DEKLARASI TELUK MANADO 2014
MUFAKAT BUDAYA INDONESIA
SE SULAWESI & KALIMANTAN
BANGSA Indonesia adalah bangsa yang hidup di Nusantara yang memfasilitasi terjadinya proses persilangan budaya. Kondisi tersebut telah memungkinkan terjadinya proses produksi dan reproduksi kebudayaan sebagai satu dinamika sejarah yang mampu melintasi zaman dalam samudera perubahan.
Namun demikian, sebagai sebuah perjalanan menuju bangsa yang besar, ada saatnya guncangan datang merintang sebagaimana dalam beberapa dekade ini telah terjadi tragedi kebudayaan, berupa keterasingan budaya yang menyebabkan masyarakat kehilangan dan dihilangkan jati-dirinya, sehingga menjalani hidup dalam kesadaran palsu, