yang masih keturunan Brawijaya raja terakhir Majapahit (versi babad).

Juru Martani memiliki adik perempuan bernama Nyai Sabinah yang menikah dengan Ki Ageng Pamanahan, putra Ki Ageng Ngenis, putra Ki Ageng Sela. Dengan demikian, Ki Ageng Pemanahan adalah adik sepupu sekaligus ipar Juru Martani.

Juru Martani memiliki beberapa orang anak yang menjadi bangsawan pada zaman Kesultanan Mataram, antara lain Pangeran Mandura dan Pangeran Juru Kiting.

Pangeran Mandura berputra Pangeran Mandurareja dan Pangeran Upasanta. Mandurareja pernah mencoba berkhianat pada pemerintahan Sultan Agung tapi batal. Ia kemudian ikut menyerang Batavia yahun 1628 dan dihukum mati di sana bersama para panglima lainnya karena kekalahannya. Sementara itu Upasanta diangkat menjadi bupati Batang. Putrinya dinikahi Sultan Agung sebagai selir, yang kemudian melahirkan Amangkurat I.

  • 2. Versi tulisan Ulil Ahbab 17 Februari 2010 (http://kincho-ngerang.blogspot.com/), sumber referensinya adalah :
    • 1.RT. Hamaminatadipura, “Babad Karaton Mataram”.
    • 2.Soeprapto, “Riwayat Keraton Surakarta”.
    • 3.Umar Hasyim, “Sunan Muria Antara fakta dan Legenda”.
    • 4.M. Puspopranoto, “Riwayat Negeri pati”.
    • 5.Ahmadi, S.Pd.” Sejarah Pati”.
    • 6.Sholikhin Salim, “Sekitar Walisongo”.
    • 7.A.M. Nurtjahyo, “Cerita Rakyat Sekitar Walisongo”.
    • 8.K.H. Mustofa Bisri, “Tarikhul Auliya”.
    • 9.Praba Hapsara dan Eva Banowati, “Kisah – Kisah Lama dari Pati”.
    • 10.Endar Wisnu Mulyani, ”Kejayaan Bangsa di jaman”. Kerajaan.
    • 11.Ahnan M.H. dan Ustad Maftuh Ahnan, 1994. “Serpihan Mutiara Kisah walisongo. Anugerah, Surabaya”.
    • 12.Graff. DR.H. J. de. 1987. “Awal Kebangkitan Mataram”. Pt. Pustaka grafitti. Jakarta
    • 13.Wirya Panitra, 1993.” Babad Tanah Jawi”, Dahara Prize Semarang.
    • 14.Moedjanto, 1987. ”Konsep Kekuasaan Jawa”, Jakarta.
    • 15.………. Himpunan Sejarahing Nata Tanah Jawi.

Silsilahnya sebagai berikut :

Sekitar tahun 1468 – 1478 M. ada seorang Prabu Kertabumi yang bertahta, raja Brawijaya V. kerajaan Majapahit yang menikah dengan seorang putri yang bernama Dewi Wandan Kuning. Atas pernikahan itu menurunkan putra bernama Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih yang menjadi putri Ki Ageng Jaka Tarub dan Nawangwulan. Pernikahan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih mempunyai tiga orang Putra yaitu :

  • 1.Ki Ageng Wanasaba
  • 2.Ki Ageng Getas Pendawa dan
  • 3.Nyai Ageng Ngerang / Roro Kasihan

1. Ki Ageng Wanasaba, yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Ngabdullah merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang pertama / sulung, yang sekarang makamnya ada di daerah yang bernama kabupaten Wonosobo, tepatnya di desa Plobangan Selo merto[9].

Dalam masa hidupnya, Ki Ageng Wanasaba juga sebagai seorang Pemimpin yang yang hebat dan karismatik. Ki Ageng Wanasaba dikenal juga dengan julukan Ki Ageng Dukuh, akan tetapi desa Plobangan lebih dikenal dengan Ki wanu / Ki wanusebo. Perbedaan nama tersebut disebabkan dialek daerah Wanasaba tersebut terpengaruh oleh dialek Banyumas.

Ki Ageng Wanasaba dipercaya dan diyakini sebagai waliyullah, yang telah melanglang buana keberbagai tempat dalam rangka mencari ilmu sekaligus menyiarkan agama Islam. Ki Ageng Wanasaba merupakan cucu dari Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit dan merupakan putra Raden Bondan Kejawan, Lembu Peten , putra Brawijaya V yang menikah dengan Nawangsih, dan Nawangsih sendiri putri dari Ki jaka Tarub yang menikah dengan Dewi Nawang wulan ( epos Jaka Tarub ).

Ki Ageng Wanasaba mempunyai Putra yaitu Pangeran Made Pandan, nama lain dari Ki Ageng Pandanaran. Pangeran Made Pandan mempunyai putra Ki Ageng Pakiringan yang mempunyai istri bernama Rara Janten. Dari pasangan ini mempunyai empat Putra yaitu Nyai Ageng Laweh, Nyai Ageng Manggar, Putri dan Ki juru Mertani.

333/6 <20+9♂ Ki Ageng Pemanahan / Bagus Kacung (Kyai Gede Mataram) [Brawijaya]

perkawinan: <35!♀ Nyai Ageng Pamanahan / Nyai Sabinah [Brawijaya]
pekerjaan: tahun 1556 Ki Ageng Pemanahan di beri hadiah tanah di daerah MATARAM yang merupakan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yg kini sudah menjadi hutan. Di tanah inilah Ki Ageng Pemanahan mulai menata struktur kerajaan baru yg pada saat berdirinya dimulai oleh putranya yaitu Panembahan Senopati.
kematian: 1584?

== Ki Ageng Pamanahan ==Ki Ageng Pamanahan atau Ki Gede Pamanahan, adalah pendiri desa Mataram tahun 1556, yang kemudian berkembang menjadi Kesultanan Mataram di bawah pimpinan putranya, yang bergelar Panembahan Senapati.

Daftar isi

Asal usul

Ki Pamanahan adalah putra Ki Ageng Henis, putra Ki Ageng Sela. Ia menikah dengan sepupunya sendiri, yaitu Nyai Sabinah, putri Nyai Ageng Saba (kakak perempuan Ki Ageng Henis).

Ki Pamanahan dan adik angkatnya, yang bernama Ki Penjawi, mengabdi pada Hadiwijaya bupati Pajang yang juga murid Ki Ageng Sela. Keduanya dianggap kakak oleh raja dan dijadikan sebagai lurah wiratamtama di Pajang.

Peran awal

Sepeninggal Sultan Trenggana tahun 1546, Kesultanan Demak mengalami perpecahan akibat perebutan takhta. Putra Sultan yang naik takhta bergelar Sunan Prawata tewas dibunuh sepupunya sendiri, yaitu Arya Penangsang, bupati Jipang.

Arya Penangsang yang didukung Sunan Kudus juga membunuh Pangeran Hadiri, suami Ratu Kalinyamat, putri Sultan Trenggana. Sejak itu, Ratu Kalinyamat memilih hidup bertapa di Gunung Danaraja menunggu kematian Arya Penangsang bupati Jipang.

Arya Penangsang ganti mengirim utusan untuk membunuh Hadiwijaya di Pajang tapi gagal. Sunan Kudus pura-pura mengundang keduanya untuk berdamai. Hadiwijaya datang ke Kudus dikawal Ki Pamanahan. Pada kesempatan itu, Ki Pamanahan berhasil menyelamatkan Hadiwijaya dari kursi jebakan yang sudah dipersiapkan Sunan Kudus.

Dalam perjalanan pulang, Hadiwijaya singgah ke Gunung Danaraja. Ki Pamanahan bekerja sama dengan Ratu Kalinyamat membujuk Hadiwijaya supaya bersedia menghadapi Arya Penangsang. Sebagai hadiah, Ratu Kalinyamat memberikan cincin pusakanya kepada Ki Pamanahan.

Melawan Arya Penangsang

Hadiwijaya segan memerangi Arya Penangsang karena masih sama-sama anggota keluarga Kesultanan Demak. Maka, ia pun mengumumkan sayembara, barang siapa bisa membunuh Arya Penangsang akan mendapatkan hadiah tanah Mataram dan Pati.

Ki Pamanahan dan Ki Penjawi mengikuti sayembara atas desakan Ki Juru Martani (kakak ipar Ki Pamanahan). Putra Ki Pamanahan yang juga anak angkat Hadiwijaya, bernama Sutawijaya ikut serta. Hadiwijaya tidak tega sehingga memberikan pasukan Pajang untuk melindungi Sutawijaya.

Perang antara pasukan Ki Pamanahan dan Arya Penangsang terjadi di dekat Bengawan Sore. Berkat siasat cerdik yang disusun Ki Juru Martani, Arya Penangsang tewas di tangan Sutawijaya.

Ki Juru Martani menyampaikan laporan palsu kepada Hadiwijaya bahwa Arya Penangsang mati dibunuh Ki Pamanahan dan Ki Penjawi. Apabila yang disampaikan adalah berita sebenarnya, maka dapat dipastikan Hadiwijaya akan lupa memberi hadiah sayembara mengingat Sutawijaya adalah anak angkatnya.

Membuka Mataram

Hadiwijaya memberikan hadiah berupa tanah Mataram dan Pati. Ki Pamanahan yang merasa lebih tua mengalah memilih Mataram yang masih berupa hutan lebat, sedangkan Ki Penjawi mandapat daerah Pati yang saat itu sudah berwujud kota.

Bumi Mataram adalah bekas kerajaan kuno yang runtuh tahun 929. Seiring berjalannya waktu, daerah ini semakin sepi sampai akhirnya tertutup hutan lebat. Masyarakat menyebut hutan yang menutupi Mataram dengan nama Alas Mentaok.

Setelah kematian Arya Penangsang tahun 1549, Hadiwijaya dilantik menjadi raja baru penerus Kesultanan Demak. Pusat kerajaan dipindah ke Pajang, di daerah pedalaman. Pada acara pelantikan, Sunan Prapen cucu (Sunan Giri) meramalkan kelak di daerah Mataram akan berdiri sebuah kerajaan yang lebih besar dari pada Pajang.

Ramalan tersebut membuat Sultan Hadiwijaya resah. Sehingga penyerahan Alas Mentaok kepada Ki Pamanahan ditunda-tunda sampai tahun 1556. Hal ini diketahui oleh Sunan Kalijaga, guru mereka. Keduanya pun dipertemukan. Dengan disaksikan Sunan Kalijaga, Ki Pamanahan bersumpah akan selalu setia kepada Sultan Hadiwijaya.

Maka sejak tahun 1556 itu, Ki Pamanahan sekeluarga, termasuk Ki Juru Martani, pindah ke Hutan Mentaok, yang kemudian dibuka menjadi desa Mataram. Ki Pamanahan menjadi kepala desa pertama bergelar Ki Ageng Mataram. Adapun status desa Mataram adalah desa perdikan atau daerah bebas pajak, di mana Ki Ageng Mataram hanya punya kewajiban menghadap saja.

Babad Tanah Jawi juga mengisahkan keistimewaan lain yang dimiliki Ki Ageng Pamanahan selaku leluhur raja-raja Mataram. Konon, sesudah membuka desa Mataram, Ki Pamanahan pergi mengunjungi sahabatnya di desa Giring. Pada saat itu Ki Ageng Giring baru saja mendapatkan buah kelapa muda bertuah yang jika diminum airnya sampai habis, si peminum akan menurunkan raja-raja Jawa.

Ki Pamanahan tiba di rumah Ki Ageng Giring dalam keadaan haus. Ia langsung menuju dapur dan menemukan kelapa muda ajaib itu. Dalam sekali teguk, Ki Pamanahan menghabiskan airnya. Ki Giring tiba di rumah sehabis mandi di sungai. Ia kecewa karena tidak jadi meminum air kelapa bertuah tersebut. Namun, akhirnya Ki Ageng Giring pasrah pada takdir bahwa Ki Ageng Pamanahan yang dipilih Tuhan untuk menurunkan raja-raja pulau Jawa.

Ki Ageng Pamanahan memimpin desa Mataram sampai meninggal tahun 1584. Ia digantikan putranya, yaitu Sutawijaya sebagai pemimpin desa selanjutnya.Kelak Sutawijaya menjadi raja Mataram Islam yang pertama dengan nama Panembahan Senopati.

Kepustakaan

Babad Tanah Jawi. 2007. (terj.). Yogyakarta: Narasi
H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti

Purwadi. (2007). Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu

364/6 <21+23!♂ Ki Juru Martani / Adipati Mandaraka [Brawijaya]

== ASAL-USUL KI JURU MARTANI ==Disarikan oleh : RE. Suhendar Diponegoro

Terdapat 2 versi mengenai asal-usul Ki Juru Martani :

  • 1. Versi Wikipedia (http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Juru_Martani) dengan sumber referensi :
    • 1.Andjar Any. 1980. Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi? Semarang: Aneka Ilmu
    • 2.Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
    • 3.H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
    • 4.Hayati dkk. 2000. Peranan Ratu Kalinyamat di jepara pada Abad XVI. Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional **5.Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional
    • 6.M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
    • 7.Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius

Silsilahnya sebagai berikut :

Ki Juru Martani adalah putra Ki Ageng Saba atau Ki Ageng Madepandan, putra Sunan Kedul, putra Sunan Giri anggota Walisanga pendiri Giri Kedaton. Ibunya adalah putri dari Ki Ageng Sela, yang masih keturunan Brawijaya raja terakhir Majapahit (versi babad).

Juru Martani memiliki adik perempuan bernama Nyai Sabinah yang menikah dengan Ki Ageng Pamanahan, putra Ki Ageng Ngenis, putra Ki Ageng Sela. Dengan demikian, Ki Ageng Pemanahan adalah adik sepupu sekaligus ipar Juru Martani.

Juru Martani memiliki beberapa orang anak yang menjadi bangsawan pada zaman Kesultanan Mataram, antara lain Pangeran Mandura dan Pangeran Juru Kiting.

Pangeran Mandura berputra Pangeran Mandurareja dan Pangeran Upasanta. Mandurareja pernah mencoba berkhianat pada pemerintahan Sultan Agung tapi batal. Ia kemudian ikut menyerang Batavia yahun 1628 dan dihukum mati di sana bersama para panglima lainnya karena kekalahannya. Sementara itu Upasanta diangkat menjadi bupati Batang. Putrinya dinikahi Sultan Agung sebagai selir, yang kemudian melahirkan Amangkurat I.

  • 2. Versi tulisan Ulil Ahbab 17 Februari 2010 (http://kincho-ngerang.blogspot.com/), sumber referensinya adalah :
    • 1.RT. Hamaminatadipura, “Babad Karaton Mataram”.
    • 2.Soeprapto, “Riwayat Keraton Surakarta”.
    • 3.Umar Hasyim, “Sunan Muria Antara fakta dan Legenda”.
    • 4.M. Puspopranoto, “Riwayat Negeri pati”.
    • 5.Ahmadi, S.Pd.” Sejarah Pati”.
    • 6.Sholikhin Salim, “Sekitar Walisongo”.
    • 7.A.M. Nurtjahyo, “Cerita Rakyat Sekitar Walisongo”.
    • 8.K.H. Mustofa Bisri, “Tarikhul Auliya”.
    • 9.Praba Hapsara dan Eva Banowati, “Kisah – Kisah Lama dari Pati”.
    • 10.Endar Wisnu Mulyani, ”Kejayaan Bangsa di jaman”. Kerajaan.
    • 11.Ahnan M.H. dan Ustad Maftuh Ahnan, 1994. “Serpihan Mutiara Kisah walisongo. Anugerah, Surabaya”.
    • 12.Graff. DR.H. J. de. 1987. “Awal Kebangkitan Mataram”. Pt. Pustaka grafitti. Jakarta
    • 13.Wirya Panitra, 1993.” Babad Tanah Jawi”, Dahara Prize Semarang.
    • 14.Moedjanto, 1987. ”Konsep Kekuasaan Jawa”, Jakarta.
    • 15.………. Himpunan Sejarahing Nata Tanah Jawi.

Silsilahnya sebagai berikut :

Sekitar tahun 1468 – 1478 M. ada seorang Prabu Kertabumi yang bertahta, raja Brawijaya V. kerajaan Majapahit yang menikah dengan seorang putri yang bernama Dewi Wandan Kuning. Atas pernikahan itu menurunkan putra bernama Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih yang menjadi putri Ki Ageng Jaka Tarub dan Nawangwulan. Pernikahan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih mempunyai tiga orang Putra yaitu :

  • 1.Ki Ageng Wanasaba
  • 2.Ki Ageng Getas Pendawa dan
  • 3.Nyai Ageng Ngerang / Roro Kasihan

1. Ki Ageng Wanasaba, yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Ngabdullah merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang pertama / sulung, yang sekarang makamnya ada di daerah yang bernama kabupaten Wonosobo, tepatnya di desa Plobangan Selo merto[9].

Dalam masa hidupnya, Ki Ageng Wanasaba juga sebagai seorang Pemimpin yang yang hebat dan karismatik. Ki Ageng Wanasaba dikenal juga dengan julukan Ki Ageng Dukuh, akan tetapi desa Plobangan lebih dikenal dengan Ki wanu / Ki wanusebo. Perbedaan nama tersebut disebabkan dialek daerah Wanasaba tersebut terpengaruh oleh dialek Banyumas.

Ki Ageng Wanasaba dipercaya dan diyakini sebagai waliyullah, yang telah melanglang buana keberbagai tempat dalam rangka mencari ilmu sekaligus menyiarkan agama Islam. Ki Ageng Wanasaba merupakan cucu dari Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit dan merupakan putra Raden Bondan Kejawan, Lembu Peten , putra Brawijaya V yang menikah dengan Nawangsih, dan Nawangsih sendiri putri dari Ki jaka Tarub yang menikah dengan Dewi Nawang wulan ( epos Jaka Tarub ).

Ki Ageng Wanasaba mempunyai Putra yaitu Pangeran Made Pandan, nama lain dari Ki Ageng Pandanaran. Pangeran Made Pandan mempunyai putra Ki Ageng Pakiringan yang mempunyai istri bernama Rara Janten. Dari pasangan ini mempunyai empat Putra yaitu Nyai Ageng Laweh, Nyai Ageng Manggar, Putri dan Ki juru Mertani.

345/6 <20+9♂ Ki Ageng Karotangan [Pagergunung]

356/6 <21+23!♀ Nyai Ageng Pamanahan / Nyai Sabinah [Brawijaya]

387/6 <29+?♀ 1. Ageng Nyai Laweh [Brawijaya]

398/6 <29+?♀ 2. Nyai Manggar [Brawijaya]

409/6 <29+?♀ 3. Putri [Brawijaya]

7

431/7 <34+12♂ Ki Ageng Sutogati [Pagergunung]

kelahiran:
perkawinan: <13> ♀ Putri [Pajang]

652/7 <33+35!♀ 18. Nyai Ageng Suwakul [Brawijaya]

kelahiran: Wafat dimakamkan di Astana Lawiyan.

423/7 <33+35!♂ Kanjeng Panembahan Senopati / Sutowijoyo (Raden Bagus Sutawijaya) [Mataram]

perkawinan: <14> ♀ Rara Semangkin [?]
perkawinan: <15> ♀ Niken Purwosari / Rara Lembayung [Ki Ageng Giring]
perkawinan: <16> ♀ Kanjeng Ratu Kidul [?]
perkawinan: <44!♀ 1.1.1.2.1.1.1. Waskita Jawi / Ratu Mas (Putri Waskita Jawi) [Azmatkhan]
perkawinan: <17> ♀ Nyai Adisara [?]
perkawinan: <18> ♀ Raden Ayu Retno Dumilah [Raden Trenggono]
gelar: 1575 ? 1601, SULTAN MATARAM KE 1 (1587-1601), bergelar Panembahan Senopati Khalifatullah Sayyidin Penatagama
kematian: 1601

== Panembahan Senopati ==Danang Sutawijaya (lahir: ? – wafat: Jenar, 1601) adalah pendiri Kesultanan Mataram yang memerintah sebagai raja pertama pada tahun 1587-1601, bergelar Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa. Tokoh ini dianggap sebagai peletak dasar-dasar Kesultanan Mataram. Riwayat hidupnya banyak digali dari kisah-kisah tradisional, misalnya naskah-naskah babad karangan para pujangga zaman berikutnya.

Daftar isi

Asal-Usul

Danang Sutawijaya adalah putra sulung pasangan Ki Ageng Pamanahan dan Nyai Sabinah. Menurut naskah-naskah babad, ayahnya adalah keturunan Brawijaya raja terakhir Majapahit, sedangkan ibunya adalah keturunan Sunan Giri anggota Walisanga. Hal ini seolah-olah menunjukkan adanya upaya para pujangga untuk mengkultuskan raja-raja Kesultanan Mataram sebagai keturunan orang-orang istimewa.

Nyai Sabinah memiliki kakak laki-laki bernama Ki Juru Martani, yang kemudian diangkat sebagai patih pertama Kesultanan Mataram. Ia ikut berjasa besar dalam mengatur strategi menumpas Arya Penangsang pada tahun 1549.

Sutawijaya juga diambil sebagai anak angkat oleh Hadiwijaya bupati Pajang sebagai pancingan, karena pernikahan Hadiwijaya dan istrinya sampai saat itu belum dikaruniai anak. Sutawijaya kemudian diberi tempat tinggal di sebelah utara pasar sehingga ia pun terkenal dengan sebutan Raden Ngabehi Loring Pasar.

Peran Awal

Sayembara menumpas Arya Penangsang tahun 1549 merupakan pengalaman perang pertama bagi Sutawijaya. Ia diajak ayahnya ikut serta dalam rombongan pasukan supaya Hadiwijaya merasa tidak tega dan menyertakan pasukan Pajang sebagai bala bantuan. Saat itu Sutawijaya masih berusia belasan tahun.

Arya Penangsang adalah Bupati Jipang Panolan yang telah membunuh Sunan Prawoto raja terakhir Kesultanan Demak. Ia sendiri akhirnya tewas di tangan Sutawijaya. Akan tetapi sengaja disusun laporan palsu bahwa kematian Arya Penangsang akibat dikeroyok Ki Ageng Pamanahan dan Ki Panjawi, karena jika Sultan Hadiwijaya sampai mengetahui kisah yang sebenarnya (bahwa pembunuh Bupati Jipang Panolan adalah anak angkatnya sendiri), dikhawatirkan ia akan lupa memberikan hadiah.

Memberontak Terhadap Pajang

Usai sayembara, Ki Panjawi mendapatkan tanah Pati dan menjadi bupati di sana sejak tahun 1549, sedangkan Ki Ageng Pamanahan baru mendapatkan tanah Mataram sejak tahun 1556. Sepeninggal Ki Ageng Pamanahan tahun 1575, Sutawijaya menggantikan kedudukannya sebagai pemimpin Mataram, bergelar Senapati Ingalaga (yang artinya “panglima di medan perang”).

Pada tahun 1576 Ngabehi Wilamarta dan Ngabehi Wuragil dari Pajang tiba untuk menanyakan kesetiaan Mataram, mengingat Senapati sudah lebih dari setahun tidak menghadap Sultan Hadiwijaya. Senapati saat itu sibuk berkuda di desa Lipura, seolah tidak peduli dengan kedatangan kedua utusan tersebut. Namun kedua pejabat senior itu pandai menjaga perasaan Sultan Hadiwijaya melalui laporan yang mereka susun.

Senapati memang ingin menjadikan Mataram sebagai kerajaan merdeka. Ia sibuk mengadakan persiapan, baik yang bersifat material ataupun spiritual, misalnya membangun benteng, melatih tentara, sampai menghubungi penguasa Laut Kidul dan Gunung Merapi. Senapati juga berani membelokkan para mantri pamajegan dari Kedu dan Bagelen yang hendak menyetor pajak ke Pajang. Para mantri itu bahkan berhasil dibujuknya sehingga menyatakan sumpah setia kepada Senapati.

Sultan Hadiwijaya resah mendengar kemajuan anak angkatnya. Ia pun mengirim utusan menyelidiki perkembangan Mataram. Yang diutus adalah Arya Pamalad Tuban, Pangeran Benawa, dan Patih Mancanegara. Semuanya dijamu dengan pesta oleh Senapati. Hanya saja sempat terjadi perselisihan antara Raden Rangga (putra sulung Senapati) dengan Arya Pamalad.

Memerdekakan Mataram

Pada tahun 1582 Sultan Hadiwijaya menghukum buang Tumenggung Mayang ke Semarang karena membantu anaknya yang bernama Raden Pabelan, menyusup ke dalam keputrian menggoda Ratu Sekar Kedaton, putri bungsu Sultan. Raden Pabelan sendiri dihukum mati dan mayatnya dibuang ke Sungai Laweyan.

Ibu Pabelan adalah adik Senapati. Maka Senapati pun mengirim para mantri pamajegan untuk merebut Tumenggung Mayang dalam perjalanan pembuangannya.

Perbuatan Senapati ini membuat Sultan Hadiwijaya murka. Sultan pun berangkat sendiri memimpin pasukan Pajang menyerbu Mataram. Perang terjadi. Pasukan Pajang dapat dipukul mundur meskipun jumlah mereka jauh lebih banyak.

Sultan Hadiwijaya jatuh sakit dalam perjalanan pulang ke Pajang. Ia akhirnya meninggal dunia namun sebelumnya sempat berwasiat agar anak-anaknya jangan ada yang membenci Senapati serta harus tetap memperlakukannya sebagai kakak sulung. Senapati sendiri ikut hadir dalam pemakaman ayah angkatnya itu.

Menjadi Raja

Arya Pangiri adalah menantu Sultan Hadiwijaya yang menjadi adipati Demak. Ia didukung Panembahan Kudus berhasil merebut takhta Pajang pada tahun 1583 dan menyingkirkan Pangeran Benawa menjadi adipati Jipang.

Pangeran Benawa kemudian bersekutu dengan Senapati pada tahun 1586 karena pemerintahan Arya Pangiri dinilai sangat merugikan rakyat Pajang. Perang pun terjadi. Arya Pangiri tertangkap dan dikembalikan ke Demak.

Pangeran Benawa menawarkan takhta Pajang kepada Senapati namun ditolak. Senapati hanya meminta beberapa pusaka Pajang untuk dirawat di Mataram.

Pangeran Benawa pun diangkat menjadi raja Pajang sampai tahun 1587. Sepeninggalnya, ia berwasiat agar Pajang digabungkan dengan Mataram. Senapati dimintanya menjadi raja. Pajang sendiri kemudian menjadi bawahan Mataram, dengan dipimpin oleh Pangeran Gagak Baning, adik Senapati.

Maka sejak itu, Senapati menjadi raja pertama Mataram bergelar Panembahan. Ia tidak mau memakai gelar Sultan untuk menghormati Sultan Hadiwijaya dan Pangeran Benawa. Istana pemerintahannya terletak di Kotagede.

Memperluas Kekuasaan Mataram

Sepeninggal Sultan Hadiwijaya, daerah-daerah bawahan di Jawa Timur banyak yang melepaskan diri. Persekutuan adipati Jawa Timur tetap dipimpin Surabaya sebagai negeri terkuat. Pasukan mereka berperang melawan pasukan Mataram di Mojokerto namun dapat dipisah utusan Giri Kedaton.

Selain Pajang dan Demak yang sudah dikuasai Mataram, daerah Pati juga sudah tunduk secara damai. Pati saat itu dipimpin Adipati Pragola putra Ki Panjawi. Kakak perempuannya (Ratu Waskitajawi) menjadi permaisuri utama di Mataram. Hal itu membuat Pragola menaruh harapan bahwa Mataram kelak akan dipimpin keturunan kakaknya itu.

Pada tahun 1590 gabungan pasukan Mataram, Pati, Demak, dan Pajang bergerak menyerang Madiun. Adipati Madiun adalah Rangga Jumena (putra bungsu Sultan Trenggana) yang telah mempersiapkan pasukan besar menghadang penyerangnya. Melalui tipu muslihat cerdik, Madiun berhasil direbut. Rangga Jemuna melarikan diri ke Surabaya, sedangkan putrinya yang bernama Retno Dumilah diambil sebagai istri Senapati.

Pada tahun 1591 terjadi perebutan takhta di Kediri sepeninggal bupatinya. Putra adipati sebelumnya yang bernama Raden Senapati Kediri diusir oleh adipati baru bernama Ratujalu hasil pilihan Surabaya.

Senapati Kediri kemudian diambil sebagai anak angkat Panembahan Senapati Mataram dan dibantu merebut kembali takhta Kediri. Perang berakhir dengan kematian bersama Senapati Kediri melawan Adipati Pesagi (pamannya).

Pada tahun 1595 adipati Pasuruhan berniat tunduk secara damai pada Mataram namun dihalang-halangi panglimanya, yang bernama Rangga Kaniten. Rangga Kaniten dapat dikalahkan Panembahan Senapati dalam sebuah perang tanding. Ia kemudian dibunuh sendiri oleh adipati Pasuruhan, yang kemudian menyatakan tunduk kepada Mataram.

Pada tahun 1600 terjadi pemberontakan Adipati Pragola dari Pati. Pemberontakan ini dipicu oleh pengangkatan Retno Dumilah putri Madiun sebagai permaisuri kedua Senapati. Pasukan Pati berhasil merebut beberapa wilayah sebelah utara Mataram. Perang kemudian terjadi dekat Sungai Dengkeng di mana pasukan Mataram yang dipimpin langsung oleh Senapati sendiri berhasil menghancurkan pasukan Pati.

Akhir Pemerintahan

Panembahan Senapati alias Danang Sutawijaya meninggal dunia pada tahun 1601 saat berada di desa Kajenar. Ia kemudian dimakamkan di Kotagede. Putra yang ditunjuk sebagai raja selanjutnya adalah yang lahir dari putri Pati, bernama Mas Jolang.

Kepustakaan

Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu

Sekar Sinom

“Nulata laku utama, tumraping wong Tanah Jawi. Priyagung hing Ngeksigondo, Panembahan Senapati. Kapati amarsudi, sudaning hawa lan napsu. Pinesu tapa brata, tanapi hing siyang ratri.

Amemangun karyanak tyasing sasama.”

454/7 <33+35!♂ 11. Pangeran Gagak Baning / Pangeran Gagak Pranolo (Bupati Pajang) [Mataram]

gelar: 1588 – 1591, Pajang, Adipati Pajang
kematian: 1591, Astana Kota Gede

445/7 <37♀ 1.1.1.2.1.1.1. Waskita Jawi / Ratu Mas (Putri Waskita Jawi) [Azmatkhan]

466/7 <37♂ 1.1.1.2.1.1.2. Wasis Joyokusumo / Adipati Pragola [Azmatkhan]

===Adipati Pragola===
Adipati Pragola dari Pati merujuk pada dua orang tokoh yang keduanya pernah memberontak terhadap Kesultanan Mataram. Pada umumnya, para sejarawan menyebut Pragola I untuk yang menentang Panembahan Senopati tahun 1600, dan Pragola II untuk yang menentang Sultan Agung tahun 1627.Nama aslinya adalah Wasis Jayakusuma putra Ki Ageng Panjawi, saudara seperjuangan Ki Ageng Pamanahan. Kakak perempuannya yang bernama Waskitajawi menikah dengan Sutawijaya putra Ki Ageng Pamanahan, dan melahirkan Mas Jolang.

Sutawijaya kemudian mendirikan Kesultanan Mataram tahun 1587, sebagai raja pertama bergelar Panembahan Senopati. Sementara itu, Wasis Jayakusuma menggantikan ayahnya sebagai bupati Pati bergelar Pragola. Secara suka rela ia tunduk kepada Mataram karena kakaknya dijadikan permaisuri utama bergelar Ratu Mas, sedangkan Mas Jolang sebagai putra mahkota.

Pada tahun 1890 Pragola ikut membantu Mataram menaklukkan Madiun. Pemimpin kota itu yang bernama Rangga Jemuna (putra bungsu Sultan Trenggana Demak) melarikan diri ke Surabaya. Putrinya yang bernama Retno Dumilah diambil Panembahan Senopati sebagai permaisuri kedua.

Peristiwa ini membuat Pragola sakit hati karena khawatir kedudukan kakaknya (Ratu Mas) terancam. Ia menganggap perjuangan Panembahan Senopati sudah tidak murni lagi. Pemberontakan Pati pun meletus tahun 1600. Daerah-daerah di sebelah utara Pegunungan Kendeng dapat ditaklukan Pragola.

Panembahan Senopati mengirim Mas Jolang untuk menghadapi pemberontakan Pragola. Kedua pasukan bertemu dekat Prambanan. Pragola dengan mudah melukai keponakannya itu sampai pingsan.

Panembahan Senopati berangkat untuk menumpas Pragola. Menurut Babad Tanah Jawi, Ratu Mas sudah merelakan kematian adiknya. Pertempuran terjadi di Prambanan. Pasukan Pragola kalah dan mundur ke Pati. Panembahan Senopati mengejar dan menghancurkan kota itu. Akhirnya, Adipati Pragola pun hilang tidak diketahui nasibnya.

477/7 <36+11♂ Pangeran Mandura [Brawijaya]

488/7 <36+11♂ Pangeran Juru Kiting [Martani]

499/7 <36+11♂ Adipati Jagabaya Banten [Juru Martani]

Mas Karebet / Sultan Hadiwijaya pada waktu masih balita telah ditinggal wafat ayah, dan tak lama kemudian ibunya wafat. Sepeninggalan orang tuanya diasuh oleh Kiyai Ageng Tingkir, beliau adalah seperguruan dengan ayah Mas Karebet. Oleh karenya tempat tinggal berpindah dari Pengging ke Tingkir (letaknya dekat kota Slatiga), dan kebetulan Kiayi Ageng Tingkir tidak mempunyai keturunan.Dalam riwayat Mas Karebet setelah dewasa mengabi ke Demak menjadi prajurit Tamtama, karena berparas tampan dan cerdik diambil menantu oleh Sang Prabu, dinikahkan dengan Ratu Mas Cempaka.

Menurunkan 7(tujuh) putera puteri, adalah:

1. Ratu Mas Pambayun, di Ngarisbaya;
2. Ratu Mas Kumelut, di Tuban;
3. Ratu Mas Adipati, di Surabaya;
4. Ratu Mas Banten, dinikahi Adipati Mondoroko/Ki Juru Martani, sebagai Patih dari Sinuhun Panembahan Senopati.
5. Ratu Mas Japara;
6. Adipati Benawa, nama gelar Sultan Hawijaya, di Pajang, dan
7. Pangeran Sindusena.

Ratu Mas Banten, menikah dengan Adipati Mondoroko Ki Jurumartani, menjabat Patih Paduka Sinuhun Panembahan Senapati ing Ngalaga, di Mataram, menurunkan putera puteri :

1. Adipati Jagabaya Banten, menurunkan putra :

   a. Adipati Senabaya Banten, menurunkan putra :
   b. Kanjeng Panembahan Bagus Banten, mwnurunkan putra :
   c. Raden Ayu Tirtokusumo ing Pancuran, menurunkan putra :
   d. Raden Ajeng Temu, menikah dengan Adipati Sindurejo, menjabat Patih dari Hingkang Sinuhun
      Paku Buwana III di Surakarta, menurunkan putra :
   e. Kanjeng Bandara Raden Ayu Adipati Mangkunegoro II di Surakarta, menurunkan putra :
   f. Raden Ayu Notokusumo (Raden Ajeng Sayati) menurunkan putra :
   g. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Mangkunegoro III.

Ini adalah Trah Keturunan dari Adipati Mondoroko Ki Jurumartani.

Adipati Mondoroko menurunkan putra :

  • Pangeran Hupasanta hing Batang, menikah dengan putri Adipati Benawa hing Pajang, menurunkan putra :
 1. Kanjeng Ratu Batang, sebagai Prameswari Paduka Sinuhun Kanjeng Sultan Agung Prabu 
    Hanyokrokusumo, di Mataram.
 2. Panembahan Mas, menjabat Adipati di Pajang putra dari Adipati Benawa, peputra Panembahan Radin, 
    Panembahan Ramawijaya, dan Raden Ayu Purbaya III.
 3. Kanjeng Ratu Kulon, sebagai prameswari dari Paduka Sinuhun Prabu Hamangkurat Agung ing Mataram.
 4. Pangeran Pujamenggala.
 5. Pangeran Adipati Wiramenggala.

Sumber : http://asalsilahipunparanata.blogspot.com/

5010/7 <33+35!♂ 1. Adipati Manduranegara [Brawijaya]

5111/7 <33+35!♂ 3. Pangeran Ronggo [Brawijaya]

5212/7 <33+35!♀ 4. Nyai Ageng Tumenggung Mayang [Brawijaya]

5313/7 <35+33!♂ 5. Pangeran Hario Tanduran [Brawijaya]

5414/7 <35+33!♀ 6. Nyai Ageng Tumenggung Jayaprana [Brawijaya]

5515/7 <35+33!♂ 7. Pangeran Teposono [Brawijaya]

5616/7 <35+33!♂ 8. Pangeran Mangkubumi ? (Raden Jambu) [Mataram]

5717/7 <35+33!♂ 9. Pangeran Singasari / Raden Santri [Mataram]

5818/7 <35+33!♀ 10. Raden Ayu Kajoran [Brawijaya]

5919/7 <35+33!♂ 12. Pangeran Pronggoloyo [Brawijaya]

6020/7 <35+33!♀ 13. Nyai Ageng Haji Panusa, di Tanduran [Brawijaya]

6121/7 <35+33!♀ 14. Nyai Ageng Panjangjiwa [Brawijaya]

6222/7 <35+33!♀ 15. Nyai Ageng Banyak Potro, di Waning [Brawijaya]

6323/7 <35+33!♀ 16. Nyai Ageng Kusumoyudo Marisi [Brawijaya]

6424/7 <33+35!♀ 17. Nyai Ageng Wirobodro, di Pujang [Brawijaya]

6625/7 <33+35!♂ 19. Nyai Ageng Mohamat Pekik di Sumawana [Brawijaya]

6726/7 <33+35!♀ 20. Nyai Ageng Wiraprana di Ngasem [Brawijaya]

6827/7 <33+35!♀ 21. Nyai Ageng Hadiguno di Pelem [Brawijaya]

6928/7 <35+33!♀ 22. Nyai Ageng Suroyuda Kajama [Brawijaya]

7029/7 <35+33!♀ 23. Nyai Ageng Mursodo Silarong [Brawijaya]

7130/7 <35+33!♀ 24. Nyai Ageng Ronggo Kranggan [Brawijaya]

7231/7 <35+33!♀ 25. Nyai Ageng Kawangsih Kawangsen [Brawijaya]

7332/7 <35+33!♀ 26. Nyai Ageng Sitabaya Gambiro [Brawijaya]

8

761/8 <43+13♂ Ki Ageng Putu Martogati [Pagergunung]

kelahiran:

772/8 <43+13♀ Nyai Ageng Sutojoyo Pati Keponjong [Pagergunung]

kelahiran:

823/8 <42♂ 7. Pangeran Adipati Jayaraga / Raden Mas Barthotot [Mataram]

gelar: Bupati Ponorogo
Di Ponorogo

934/8 <47♂ 2. Pangeran Huposonto / Pangeran Adipati Batang (Pangeran Upasanta) [Brawijaya]

perkawinan: <21> ♀ Putri Adipati Benawa Hing Pajang [?]
gelar: Bupati Batang

Ini adalah Trah Keturunan dari Adipati Mondoroko Ki Jurumartani.Adipati Mondoroko menurunkan putra :

  • Pangeran Hupasanta hing Batang, menikah dengan putri Adipati Benawa hing Pajang, menurunkan putra :
 1. Kanjeng Ratu Batang, sebagai Prameswari Paduka Sinuhun Kanjeng Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo, di Mataram.
 2. Panembahan Mas, menjabat Adipati di Pajang putra dari Adipati Benawa, peputra Panembahan Radin, 
    Panembahan Ramawijaya,dan Raden Ayu Purbaya III.
 3. Kanjeng Ratu Kulon, sebagai prameswari dari Paduka Sinuhun Prabu Hamangkurat Agung ing Mataram.
 4. Pangeran Pujamenggala.
 5. Pangeran Adipati Wiramenggala.

Sumber : http://asalsilahipunparanata.blogspot.com/

945/8 <57+20♂ Radin Mas Bagus/ Pangeran Blitar I (Kanjeng Pangeran Adipati Jumina Petak) [Demak]

kelahiran: Bupati of Madiun 1601-1613

846/8 <52+19♂ Raden Pabelan [Pajang]

kematian: 1587?

787/8 <42+18♂ 11. Pangeran Adipati Pringgoloyo I ? (Raden Mas Djulig) [Mataram]

kelahiran: Level 3 = Buyut ke 11 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 1 Raden Ayu Djumilah + Panembahan Senopati
gelar: 1595 – 1601, Bupati Madiun Ke 5
Raden Mas Djulig Pringgolojo memegang tampuk pimpinan pemerintahan di Kabupaten Madiun tahun 1595-1661 menggantikan Raden Mas Sumekar dan Raden Mas Rangsang

748/8 <42+18♂ 12. Ki Ageng Panembahan Djuminah ? (Pangeran Adipati Djuminah Petak / Pangeran Blitar I) [Mataram]

kelahiran: Level 3 = Buyut ke 12 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 2 Raden Ayu Djumilah + Panembahan Senopati
gelar: 1601 – 1613, Bupati Madiun Ke 6

Diputus :25705 706867 Pada periode berikutnya setelah Raden Mas Djulig Pringgolojo menjadi Bupati Madiun selama tidak kurang dari 12 tahun Kabupaten Madiun berada di bawah pemerintahan Bupati yang bernama Raden Mas Bagus Djunina Petak alias Mangkunegoro I. Bupati ini mengawali masa jabatannya pada tahun 1601 dan berakhir tahun 1613.


Silsilah Versi http://silsilah-pangeran-haryo-juminah.blogspot.co.id/2011/08/silsilah-pangeran-juminah.html SILSILAH KANJENG PANGERAN HARYO JUMINAH(PUTRA SENOPATEN) SILSILAH KPH HARYO JUMINAH (PUTRA SENOPATEN)

KANJENG PANGERAN HARYO (KPH) JUMINAH adalah putra Paembahan Senopati RAJA Mataram dari isteri Ratu Retno Dumilah putra bupati madiun. Makamnya berada pada makam HASTONO GIRILOYO timur HASTONO IMOGIRI Bantul Daeral Istimewa Jogjakarta. Kalau ditarik dari Garis silsilah aayah dan ibu, akan bertemu pada Prabu Brawijoyo V Raja Majapahit terakhir. Satu makam dengan RATU MAS ADI ( Isteri SUSUHUNAN HANYOKROWATI ing Krapyak). Dari keturunan KPH Haryo Juminah ini, para bupati Kaliwungu tempo doelu hampir semuanya anak cucunya. Salah satu putera KPH Juminah adalah RM Ronggo Wongsoprono dimakamkan di HASTANA Kuntul ngelayang Komplek pemakaman PARA PANGGEDE (Pejabat tempo doelu) Desa Protomulyo Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal Jawa Tengah. RM RONGGO Wongsoprono yang orang menganggapnya Pangeran Juminah Kaliwungu sebenarnya adalah putera pangeran Juminah Giriloyo. Berdampingan dengan makam RM RONGGO Hadimanggolo ke 1 Bupti Kaliwungu Pertama beserta Istri Bupati Kaliwungu pertama. 3 orang tersebut berada dalam satu cungkup (Gedung kecil) posisi ini berada di bagian Gedung Lor(Utara) di sekitarnya masih dalam Komplek Gedung Lor kecuali itu ada makam RT. RONODIWIRYO Bupati Batang tempo doeloe. Selanjutnya di bagian Gedung Tengah terdapat makam Bupati Kaliwungu ke II (RM Ronggo Hadi Manggolo II), RT Sumo Diwiryo II (Bupati Kaliwungu ke VII, RT. REKSO NAGORO (salah satu Bupati Semarang). Raden Ayu Reksonegoro dan Garwo (Ronggo/Bupati Anom Ungaran) Pada bagian Gedung Kidul (selatan) terdapat makam RM Ronggo Hadi Manggolo III (Bupati Kaliwungu ke III). RT Soemo Diwiryo ke-1 (Bupati Kaliwungu ke VI) RT Hadi Negoro II Bupati Demak, RT Hadi Negoro III Bupati Demak, RT Kromo Manduro Bupati Kaliwungu ke-5.

PANEMBAHAN SENOPATI BERPUTERA DIANTARANYA :

1. PANGERAN JUMINAH. (makamnya di Hastana Giriloyo Bantul Jogyakarta) berputera diantaranya : 1.1 RM. Ronggo Wongsoprono (KY Ageng Lempuyang, Makamnya di Gedong Lor satu cungkup dengan makam Bupati Kaliwungu Pertama, sedangkan sebelahnya adalah Makam Istri Bupati Kaliwungu Pertama 1.2 Pangeran Haryo Balitar 1.3 R. Ayu Sarifah Mertokusumo (guru ngaji Jepara) 1.4 R. Ay. Sontodirdjo 1.5 R. Ay. Wonoboyo 1.6 R. Ayu Kadjoran 1.7 RM. Surolojo

1.1 RM Ronggowongso Prono Berputra diantaranya : 1.1.1 RM Ronggo Hadi Manggolo I (Bupati Kaliwungu Pertama) makamnya menyatu dengan RM Ronggowongso Prono dan isteri Bupati Kaliwungu pertama). Sekarang sudah dibangun cungkup (Gedung) oleh pemerintah Kabupaten Kendal.

1.1.1 RM Ronggo Hadi Manggolo I berputera diantaranya : 1.1.1.1 RM Ronggo Hadi Manggolo II (Bupati Kaliwungu ke II) berputera diantaranya :

1.1.1.1.1 RM Ronggo Hadi Manggolo III (Bupati Kaliwungu ke III, pecah perang di Tlogohaji Gubug) berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1 RT Ronggo Hadimanggolo IV (Hadinegoro Sepuh) Bupati Kaliwungu ke IV pernah menjabat Bupati Batang, menantu Adipati citrosomo Bupati Jepara. Berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.1 RT Suro Hadiningrat (Kyai Kromo Manduro) Bupati Kaliwungu ke V 1.1.1.1.1.1.2 RT Sumo Diwiryo I (Bupati Kaliwungu ke VI) 1.1.1.1.1.1.3 RT Ronodiwiryo Bupati Batang

1.1.1.1.1.1.2 RT Sumo Diwiryo I (Bupati Kaliwungu ke VI) berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.1 R. Ayu Mertokusumo menantu Bupati Kendal 1.1.1.1.1.1.2.2 RT. Sumo Diwiryo II (Bupati Kaliwungu ke VII) 1.1.1.1.1.1.2.3 Kyai Hadipati Hadinegoro Bupati Kaliwungu ke VIII, kemudian pindah menjadi Bupati Demak berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.3.1 R.A.A. Adinegoro Bupati Demak (Tahun 1839) berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.3.1.1 R. Ngabei Hastronagoro Wedono Ungaran berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.3.1.1.1 R. Ayu Darmi (R. Ayu Hastrodilogo) 1.1.1.1.1.1.2.3.1.1.2 R. Sudardjo

1.1.1.1.1.1.2.3.1.2 R. Ngabei Wiryo Wijoyo (Bekti) berputera diantaranya : 1.1.1.1.1.1.2.3.1.2.1 R. Hadiwidjojo (Sutik) 1.1.1.1.1.1.2.3.1.2.2 R. Nganten Surodipuro (Isteri Mas Surodipuro Grogol) 1.1.1.1.1.1.2.3.1.2.3 R. Nganten Haji abdul Majit (pabrik tahu Kauman Semarang) 1.1.1.1.1.1.2.3.1.2.4 R. Tjitrokumoro 1.1.1.1.1.1.2.3.1.2.5 R. Hadi Sumelang

1.1.1.1.1.1.2.3.2 R. Ayu Purbokusumo 1.1.1.1.1.1.2.3.3 R. Ayu Prawirokusumo 1.1.1.1.1.1.2.3.4 R. Ayu Adipati Mangkudipuro II Bupati Juwana (Isteri ke-1 Adipati Mangkudipuro)

1.1.1.1.1.1.2.3.5 Isteri ke-2 R. Adipati Mangkudipuro II Bupati Juwana berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.3.5.1 R. Ngabei Prawirodipuro Wedono Ngerang 1.1.1.1.1.1.2.3.5.2 R. Ayu Ronggowiratmojo berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.3.5.2.1 R. Notowiratmejo 1.1.1.1.1.1.2.3.5.2.2 R. Mertokusumo Fiskal Pati 1.1.1.1.1.1.2.3.5.2.3 R. Ngabei Surowinoto Wedono Juwana

1.1.1.1.1.1.2.3.5.3 R. Ayu Hardjokusumo Isteri Fiskal Pati 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4 R. Ngabei Wirjodipuro Kolektor Juwana berputera diantaranya : 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.1. R. Ayu Panji Sumoprojo 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.2. R. Ayu Sastrodimejo (isteri Jaksa Semarang) 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.3. R. Wirjo Saputro

1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.1 R. Ayu Tirtoredjo (Garwo R. Tirtorejo Wedono Jeporo) berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.1.1 R. Supardi Jaksa Solotigo 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.1.2 R. Ayu Sudarjo 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.1.3 R. Suparman

1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.2 R. Ayu Sumowidjojo 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.3 R. Surodipuro 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.4 R. Ayu Notodipuro 1.1.1.1.1.1.2.3.5.4.5 R. Ayu Murti (isteri Mantri Kabupaten Juwana)

1.1.1.1.1.1.2.3.5.5 R. Ayu Hadipati Aryo Tejokusumo (isteri Bupati Kediri)

1.1.1.1.1.1.2.3.5.6 R. Ngabei Kromodipoero Patih Kudus berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.3.5.6.1 R. Kromohadipuro 1.1.1.1.1.1.2.3.5.6.2 R. Ayu Suryodiputro (isteri patih Kendal) 1.1.1.1.1.1.2.3.5.6.3 R. Ayu Muslimah 1.1.1.1.1.1.2.3.5.6.4 R. Kromodipuro

1.1.1.1.1.1.2.3.5.7 R. Ngabei Notodipuro Wedono Undaan 1.1.1.1.1.1.2.3.5.8 R. Ayu Hastronagoro

1.1.1.1.1.1.2.3.6 R. Ngabei Mangkudiwiryo Wedono Grobogan 1.1.1.1.1.1.2.3.7 R. Ngabei Citrodiwirjo Patih Demak 1.1.1.1.1.1.2.3.8 R. Ngabei Condrodiwirjo Patih Demak 1.1.1.1.1.1.2.3.9 R. Ayu Purwodiwirjo (Isteri Wedono Wedung)

1.1.1.1.1.1.2.4 R. Ayu Rekso Negoro (Isteri Rekso Negoro Ronggo Ungaran(Setingkat Bupati Anom, Wedono, Wakil Bupati Ungaran tempo doelu)) berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.4.1 RT. Aryo Reksonegoro Bupati Semarang (meninggal tahun 1862 M) berputera diantaranya 1.1.1.1.1.1.2.4.1.1 R. Ngabehi Reksodirdjo ( Patih Semarang) berputera diantaranya ; 1.1.1.1.1.1.2.4.1.1.1 R. Ay. Djojodirdjo (Mantri Polisi Ungaran) 1.1.1.1.1.1.2.4.1.1.2 R. Reksobronto Juru tulis Wedono Srondol

1.1.1.1.1.1.2.5 R. Ayu Wirosaroyo (isteri Demang Desa Gunungpati ). Keterangan : Demang setingkat Kepala Desa, Glondong, Kentol. Berputera diantaranya ;

1.1.1.1.1.1.2.5.1 R. Wirokusumo Demang Desa Gunungpati 1.1.1.1.1.1.2.5.2 R. Wirotanoyo Demang Desa Gunungpati

1.1.1.1.1.1.2.6 RT. Aryo Adinegoro Bupai Demak tahun 1825 – 1830 perang Diponegaran berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.6.1 R. Ayu Merto Hadinegoro (Isteri RT. Merto Hadinegoro Bupati Grobogan) berputera diantaranya :

1.1.1.1.1.1.2.6.1.1 R. Ayu Surodipuro Nilo Prabongso (Isteri R. Surodipuro Nilo Prabongso Wedono Tengaran, Putera Surohadi Manggolo VII Bupati Semarang)

1.2 Pangeran Haryo Balitar berputra diantaranya :

1.2.1 Pangeran Tumenggung Balitar berputra diantaranya :

1.2.1.1 Putri (Istri Pakubuwana ke 1) 1.2.1.2 Pangeran Haryo Balitar

1.3 R. Ayu Sarifah Mertokusumo (guru ngaji Jepara) berputera diantaranya : 1.3.1 R. Ayu Noyowongso Djongke (makam Gendingan Semarang) berputera diantaranya : 1.3.1.1 Kyai Ngabei Boestam Kartoboso Onder Regent (Bupati Anom) Terboyo Semarang

Keterangan : masih dalam perbaikan, selanjutnya silsilah secara lengkap menyusul

Diposkan oleh SILSILAH KPH HARYO JUMINAH (PUTRA SENOPATEN) di 07.15

759/8 <42+44!♂ 8. Panembahan Hadi Prabu Hanyokrowati / Raden Mas Jolang (Panembahan Seda ing Krapyak) [Mataram]

perkawinan: <22> ♀ Ratu Tulungayu [Ponorogo]
perkawinan:
perkawinan: <23> ♀ Dyah Banowati / Kanjeng Ratu Mas Hadi [Pajang]
gelar: 1601 – 1613, Kota Gede, Mataram, Sultan Mataram Ke 2 bergelar Sri Susuhunan Adi Prabu Hanyakrawati Senapati-ing-Ngalaga Mataram
kematian: 1613
gelar: 1613, “Anumerta Panembahan Seda ing Krapyak”
== Panembahan Hanyakrawati ==
Sri Susuhunan Adi Prabu Hanyakrawati Senapati-ing-Ngalaga Mataram (lahir: Kotagede, ? – wafat: Krapyak, 1613) adalah raja kedua Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1601-1613. Ia juga sering disebut dengan gelar anumerta Panembahan Seda ing Krapyak, atau cukup Panembahan Seda Krapyak, yang bermakna “Baginda yang wafat di Krapyak”. Tokoh ini merupakan ayah dari Sultan Agung, raja terbesar Mataram yang juga pahlawan nasional Indonesia.

Daftar isi

Silsilah keluarga

Nama asli Prabu Hanyakrawati adalah Raden Mas Jolang, putra Panembahan Senapati raja pertama Kesultanan Mataram. Ibunya bernama Ratu Mas Waskitajawi, putri Ki Ageng Panjawi, penguasa Pati. Antara kedua orang tua Mas Jolang tersebut masih terjalin hubungan sepupu.

Ketika menjabat sebagai Adipati Anom (putra mahkota), Mas Jolang menikah dengan Ratu Tulungayu putri dari Ponorogo. Namun perkawinan tersebut tidak juga dikaruniai putra, padahal Mas Jolang terlanjur berjanji jika kelak dirinya menjadi raja, kedudukan Adipati Anom akan diwariskan kepada putra yang dilahirkan Ratu Tulungayu.

Mas Jolang kemudian menikah lagi dengan Dyah Banowati putri Pangeran Benawa raja Pajang. Dyah Banowati yang kemudian bergelar Ratu Mas Hadi melahirkan Raden Mas Rangsang dan Ratu Pandansari (kelak menjadi istri Pangeran Pekik).

Empat tahun setelah Mas Jolang naik takhta, ternyata Ratu Tulungayu melahirkan seorang putra bernama Raden Mas Wuryah alias Adipati Martapura. Padahal saat itu jabatan adipati anom telah dipegang oleh Mas Rangsang.

Peran awal

Mas Jolang pernah dikirim ayahnya untuk menghadapi pemberontakan pamannya dari pihak ibu, yaitu Adipati Pragola dari Pati tahun 1600.

Pemberontakan tersebut dipicu oleh perkawinan Panembahan Senapati dengan Retno Dumilah putri Madiun sebagai permaisuri kedua. Pragola marah karena khawatir kedudukan kakaknya (Ratu Mas Waskitajawi) terancam. Ia pun memberontak menyatakan Pati lepas dari Mataram.

Panembahan Senapati menugasi Mas Jolang untuk memadamkan pemberontakan Pragola. Namun ia tidak mampu mengalahkan kesaktian pamannya itu. Ia bahkan jatuh pingsan karena terluka menghadapi Pragola dan terpaksa dibawa mundur oleh pasukannya.

Pemberontakan Adipati Pragola akhirnya ditumpas langsung oleh Panembahan Senapati sendiri.

Pemberontakan Pangeran Puger

Pangeran Puger alias Raden Mas Kentol Kejuron adalah putra kedua Panembahan Senapati yang lahir dari selir bernama Nyai Adisara. Saat itu putra pertama Senapati yang bernama Raden Rangga Samudra (lahir dari Rara Semangkin) telah meninggal sejak lama. Hal ini membuat Pangeran Puger menjadi putra tertua dan merasa lebih berhak atas takhta Kesultanan Mataram daripada Mas Jolang.

Panembahan Senapati meninggal pada tahun 1601 dan digantikan oleh Mas Jolang sebagai raja Mataram selanjutnya, yang bergelar Prabu Hanyakrawati. Pengangkatan tersebut membuat Pangeran Puger sakit hati dan tidak mau menghadap ke pertemuan kenegaraan. menyadari hal itu, Hanyakrawati pun mengangkat kakaknya itu sebagai adipati Demak.

Meskipun demikian, Pangeran Puger tetap saja memberontak pada tahun 1602. Perang saudara antara Mataram dan Demak pun meletus. Akhirnya, pada tahun 1605 Pangeran Puger dapat ditangkap dan dibuang ke Kudus.

Pemberontakan selanjutnya terjadi pada tahun 1607, dilakukan oleh Pangeran Jayaraga (alias Raden Mas Barthotot), adik Hanyakrawati yang menjadi bupati Ponorogo. Pemberontakan ini dipadamkan oleh adik yang lain, yaitu Pangeran Pringgalaya (alias Raden Mas Julik putra Retno Dumilah). Jayaraga tertangkap dan dibuang ke Masjid Watu di Nusakambangan.

Menyerang Surabaya

Pada tahun 1610 Hanyakrawati melanjutkan usaha ayahnya, yaitu menaklukkan Surabaya, musuh terkuat Mataram. Serangan-serangan yang dilakukannya sampai akhir pemerintahannya tahun 1613 hanya mampu memperlemah perekonomian Surabaya namun tidak mampu menjatuhkan kota tersebut.

Serangan pada tahun 1613 sempat menyebabkan pos-pos VOC di Gresik dan Jortan ikut terbakar. Sebagai permintaan maaf, Hanyakrawati mengizinkan VOC mendirikan pos dagang baru di Jepara. Ia juga mencoba menjalin hubungan dengan markas besar VOC di Ambon.

Kematian di Krapyak

Prabu Hanyakrawati meninggal dunia pada tahun 1613 karena kecelakaan sewaktu berburu kijang di Hutan Krapyak. Oleh karena itu, ia pun terkenal dengan gelar anumerta Panembahan Seda ing Krapyak.

Putra yang ditunjuk sebagai raja selanjutnya adalah Mas Rangsang. Namun, karena sebelumnyua pernah berjanji pada istri pertama (Ratu Tulungayu), maka Mas Wuryah pun lebih dahulu dijadikan raja bergelar Adipati Martopuro selama satu hari.

Setelah memerintah selama satu hari, Adipati Martopuro kemudian digantikan oleh Mas Rangsang, atau yang lebih terkenal dengan julukan Sultan Agung.

Catatan

Pangeran Puger kakak Prabu Hanyakrawati yang memberontak pada tahun 1602-1605 berbeda dengan Pangeran Puger yang bergelar Pakubuwana I. Pangeran Puger Pakubuwana I adalah cicit Hanyakrawati yang hidup pada zaman selanjutnya. Ia menjadi raja Kasunanan Kartasura pada tahun 1705-1719.

Kepustakaan

Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius

Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu

8010/8 <42+17♂ 3. Pangeran Puger / Raden Mas Kentol Kejuron [Mataram]

gelar: 1601?, Adipati Demak

7911/8 <42+18♂ 13. Pangeran Adipati Martoloyo / Mangkunegoro II (Raden Mas Kanitren) [Mataram]

kelahiran: Level 3 = Buyut ke 13 Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 3 Raden Ayu Djumilah + Panembahan Senopati
gelar: 1613 – 1645, Bupati Madiun Ke 7
Memasuki tahun 1613 Raden Mas Keniten Mertolojo alias Mangkunegoro II menduduki jabatan. Bupati Madiun yang dalam urutannya sebagai bupati yang ke-7 memerintah hingga saat wafatnya tahun 1645, pusaranya di makam Taman.

8612/8 <42♀ 1. Gusti Kanjeng Ratu Pambayun / Retna Pembayun [Brawijaya]

perkawinan: <24> ♂ Kyai Ageng Karanglo [?]
perkawinan: <25> ♂ Kyai Ageng Mangir III Ki Jaka Mangir ? (Wonoboyo) [Brawijaya V]
kematian: 1625, Jatinegara, Jakarta
penguburan: 1625, Tapos, Depok
Gusti Kanjeng Ratu Pambayun Garwa Kiayi Ageng Mangir. Setelah berstatus janda menikah dengan Kiyai Ageng Karanglo.

9213/8 <42+15♂ 5. Pangeran Purbaya / Raden Mas Damar [Mataram]

kematian: 13 Oktober 1676, Kotagede Yogyakarta
Pangeran Purbaya, diberikan sebutan Purbaya terbang. Bibi dari Giring.

8114/8 <42+14♂ 2. Pangeran Ronggo Samudra [Brawijaya]

diriwayatkan bertarung dengan Uling Laut Selatan. Bibi dari Kalinyamat

8315/8 <45♂ Pangeran Sidawini ? (Pangeran Pajang) [Mataram]

8516/8 <49♂ Adipati Senabaya Banten [Juru Martani]

8717/8 <42+17♀ 4. Pangeran Teposono [Brawijaya]

8818/8 <42♂ 6. Pangeran Rio Manggala [Brawijaya]

8919/8 <42♀ 9. Gusti Raden Ayu Demang Tanpa Nangkil. [Brawijaya]

9020/8 <44+42!♀ 10. Gusti Raden Ayu Wiramantri [Brawijaya]

Di Ponorogo

9121/8 <42+18♂ 14. Pangeran Demang Tanpa Nangkil ? (Raden Mas Kadawung) [Mataram]

9522/8 <48♂ Raden Wirakusuma / Raden Aria Wirakusuma [Brawijaya]

9623/8 <47♂ 1. Pangeran Adipati Mandurareja [Brawijaya V]

9724/8 <42♀ Raden Ayu Sarifah Mertokusumo [Senopati]

9825/8 <42♀ Raden Ayu Sontodirdjo [Senopati]

9926/8 <42♀ Raden Ayu Wonoboyo [Senopati]

10027/8 <42+44!♀ Raden Ayu Kadjoran Raden Ayu Purubaya [Ki Ageng Pamanahan]

10128/8 <42♂ Raden Mas Surolojo [Senopati]

10229/8 <42♂ Raden Mas Ronggo Wongsoprono ? (Kyai Ageng Lempuyang) [Senopati]

10330/8 <48♂ Pangeran Juru Wirapraba [Ki Juru Martani]

10431/8 <56♂ Adipati Sukawati [Ki Ageng Pemanahan]

10532/8 <56♂ Bagus Petak Madiun [Ki Ageng Pemanahan]

 

SUMBER:

https://id.rodovid.org/wk/Istimewa%3AChartInventory/354656


Media Sosial, Post Truth dan Literasi Digital

$
0
0

Media Sosial, Post Truth dan Literasi Digital

Media Sosial, Post Truth dan Literasi Digital

‘A lie told once remains a lie but a lie told a thousand times becomes truth’

(Paul Joseph Goebels)

Oleh: Eddy Cahyono

Tenaga Ahli Kedeputian I Kantor Staf Presiden

Perkembangan era digital dewasa ini ditandai dengan semakin masifnya penetrasi media sosial dalam berbagai aspek kehidupan ekonomi, politik, budaya dan pertahanan keamanan, fenomena ini merupakan konsekuensi perubahan pola komunikasi, dari cara-cara dan media konvensional menuju digitalisasi komunikasi dengan menggunakan berbagai kanal media sosial kekinian.

Era digital yang ditandai dengan perkembangan Teknologi Informasi Komunikasi terus berlangsung dan berkembang begitu cepat dan semakin canggih, dimulai antara lain dari penemuan bluetooth (2001), Mozilla (2002), Skype (2003), MySpace (2003), Facebook (2004), Youtube (2005), Twitter (2006), Apple iPhone (2007), Google Android (2008), Apple iPad (2010), Instagram (2010), Google Glass (2012), Google Driverless Car (2012), Sophia the artificial intelligence robot (2015), Tesla Model 3(2016), ke depan diprediksi akan terus berkembang inovasi teknologi baru lainnya.

Inovasi teknologi  dengan pemanfaatan media sosial menjadikan arus informasi mengalir dengan deras dan cepat, pola-pola komunikasi linier mulai digantikan dengan pola-pola komunikasi simetris, real time melintas batas ruang dan waktu,  dengan mengedepankan kecepatan, sekaligus  menandakan pola komunikasi dewasa ini sesungguhnya telah memasuki fase interactive communication era,  sebagaimana katagorisasi  Everett M Rogers, fase lebih lanjut dari pengembangan  era telekomunikasi dengan menjadikan   penggunaan  internet sebagai media baru (new media).

Perkembangan era digital dengan masifnya penggunaan internet sebagai media baru (new media),  membawa konsekuensi   pergeseran karakter khalayak  menjadi audience,  khalayak tidak lagi obyek pasif, namun dapat berperan menjadi produsen informasi (Prosumer), masyarakat sebagai khalayak tidak lagi pada posisi obyek yang dideterminasi media massa arus utama,  tetapi lebih jauh dapat berperan memproduksi berita dan membentuk opini publik via  platform media sosial.

Melalui media sosial memungkinkan pengguna berinteraksi, berbagi dan berkomunikasi yang membentuk ikatan sosial secara virtual dalam masyarakat jejaring (networking society) yang ditandai dengan munculnya jurnalisme warga (citizen journalism),  fenomena ini menempatkan media sosial sebagai garda terdepan dalam komunikasi model baru sekaligus berperan membentuk opini publik.

Dalam perkembangannya, penggunaan media sosial  sebagai garda terdepan dalam komunikasi model baru, tidak lagi hanya sekedar berperan sebagai kanal menyampaikan pesan dan menyerap informasi, tetapi lebih jauh  berperan dalam mempengaruhi persepsi  dan perilaku publik, mempengaruhi pengambilan keputusan institusi, kelompok masyarakat dan turut andil dalam pengembangan kesadaran kolektif opini publik. Lebih ektrim Aylin Manduric dalam tulisannya “Sosial Media as a tool for information warfare”  menyatakan bahwa media sosial sebagai senjata pemusnah massal dan pemicu timbulnya konflik,  berperan sebagai   senjata kata-kata yang mempengaruhi hati dan pikiran audiens yang ditargetkan.

Melalui media sosial, berbagai informasi membanjiri ruang publik  media sosial , arus informasi yang deras tanpa batas tersebut ,  ibarat sekeping mata uang logam yang memiliki dua sisi yang berbeda,  media sosial satu sisi dapat bersifat positip apabila dimanfaatkan secara benar,   untuk  mengedukasi masyarakat dan mengoptimalkan manfaat praktis media sosial,  bagi peningkatan pembangunan bangsa.

Pemanfaatan media sosial berperan dalam mengoptimalkan nilai tambah ekonomi  dan membangun sinergi antar segenap komponen bangsa,  dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat,   ditengah persaingan antara bangsa yang semakin tajam, dampak  positip media sosial, antara lain   terlihat dari bergeraknya aktivitas ekonomi rakyat, disektor pariwisata tidak lagi didominasi oleh koorporasi besar, namun berkembang desa wisata yang dikelola oleh masyarakat lokal, home stay dll.

Dampak positip pemenfaatan media sosial juga ditandai dengan berkembangnya marketplace yang mempertemukan penjual dan pembeli, e-comerce,  UMKM yang memanfaatkan  toko online, gojek, rental mobil rumahan  dan berkembangnya economic sharing resources  sehingga semakin masifnya  start- up  bisnis,  yang membuka peluang usaha baru,   menciptakan pasar baru dan menggunakan sarana promosi baru yang efektif dan efesien berkat pemanfaatan positip media sosial.

Namun disisi lain pemanfaatan media sosial juga dapat kontra produktif, apabila ruang publik disesaki oleh informasi yang   yang berseliweran melalui media sosial dengan hoax, informasi palsu (fake news) dan informasi keliru (falsenews)   yang memiliki daya rusak yang dashyat karena penyebarannya yang sangat cepat tanpa batas dan mampu membangkitkan emosi  yang sangat  kuat.

Dengan merebaknya fenomena post truth  apabila tidak diantisipasi dengan mitigasi yang terencana dan terukur,   juga akan  berpotensi mempertajam polarisasi di masyarakat,  ditandai dengan   semakin viralnya pemberitaan yang tendensius mengusung  sentimen agama,  ras dan kelompok kepentingan yang dapat menjadi tantangan dan hambatan dalam  memacu keberlanjutan pembangunan  nasional,  merawat  NKRI guna meningatkan kesejahteraan rakyat.

Fenomena post-truth

screen-shot-2018-10-22-at-11-32-14Frasa post-truth ini awalnya dikenal di ranah politik saat kontes politik memperebutkan kursi parlemen dan/atau tujuan politik lain sehingga istilah ini disebut post-truth politics. Istilah post-truth pertama kali diperkenalkan Steve Tesich, dramawan keturunan Amerika-Serbia. Tesich melalui esainya pada harian The Nation (1992) menunjukkan kerisauannya yang mendalam terhadap fenomena post-truth,  dengan maraknya  upaya  memainkan opini publik dengan mengesampingkan dan bahkan mendegradasi fakta dan data informasi yang objektif. Secara sederhana, post-truth dapat diartikan bahwa masyarakat lebih mencari pembenaran dari pada kebenaran.

Dalam perkembangannya istilah post-truth menjadi semakin populer akhir-akhir ini,  ketika para penyunting Kamus Oxford menjadikannya sebagai word of the year tahun 2016. Post-truth menunjukkan suatu keadaan di mana fakta objektif kurang berpengaruh dalam membentuk opini publik bila dibandingkan dengan emosi dan keyakinan pribadi.

Era post-truth dapat disebut sebagai pergeseran sosial spesifik yang melibatkan media arus utama dan para pembuat opini. Fakta-fakta bersaing dengan hoax dan kebohongan untuk di­per­caya publik. Media main­stream  yang dulu dianggap salah satu sumber kebenaran harus menerima kenyataan se­makin tipisnya pembatas antara kebe­nar­an dan ke­bohongan, ke­jujur­a­­n dan peni­pu­an, fiksi dan nonfiksi. Secara sederhana, post-truth dapat diartikan bahwa masyarakat lebih mencari pembenaran dari pada kebenaran.

Sudah selayaknya kita dapat mengambil pelajaran  berharga dari sebagian kecil saja contoh  bagaimana fenomena post-truth mempengaruhi kehidupan pada berbagai bangsa ,   dari kasus  yang terjadi di  Ukrania, Rusia, Inggris, Amerika Serikat.

Di Ukraina  tumbangnya presiden Ukraina diawali dengan sebuah status di medsos yang dibuat seorang jurnalis di Facebook yang dilanjutkan dengan seruan berkumpul di Lapangan Maidan di Kiev, di Rusia, Presiden Putin memanfaatkan medsos sebagai kampanye terselubung kepada negeri tetangganya seperti Ukraina, Prancis, dan Jerman.

Bahkan Senat Amerika pernah memanggil perwakilan Google, Facebook dan Twitter dalam kasus mengarahkan suara pe­milih dan memecah belah ma­syarakat yang diduga me­libat­kan Rusia. Di Inggris referendum Brexit secara efektif meng­gunakan medsos seperti Face­book untuk memasang iklan. Trump juga menggunakan med­sos untuk kam­panye mempengaruhi pe­milih dengan membuat 50.000-60.000 iklan yang berbeda di medsos, utamanya di Facebook.

Post-truth sengaja dikembangkan dan menjadi alat propaganda  dengan tujuan  mengolah sentimen masyarakat sehingga bagi yang kurang kritis akan dengan mudah terpengaruh yang diwujudkan dalam bentuk empati dan simpati terhadap agenda politik tertentu yang sedang diskenariokan.

Berita/informasi yang disampaikan, meskipun menjanjikan sesuatu yang indah dan menyenangkan, belum dapat dikatakan suatu kebenaran, sebaliknya, bukan pula sesuatu yang nyata akan terjadi, apabila diungkapkan berupa ancaman atau sesuatu yang dapat menimbulkan keresahan dan ketakutan  serta menciptakan kondisi yang tidak produktif.

Salah satu faktor yang menjadi katalisator  berkembangnya  post –truth adalah kehadiran teknologi informasi yang berimplikasi pemanfaatan media sosial yang tidak tepat, teknologi digital- telah mampu menciptakan realitas sendiri, sesuai dengan  agenda setting kelompok kepentingan  atau menurut ilmu simiotika, keadaaan ini berdampak pada  terpisahnya antara penanda (signifier) dengan petanda (signified).

Peran media sosial  melalui algoritma  secara tidak langsung juga memiliki kontribusi yang signifikan dalam membentuk masyarakat post-truth. Algoritma media sosial berperan dalam menciptakan kondisi yang disebut echo-chamber. Echo-chamber ( ruang gema) adalah kondisi di mana seseorang menerima informasi, ide, dan gagasan yang homogen secara terus-menerus, sedangkan pandangan lain tidak masuk dalam ‘ruang’ tersebut.

Algoritma seolah-olah menjadi “filter buble”. Algoritma filter buble mengkondisikan pengguna mendapat informasi sesuai dengan riwayat penggunaannya, secara perlahan tapi pasti informasi yang dipasok disesuaikan dengan  dengan preferensi yang dikehendaki, sedangkan yang tidak sesuai akan tersortir secara otomatis. Eksternalitas dari algoritma tersebut tak dibayangkan adalah masyarakat akan hanya mendapat informasi yang bersifat banal dan parsial. Dampaknya adalah penguatan identitas  dan polarisari  masyarakat  yang semakin tajam  dan berpotensi memantik konflik yang berkepanjangan.

Solusi  Literasi Digital 

inter1Mencermati perkembangan sosial media dan fenomena post truth yang berkembang akhir-akhir ini, menjadikan media sosial sangat berperan mempercepat mengalirnya informasi, semakin berlimpah ruahnya informasi yang berseliweran di ruang publik,   yang tidak selalu berdasarkan fakta, semakin tipis batas pembenaran dan kebenaran, untuk itu diperlukan kesiapan yang matang dari masyarakat  dalam memanfaatkan media sosial, gerakan bijak bermedia sosial di Indonesia perlu terus digelorakan.

Hal ini menjadi semakin relavan bila kita cermati perkembangan pemanfaatan media sosial di Indonesia, ditengah fenomena masih rendahnya  minat baca buku di Indonesia, namun disisi lain, merujuk data wearesocial per Januari 2017, terungkap  bahwa  orang Indonesia bisa menatap layar gadget kurang lebih 9 jam sehari, aktivitas kicauan dari akun Twitter yang berdomisili di ibu kota Indonesia ini paling padat melebihi Tokyo dan New York (Hasil riset Semiocast, sebuah lembaga independen di Paris).

Hal ini menjadikan warganet di Indonesia  seyogyanya memiliki peran yang besar untuk memerangi hoaxfalse news maupun fake news atau minimal tidak ikut berperan menyebarluaskan hoax, yang intensitasnya semakin meningkat ditengah fenomena post-truth. Langkah-langkah nyata  dengan  “saring baru sharing”  fact checking sebagai intrumen utama melawan post-truth perlu terus ditingkatkan dikalangan warganet,  Warganet  memiliki peran penting dalam mendukung kesuksesan kerja  setiap pemerintahan,  siapapun yang mendapat mandat dari rakyat, karena sejatinya, siapapun pemerintahan tujuan mulianya adalah meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.

Mari kita ciptakan  atmosfer positif di dunia digital, kecerdasan digital harus dimiliki setiap orang dengan terus meningkatkan literasi digital, literasi digital menjadi suatu keniscayaan  dalam melawan fenomena post  truth  yang ditandai dengan maraknya hoaxfalse news maupun fake news, melalui literasi digital  akan terbangun kemampuan untuk mengenali, memahami, menerjemah, mencipta, dan berkomunikasi dengan medium cetak, audio-visual, dengan mengedapankan nilai-nilai integritas, empati dan spirit membangun sinergitas  saling menghargai.

Literasi digital yang digagas akan sangat berguna dalam memberikan pencerahan terkait dengan hak digital (digital rights), kecerdasan emosional digital (digital emotional intelligence) dan penggunaan penggunaan digital (digital use) yang “sehat” dan berkontribusi positip dalam menyongsong perubahan positip, dan yang tak kalah pentingnya dengan literasi digital akan mendorong masyarakat untuk berpikir kritis (critical thinking), yaitu kemampuan untuk membedakan antara informasi nyata dan bohong, konten baik dan berbahaya, dan kontak online yang dapat dipercaya maupun yang diragukan.

Melalui literasi digital diharapkan akan terbangun  budaya bijak bermedsos, meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang dilengkapi karakter yang kuat dengan kemampuan menetapkan skala prioritas,  dan berpikir jauh kedepan yang akan sangat membantu dalam menghindari terkurasnya energi untuk menanggapi hal hal yang tidak prinsip,  sekaligus  merupakan amunisi utama yang dapat digunakan untuk menyikapi fenomena post truth  agar tidak kontraproduktif terhadap cita-cita merajut kebinekaan Indonesia  dan membangun sinergitas meningkatkan daya saing bangsa Indonesia menuju masa depan yang lebih baik. Semoga!

SUMBER:

 

http://ksp.go.id/media-sosial-post-truth-dan-literasi-digital/index.html?fbclid=IwAR1_HLEBzBp2a4q-_GBrKGs-qlUyY9-NzK5TATk7YfkxImIiPDI46PnxrCU

 

Potensi Manusia: “Lebih hebat daripada Malaikat atau lebih Rendah daripada Hewan”

$
0
0

Hasil gambar untuk human

Dari sudut pandang al-Qur’an, apakah manusia itu merupakan makhluk yang amat zalim (zhalûm) dan amat bodoh (jahûl) ataukah ia merupakan seorang khalifatullah?
Pertanyaan
Dari sudut pandang al-Qur’an, apakah manusia itu merupakan makhluk yang amat zalim (zhalûm) dan amat bodoh (jahûl) ataukah ia merupakan seorang khalifatullah?
Jawaban Global
1. Al-Qur’an dari satu sisi menyebutkan kedudukan tinggi manusia dengan ragam redaksi dan dari sisi lain, terdapat juga ayat-ayat yang mencela dan mengecam manusia.

2. Gerakan manusia dalam dua kurva menanjak (qaus shu’udi) dan menukik (qaus nuzuli) tidak terbatas dan tidak mengenal tapal batas. Hal ini dikarenakan pelbagai potensi yang dimilikinya.

3. Manusia merupakan sebuah makhluk dwi-dimensi; dimensi ruhani-malakuti dan dimensi hewani-nafsani.

4. Manusia berbeda dengan entitas-entitas lainnya memiliki kehendak dan kebebasan dan lintasan kehidupannya berpijak di atas pilihan-pilihannya sendiri.

5. Orang-orang yang mampu meraih makam khalifatullah dengan bekal petunjuk Ilahi dan mengendalikan pelbagai kecendrungan dan keinginan hewani.

Hasil gambar untuk human

Jawaban Detil
Dengan mengulas secara selintasan ayat-ayat al-Qur’an kita akan sampai pada sebuah kesimpulan bahwa dalam kaitannya dengan manusia, secara umum kita berhadapan dua perkara:

Bagian pertama, ayat-ayat yang mengagungkan manusia dan menyebut manusia dengan ungkapan yang sangat agung dan tinggi. Ayat-ayat yang terkait misalnya:

1. “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami utamakan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (Qs. Al-Isra [17]:70)

2. “Dan (ingatlah) ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku ingin menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau akan menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan di dalamnya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan menyucikan-Mu?” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Qs. Al-Baqarah [2]:30)

3. “Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, lalu semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan khawatir akan mengkhianatinya. Tetapi manusia (berani) memikul amanat itu. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh (lantaran ia tidak mengenal amanat itu dan menzalimi dirinya sendiri).” Qs. Al-Ahzab [33]:72) dan sebagianya..

Akan tetapi terdapat juga sebagian ayat-ayat yang mencela manusia, dengan bahasa yang keras mengkritisi manusia misalnya dengan redaksi, “Manusia tidak pernah jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka, dia menjadi putus asa lagi putus harapan. Dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata, “Ini adalah hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari kiamat itu akan datang. Dan jika aku dikembalikan kepada Tuhan-ku, maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan di sisi-Nya.” Maka Kami benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir apa yang telah mereka kerjakan dan akan Kami rasakan kepada mereka azab yang keras. . Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia (yang lalai), ia berpaling dan menjauhkan diri. Tetapi apabila ia ditimpa malapetaka, maka ia banyak berdoa.” (Qs. Fusshilat [41]:49-51); atau “Dan jika Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya, tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi.” (Qs. Syura [42]:27); “Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (Qs. Ibrahim [22]:34); “Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh (lantaran ia tidak mengenal amanat itu dan menzalimi dirinya sendiri).” (Qs. Al-Ahzab [33]:72); “penantang yang nyata” (Qs. Yasin [36]:77); “Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian.” (Qs. Al-Ashr [103]:2) dan lain sebagainya.

Dengan menyebutkan ayat-ayat di atas pertanyaan ini mengemuka bahwa bagaimana memecahkan masalah enigmatik seperti ini? Arti dan makna dua bagian ayat yang secara sepintas bertentangan satu dengan yang lain?

Untuk menjawab pertanyaan ini ada baiknya kita mengambil pertolongan dari al-Qur’an sendiri lantaran sebagian ayat al-Qur’an menafsirkan sebagian lainnya.

Dalam surah Bayyinah kita membaca: (Sesungguhnya orang-orang kafir dari kalangan ahli kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh adalah sebaik-baik makhluk.” (Qs. Al-Bayyinah [98]:6-7)

Dalam dua ayat yang bersambungan dari satu surah ini, disebutkan titel dan gelar manusia sebagai sebaik-baik makhluk sekaligus seburuk-buruk makhluk. Dan hal ini merupakan penjelas kurva menaiknya manusia dan kurva menurunnya manusia secara tidak terbatas. Artinya bahwa apabila manusia memiliki iman dan amal saleh maka ia merupakan sebaik-baik ciptaan Tuhan. Dan sekiranya ia memilih jalan kufur, kesesatan, keras kepala, maka sedemikian ia terpuruk sehingga ia akan menjadi seburuk-buruk ciptaan Tuhan di muka bumi.

Imam ‘Ali As dalam sebuah riwayat bersabda: “Allah Swt menciptakan alam semesta atas tiga jenis: Para malaikat, hewan dan manusia. Para malaikat memiliki akal tapi tidak mempunyai syahwat dan amarah. Hewan memiliki sekumpulan syahwat dan amarah tanpa akal. Akan tetapi manusia adalah sekumpulan yang memiliki keduanya sehingga lebih unggul dari keduanya. Apabila akalnya yang lebih dominan maka ia lebih baik dari para malaikat. Dan sekiranya syahwatnya yang menguasainya maka ia lebih rendah dari pada hewan.”[1]

Hasil gambar untuk human

Dari riwayat ini dapat diambil kesimpulan bahwa sebagaimana manusia merupakan entitas dwi-dimensi (dimensi ruhani dan jasmani), kecendrungannya juga dua jenis (kecendrungan dan ketertarikan maknawi dan kecendrungan hewani dan jasmani) sehingga ia dapat dengan menggunakan kehendak dan pilihannya yang dianugerahkan Tuhan kepadanya, ia memilih salah satu dari dua kecendrungan tersebut dan mencapai kedudukan tinggi kemanusiaannya, atau hingga ia terpuruk dan terjatuh atau dengan bahasa al-Qur’an seburuk-buruk makhluk atau lebih rendah lagi.[2]

Karena itu, ayat-ayat nurani al-Qur’an menyingkap realitas ini bahwa seluruh manusia pada tingkatan potensi ia memiliki kapabilitas seperti ini bahwa ia dapat menjadi sebaik-baik dan semulia-mulia bahkan lebih mulia dari para malaikat. Sedemikian sehingga ketika ia mengaktualkan seluruh potensi ini maka ia mencapai tingkatan khalifatullah, akan tetapi apabila ia tidak memanfaatkan dan memberdayakan pelbagai potensi Ilahiah ini sebaik mungkin atau bahkan merusaknya, maka ia menjadi sasaran kecaman Ilahi dimana contoh-contohnya telah kami utarakan pada tulisan ringan ini.[]

Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat:

Al-Mizan, jil. 16, hal. 524-527; Tafsir Nemune, jil. 8, jil. 17, hal. 451-457.

SUMBER:

http://www.islamquest.net/id/archive/question/fa1795

“Fake Truth” bukan “Post Truth”

$
0
0

Bukan “Post Truth” nama yang tepat untuk menggambarkan kebebalan kaum ( “kampret” dan rombongannya), tapi “Fake Truth”, kata RPD kawan saya.

Hasil gambar untuk post truth

Faham Radikal Baru “NKRI” Serang Sekolah dan Kampus di Riau.

Pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan menjelaskan bahwa yang dimaksud Faham NKRI bukanlah Negara Kesatuan Republik Indonesia, akan tetapi Negara Khilafah Rasyidah Islamiyah, yg di dukung oleh HTI,FPI dan Ikhwanul Muslimin.

Kelompok ini menurut Ken sudah tersebar di pelosok negeri, termasuk Riau juga sudah banyak pendukungnya, mereka cukup masif mengadakan perekrutan di kalangan pelajar, mahasiswa dan kalangan umum.

Bahkan ada salah satu kampus di Pekanbaru yang sudah ada jamaahnya sekitar 80 mahasiswa dalam jaringan NKRI ini.

Pola perekrutan dan pendekatanya dengan membenturkan kondisi hari ini yang menurut mereka tidak sesuai dengan hukum Islam, mereka anti demokrasi dan menganggap bukan dari Allah, tapi aturan manusia yang lebih berpihak kepada penguasa saja.

Mereka para jamaaah NKRI itu menganggap khilafah itu merupakan janji Allah dan Rasulullah sedangkan demokrasi merupakan hal yang berseberangan dengan-Nya.

Dalam memprovokasi calon korban mereka selalu mengatakan kalau demokrasi hanya akan membuat rakyat tertindas karena hukum seperti pisau yang bermata dua yang tumpul keatas dan runcing ke bawah, hukum demokrasi Indonesia menurutnya tidak akan melukai orang kaya dan bermodal tapi hukum demokrasi di Indonesia hanya akan berlaku bagi masyarakat kecil saja.

Hasil gambar untuk post truth

Bahkan ulama menurut mereka di persekusi, ormas Islam dibubarkan, pemimpin ingkar janji dan banyak lagi polemik yang terjadi, intinya tidak berpihak pada rakyat.

Jadi menurut mereka satu satunya solusi adakah NKRI Negara Khilafah Rasyidah Islamiyah. Bila tidak mau Hijrah ke NKRI maka Ibadah kita katanya tidak diterima oleh Allah karena dianggap belum beriman alias kita masoh ibadah di tempat yang kotor sebab masih mayakini demokrasi menjadi solusi bukan Khilafah.

Mereka sangat yakin akan mampu mengulingkan sistim demokrasi Indonesia dengan segala cara karena bagi para jamaahnya merupakan sebuah kewajiban memperjuangkan tegaknya Khilafah.

Mereka sangat yakin karena mereka menggunkaan ayat Ar Radu: 11 bahwa Allah tidak akan merubah suatu kaum sebelum kaum itu sendiri yang merubahnya. Jadi dengan semangat nasional versi nya, mereka akan sekuat tenaga berikhtiar untuk menegakkan Khilafah.

Hasil gambar untuk HTI

Nasional kelompok khilafah yang menjadikan jamaahnya menjadi militan menurut ken itu adalah dengan menciptakan lawan, dan lawan mereka adalah sistem demokrasi pancasila, ibarat mau berkelahi kalau tidak punya lawan maka tidak greget, jadi mereka berusaha menjelekan sejelek apa yang ada di dalam sistem dekokrasi pancasila semua salah, kalau perlu dengan berita hoax juga tidak apa apa, sebab dalam kondisi perang boleh bersiasat dalam menghadapi musuh di peperangan.

Menurut Ken, mereka menggunakan konsep Negara Khilafah sebab tidak bisa meruntuhkan sistem atau merubah sebuah sistem negara kalau lewat ormas atau LSM misal NU atau Muhamadiyah, Negara harus lawan negara, makanya mereka mengunakan Negara Khilafah Rasyidah Islamiyyah untuk meruntuhkan sistem demokrasi Pancasila.

Mereka sudah menabuh genderang perang untuk kita semua, saatnya waspada, mereka menganggap kita yang berseberangan ideologi sebagai musuh, jadi kalau kita tidak waspada akan menjadi hal yang sangat berbahaya. Mereka intens merekrut jamaah baru jadi kalau kita diam ibarat lari kita kalah jauh, mari jadikan ini sebagai musuh bersama karena mereka juga menjadikan kita sebagai musuh bersama.

Bila tidak waspada maka bisa jadi ke depan keluarga dan lingkungan kita akan menjadi sasaran perekrutan mereka.

Bagi Ken Setiawan, Khilafah adalah bonus dari Allah ketika kita sudah menjalankan ajaran Allah dengan baik dimulai dari diri sendiri, hukum Islam menurutnya bukan aplikasi dalam sebuah negara Islam misal mencuri potong tangan, namun ketika kita sudah mulai dari hal hal kecil misalnya hidup bersih yang kebersihan itu merupakan sebagian dari Iman, taat peraturan, disiplin, budaya antri, tidak buang sampah sembarangan, tidak menyerobot lalu lintas dll,

Jadi percuma bila kita meneriakan Negara Islam atau pemerintahan Islam tapi akhlak kita masih jauh dari Islam itu sendiri, Tutupnya.

Komentar

Sejarah terbentuknya Aksara Jawi Arab Pegon

$
0
0

Sejarah terbentuknya Aksara Jawi Arab Pegon

Gambar mungkin berisi: 1 orang

Tajalli Allah SWT

Dokumen CIA AS Tegaskan G30S 1965 Bukti Kudeta TNI AD

$
0
0
Greg Poulgrain menyebutkan, sikap Soekarno yang tidak mau menyerahkan konsesi pertambangan emas dan tembaga di Papua kepada perusahaan Amerika Serikat, menjadi pemicu langkah CIA mendongkelnya dari kursi kepresidenan.

Dokumen CIA AS Tegaskan G30S 1965 Bukti Kudeta TNI AD

SHNet, JAKARTA – Dokumen Central Intelijen Agency Amerika Serikat (CIA AS), menegaskan, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD), memang digunakan sebagai pintu masuk untuk melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno, melalui Gerakan 30 September (G30S) 1965.

Rilis http://nsarchive.gwu.edu/ dan www.bbc.com, menyebutkan, CIA AS memberikan dukungan logistik dan persenjataan untuk memuluskan kudeta Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad), Letjen TNI Soeharto terhadap Presiden Soekarno.

Hal ini semakin memperkukuh analisis mantan diplomat AS, Pater Dale Scoot dan disertasi John Roosa, 1998, dimana G30S 1965, bukti kudeta Soeharto yang sepenuhnya didukung CIA AS.

Bahkan Greg Poulgrain, seorang Indonesianis dari Australia, dalam bukunya yang sudah diterbitkan ke dalam Bahasa Indonesia tahun 2017, berjudul: “Bayang-bayang Intervensi Perang Siasat John F Kenedy dan Allen Dulles atas Soekarno”

Greg Poulgrain menyebutkan, sikap Soekarno yang tidak mau menyerahkan konsesi pertambangan emas dan tembaga di Papua kepada perusahaan Amerika Serikat, menjadi pemicu langkah CIA mendongkelnya dari kursi kepresidenann.

Dengan demikian, tudingan G30S 1965 merupakan bukti pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI), sebagaimana ditulis Dinas Sejarah TNI AD dan selalu menjadi rujukan di era Pemerintahan Presiden Soeharto, 1 Juli 1966 – 21 Mei 1998, dengan sendirinya seratus persen terbantahkan.

Dalam kabel diplomatik Kedutaan AS untuk Indonesia kepada Kementerian Luar Negeri Amerika di Washington tanggal 12 Oktober 1965 disebutkan bahwa, “Tentara Angkatan Darat Indonesia mempertimbangkan menjatuhkan Soekarno dan mendekati beberapa kedutaan negara-negara Barat memberi tahu soal kemungkinan itu.”

Hal ini diungkap dalam dokumen rahasia AS tentang penggulingan Presiden Republik Indonesia, Soekarno dan pembantaian massal 1965. Jadi pembantaian massal pasca G30S 1965, sepenuhnya tanggungjawab TNI AD. AS telah mengetahui skala pembantaian tragedi 1965.

Sejumlah dokumen kabel diplomatik Amerika soal tragedi 1965 kembali dibuka ke publik oleh lembaga nonprofit National Security Archive (NSA), National Declassification Center (NDC), dan lembaga negara National Archives and Records Administration (NARA).

Dokumen 1964 – 1968

Laporan itu menguak sejumlah surat dari dan ke AS ketika pembantaian terjadi. Dokumen yang dibuka adalah 39 dokumen setebal 30.000 halaman yang merupakan catatan Kedutaan Besar Amerika untuk Indonesia sejak 1964 hingga 1968. Isinya antara lain seputar pertikaian antara tentara dengan PKI, termasuk efek selanjutnya berupa pembantaian massal.

Dalam telegram rahasia itu juga disebutkan, “Jika itu terlaksana, maka itu akan dilakukan dengan gerakan yang cepat tanpa peringatan dan Soekarno akan digantikan kombinasi junta militer dan sipil.”

Dari negara-negara Barat, Angkatan Darat mengharapkan bantuan ekonomi berupa makanan dan lainnya.

Hal itu terkait perkembangan pada 10 Oktober 1965 yang menyebutkan Soekarno menerima pimpinan Angkatan Darat di Istana yang memberikan laporan soal keterlibatan PKI pada kejadian 30 September 1965.

TNI AD Dimarahi Soekarno

Soekarno menolak membaca dan memarahi mereka karena menghina PKI. Para jenderal yang tidak disebutkan namanya itu kemudian meninggalkan Soekarno dengan rasa jengkel.

Sutarto, asisten Menteri Penerangan Ruslan Abdulgani, menyampaikan ke diplomat Amerika perlunya mengeksekusi pimpinan PKI dan membunuh Omar Dani yang kala itu menjabat Menteri Panglima Angkatan Udara Indonesia. Itu tercatat dalam kabel dari Kedutaan untuk Kemenlu tanggal 18 Oktober 1965.

Sutarto menyampaikan bahwa gejolak anti-PKI sudah merebak di Medan dan Makassar, sementara Jawa Tengah sedang berada dalam situasi yang kacau. Aksi-aksi anti-PKI ini dilaporkan dipimpin oleh “Angkatan Darat/kelompok Muslim”.

“Kita perlu menggantung Aidit, Njoto, dan Lukman di Lapangan Banteng guna menunjukkan ke semua orang seperti apa sebenarnya mereka,” kata Sutarto dikutip laporan tersebut.

Bahkan lebih lanjut Sutarto menyebutkan, “Omar Dani harus meletakkan jabatannya atau kita harus membunuh dia.” Ada pejabat AU lain yang juga disebut harus dicampakkan, yakni Sri Muljono, Suryadarma, dan Abdoerachmat.

Data dan fakta ini menguak sebagian tabir yang selama ini masih tertutup rapat dalam sejarah Indonesia. Selama ini, negara, terutama Tentara Nasional Indonesia, mengelak untuk membicarakan atau membuka sejarah kelam tragedi 1965.

Fakta yang tersaji dalam dokumen diplomatik Amerika ini membantah narasi tunggal yang selalu didegungkan bahwa korban pembantaian tragedi 1965 adalah komunis atau mereka yang memang seharusnya bertanggung jawab.

“Mereka kebingungan dan mengaku tak tahu soal 30 September,” tulis laporan diplomatik Kedutaan Besar AS pada 20 November 1965.

Kader PKI Bingung

Dalam telegram Kedutaan ke Kemenlu 20 November 1965, digambarkan bahwa kader-kader PKI kebingungan, tidak mengerti apa yang terjadi, dan tidak tahu harus berbuat apa. Informasi didapat diplomat AS dari seorang jurnalis Australia yang dapat dipercaya.

Si jurnalis disebutkan adalah jurnalis Barat pertama yang mengunjungi Jawa Tengah, yakni pada 10 Oktober 1965. “Dia berbicara dengan kader-kader PKI di beberapa tempat di Jawa Tengah,” tulis laporan itu.

Informasi serupa dikonfirmasi Konsuler Politik Kedutaan Yugoslavia yang mengatakan terlibat kontak secara rutin dengan aktivis PKI. Si aktivis sama sekali tidak panik dan tetap percaya Soekarno akan melindungi mereka.

“Mereka tidak akan bertindak tanpa perintah Soekarno,” ujar sang diplomat. Dokumen itu juga melaporkan, pada 26 November 1965 laporan dari Konsulat Jenderal Amerika di Surabaya menyebutkan terus mendapatkan laporan pembantaian di berbagai wilayah di Jawa Timur oleh Ansor. Di Tulungagung setidaknya 15.000 komunis dibunuh.

“Pembantaian diwarnai dengan Perang Suci (jihad): membunuh kafir akan memberi tiket ke surga dan jika darah korban diusapkan ke wajah, maka akan lebih terjamin (masuk surga),” tulis laporan tersebut.

Selain kelompok-kelompok Islam, Angkatan Darat juga mempersenjatai pertahanan sipil atau Hansip sebagai kekuatan memerangi PKI. Dalam laporan Konsulat Jenderal Amerika di Medan menyebutkan hal itu dilakukan untuk meningkatkan peran pengawasan di kota maupun pedesaan.

“Ketika ini dilaksanakan, rantai komando militer bertambah luas hingga setiap desa yang ada di Sumatera,” tulis laporan tersebut. Tak sampai di situ, pemuda yang berusia 8-13 tahun diwajibkan ikut Pramuka yang dikontrol tentara. “Secara singkat, Sumatera dengan cepat berubah menjadi tanah tentara,” demikian http://nsarchive.gwu.edu/ dan www.bbc.com.

Permalukan manuver Gatot

Rilis http://nsarchive.gwu.edu/ dan www.bbc.com sekaligus mempermalukan manuver  Panglima TNI Gatot Nurmantyo (mantan Kepala Staf TNI AD), telah menginstruksikan seluruh anggota TNI memutar Film Dokumenter G30S/PKI yang diproduksi tahun 1984 dengan sutradara Arifin C Noor.

Gatot Nurmanyo berdalih pemutaran Film Dokumentar G30S/PKI mengklaim mengingatkan semua pihak, akan keganasan PKI melalui G30S 1965. Istruksi Gatot dikeluarkan menjelang Sabtu, 30 September 2017.

Tapi ada 4 parameter perlu dikritisi film berdurasi 271 menit, layak atau tidak dikategorikan sebagai film dokumenter. Pertama, apabila diklaim G30S 1965 sebagai pemberontakan PKI, dalam adegan jelas-jelas divisualkan pelaku penculikan dan pembunuhan terhadap 7 jenderal senior TNI AD, adalah pria berseragam TNI AD, bukan berpakaian PKI.

Justru CIA AS memanfaatkan konflik internal di lingkungan TNI AD, antara kelompok Menteri/Panglima Angkatan Darat, Letjen TNI Ahmad Yani (kontra PKI) dengan Panglima Komando Tempur (Pangkopur) IV/Mandau berkedudukan di Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat, Brigjen Soepardjo (pro PKI), untuk meledakkan G30S 1965, dengan tujuan utama mengkudeta Presiden Soekarno.

Kedua, belum ada bukti di negara manapun di dunia, kudeta dilakukan sipil. Kudeta selalu dilakukan militer terhadap pemerintahan yang sah.

Ketiga, divisualkan tokoh PKI, yaitu Dipa Nusantara Aidit, sebagai perokok berat. Padahal, pengakuan orang dekat dan anak-anaknya, D.N. Aidit sama sekali bukan seorang perokok berat.

Keempat, peta dalam visual menggambarkan Timor Timur masuk wilayah Indonesia, dengan menggambarkan situasi yang terjadi tahun 1965. Padahal Timor Timur baru berintegrasi dengan Indonesia tahun 1975 dan memilih memisahkan diri melalui referendum tahun 1999.

Saat dikonfirmasi rilis http://nsarchive.gwu.edu/ dan www.bbc.com, Menteri Pertahanan Republik Indonesia yang mantan Kepala Staf TNI AD, Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu, menolak memberikan komentar pada malam Bahasa dan Budaya Internasional di Pusdiklat Badiklat Kementerian Pertahanan, Pondok Labu, Jakarta Selatan, Rabu, 18 Oktober 2017.

Persepsi politik

Dari dokumen http://nsarchive.gwu.edu/ dan www.bbc.com, semakin menegaskan, materi penulisan di sekitar G30S 1965 diklaim bukti pemberontakan PKI garapan Dinas Sejarah TNI AD, bagian dari sebuah program pembangunan persepsi politik pemerintahan Presiden Soeharto, 1 Juli 1966 – 21 Mei 1998.

Dalam membangun persepsi politik, selalu dilakukan upaya sistematis di dalam meyakinkan masyarakat, dengan mengabaikan dan atau memanipulasi fakta sejarah, sehingga Film Dokumentar G30S/PKI, hanya bisa dilihat selama era Soeharto, 1966 – 1998, dan menjadi tidak relevan di era demokratisasi.

Bagi sebuah pemerintahan, membangun sebuah persepsi politik, jauh lebih penting dari pada penulisan pelurusan fakta sejarah. Karena penulisan pelurusan fakta sejarah, hanya akan membuka borok dan aib pemerintahan yang tengah berkuasa.

Situasi sudah berubah, dan masyarakat tidak salah kalau sekarang meminta pertanggungjawaban TNI AD atas pembunuhan massal pasca G30S 1965. (Aju)

SUMBER:

http://sinarharapan.net/2017/10/dokumen-cia-as-tegaskan-g30s-1965-bukti-kudeta-tni-ad/?fbclid=IwAR0QX2ntBJ6CVZ1wpcsxqqEub20WwC_xG-lZCB9MDv_2nkbSiW3mSlIsFI8

Tajali (Manifestasi al-Haq) dan Martabat Tujuh

$
0
0

Tajali (Manifestasi al-Haq) dan Martabat Tujuh

 

Arif Mulyadi

 

Kata “tajali” (Ar.: tajalli) merupakan istilah tasawuf yang berarti ”penampakan diri Tuhan yang bersifat absolut dalam bentuk alam yang bersifat terbatas. Istilah ini berasal dari kata tajalla atau yatajalla, yang artinya “menyatakan diri”.

Konsep tajali beranjak dari pandangan bahwa Allah Swt dalam kesendirian-Nya (sebelum ada alam) ingin melihat diri-Nya di luar diri-Nya. Karena itu, dijadikan-Nya alam ini. Dengan demikian, alam ini merupakan cermin bagi Allah Swt. Ketika Ia ingin melihat diri-Nya, Ia melihat pada alam. Dalam versi lain diterangkan bahwa Tuhan berkehendak untuk diketahui, maka Ia pun menampakkan Diri-Nya dalam bentuk tajali.

Proses penampakan diri Tuhan itu diuraikan oleh Ibn ’Arabi. Menurutnya, Zat Tuhan yang mujarrad dan transendental itu bertajali dalam tiga martabat melalui sifat dan asma (nama)-Nya, yang pada akhirnya muncul dalam berbagai wujud konkret-empiris. Ketiga martabat itu adalah martabat ahadiyah, martabat wahidiyah, dan martabat tajalli syuhudi.

Pada martabat ahadiyah, wujud Tuhan merupakan Zat Mutlak lagi mujarrad, tidak bernama dan tidak bersifat. Karena itu, Ia tidak dapat dipahami ataupun dikhayalkan. Pada martabat ini Tuhan—sering diistilahkan al-Haq oleh Ibn ’Arabi—berada dalam keadaan murni bagaikan kabut yang gelap (fi al-’amâ’); tidak sesudah, tidak sebelum, tidak terikat, tidak terpisah, tidak ada atas, tidak ada bawah, tidak mempunyai nama, tidak musammâ (dinamai). Pada martabat ini, al-Haq tidak dapat dikomunikasikan oleh siapa pun dan tidak dapat diketahui.

Martabat wahidiyah adalah penampakan pertama (ta’ayyun awwali) atau disebut juga martabat tajali zat pada sifat atau faydh al-aqdas (emanasi paling suci). Dalam aras ini, zat yang mujarrad itu bermanifestasi melalui sifat dan asma-Nya. Dengan manifestasi atau tajali ini, zat tersebut dinamakan Allah, Pengumpul dan Pengikat Sifat dan Nama yang Mahasempurna (al-asma al-husna, Allah). Akan tetapi, sifat dan nama itu sendiri identik dengan zat. Di sini kita berhadapan dengan zat Allah yang Esa, tetapi Ia mengandung di dalam diri-Nya berbagai bentuk potensial dari hakikat alam semesta atau entitas permanen (al-’a’yan tsabitah).

Martabat tajalli syuhudi disebut juga faidh al-muqaddas (emanasi suci) dan ta’ayyun tsani (entifikasi kedua, atau penampakan diri peringkat kedua). Pada martabat ini Allah Swt bertajali melalu asma dan sifat-Nya dalam kenyataan empiris atau alam kasatmata. Dengan kata lain, melalui firman kun (jadilah), maka entitas permanen secara aktual menjelma dalam berbagai citra atau bentuk alam semesta. Dengan demikian alam ini tidak lain adalah kumpulan fenomena empiris yang merupakan lokus atau mazhar tajali al-Haq. Alam yang menjadi wadah manifestasi itu sendiri merupakan wujud atau bentuk yang tidak ada akhirnya. Ia tidak lain laksana ’aradh atau aksiden (sifat yang datang kemudian) dan jauhar (substansi) dalam istilah ilmu kalam. Selama ada substansi, maka aksiden akan tetap ada. Begitu pula dalam tasawuf. Menurut Ibn ’Arabi, selama ada Allah, maka alam akan tetap ada, ia hanya muncul dan tenggelam tanpa akhir.

Konsepsi tajali Ibn ’Arabi kemudian dikembangkan oleh Syekh Muhammad Isa Sindhi al-Burhanpuri (ulama India abad ke-16) dalam tujuh martabat tajali, yang lazim disebut martabat tujuh. Selain dari tiga yang disebut dalam konsepsi versi Ibn ’Arabi, empat martabat lain dalam martabat tujuh adalah: martabat alam arwah, martabat alam mitsal, martabat alam ajsam, dan martabat insan kamil.

Martabat alam arwah adalah ”Nur Muhammad” yang dijadikan Allah Swt dari nur-Nya, dan dari nur Muhammad inilah muncullah ruh segala makhluk. Martabat alam mitsal adalah diferensiasi dari Nur Muhammad itu dalam ruh individual seperti laut melahirkan dirinya dalam citra ombak. Martabat alam ajsam adalah alam material yang terdiri dari empat unsur, yaitu api, angin, tanah, dan air. Keempat unsur material ini menjelma dalam wujud lahiriah dari alam ini dan keempat unsur tersebut saling menyatu dan suatu waktu terpisah. Adapun martabat insan kamil atau alam paripurna merupakan himpunan segala martabat sebelumnya. Martabat-martabat tersebut paling kentara terutama sekali pada Nabi Muhammad saw sehingga Nabi saw disebut insan kamil.

Tajali al-Haq dalam insan kamil ini terlebih dulu telah dikembangkan secara luas oleh Abdul Karim bin Ibrahim al-Jili (1365-1428, tokoh tasawuf) dalam karyanya al-Insân al-Kâmil fî Ma’rifat al-Awâkhir wa al-Awâ’il (Manusia Sempurna dalam Mengetahui [Allah] Sejak Awal hingga Akhirnya). Baginya, lokus tajali al-Haq yang paling sempurna adalah Nur Muhammad. Nur Muhammad ini telah ada sejak sebelum alam ini ada, ia bersifat kadim lagi azali. Nur Muhammad itu berpindah dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam berbagai bentuk para nabi, yakni Adam, Nuh, Ibrahim, Musa–salam Allah atas mereka semua—dan lain-lain hingga dalam bentuk nabi penutup, Muhammad saw. Kemudian ia berpindah kepada para wali dan berakhir pada wali penutup (khatam awliya), yaitu Isa as yang akan turun pada akhir zaman.

Dalam tradisi esoterisme Syi’ah, para imam Syi’ah Imamiyah—sejak Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib hingga Imam Mahdi (yang digaibkan Allah)—merupakan wali-wali yang memanisfetasikan diri sebagai insan kamil hakiki. Kepada merekalah, para pengikut Syi’ah Dua Belas sering kali bertawasul agar kebutuhan material-spiritual mereka terpenuhi.

Demikianlah proses tajali al-Haq pada alam semesta. Wadah tajali-Nya yang paling sempurna adalah insan, sementara insan yang paling sempurna sebagai wadah tajali-Nya adalah insan kamil dalam wujud Nabi Muhammad saw. Allahumma shalli ’ala Muhammad wa âli Muhammad! (Diolah dari Ensiklopedi Islam, jilid 5, hal.41, terbitan PT Ichtiar Baru Van Hoeve Jakarta, 2001, lema ”tajali”, dengan sedikit penyuntingan kembali).

Konsep-konsep Kunci Metafisika Ibn ‘Arabi: Tajali al-Haqq

Kata “tajali” (Ar.: tajalli) merupakan istilah tasawuf yang berarti ”penampakan diri Tuhan yang bersifat absolut dalam bentuk alam yang bersifat terbatas. Istilah ini berasal dari kata tajalla atau yatajalla, yang artinya “menyatakan diri”.

Tajali merupakan poin poros dalam pemikiran Ibn ’Arabi. Sebenarnya, konsep tajali adalah pijakan-dasar pandangan-dunianya. Semua pemikiran Ibn ’Arabi ihwal struktur ontologis alam berkisar pada poros ini, dan dari situ berkembang menjadi sistem kosmik berjangkauan luas. Tidak ada bagian dalam pandangan-dunianya yang bisa dipahami tanpa merujuk pada konsep utama ini. Keseluruhan filsafatnya, secara ringkas, adalah teori tajali (Toshihiko Izutsu, 152)

Konsep tajali beranjak dari pandangan bahwa Allah Swt dalam kesendirian-Nya (sebelum ada alam) ingin melihat diri-Nya di luar diri-Nya. Karena itu, dijadikan-Nya alam ini. Dengan demikian, alam ini merupakan cermin bagi Allah Swt. Ketika Ia ingin melihat diri-Nya, Ia melihat pada alam. Dalam versi lain diterangkan, yakni dengan merujuk pada Hadis Qudsi kanzun makhfiyyan (Harta karun yang tersembunyi), bahwa Tuhan berkehendak untuk diketahui, maka Ia pun menampakkan Diri-Nya dalam bentuk tajali.

Proses penampakan diri Tuhan itu diuraikan oleh Ibn ’Arabi. Menurutnya, Zat Tuhan yang mujarrad dan transendental itu bertajali dalam tiga martabat melalui sifat dan asma (nama)-Nya, yang pada akhirnya muncul dalam berbagai wujud konkret-empiris. Ketiga martabat itu adalah martabat ahadiyah, martabat wahidiyah, dan martabat tajalli syuhudi.

Pada martabat ahadiyah, wujud Tuhan merupakan Zat Mutlak lagi mujarrad, tidak bernama dan tidak bersifat. Karena itu, Ia tidak dapat dipahami ataupun dikhayalkan. Pada martabat ini Tuhan—sering diistilahkan al-Haq oleh Ibn ’Arabi—berada dalam keadaan murni bagaikan kabut yang gelap (fi al-’amâ’); tidak sesudah, tidak sebelum, tidak terikat, tidak terpisah, tidak ada atas, tidak ada bawah, tidak mempunyai nama, tidak musammâ (dinamai). Pada martabat ini, al-Haq tidak dapat dikomunikasikan oleh siapa pun dan tidak dapat diketahui.

Martabat wahidiyah adalah penampakan pertama (ta’ayyun awwali) atau disebut juga martabat tajali zat pada sifat atau faydh al-aqdas (emanasi paling suci). Dalam aras ini, zat yang mujarrad itu bermanifestasi melalui sifat dan asma-Nya. Dengan manifestasi atau tajali ini, zat tersebut dinamakan Allah, Pengumpul dan Pengikat Sifat dan Nama yang Mahasempurna (al-asma al-husna, Allah). Akan tetapi, sifat dan nama itu sendiri identik dengan zat. Di sini kita berhadapan dengan zat Allah yang Esa, tetapi Ia mengandung di dalam diri-Nya berbagai bentuk potensial dari hakikat alam semesta atau entitas permanen (al-’a’yan tsabitah).

Martabat tajalli syuhudi disebut juga faidh al-muqaddas(emanasi suci) dan ta’ayyun tsani (entifikasi kedua, atau penampakan diri peringkat kedua). Pada martabat ini Allah Swt bertajali melalu asma dan sifat-Nya dalam kenyataan empiris atau alam kasatmata. Dengan kata lain, melalui firmankun (jadilah), maka entitas permanen secara aktual menjelma dalam berbagai citra atau bentuk alam semesta. Dengan demikian, alam ini tidak lain adalah kumpulan fenomena empiris yang merupakan lokus atau mazhar tajali al-Haq. Alam yang menjadi wadah manifestasi itu sendiri merupakan wujud atau bentuk yang tidak ada akhirnya. Ia tidak lain laksana’aradh atau aksiden (sifat yang datang kemudian) dan jauhar(substansi) dalam istilah ilmu kalam. Selama ada substansi, maka aksiden akan tetap ada. Begitu pula dalam tasawuf. Menurut Ibn ’Arabi, selama ada Allah, maka alam akan tetap ada, ia hanya muncul dan tenggelam tanpa akhir.

 

SUMBER

https://amuli.wordpress.com/2008/04/08/tajali-manifestasi-al-haq-dan-martabat-tujuh/

http://amuli.wordpress.com

Kata “tajali” (Ar.: tajalli) merupakan istilah tasawuf yang berarti ”penampakan diri Tuhan yang bersifat absolut dalam bentuk alam yang bersifat terbatas. Istilah ini berasal dari kata tajalla atau yatajalla, yang artinya “menyatakan diri”.

Konsep tajali beranjak dari pandangan bahwa Allah Swt dalam kesendirian-Nya (sebelum ada alam) ingin melihat diri-Nya di luar diri-Nya. Karena itu, dijadikan-Nya alam ini. Dengan demikian, alam ini merupakan cermin bagi Allah Swt. Ketika Ia ingin melihat diri-Nya, Ia melihat pada alam. Dalam versi lain diterangkan bahwa Tuhan berkehendak untuk diketahui, maka Ia pun menampakkan Diri-Nya dalam bentuk tajali.

Lihat pos aslinya 741 kata lagi


CATATAN HITAM SANG FASIS MILITERIALIS

JEJAK RADIKAL PRABOWO SUBIANTO

$
0
0

#99 @PartaiSocmed

JEJAK RADIKAL PRABOWO SUBIANTO pic.twitter.com/8WvqlhMXKR
  Expand pic

#99 @PartaiSocmed

Prabowo bukanlah seorang muslim yg taat namun dia menggunakan sentimen agama Islam sebagai alat untuk meraih kekuasaan. Inilah yg menjelaskan mengapa di satu sisi dia bermesraan dgn golongan Islam garis keras tapi di sisi lain ikut perayaan Natal bersama saudara2nya.

#99 @PartaiSocmed

Hubungan Prabowo dengan kalangan Islam garis keras bukan terjadi belakangan ini saja melainkan sejak dulu ketika dia masih aktif sebagai perwira ABRI

#99 @PartaiSocmed

Berawal dari perseteruannya dgn LB Moerdani. Prabowo yg saat itu adalah menantu Presiden tak bisa menerima karirnya terhambat. Namun di satu sisi posisi dan pengaruh LB Moerdani saat itu sedang kuat2nya di ABRI. Maka dicarilah alasan untuk melemahkannya, jawabannya adalah Islam.]

#99 @PartaiSocmed

Di lingkungan tentara kepatuhan terhadap pimpinan adalah mutlak, jadi sangat sulit menggerogoti pengaruh LB Moerdani saat itu. Namun dengan isu agama situasinya jadi berbeda. Inilah alasannya mengapa Prabowo menggunakan Islam sebagai alat untuk meraih kekuasaan.

#99 @PartaiSocmed

Dalam suatu kesempatan Prabowo pernah terang2an menyampaikan “bila terjadi perselisihan antara tentara dan umat Islam, dirinya akan lebih berpihak kepada Islam ketimbang profesinya sebagai tentara”

#99 @PartaiSocmed

Hal ini dikonfirmasi oleh Ansufri Idrus Sambo, yang pernah menjadi guru mengaji Prabowo: “Motor gerakan Islam di tubuh militer itu, ya, Prabowo”.

#99 @PartaiSocmed

Akhirnya tamunya pulang juga. Rupanya dia betah di gubug sederhana kami. Mari kita lanjutkan..

#99 @PartaiSocmed

Selanjutnya Prabowo sering melakukan konsolidasi antar sesama perwira menengah ABRI seperti Mayor Kivlan Zen, Mayor Ismed Yuzairi, Mayor Safrie Syamsuddin, Mayor Glen Kairupan dan lain-lain

#99 @PartaiSocmed

Selain itu dengan status istimewanya sebagai menantu Soeharto Prabowo juga mulai merekrut beberapa perwira tinggi yg mengharapkan dapat benefit dari bergabung dalam klik politiknya Prabowo

#99 @PartaiSocmed

Salah satunya adalah Komandan SESKOAD Mayjen TNI Feisal Tanjung, yg sudah 7 tahun stagnan dengan pangkat Mayjen. Maka Feisal Tanjung pun mendadak menjadi ‘Jenderal Islam’ yg kemana2 pakai kopiah dan baju koko. Dan di saat yg bersamaan karirnya mulai moncer hingga menjadi PANGAB

#99 @PartaiSocmed

Selain Feisal Tanjung ada juga Pangdam V Brawijaya, Mayjen TNI R. Hartono yg berhasil direkrut Prabowo. Bersama R. Hartono Prabowo mendirikan CPDS (Center Policy for Development Studies). Lembaga ini merekrut ‘perwira2 Islam’ dalam klik politik Prabowo di tubuh ABRI

#99 @PartaiSocmed

Inilah awalnya ketika ABRI terbagi menjadi ABRI Hijau dan ABRI Merah-Putih. ABRI Hijau adalah kelompok Prabowo dkk, sedangkan ABRI Merah-Putih adalah kelompok Try Sutrisno, Edy Sudrajad dkk.

#99 @PartaiSocmed

Karena mengharapkan ‘mobilitas vertikal’ maka banyak perwira yg memutuskan bergabung dengan Prabowo yg mantu Presiden Soeharto itu. Jadi disini terjadi simbiosis mutualisme. Mereka dibantu karirnya sedangkan Prabowo mendapat pengikut untuk ambisi pribadinya.

#99 @PartaiSocmed

Tak cukup sampai disitu, Prabowo juga mulai mendekati dan membina golongan Islam garis keras dari kalangan sipil. Salah satu yg dibina dan dibesarkan Prabowo adalah KISDI pimpinan Ahmad Sumargono.

#99 @PartaiSocmed

Jadi jika ada yg bilang radikalisme baru tumbuh subur setelah era reformasi maka itu kurang tepat. Ormas2 radikal itu sudah mulai dibina dan ditumbuh-suburkan sejak akhir2 kekuasaan Soeharto. Dan Prabowo adalah perwira yg secara aktif membina ormas2 tersebut.

#99 @PartaiSocmed

Pada masa² krisis tahun 1998 adalah saatnya ormas radikal binaan tersebut menunjukkan fungsinya. Ketika itu hampir terjadi bentrokan antara para mahasiswa yg menduduki gedung DPR/MPR dengan massa KISDI pimpinan Ahmad Sumargono

#99 @PartaiSocmed

Tiba-tiba dari arah pintu belakang massa dalam jumlah besar merangsek masuk areal parkir Gedung DPR/MPR. Mereka membawa bendera bertuliskan KISDI. Para mahasiswa membuat pagar dgn bergandengan satu sama lain sambil melangkah mundur.

#99 @PartaiSocmed

Massa KISDI maju dengan memukul, menendang, menunjuk ke arah mahasiswa sambil berteriak; “KALIAN NEO KOMUNIS!!”. Jadi dulu pun para mahasiswa yg melahirkan era reformasi itu juga sudah di cap komunis. Fitnah serupa yg sekarang masih mereka pakai terhadap lawan2 Prabowo.

#99 @PartaiSocmed

Massa KISDI terus maju hingga menduduki areal tangga Gedung DPR/MPR. Mereka bertakbir sambil terus berteriak; PERJUANGAN KALIAN MAHASISWA TIDAK SUCI LAGI! KALIAN NEO KOMUNIS! Tak lama kemudian mereka bubar untuk Sholat Jum’at.

#99 @PartaiSocmed

Selesai Sholat Jum’at datang massa dalam jumlah besar memasuki areal Gedung DPR/MPR dengan membawa bendera NU untuk melindungi mahasiswa. Massa Banser NU lalu menduduki areal Tangga DPR/MPR

#99 @PartaiSocmed

Tak lama kemudian massa KISDI datang dari arah Masjid, mencoba merangsek lagi. Langkah mereka terhenti hanya sampai samping tangga DPR/MPR, akibat tertahan oleh blokade Massa NU.

#99 @PartaiSocmed

Mayoritas dari mereka tampak terkejut melihat Bendera NU berkibar, dan berada di pihak Mahasiswa. Dalam hitungan menit, satu demi satu massa KISDI itu pun meninggalkan areal Gedung DPR/MPR

#99 @PartaiSocmed

Perkembangan selanjutnya adalah sejarah, Soeharto jatuh dan Prabowo yg selama ini memanfaatkan statusnya sebagai menantu Presiden pun ikut jatuh bersama sang mertua. Dan ‘jaringan Islam’ yg dibina Prabowo untuk meraih kekuasaan itu pun akhirnya satu persatu mengkhianatinya.

#99 @PartaiSocmed

KISDI akhirnya memutuskan menjaga jarak dgn Prabowo. KH Abdul Qadir Jaelani tokoh KISDI berjanji tak lagi berhubungan dgn Prabowo utk melakukan manuver² politik. Alasannya sangat pragmatis, KISDI menganggap Prabowo tak lagi memiliki kekuatan utk mencapai tujuan perjuangan mereka

Punahnya Sebuah Bangsa

$
0
0

Radhar Panca Dahana

Sering kali kita menyatakan semacam identitas atau karakter diri kita sebagai sebuah bangsa dengan istilah, frasa, atau simbol-simbol yang abstrak, terkadang malah menggelikan. Hal itu diakibatkan karena ternyata kita mengalami kesulitan, bahkan ketidakmampuan, menjelaskan makna identitas itu, termasuk apa dasar historis hingga filosofisnya. Terlebih jika ia dipertentangkan dengan kenyataan dalam hidup keseharian kita.

Penyebutan “sifat” atau “ciri” semacam “negeri yang ramah”, “masyarakat yang toleran”, “rakyat yang jujur”, “hidup yang gotong royong”, “negara yang Bhinneka Tunggal Ika” bisa jadi sekadar klaim ketimbang sebuah realitas-apalagi keniscayaan–baik alamiah maupun budaya. Frasa “bhinneka tunggal ika”, misalnya, benarkah bermakna sebagai kesatuan (politis) dari keragaman budaya (agama, ras, suku bangsa, dll.) dari bangsa Indonesia? Dari mana dasar historis pemaknaan itu? Bagaimana landasan ontologis atau filosofisnya?

Apakah pemaknaan frasa tersebut, katakanlah sejak awal masa kemerdekaan, tidak lebih dari revaluasi politik yang sesungguhnya berbeda dengan yang dimaksud oleh buku ataupun penulis aslinya dari masa Majapahit dulu. Sebagian dari kita mengetahui, Mpu Tantular menuliskan anak kalimat di atas dalam satu bait yang mengaitkannya pada persoalan (dua) agama yang tampak berbeda, tapi satu (dalam kebenarannya). Revaluasi terjadi sejak masa perjuangan kemerdekaan hingga hari ini, tidak lain adalah semacam pelintiran politis demi keuntungan politik tertentu. “Bhinneka tunggal ika” pada mulanya bukanlah sebuah aforisma tentang kenyataan atau natur politik dan budaya, apalagi soal keberagaman sosial (demografis ataupun geografis) kita.

Lalu apakah kemudian kenyataan sosio-kultural kita sesungguhnya? Mengapa kita begitu yakin pada identitas ke-“bhinneka tunggal ika”-an itu, sama seperti kita yakin bahwa kita adalah manusia yang pada dasarnya santun, multikultural, toleran, dan sebagainya? Benarkah kenyataan sosiokultural kita hari ini menggambarkan dan mewakili itu? Jika tidak, apakah kita telah berbohong atau mendustai diri sendiri, atau jangan-jangan kita telah terdustai selama ini? Oleh siapa? Mengapa? Untuk apa?

Asing yang organik

Rentetan pertanyaan di atas mungkin terlalu jauh dan membuka banyak spekulasi walau mungkin saja ia bisa jadi semacam desakan untuk segera dijawab. Namun, sekurangnya ada sebuah penjelasan sederhana yang berangkat dari satu fakta dalam kenyataan aktual kita, di mana hidup begitu banyaknya tradisi, adat hingga budaya lokal di dalam keseharian bangsa ini. Keanekaragaman etnokultural adalah sebuah “fakta” sosial. Betul kebhinekaannya, tapi benarkah tunggal ika? Cerita bisa berbeda.

Cerita itu bisa dimulai dari fakta lain yang tersimpan di balik “fakta sosial” di atas: tidak ada kesatuan etnik apa pun di negeri ini yang dapat membuat klaim bahwa dirinya adalah yang paling asli, orisinal, genuine atau primor(dial), jika dibanding pihak lain. Sejarah, seperti dibuktikan banyak catatan akademis, hampir seluruh kesatuan adat negeri ini membentuk dan mengembangkan diri–termasuk identitas hingga tradisinya dengan cara mengosmosa dan menghibridasi adat dan budaya pihak-pihak lain, baik tetangga dekat maupun asing.

Bukan hanya suku bangsa Betawi yang realitas historis hingga arkeologisnya terbukti identitasnya melulu merupakan adukan atau campuran elemen-elemen kultural yang berasal dari luar dirinya (Sunda, Banten, Jawa, Madura, Banjar, Melayu, Bali, hingga Tiongkok, Arab, India, hingga Portugis). Hal yang sama berlaku juga bagi etnik dan subetnik lainnya di seluruh negeri ini, besar dan kecil. Bahkan etnik Jawa, Sunda, Bugis, Aceh, Melayu, hingga Manado adalah hasil mestizan atau percampuran dari pelbagai budaya yang pernah singgah dan menetap di wilayahnya.

Semua kenyataan keadaban itulah yang jadi fakta bahkan keniscayaan masyarakat bahari. Keadaban yang dibentuk oleh satu jenis sikap budaya, yang melahirkan nilai juga watak dalam turunannya, yakni: keterbukaan; pikiran yang terbuka; jiwa yang terbuka; hingga masyarakat terbuka. Satu sikap budaya yang adaptif dan adoptif dalam relasinya dengan budaya luar/asing. Satu fakta yang membuktikan bahwa kita bukanlah bangsa xenophobic, anti asing, malah sebaliknya kita adalah bangsa yang sangat menerima (akseptan) akan kehadiran siapa pun dan apa pun.

Dari semua latar itulah, kita menemukan kenyataan sosial dan budaya kita yang multikultural, sebagai konsekuensi alamiah dari ratusan bandar yang berkembang di sekujur pantai negeri ini. Begitupun pergaulan, dinamika, hingga proses pembentukan diri yang inter-kultural pun menjadi kenyataan alamiah yang tak terelakkan.

Bangsa yang komedis

Arti dari itu semua, pergaulan (suku-suku) bangsa kita yang basisnya interkultural sama sekali bukanlah ruang yang mempermisikan muncul dan tumbuhnya sentimen, egoisme sektoral, prasangka, apalagi sikap-sikap yang diskriminatif terhadap (suku) bangsa lain yang berbeda. Jika terjadi ekspresi-ekspresi negatif itu, bukan hanya ia mengkhianati sejarah adabnya sendiri, nenek moyang dan warisan yang mereka titipkan pada kita, melainkan juga melakukan destruksi tak terampunkan bagi kesatuan, ke-ika-an, dan kekuatan interdependensial organik dari bangsanya sendiri.

Satu hal yang lebih penting, utama, bahkan konstitutif adalah filosofi peneguhan eksistensi manusia (individu) bahari. Dengan karakter atau sifat-sifat dasar di atas, manusia di negeri ini diteguhkan melalui sebuah sikap “penerimaan” yang kuat, bahwa “aku” di tingkat personal (pun) dibentuk oleh “aku”, “aku” yang lain, oleh “kau” juga kalian. Sikap menerima atau “akseptan” ini jauh lebih lapang, dalam, dan tinggi tingkat spiritualnya ketimbang sikap toleran.

Toleransi, bagaimanapun, memiliki acuan atau batasnya. Sampai di tingkat tertentu, seseorang mungkin kita tolerir perilaku, sikap, atau kata-katanya, hingga saat dia melampaui acuan-yang kita tetapkan sendiri-toleransi itu berakhir, berganti dengan penolakan, pertentangan, hingga pemusnahan. Sikap itu yang melandasi konflik hingga kompetisi di dunia kontinental. Sementara dalam adab bahari, penerimaan adalah semacam pemosisian kenyataan dari orang lain, tak hanya kebaikan, tetapi juga ketakbaikannya.

Lewat mekanisme itulah kita membentuk (integritas) diri kita: kamu dan kau, kita dan kalian. Aku dibentuk kamu, begitu sebaliknya. Ada kamu dalam aku, ada aku dalam kamu. Inilah sejarah sosiologis yang membuat semua puak dan etnik di Nusantara bersatu, tidak mengabadikan konflik hingga beribu tahun seperti di banyak wilayah kontinental. Inilah etos yang pada akhirnya membuat kita semua bersatu, antara lain untuk mengusir penjajah, memerdekakan diri, atau menyatakan diri sebagai bangsa.

Karena itu, istilah the otherness dalam literatur Eropa sebenarnya memiliki makna dan akar etimologis yang sangat berbeda liyan atau “orang lain”. Siapa pun orang itu, selama dalam proses pemosisian dirinya menjadi bagian organik dari (tradisi bahari) kita adalah saudara, lebih dalam lagi, (bagian dari) diri kita sendiri. Bila pun pihak atau “orang lain” yang bahkan asing itu ternyata memanipulasi atau mengeksploitasi pola hubungan dan pembentukan identitas bahari ini, selama sekian waktu panjangnya kita tidak pernah khawatir. Setiap adat, tradisi dalam budaya-budaya lokal kita memiliki ketangguhan luar biasa dalam cara menghadapi dan mengatasi bias kultural semacam itu.

Di dalam hidup yang dinamik dan penuh kreasi dan inovasi itulah, kita menyaksikan bagaimana cara kita bergaul dengan saudara-saudara (organik) kita yang berbeda (dalam hal apa pun) berlangsung dengan rileks, wajar, dan penuh keceriaan. Bahkan ketika kita saling mengolok, kadang seolah menghina atau menista, saudara kita yang berasal dari puak atau suku bangsa lain. Olokan adalah satu modus pendekatan interkultural yang komedis dalam diri bangsa ini.

Tak mengherankan, jika teguran, yang notabene adalah ungkapan-ungkapan (bahkan sangat) kasar, terasa biasa dalam pergaulan di antara etnik kita. Dalam dunia lawak, cara seperti itu jadi kelaziman dalam aksi panggung mereka, seperti diperlihatkan oleh Basiyo, BKAK, Srimulat, hingga Bagio Cs pada masa lalu, atau Warkop DKI, Bagito, sampai Patrio di belakang hari. Kemampuan mengolok dan menertawakan diri sendiri adalah pendewasaan alamiah dalam diri kita, membuat bangsa Indonesia itu humoris, “sejak lahirrr….” kata Tarzan.

Apabila belakangan ada sekelompok orang yang begitu mudah bereaksi keras, bahkan sangat keras, hanya karena tersinggung unsur SARA yang dianggap identitas orisinalnya, saya kira jika tidak ia kehilangan daya humornya yang bahari, tentu ada hal lain, yang pasti bukan kultural, mengiringi atau sembunyi di balik respons keras itu.

Keindahan adab bahari

Soal anggapan pihak lain menghina agama, misalnya, pertama, hal itu sesungguhnya bukan bagian dari tradisi atau watak bahari kita. Kedua, apabila itu pun dianggap benar, biasanya kita tersenyum (bagian dari sifat humoris kita) dan menganggap itu sebagai bagian dari kekurangan manusia yang (memang) mudah lupa, tergelincir, termasuk slip of tongue. Ketiga, kesadaran adab kita akan menciptakan sikap untuk memaklumi lalu memaafkan sambil (bila bisa) mengingatkan.

Dalam persoalan hubungan antar-agama, misalnya, sejarah juga memberi landasan kuat bagi argumentasi di atas. Sejarah agama Islam, antara lain, menunjukkan pada kita penghinaan dan penistaan terjadi hampir tiada henti. Bahkan sejarah Muhammad SAW adalah sejarah penghinaan, bahkan yang paling kotor dan biadab terhadap Islam. Kita sama tahu bagaimana Nabi merespons dan menyikapinya. Begitupun sejak abad pertengahan hingga masa kini, penghinaan terhadap agama Islam hampir rutin terjadi di banyak tempat.

Namun, sejarah juga menunjukkan, betapapun hebat penghinaan itu, bangsa ini mengikuti tuntunan Nabi junjungannya, tidak pernah merespons dengan cara membabi-buta, terlebih mengancam, menyerang, atau (istigfar) “menghabisi”. Sejak jauh hari dulu, mulai dari kasus Haji Abdul Mutamakin dari Tuban pada awal abad ke-19, yang dianggap para ulama menghina Islam, tapi akhirnya lerai setelah Pakubuwana II memaafkan asal tidak berbuat lagi. Atau kasus tulisan Siti Sumandari di Majalah Bangun terbitan Parindra, kasus cerita pendek “Langit Makin Mendung” yang melibatkan HB Jassin, kontroversi pemelesetan syahadat-nya Harmoko, hingga kasus Ahmad Fauzi lulusan Aqidah UIN Semarang yang dianggap menghina agama karena menganggap hubungan Adam dan Hawa itu incest bahkan menyebut nabi pertama tersebut sebagai “kriminal”. Tidak ada konfrontasi hebat, apalagi dengan kekuatan massa, atau retorika yang memekakkan telinga.

Semua kasus itu dapat diselesaikan dengan baik berdasar adab dan budaya bahari kita. Tidak pernah jadi gejolak besar dan masif yang menggelisahkan masyarakat, apalagi mengganggu stabilitas negara/pemerintah, hanya karena beberapa penumpang gelap yang menitip agendanya sendiri secara licik. Penyelesaian masalah seperti ini sesungguhnya simpel, sederhana, jika didekati dengan landasan dan pemahaman kebudayaan. Bukan dengan pendekatan konfliktual, tendensi menghancurkan, pamer kuasa dan kekuatan, apalagi dengan melakukan political pressure berupa pengerahan massa, yang sama sekali tidak ada akar kultural ataupun spiritualnya, khususnya dari adab bahari.

Riwayat hubungan beragama di negeri ini adalah riwayat kecantikan dan kedamaian dari adab dan budaya bahari kita. Jangan sampai ia dikoyak oleh syahwat kuasa, ambisi material dan duniawi, hingga bukan hanya damai dan kecantikan budaya kita itu hancur, melainkan juga dasar-dasar adab yang membentuk bangsa kita tergerus karenanya. Hingga hilanglah kedirian kita dan punahlah kita sebagai bangsa.

Tak siapa pun, jika di hatinya masih bergema nama “Indonesia”, akan terlibat di dalam kehinaan adab seperti itu. (***bhi-ays)

View story at Medium.com

View story at Medium.com

View story at Medium.com

 

PUSAT CAHAYA KESADARAN PUTRA-PUTRI MATAHARI

$
0
0

PUSAT CAHAYA KESADARAN PUTRA-PUTRI MATAHARI

Suryaning Dewanti bersama Hendra Hendarin dan 40 lainnya.

Keterangan foto tidak tersedia.

Nenek moyang Bangsa Indonesia adalah golongan manusia yang SUPER JENIUS yang tidak dibandingkan nenek moyang bangsa lain. Hasil Kejeniusan mereka, apabila harus di “pas-pas”kan apalagi “dipaksakan” dengan PSEUDO KNOWLEDGE pasti tidak akan pernah bisa ketemu kebenarannya dan semakin jauh dari fungsinya, dan itu sudah terbukti malah menjadi bahan tertawaan.

Bangunan-bangunan kuno, yang terkait dengan kebudayaan setempat, pasti sangat berhubungan dengan alam semesta dan biasanya terkait dengan unsur-unsur pengamatan langit. baik itu Stonehenge ataupun piramid of Giza.

Terkait dengan hal ini, INDONESIA punya bangunan yang jauh lebih spektakular dibandingkan dengan bangunan kuno yang lainnya, Salah Satu bukti KE-JENIUS-AN itu adalah pada bangunan Candi Borobudur.

Candi Borobudur tidak hanya memuat perjalanan kesadaran manusia mencapai ke-BUDDHA-an, (pencerahan-kesadaran), tidak hanya menyangkut unsur-unsur matematis dan rasio geomteris saja, atau sebagai ketepatan penunjuk arah saja, tetapi disitu ada perihal yang sangat menyangkut kehidupan masyarakat luas, khususnya di sekitarnya, yaitu perihal yang menyangkut ke TATA-SURYA an.

Tim Arkeoastronomi Borobudur, Institut Teknologi Bandung (Kompas, 19/5/2011), meneliti dan menyatakan bahwa STUPA INDUK Candi Borobudur berfungsi sebagai GNOMON (alat penanda waktu) yang memanfaatkan bayangan sinar Matahari.

Pengaturan jumlah dan jarak antar stupa yang dibuat tidak sama persis, diduga memiliki tujuan atau makna tertentu.

Jatuhnya bayangan stupa induk pada puncak stupa terawang tertentu pada tingkatan tertentu menunjukkan awal musim atau mangsa tertentu sesuai Pránatamangsa (sistem perhitungan musim Jawa).

Salah satu bintang yang menjadi penunjuk arah pada masyarakat Nusantara adalah bintang Polaris, yaitu bintang yang terletak tepat di atas kutub utara Bumi hingga disebut sebagai Bintang Utara. Polaris menjadi acuan arah utara bangsa-bangsa di belahan Bumi utara. Nama bintang ini banyak disebut dalam sejumlah manuskrip umat Buddha.

Sebelum tahun 800, Polaris dapat dilihat dari Nusantara di sekitar Borobudur. Bintang terang ini mudah diamati karena hanya bergerak di sekitar horizon (ufuk langit). Namun, sejak tahun 800 hingga kini, posisi Polaris semakin di bawah horizon akibat gerak presesi (gerak Bumi pada sumbunya sambil beredar mengelilingi Matahari) sehingga Bintang Utara tidak mungkin lagi dilihat dari Nusantara.

Karena Polaris menjadi sulit diamati, pelaut mencari bintang penanda utara lain, yaitu rasi Ursa Mayor (Beruang Besar) Jika dua bintang paling terang dalam rasi Ursa Mayor ini, ditarik garis lurus, akan mengarah ke Polaris. Hal ini membuat Ursa Mayor menjadi penanda arah utara lain.

Pentingnya rasi Ursa Mayor bagi masyarakat saat itu ditunjukkan oleh gambar relief bulatan-bulatan kecil pada tingkat ke-4 Borobudur di sisi utara. Tujuh bulatan kecil itu diapit oleh lingkaran besar yang diduga Matahari dan bulan sabit yang dipastikan simbol bulan.

Dari Bumi, Ursa Mayor terlihat sebagai tujuh bintang terang.Tujuh bulatan daalam relief tingkat ke-4 Borobudur, di sisi utara itu diduga sebagai Pleiades (tujuh bidadari). Masyarakat Jawa mengenal kumpulanr bintang ini sebagai Lintang Kartika. Nama ini berasal dari bahasa Sansekerta krttikã yang menunjuk pada bintang yang sama. Kumpulan bintang ini populer di Jawa karena kemunculannya menjadi penanda dimulainya WAKTU TANAM.

Selain dari pada temuan arkeoastronomi diatas, Apabila Candi Boroudur ini dikaitkan posisinya dengan beberapa candi lainnya, akan berada pada satu garis lurus dengan candi Mendut dan Candi Pawon. Borobudur adalah sebagai Pusat TATA SURYA, yaitu MATAHARI (RA)

Pada mulanya BOROBUDUR bernama Bhūmi Sambhāra Bhudhāra, yang dalam bahasa Sanskerta yang berarti “Bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan boddhisattwa (Prasasti Çrī Kahulunan).

Banyaknya kecerdasan yang tertuang dalam satu bangunan membuktikan bahwa, kejeniusan nenek moyang kita bukan kecerdasan biasa. HANYA ORANG BODOH yang menganggap NENEK MOYANG KITA SEBAGAI ORANG PRIMITIF. Senyatanya, kitalah yang tidak pernah bisa membaca kecerdasan mereka dalam karya-karyanya.

SEMOGA BERGUNA _/I\_ Rahayu

literature:
*arkeoastronomi
*Borobudur

Keterangan foto tidak tersedia.

 

Komentar
  • Rukmi Indrawati Sudharmadi Waduuh ..ora mudhenk blas…nDuk Suryaning Dewanti..karena bukan bidang nya…

    Yen bangsane bumbu dapur njur dadi masakkan khas .la itu.mantab . ya.heheheheLihat Lainnya

    Sembunyikan atau laporkan ini

     

    Rukmi Indrawati SudharmadiRukmi Indrawati Sudharmadi membalas

      2 Balasan

  • Hermawaty Susanto Woooww luar biasa…
    Sembunyikan atau laporkan ini
    Sembunyikan 11 Balasan
    Tulis balasan…
  • Langgeng Wibisono Nanti akan dibuka rahasianya oleh pembuat nya ..dimasa kelahiran kembali jaman kedepan..Rahayu
    Sembunyikan atau laporkan ini
  • Widayati Suwarno Setelah membaca sekelumit sejarah nenek moyang bangsa kita yang sudah sangat mumpuni memanfaatkan petunjuk alam dalam beraktifitas dalam kehidupan mereka ,maupun peninggalan mereka ysng menunjukkan bahwa sang pendiri sudah mempunyai tehnologi yang cukup mumpuni ,maka saya jadi berpikir apakah kita2 sebagai penerusnya ini makin hari makin bodoh ,sehingga kita tidak mengargai nenek moyang kita lagi ,malah mengatakan mereka primitif .
    Sehingga kita perlu mengimport kebudayaan dari lain negara ???
    Sembunyikan atau laporkan ini

     

    Suryaning DewantiSuryaning Dewanti membalas

      1 balasan

  • Mindraweni Adi Cahyono Kejeniusan Nenek Moyang kita memang tidak diragukan lagi Diajeng Suryaning Dewanti.
    Cara pembangunan Candi Borobudur pun sangat mengagumkan tanpa alat2 berat sebangsa Crain atau apalah. juga bahan2 bangunannya yg tanpa semen.
    Tulisan yg sangat bermanfaat Diajeng.
    Maturnuwun sanget… 🙂
    ♡♡♡♡♡♡♡
    ☆☆☆☆☆☆
    Sembunyikan atau laporkan ini
  • Taufik Hermawan Karya seni yg sanggat mengagumkan jg sumber ilmu pengetahuan budaya juga kehidupan
    Sembunyikan atau laporkan ini
  • LQ Hendrawan …sayang sudah terlalu banyak yang hilang, termasuk puncak candinya… hilang di perancis… benda segede gitu kok bisa hilang ya…
    Sembunyikan atau laporkan ini
    Gambar mungkin berisi: langit dan luar ruangan
    • Arayata Nu Maha Susi mungkin dipake ngarendos,mas…
      Sembunyikan atau laporkan ini
    • Suryaning Dewanti Hah??! Hilang di PERANCIS, kang??? SEGEDE ITU??? 😱😱😱
      Dipakai apaan ya??? Teknologi???
      Sembunyikan atau laporkan ini
    • LQ Hendrawan sepertinya memang hilang dipake ngulek sambel…
      Sembunyikan atau laporkan ini
    • Sembunyikan atau laporkan ini
    • Suryaning Dewanti Aku padahal serius menyimax lhoh 😜
      Sembunyikan atau laporkan ini
    • Peter Yip Yaa sumbernya adalah degradasi pendidikan mengenai budaya dan makin memudarnya pengetahuan akan asal usul bangsa kita…..
      Kalau saya ke situs Majapahit di trowulan kadang juga bertanya dalam hati….sampai kapankah ini …..
      Sembunyikan atau laporkan ini
    • Mas Cahyo Baru tau ini,waduh kacau
      Itu sengaja dihilangkan ato beneran ilang ya
      Sembunyikan atau laporkan ini
    Tulis balasan…
  • IA Sri Sundari Maaf…Borobudur kan peninggalan seorang nabi? *siap2 digetok rame2 hihihi
    Sembunyikan atau laporkan ini

     

    Arya JayaArya Jaya membalas

      14 Balasan

  • Helmidar Darwis Knapa harus jauh2 ya bikin candi di tanah Jawa ini… bikin saja yg nuuuun jauuuh ditimur sana…😄😂
    Sembunyikan atau laporkan ini
  • LQ Hendrawan Tentang nabi terkaya pendiri Borobudur… mengingat abad ke V di tanah Jawa tidak ada kemaharajaan… 😛 …bagaimana jika hypotesanya seperti ini… ?
    Sembunyikan atau laporkan ini
    Gambar mungkin berisi: 3 orang, teks

     

    Hermawaty SusantoHermawaty Susanto membalas

      36 Balasan

  • Tude Murtiawan kapan bisa ke Borobudur..hihi
    Sembunyikan atau laporkan ini
  • Peter Yip Memang luar biasa dan memang beda, semoga generasi muda makin menghargai dan mau menggali keluhuran pengetahuan leluhur kita dan pemerintah juga bisa memberi perhatian lebih, dan secara pribadi pesimis dg kinerja kementrian pendidikan dan kebudayaan🌃
    Sembunyikan atau laporkan ini

     

    I Putu SunarthaI Putu Sunartha membalas

      11 Balasan

  • Sembunyikan atau laporkan ini
  • Lucky Oktaviyanto Pendidikan budi pekerti di sekolah lbh universal bisa diterima siapapun tidak ada sekat ketimbang agama.
    Sembunyikan atau laporkan ini
    • Widayati Suwarno Seandainya banyak yang mengusulkan kepada pemerintah dan didukung alasan yang tepat,mungkin kah pemerintah setuju seperti yang saya usulkan tadi ?
      Sembunyikan atau laporkan ini
    • Ani Widyastuti Pelajaran budi pekerti luhur tsb justru lbh mengena dan sbg landasan dasar …bs dimulai dr TK sampai kuliah
      Sembunyikan atau laporkan ini
    Tulis balasan…
  • LQ Hendrawan Borobudur merupakan buku batu yang melingkupi persoalan tata-sarira, tata nagara, tata buana, hingga tata surya…. kelakuan leluhur bangsa kita itu nggak kira-kira… mereka iseng banget…
    Sembunyikan atau laporkan ini
    Gambar mungkin berisi: teks

     

    Mang Asep KabayanMang Asep Kabayan membalas

      29 Balasan

  • Supandi Syahrul Khasanah informasi baru bagi saya. Pak, sy sering tanya ke sejumlah teman diskusi. Misalnya, kenapa ya kita (sjk jaman kerajaan sd skrg) kok tdk bisa lagi membangun karya spt Candi Borobudur atau Prambanan? Pasti ada ilmunya. Kemana ilmu itu skrg? Sdh lama sy penasaran trhdp ilmu atau teknologi pembangunan candi-candi itu. Di masa nabi Ibrahim, kan hanya bisa bikin bangunan Kakbah itu. Di jaman Firaun, mrk hanya bisa bikin piramida. Sjk dulu sy sdh kagum kpd “arsitek” yg mendesain dan membangun Borobudur. Juga Prambanan Pak.
    Sembunyikan atau laporkan ini

     

    I Putu SunarthaI Putu Sunartha membalas

      1 balasan

  • Pay Yang Tulisan bagus.
    Sembunyikan atau laporkan ini
  • Vasude Krishna kami keluarga matahari :p
    Sembunyikan atau laporkan ini
    Gambar mungkin berisi: 4 orang, orang tersenyum, orang berdiri
  • Yatin Wachyono Izin share kang
    Sembunyikan atau laporkan ini
  • Sembunyikan atau laporkan ini
  • Yakob Utomo Ijin share..
    Sembunyikan atau laporkan ini
  • J Hendrawan Sukma Borobudur adalah sebagai Pusat Tata Surya yaitu Matahari (RA) Pas banget bu ning … konon Matahari itu sendiri ada nilai filosofisnya juga sebagai bangsa pencerah …
    Sembunyikan atau laporkan ini
  • I Putu Sunartha RakaiKayuwangi Tp di nusantara skrg sdh banyak matahari..hampir setiap kota besar ada matahari..

    Makanya spt kebingungan mencari arah..krn..Lihat Lainnya

    Sembunyikan atau laporkan ini
  • Cipta Sihite Yg kembali menjadi pertanyaan, masa dalam waktu 1000thn lebih dimasa itu hanya mampu membangun candi Borobudur dan Prambanan yg bisa di katakan bangunan2 besar…. apakah hanya ada dua bangunan megah itu saja di bangsa ini? Seharusnya pasti banyak bangunan2 besar lain nya?
    Sembunyikan atau laporkan ini
  • Zian Bagus
    Sembunyikan atau laporkan ini
  • Muklis Kereeennn juga ya…
    Mungkin ini jawabannya tentang BERUANG BESAR yg belum pernah terjawab sejak 5 tahun lalu… atas obrolan ilmu jawa tua dengan seorang yang sangat ……..!!! KU kagumi pengetahuannya di dalam areaal masjid… 👍👍👍
    Sembunyikan atau laporkan ini

     

    Hamid AssegafHamid Assegaf membalas

      1 balasan   8 jam

  • Sudjiman Jim se7…. muatan2 makna relief dri Borobudhur yg blm semua terbaca👍
    Sembunyikan atau laporkan ini

Prabowo & Naga ijo

$
0
0

Prabowo & Naga ijo (Bagian 1 & 2)

Prasetyo BoediFrast

(Tulisan ini akan sangat panjang dn ngelantur kemana-mana akan ndledek nyamber banyak pihak dan akan menghabiskan banyak waktu, tapi nggak apa2 saya habiskan sedikit waktu saya untuk menuliskan kisah2 seputaran jatuhnya Soeharto yg mungkin ada beberapa kisah yang mainstream banyak diketahui oleh publik dan saya juga akan selipkan kisah2 “underground” yang selama ini hanya 

Keterangan foto tidak tersedia.diketahui oleh ” kalangan underground” saja . Tulisan ini di maksudkan untuk jadi bahan literasi untuk memutuskan siapakah orang baik yg layak jadi presiden kita 2019 nanti– dan mulai dari bagian 1 ini kisah2 itu akan di mulai dan sampai berujung kemana saya tak tau pasti sebab tulisan ini akan mengalir begitu saja bisa menghantam atau memuji siapa saja bergantung pada mood saya —-selamat mengikuti setidaknya sampai jelang pencoblosan 17 April nanti).

#Jangan_kuatir_dengan Validitas data dari kisah yang saya tuliskan karena itu bisa saya pertanggung jawabkan dari sumber mana cerita2 itu saya ambil

Saat Bu Tien Soeharto meninggal April 1996 , Mulailah kasak-kusuk persiapan suksesi dan perebutan kekuasan setelah Pak Harto turun. Pihak-pihak yang berkepintangan dgn perebutan kekuasaan itu adalah di tubuh ABRI dan dalam keluarga Cendana.
Dalam tubuh ABRI ada dikotomi antara ABRI Hijau (naga Hijau) dan ABRI Merah (putih) (-Naga Merah) yang bersebrangan secara “kepentingan” . ABRI Hijau berada di atas angin di mulai saat Pak Harto mulai merapat ke kelompok Islam. Dengan dukungan Habibie yamg lagi naik daun lewat ICMI, Jenderal Feisal Tanjung bisa diatas angin di hadapan Jenderal2 Naga Merah yang rata2 adalah punya patron ke LB Moerdani.

#Sejarah Polarisasi ABRI Merah vs ABRI Hijau

Polarisasi di tubuh ABRI saat itu di mulai tahun 80-an yakni Persaingan antara Jenderal Beny Moerdani dengan Jenderal M. Yusuf. Polarisasi itu sangat serius sehingga terbawa sampai ke dekade berikutnya di tahun 90-an.
Prabowo Subianto termasuk orang yang dekat dengan Jenderal M.Yusuf ini terjadi karena ada “salah Perhitungan ” Jenderal Moerdani dengan kearah mana ideologis seorang Prabowo.
Posisi Prabowo yang jadi staf khusus Jemderal Moerdani menjadikan Prabowo punya akses yang luar biasa besar dan detail dari informasi2 Inteljen yang ada di saat itu, dengan kedekatan dengan Soeharto karena jadi mantunya prabowo punya akses yg luar biasa .

Namun Prabowo kemudian melakukan kesalahan yakni dengan mengumbar informasi2 inteljen yang sensitif seringkali diumbar kepada perwira-perwira menengah tanpa filter. Juga melakukan tindakan konsolidasi untuk melawan Jenderal Moerdani. Hal ini membuat atasan langsung Mayor Prabowo yakni Letkol Luhut Binsar Panjaitan marah besar.

Letkol Luhut Panjaitan adalah Komandan detasemen 81 Pasukan Elite Kopasus yang dispesialisasikan untuk anti-teror. Sementara Mayor Prabowo Subianto adalah wakil Komandan Detasemen 81 jadi wakil Luhut Panjaitan, namun karena hal itu Letkol Luhut pernah Marah besar karena mengetahui konsolidasi-konsolidasi yang dilakukan bawahanya yaitu Prabowo menggalang kekuatan melawan seorang Jenderal. Nama Luhut Panjaitan kemudian di identifikasikan sebagai orang yang ada di kubu benni Moerdani. Perselisihan Luhut Pankjaitan ternyata terus berlanjut sampai saat ini.

Masuk ke era-90-an Prabowo kian giat melakukan konsolidasi, mulai mendekat ke Komandan Seskoad Mayor Jenderal Feisal Tanjung dan Ke Pangdam V Brawijaya Mayor Jenderal R. Hartono, Prabowo mulai mendekat dan mengkonsolidasikan kekuatan jenderal2 yang secara karier agak terhambat karena kuatnya kekuatan Orang2 Jenderal Moerdani di tubuh ABRI.
Mayor Jenderal Feisal tanjung & Mayor Jenderal Hartono adalah orang2 yang karirnya sedikit terhambat karena hubungan vertikal ke atasanya di tubuh ABRI terhambat oleh Jenderal Benni Moerdani yang ternyata sudah mempersiapkan penggantinya berturut-turut, mulai dari Letjen Sahalarajagukguk, Mayor jenderal Sintong Panjaitan, Brigjen Theo Syafei, Kolonel Luhut Panjaitan dan Letkol RR Simbolon yang dipersiapkan utk gantikan jadi Panglima ABRI selanjutnya.
Tajamnya persaingan hingga menimbulkan perbincangan di banyak kalangan saat itu tentang Polarisasi dalam Tubuh ABRI, antara ABRI Hijau yakni Tentara yang menggunakan subkultur Islam dengan ABRI Merah yang tidak menggunakan bendera Agama atau nasionalis. (tapi kemudian oleh Aktivis2 Islam yang direkrut oleh Soeharto dan Prabowo isu Kristen di gunakan utk menyerang ABRI “merah”)

Yang dianggap sebagai ABRI Hijau yg berasal dari sub Kulture Islam adalah misalnya Jenderal Feisal Tanjung & Jenderal Hartono.

Sementara ABRI merah yang tak gunakan bendera Agama disebut2 adalah yang masuk kedalam kelompok Jenderal Edi Sudrajat. Naga Merah yang sangat dominan itu betul menyulitkan berkembangnya Naga Hijau, Hingga kemudian Soeharto mengangkat Jenderal Try Soetrisno yang di tugasi untuk membersihan hegemoni ABRI merah utk memberikan kesempatan naik karier dari kelompok ABRI Hijau.

Oleh kelompok ABRI Hijau try Soetrisno dianggap gagal dan tak berdaya menghadapi kekuatan ABRI merah dgn bukti mengangkat orang2 benny di posisi strtegis spt mengangkat Letjen Harsudiono Hartas sebagai Kasospol dan angkat Letjen Sahala rajagukguk jadi waksad dan tidak mengangkat orang2 yg dekat dengan Prabowo di posisi strategis.
Tapi Jenderal Try Soetrisno memilih Posisi Netral hingga dianggap ambigu yang kemudian Try Soetrisno diangkat jadi wapres yg oleh Soeharto tak di beri share kekuasaan apapun dalam periode pemerintahan soeharto kala itu, hanya simbol kenegaraan WAPRES saja.

Tapi situasi kemudian berubah adalah dengan adanya Peristiwa Santa Cruz yang mana itu membuat Jenderal2 ABRI Merah jadi “pesakitan Internasional” sebagai pelanggar HAM ditambah denga munculnya ICMI sebagai kekuatan baru utk menghambat CSIS yang jadi kekuatan ABRI Merah di Parlemen dan kementrian.

Memasuki 90-an Soeharto mulai cemas dengan perlawanan dari ABRI, terutama terlihat saat Sidang Umum MPR tahun 1988, yang mana diwarnai interupsi oleh Fraksi ABRI berkaitan dengan penolakan terhadap penetapan Soedharmono sebagai Wakil Presiden Soeharto. Itu disebabkan karena ABRI punya calon sendiri yaitu LB Moerdani.

Tahun 1993, Fraksi ABRI yang dikuasai oleh kubu Merah melakukan faith acompli dengan “memaksakan” Jenderal Try Soetrisno menjadi wakil untuk Soeharto, Padahal di rapat Panitia 11 MPR sudah di putuskan jika Cawapres nya peringkat 1 adalah Bj Habibie, Peringkat 2 Soesilo Soedarman dan Jenderal Try Soetrisno menduduki peringkat 3.

Soeharto paham jika tetep ngotot mengangkat Habibie akan terjadi insubordinasi bahkan perlawanan dari Kubu ABRI Merah.

Berdasarkan pengalaman “kudeta” terhadap Soekarno tahun 65-67, Soeharto mencoba menyeimbangkan kekuatan kalau dulu antara AD, PKI dan diri Soeharto maka di tahun 90-an mencoba menyeimbangkan kekuatan AD, Islam dan Dirinya.

Saat mau mengkonsolidasi kekuatan Islam ternyata Soeharto mengalami kesulitan itu karena “buah” dari apa yang di tanamnya yakni perlakuan terhadap Nahdliyin sejak awal ORBA. Yang mana Soeharto dan Orba lebih mengakomodasi kekuatan Islam Modernis (Muhammadiyah dan HMI) untuk ikut mendukung kekuasaanya.

#NU & Gus Dur menjadi sandungan

Kenapa Gus Dur tak mau mendukung konsolidasi kekuatan AD, Islam dan Cendana? itu tak lepas dari perlakuan “orang-orang” Soeharto yang bahkan sampai mencoba melakukan pembunuhan (yang berakibat sopir Gus dur meninggal dan Ibu Shinta Nuriyah cacat kakinya tak bisa jalan) . Alasan lainnya adalah upaya membendung Gus Dur jadi Krtua PBNU untuk ketiga kalinya yang Ndilalah di operatori oleh Jenderal Hartono gagal total yang kemudian bikin Soeharto marah besar sampai2 Soeharto menoilak hadir saat pelantikan Gus Dur untuk jadi Ketum PBNU untuk ke tiga kalinya.  Situasi itu tambah runyam yakni ketika Gus dur secara terang-terangan mengusung Benni Moerdani jadi Presiden RI di tahun 1993, Soeharto semakin murka dengan NU.

Sebagai konsekuensi Logis tak mampu “menjinakan” massa Islam tradisional yang jumlahnya sangat banyak kemudian Soeharto dengan operator mantunya Prabowo mebangun kekuatan dengan Islam Modernis & Konservatif dengan merangkul modernis Islam yang dilokomotifi oleh Muhammadiyah dan HMI yang kemudian membawa Gerbong kelompok Islam eks-Masyumi, Eks DI/TII/NII masuk kian dalam ke lingkar kekuasaan Soeharto.

Salah satu karya Prabowo adalah membangun konsolidasi dan membangun kekuatan bersama KISDI yang di ketuai oleh Achmad Soemargono. Setelah diawali konsolidasi kekuatan Islam2 konservatif oleh prabowo yang bahkan sampai di dukung pendanaanya oleh Probosutedjo (adik Soeharto) yang mana di sediakan dana di Bank Jakarta (Bank milik Probo) yang awalnya di gunakan untuk melakukan solidaritas terhadap Muslim Bosnia, yang kemudian operator lapanganya di serahkan pada KISDI (Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam) melakukan gerakan demo2 juga penggalangan dana umat waktu itu.

Dan di mulai saat itu kelompok Islam Konservatif yang rata2 didikan eks Masyumi di LDII,KISDI dan yang dikampus liqo2 Ikhwanul Muslim dan hizbut Tahrir semakin berkembang pesat berkat dukungan ABRI hijau dan Soeharto dan hasilnya kemudian terlihat yakni radikalisasi Islam di Indonesia.

Gambar mungkin berisi: 2 orang, orang tersenyum, orang berdiri, orang di panggung dan luar ruangan

Prasetyo BoediFrast

Prabowo & Naga ijo ( bagian 2)

Kenapa awal 90-an Soeharto merapat ke Islam?

Hmmm yups karena diarahkan oleh situasi geopolitik Internasional dan ambisi utk terus berkuasa itu yang menyebabkan Soeharto merangkul dan merapat dengan Islam.

Situasi politik memang sudah berbeda. Perang Dingin sudah usai, Uni Soviet sudah bubar, dan Republik Rakyat Cina terlihat mulai lebih moderat ketimbang menampakkan diri sebagai negara komunis berhaluan keras.

Sehingga platform politik yang sebelumnya melandaskan diri pada anti-komunisme pun berganti narasi. Salah satu indikasinya adalah dipulihkannya hubungan diplomatik dengan Cina pada 1990. Pemulihan ditandai penandatanganan nota kesepahaman (MOU) oleh kedua Menteri Luar Negeri, Ali Alatas dan Qian Qichen, di Jakarta pada 8 Agustus 1990. Kedua kepala negara, Soeharto dan Li Peng, menyaksikan langsung peristiwa bersejarah itu.

Memasuki dekade 1990-an, Soeharto menilai Islam bisa menjadi basis politik yang lebih kuat di masa-masa mendatang. Inilah yang membuatnya berubah arah menjadi lebih ramah pada Islam.

Betul ada arahan dari Amerika untuk merubah mindset stereotip dan pandangamiring terhadap Islam, Pasca bubarnya perang dingin Amerika dan sekutunya berkonsentrasi untuk menguasai Dunia Islam terutama yang di timur tengah.

Perak Irak dan Iran 1980-1988 berakhir dan itu “kurang menyenangkan” buat produsen2 senjata seperti Amerika dan beberapa negara NATO. Sekutu Amerika yakni IRAK di bawah Saddam Husein ternyata mulai sadar dengan permainan proxy dan campur tangan Amerika di negaranya itu ditambah dengan IRAN yang walopun di tinggalkan Uni Sovyet ternyata masih tegak berdiri menentang Israel dan Amerika.

Setelah Uni Sovyet Runtuh Amerika mulai mengacak-acak dan mulai memasukan pengaruhnya terutama ke negara2 eks Sovyet atau negara2 yang dulu di kuasai sovyet untuk di kuasai …itu bisa kita lihat proses gerontokisasi lewat perselisihan antara kubu yg pro Sovyet (kemudian di ganti Rusia) dengan kelompok2 milisi bentukan amerika untuk memberontak.

Uni Sovyet pecah jadi 15 negara kemudian dan cara yang di gunakan Amerika adalah menggunakan Proxy kelompok-kelompok Islam seperti yang di lakukan di beberapa negara Asia tengah Kazakhstan, Kirgizstan,Tajikistan,Turkmenistan,Uzbekistan dengan menggunakan isyu sektarian untuk memisahkan diri dari Rusia (eks Sovyet).

Negara2 Eropa timur lain yang dekat dengan Sovyet-pun tak luput dari perang Proxy Amerika serikat dan eropa barat misal Pembubaran Yugoslavia disebabkan oleh serentetan gejolak dan konflik politik pada awal tahun 1990-an. Mengikuti krisis politik pada tahun 1980-an, republik anggota dari Republik Federal Sosialis Yugoslavia terpecah belah, tetapi masalah-masalah yang tak tertangani mengakibatkan perang antaretnis Yugoslavia yang sengit. Perang ini memberi dampak terutama kepada Bosnia dan Kroasia.

Ekperimen yang berhasil adalah di pembantaian kaum Muslim di Bosnia Herzegovina.

Konflik Bosnia Herzegovina inilah yang jadi langkah awal Soeharto menarik dukungan dari kalangan Muslim di Indonesia. Itu dilakukan oleh Soeharto karena gak lepas karena ada perselisihan dengan LB Moerdani, yang mana saat itu Soeharto sedikit kerepotan sebab LB Moerdani lebih menguasai Angkatan Darat dan Golkar karena orang2 CSIS yg ada ditubuh Golkar dan jadi Think Thank-nya.(kita bahas lebih lanjut disambungan berikutnya).

Soeharto menggunakan konflik muslim di Bosnia untuk mengga;amh kekuatan di luar Parlemen dan angkatan darat.

Soeharto memerintahkan Prabowo Subianto untuk menyokong KISDI yang lahir lewat demonstrasi besar2an Solidaritas Muslim Indonesia untuk Bosnia di halaman Masjid Al Azhar Jakarta Selatan pada Pertengahan Februari 1994. Pertemuan Akbar itu memutuskan untuk mengirim relawan-relawan ke Bosnia Herzegovina dan juga dimulainya penggalangan Dana untuk pendirian masjid di sarajevo yang akan di namai Masjid Muhammad Soeharto.

Untuk memfasilitasi tujuan tersebut dibentuklah Panitia Nasional Solidaritas Muslim untuk Bosnia (disingkat PNSM Bosnia) yang di ketuai adik soeharto Probosutedjo, Gerakan itu didanai oleh Probobosutejo dan tommy Soeharto melalui rekening di Bank Jakarta milik Probo sutedjo (banknya sudah dilikuidasi).

Siapakah KISDI?

Ahmad Sumargono yang akrab disapa Bang Gogon ini lahir di Jakarta 1 Februari 1949. Sejak muda dikenal sebagai aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Universitas Indonesia dan kemudian ikut mendirikan Partai Bulan Bintang (PBB) bersama cendikiawan Yusril Ihza Mahendra dan MS Kaban.

Gogon sempat menjabat Ketua Dewan Pimpinan Wilayah PBB DKI Jakarta, namun belakangan ia hijrah ke PPP sebagai anggota Dewan Pertimbangan.

Ia terpiilih sebagai anggota DPR periode 1999-2004. Di parlemen ia berkiprah di antaranya sebagai anggota Bamus DPR dari Fraksi PBB, anggota Pansus Buloggate dari Fraksi PBB, dan Komisi I dari Fraksi PBB.

Almarhum juga ikut mendirikan Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI) yang kemudian ia pimpin. Gerakan KISDI fenomenal di era 1990-an karena menggalang dukungan menentang pendudukan Palestina dan Afganistan.
Dr. Adian Husaini (lahir di Bojonegoro, Jawa Timur, 17 Desember 1965; umur 53 tahun)[1] adalah ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, sekretaris jenderal Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI) dan Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina-Majelis Ulama Indonesia (KISP-MUI), Anggota Komisi Kerukunan Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan anggota pengurus Majlis Tabligh Muhammadiyah.

Ia memperoleh pendidikan Islamnya dari Madrasah Diniyah Nurul Ilmi Bojonegoro (1971–1977)[1], Pondok Pesantren Ar Rasyid Kendal Bojonegoro (1981–1984)[2], Pondok Pesantren Ulil Albab Bogor (1988–1989), dan Lembaga Pendidikan Bahasa Arab, LIPIA Jakarta (1988)[3].
Gelar sarjananya di bidang Kedokteran Hewan diraih dari IPB, sedangkan gelar Master dalam bidang Hubungan Internasional diperoleh dari Pascasarjana Program Hubungan Internasional Universitas Jayabaya Jakarta, dengan tesis berjudul Pragmatisme Politik Luar Negeri Israel. Dan meraih gelar doktor di Institute of Islamic Thought and Civilization-International Islamic University Malaysia (ISTAC-IIUM) dalam bidang pemikiran dan peradaban Islam.

Siapakah yang aktif di KISDI kita akan temui nama2 besar yups ada Fadli zon, Eggy Sudjana, fahri Hamzah , Din Syamsudin dan banyak tokoh lain yang terlibat di dalamnya.
Setelah sebelumya Soeharto juga menyetujui didirikannya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) pada Desember 1990. Lalu, ia memperbolehkan jilbab dipakai. Setahun setelah merestui ICMI, Soeharto bahkan naik haji bersama keluarganya. Namanya pun menjadi Haji Muhammad Soeharto.

Soeharto yang abangan awam dengan Islam kemudian “Benar-benar” di permainkan oleh Permainan Fundamentalis dan Radikalis Islam yang dengan leluasa memainkan Agendanya. (Agenda ini juga sepertinya akan di pakai modelnya utk atur khalifah hulaihi kita)

Perekrutan yang masif dengan dukungan Amerika serikat lewat duit Arab Saudi dgn kendaraan “proxy”-nya Wahabi maka di mulailah radikalisasi beberapa kelompok umat Islam Nusantara.

Tapi itu belum cukup untuk menghadapi “Gerakan di tubuh Angkatan darat” yang relatif di kuasai oleh LB Moerdani dan kawan-kawan ..juga tak terlalu signifikan pengaruhnya di tubuh Golkar.

Langkah selanjutnya adalah pembersihan ABRI merah di tubuh ABRI yg di operatori oleh Prabowo dengan Back up Penuh Amerika dan sekutunya dan tunggu -tu akan saya bahas di sambungan berikutnya

Bersambung ke bagian 3

 

BERPIKIR MERDEKA, Dilema Beragama di Era Post Truth

$
0
0

Dilema Beragama di Era Post Truth

Al-Zastrouw

Dosen Pasca Sarjana Unusia, Penggiat seni tradisi dan budaya Nusantara
berita

BERPIKIR MERDEKA

11 March 2019 10:00

Sudah tiga Jumat Pak Mijan tIdak mengikuti shalat Jumat di masjid. Bukan karena malas atau sengaja mengabaikan perintah agama. Pak Mijan justru orang yang taat beribadah dan rajin menjalankan syariat agamanya, meski dia tergolong orang yang awam ilmu agama. Itu semua dilakukan sebagai wujud ketaatan pada ajaran agamanya.
Selain itu juga karena dia merasa memperoleh ketenteraman dan ketenangan hidup dari ibadah yang dia jalani. Agama bagi Pak Mijan adalah tempat berteduh dan berserah diri menghadapi kenyataan.Namun akhir-akhir ini Pak Mijan merasa tidak lagi memperoleh semua itu dari praktik beribadah yang dia jalani. Beberapa kali dia mengikuti pengajian di majelis taklim yang dia temukan justru keresahan dan kebingungan.

Yang lebih membuat Pak Mijan sedih, muncul sekat-sekat yang memisahkan antar sesama atas nama agama. Hubungan yang semula akrab dan bersahabat menjadi retak. Sikap yang ramah dan penuh kekeluargaan menjadi berjarak. Kehidupan seolah terbelah menjadi aku dan dia, kami dan mereka. Perasaan benci dan curiga pada kelompok lain yang berbeda faham keagamaan dan pilihan politik menyebar menjadi benteng pemisah antar sesama. Dan sekat itu dirasakan pak Mijan makin lama makin tebal dengan jarak yang makin jauh.Anehnya, semua ini terjadi karena ceramah agama yang disampaikan di majelis taklim dan di mimbar agama. Hampir semua majelis yang didatangi Pak Mijan menyuarakan kebencian, caci maki dan penistaan pada kelompok lain yang berbeda dan pemerintah yang sedang berkuasa. Semua dilakukan atas nama amar makruf nahi mungkar. Alih-alih menjadi kritik dan tadzkiroh pada sesama, Pak Mijan justru melihat ini sebagai ungkapan kemarahan, dendam dan kebencian yang dibungkus dengan ayat. Inilah yang membuat Pak Mijan menjadi semakin resah.

Sebenarnya dia berusaha bertahan dan mencoba menguatkan diri untuk mendengar semua itu. Tapi hatinya semakin berontak. Lebih-lebih ketika dia melihat banyak umat yang terpengaruh oleh isi ceramah yang provokatif dan tidak mencerminkan ajaran dan etika agama.

Sebelum memutuskan tidak mengikuti shalat Jumat dia pernah mencoba pindah masjid beberapa kali, mencari khatib yang benar-benar bisa menyejukkan, memyampaikan pesan agama dan kritik secara santun dan  beretika. Tapi selalu saja dia menemukan khatib dan penceramah yang meteri dan gaya ceramahnya sama. Hingga akhirnya dia memutuskan diri untuk tidak lagi mengikuti shalat Jumat karena merasa mimbar Jumat sudah menjadi ajang caci maki, mengumpat, menebar kebencian dan permusuhan pada orang-orang yang tidak sefaham dan berbeda pilihan politik.
Sebagai orang awam Pak Mijan tidak tahu apakah yang disampaikan para khatib di mimbar dan para penceramah di majelis taklim itu fitnah atau kebenaran. Adaikan itu suatu kebenaran dia merasa tidak layak disampaikan dengan cara seperti itu, apalagi jika itu suatu fitnah. Karena bagi Pak Mijan cara-cara seperti itu justru bisa  membuat agama menjadi sumber perpecahan dan keresahan umat. Dan ini adalah bentuk nyata pemelintiran dan penyalahgunaan ajaran agama.Keputusan Pak Mijan tidak menjalankan shalat Jumat ini diambil karena dia takut hatinya terkotori oleh rasa benci, prasangka dan amarah karena terprovokasi oleh ceramah agama dan materi khotbah. Daripada mendengarkan caci maki dan penggunaan ayat suci untuk mengumpat sesama, lebih baik dia tenang di rumah menjalankan shalat dzuhur sendiri.
Apa yang dialami Pak Mijan merupakan cerminan dilema beragama di era post truth, di mana kebenaran ditentukan oleh selera atau emosi pribadi/kelompok dengan berbagai kepentingan politik yang melingkupinya. Era ini telah.membuat orang-orang seperti Pak Mijan menjadi terasing dan terjepit dalam dilema.Kegelisahan Pak Mijan dan keputusan sikapnya tidak mengikuti shalat Jumat ini bisa menjadi bahan kajian menarik bagi para ulama, khususnya ahli fiqh. Bolehkan meninggalkan shalat Jumat demi menghindari kemudharatan diri? Bagaimana hukumnya khotbah dan ceramah yang penuh caci maki mengobarkan kebencian dan kemarahan? Jawaban ini perlu diberikan agar Pak Mijan tidak terlalu lama terjebak dalam dilema. Sehingga dia  bisa kembali shalat Jumat dengan hati tenang, atau terus sendiri menjalankan shalat dzuhur di hari Jumat dengan perasaan lega.

Bambang Soesatyo: Infiltrasi Budaya Asing Semakin Mengkhawatirkan

$
0
0

Bambang Soesatyo: Infiltrasi Budaya Asing Semakin Mengkhawatirkan

 

Beras Premium

Kastara.ID, Jakarta – Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengingatkan bahwa infiltrasi budaya asing ke Indonesia sudah semakin mengkhawatirkan. Kehidupan masyarakat Indonesia yang dikenal dengan nilai-nilai luhur budaya, saat ini kian terancam. Bangsa Indonesia seperti mulai kehilangan jati diri sebagai bangsa yang beradab. Karena itulah, saat ini visi Presiden Joko Widodo fokus pada pembangunan manusia Indonesia.

“DPR RI dan pemerintah sudah melahirkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, di mana kebudayaan yang lahir dari kearifan lokal harus menjadi landasan dalam pembangunan nasional dan daerah,” ujar Bamsoet, sapaan akrabnya, saat menerima pengurus Mufakat Budaya Indonesia (MBI), di ruang kerja Ketua DPR RI, Gedung Nusantara III DPR RI, Senayan, Jakarta.

Politisi Partai Golkar ini menjelaskan, salah satu visi pembangunan Presiden Joko Widodo menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, merupakan salah satu bentuk manifestasi budaya bahari yang merupakan kekuatan utama Bangsa Indonesia. Budaya sebagai haluan pembangunan merupakan salah satu jalan bagi bangsa Indonesia untuk bertransformasi dari ‘bangsa besar’ menjadi ‘bangsa pemenang’.

“Saat ini, budaya Korean Pop (K-Pop) sudah hampir menguasai dunia, bersaing ketat dengan budaya barat. Kita memang mengalami ketertinggalan. Namun, bukan berarti tidak bisa mengejar. Oleh karena itu, pemajuan kebudayaan harus dimulai dari diri kita masing-masing, dari keluarga dan lingkungan sekitar,” tutur Bamsoet.

Terkait hal tersebut, legislator dapil Jawa Tengah VII ini mengajak semua anak bangsa kembali ke jati diri manusia Indonesia yang sesungguhnya, yaitu gotong royong dan tenggang rasa menjadi salah satu cirinya.

“Semboyan Bhineka Tunggal Ika memiliki makna yang sangat mendalam, menunjukkan tingginya karakter bangsa dalam hal toleransi. Namun ironisnya, saat ini kita seolah melupakannya. Sudah waktunya kita kembali ke titik semula, kembali menjadi manusia Indonesia seutuhnya,” pungkas Bamsoet.

Pengurus MBI yang hadir antara lain Koordinator MBI Radhar Panca Dahana, Hubungan Masyarakat (Humas) MBI Olivia Zalianty, Ahmad Y. Samantho (Staf Ahli), Nadia (Ass Staf Ahli) , Komisi Strategis: MBI Connie Bakrie, Suhadi Sendjaja, dan Niniek L Karim,  (rya)

Sumber:

https://kastara.id/04/02/2019/bambang-soesatyo-infiltrasi-budaya-asing-semakin-mengkhawatirkan/?fbclid=IwAR1S4Lj7K38qFwzJxiShiSUuPlgA_JF7C24OmBLORBFJW2DoXYbuLLrSaM8


Perkembangan Pemikiran Filsafat Di Indonesia dan Beberapa Catatan

$
0
0

Ikhtiar di Jalan Sunyi

Pengantar

Pembicaraan mengenai perkembangan pemikiran filsafat di Indonesia ini di latar belakangi oleh sebuah pertanyaan sederhana. Sebagai negara yang sudah cukup lama berdiri, apakah Indonesia mempunya pemikiran filsafat asli yang bersumber dari pemikiran sendiri tanpa dipengaruhi oleh pemikiran orang lain?

Tentu saja pada prakteknya pertanyaan ini lahir dari penerjamahan atas perkembangan bangsa dan perkembangan pemikiran filsafat itu sendiri. Perkembangan bangsa selalu berkaitan erat dengan pemikiran filsafatnya itu sendiri karena apa yang terjadi (baca: kenyataan) adalah buah dari apa yang dipikirkan.

Dalam konteks demikian lahir sebuah kecurigaan yang juga menjadi kecurigaan sebagian orang. Dalam bahasa yang sederhana, salah satu penyebab pokok karut marutnya bangsa ini karena pemikiran filsafat yang digunakan untuk mengurus bangsa ini. Karena kesalahan dalam menggunakan dan memilih pemikiran filsafat maka bangsa ini menjadi karut marut menjadi bangsa yang berada dalam kondisi negatif.

Sebagian orang ada yang berpikiran bahwa terlalu banyaknya pemikiran filsafat barat yang dibahas, dipelajari dan dibahas…

Lihat pos aslinya 5.992 kata lagi

Perkembangan Pemikiran Filsafat Di Indonesia dan Beberapa Catatan

JANGAN BIARKAN MONSTER BERMUNCULAN

$
0
0

 

JANGAN BIARKAN MONSTER BERMUNCULAN

Jean Couteau

Hasil gambar untuk jean couteau kompas

Elite intelektual Eropa dan Barat pada umumnya suka beranggapan bahwa sistem nilai yang melandasi demokrasi-demokrasi modern merupakan sesuatu yang sudah kekal dan bakal dengan sendirinya menyebar ke seluruh dunia. Kaum intelektual Perancis berbangga telah menciptakan konsep Hak Asasi Manusia (1789) sedangkan cendekiawan Inggris dan Amerika  berbangga telah menciptakan konsep demokrasi modern. Mereka menyakini bahwa impian Pencerahan dari Locke, Rousseau dan Kant sudah unggul untuk selamannya dan sejarah pada akhirnya akan dapat dikelola secara rasional.

Selama ini mereka hanya memandang ancaman terhadap demokrasi yang datang dari luar. Apakah dari dunia Arab-Islam atau dari China, yang kapitalisme khasnya membuktikan bahwa kemajuan ekonomi tidak memerlukan demokrasi untuk melaju.

Namun ancaman itu tidak mengoyahkan optimisme elite intelektual Barat. Mereka tetap yakin bahwa China pada akhirnya akan menjadi rasional di dalam gerak majunya; demikian pula dengan negara Arab-Islam, yang diyakini akan kian merangkul universalisme modern melalui pembaharuan tafsir agama oleh generasi baru.

Ujung-ujungnya ”Semua akan  baik di dunia yang paling baik pula”, seperti dikatakan Voltaire menyindir optimisme politik para filsuf sezaman di ”Candide”, 20 tahun sebelum revolusi Perancis (1789). Ya, kaum intelektual Barat tetap optimis dan berbangga karena merasa dirinya memegang kunci evolusi demokratis dunia.

 

Tiba-tiba keyakinan elite itu goyah. Lima puluh orang Islam dibantai di Zelandia Baru oleh seorang teroris Australia pendukung hegemoni kaum kulit putih. Jadi, bagaimana kalau ancaman terhadap demokrasi tidak datang dari luar, melainkan dari  kedalaman dunia Barat itu sendiri. Dari segi gelap sejarahnya: tradisi perbudakan, Ku-Klux-Klan dan terutama teori Nazi, yang wacananya kini merebak kembali kemana-mana.

 

Negara-negara Barat memang menghadapi tantangan. Gerakan migrasi dari Timur Tengah, Afrika dan Amerika mengubah keutuhan etnis masyarakatnya: Eropa Barat/Amerika dan Australia menjadi multi-kultural dengan masyarakat yang kian tercampur secara etno-rasial.

 

Namun, hal ini tidak berarti bahwa masyarakat itu selalu harmonis. Pelambanan laju ekonomi yang dialami akibat persaingan global cenderung menghambat peluang integrasi kaum pendatang. Kaum ”pribumi” lokal kelas bawah bersaing dengan kaum pendatang (Magribi, Indo-Pakistan, Afrika, Mexico) di seputar lowongan kerja yang langka. Hal ini menimbulkan gesekan keras dan prasangka. Jadi kapitalisme global bisa jadi menghasilkan universalisme, tetapi ia juga membuahkan balikannya.

 

Namun gesekan etno-rasial itu tidak akan keras bila tidak diasah oleh media sosial. Tak ayal, perangkat algoritma yang melatarbelakangi media sosial ini cenderung menciptakan reaksi  ”emosional”, dan serta merta mengurangi peran penyeimbang rasional yang selama ini dimainkan oleh media cetak tradisional.

 

Kini misalnya radikalisme dan terorisme Islam semakin sering dibaca sebagai tanda perang peradaban dan bukan lagi sebagai fenomena patologi sosial yang  marginal. Wacana kebencian menggelembung  tanpa hambatan yang berarti di jaringan internet. Alhasil, bak Frankenstein, di dunia Barat kini tengah bermunculan kembali rasisme terstruktur yang selama puluhan tahun dianggap sudah dikubur untuk selamannya dengan kalahnya Nazisme Jerman.

 

Di dalam situasi seperti ini, apakah institusi-institusi demokratis Barat sebenarnya cukup kuat untuk mencekal bahaya fasis? Belum tentu. Bagaimana jadinya dengan Amerika bila Trump terpilih kembali?  Tak ada yang tahu.

 

Lalu apakah kalangan LSM humanis cukup kuat untuk meredam dan melawan kefanatikan rasial kalangan ekstrim kanan Barat. Belum tentu pula.

 

Boleh kita merayakan The International Day for the Elimination of Racial Discrimination (Hari PBB anti diskriminasi), yang telah jatuh tiga hari yang lalu. Tetapi selama perusahan internet raksasa tetap dibiarkan mengaungkan wacana kebencian rasial (atau agama) atas nama kebebasan mutlak mengeluarkan opini sebagaimana dijamin oleh konstitusi Amerika, kerukunan dan demokrasi tak pernah akan terjamin.

 

Maka salah satu tugas intelektual dan politik kita adalah berjuang untuk merumuskan suatu sistem kontrol atas internet dan media sosial yang sekaligus demokratis dan bebas wacana kebencian. Hitler telah terlahir dari ”radio” 90 tahun yang lalu, melalui pidatonya yang membara. Jangan kita membiarkan monster-monster baru tetap bermuculan dari internet dan media sosial.

Sumber:

Kompas

Konsepsi teologis Sunda Wiwitan

$
0
0

[2:23 PM, 3/28/2019] Sumantri Jaya Permana:

Konsepsi teologis Sunda Wiwitan berbasiskan pada faham Monoteisme atau percaya akan adanya satu Tuhan yang dikenal sebagai Sanghyang Keresa atau biasa juga disebut Batara Tunggal.

Dalam menjalankan “tugasnya” mengatur semesta alam, Sanghyang Keresa dibantu oleh para Sang Hyang lainnya seperti Sanghyang Guru Bumi, Sanghyang Kala, Sanghyang Ambu Jati, Sunan Ambu, dan lainnya.

Ajaran Jati Sunda juga mengenal klasifikasi semesta alam menjadi tiga bagian, yakni Buana Nyungcung (tempat bersemayamnya Sanghyang Keresa), Buana Panca Tengah (tempat hidup manusia dan mahluk hidupnya) dan Buana Larang (bawah).

Selain itu, dalam ajaran Jati Sunda juga dikenal adanya proses kehidupan manusia yang harus melalui sembilan mandala di dunia fana dan alam baka.

Kesembilan mandala yang harus dilalui manusia tersebut adalah (secara vertikal): Mandala Kasungka, Mandala Parmana, Mandala Karna, Mandala Rasa, Mandala Seba, Mandala Suda, Jati Mandala, Mandala Samar dan Mandala Agung.

Bila kita merujuk pada ajaran Hindu, akan ditemukan perbedaan mendasar dengan ajaran agama Sunda terutama menyangkut konsep teologis.

Hindu merupakan agama yang memiliki karakteristik Politeisme atau meyakini adanya lebih dari satu Tuhan atau Dewa.

Dalam agama Hindu dikenal banyak dewa, diantaranya tiga dewa yang paling utama (Trimurti) yakni dewa Wisnu (pelindung), Brahma (pencipta) dan Siwa (perusak). Tidak dikenal istilah Sanghyang Keresa dalam ajaran Hindu.

[2:23 PM, 3/28/2019] Sumantri Jaya Permana: Untuk.di.kaji
[2:23 PM, 3/28/2019] Sumantri Jaya Permana: Konsepsi teologis Sunda Wiwitan berbasiskan pada faham Monoteisme atau percaya akan adanya satu Tuhan yang dikenal sebagai Sanghyang Keresa atau biasa juga disebut Batara Tunggal.

Dalam menjalankan “tugasnya” mengatur semesta alam, Sanghyang Keresa dibantu oleh para Sang Hyang lainnya seperti Sanghyang Guru Bumi, Sanghyang Kala, Sanghyang Ambu Jati, Sunan Ambu, dan lainnya.

Ajaran Jati Sunda juga mengenal klasifikasi semesta alam menjadi tiga bagian, yakni Buana Nyungcung (tempat bersemayamnya Sanghyang Keresa), Buana Panca Tengah (tempat hidup manusia dan mahluk hidupnya) dan Buana Larang (bawah).

Selain itu, dalam ajaran Jati Sunda juga dikenal adanya proses kehidupan manusia yang harus melalui sembilan mandala di dunia fana dan alam baka.

Kesembilan mandala yang harus dilalui manusia tersebut adalah (secara vertikal): Mandala Kasungka, Mandala Parmana, Mandala Karna, Mandala Rasa, Mandala Seba, Mandala Suda, Jati Mandala, Mandala Samar dan Mandala Agung.

Bila kita merujuk pada ajaran Hindu, akan ditemukan perbedaan mendasar dengan ajaran agama Sunda terutama menyangkut konsep teologis.

Hindu merupakan agama yang memiliki karakteristik Politeisme atau meyakini adanya lebih dari satu Tuhan atau Dewa.

Dalam agama Hindu dikenal banyak dewa, diantaranya tiga dewa yang paling utama (Trimurti) yakni dewa Wisnu (pelindung), Brahma (pencipta) dan Siwa (perusak). Tidak dikenal istilah Sanghyang Keresa dalam ajaran Hindu.

[2:24 PM, 3/28/2019] Sumantri Jaya Permana: Punden berundak adalah salah satu struktur tertua buatan manusia, beberapa dari struktur tersebut merupakan bagian dari tradisi megalit (batu besar) yang berkembang pada zaman neolitik. Di Indonesia, punden berundak ini bahkan menjadi ciri dari bangunan-bangunan pada periode klasik.

Semua Kembali Ke Nusantara

$
0
0

Indra Maheswara Dani ke Bangkitlah Nusantara, Jayalah Indonesia.

Tampa kita ketahui dan sadari,ternyata Ajaran leluhur Nusantara kini kian berkembang pesat dan di minati di Manca Negara…..

Umumnya mereka tertarik akan ajaran leluhur NUSANTARA yg begitu Luhur, Adhi Luhung dan mengandung nilai2 filosofi yg tinggi…

Hingga tidaklah heran jika di Manca Negara pun kini banyak di gelar Ritual dan Adat Istiadat seperti di Nusantara….

Pesona Indonesia……

Gambar mungkin berisi: 2 orang, luar ruangan

Gambar mungkin berisi: 1 orang

Gambar mungkin berisi: 3 orang, orang tersenyum

Gambar mungkin berisi: 1 orang, tersenyum, duduk, topi dan luar ruangan

Gambar mungkin berisi: 4 orang, orang berdiri dan luar ruangan

 

https://www.facebook.com/plugins/post.php?href=https%3A%2F%2Fwww.facebook.com%2Fjanuarius.w.hadi%2Fposts%2F10218189552267722&width=500

Viewing all 1300 articles
Browse latest View live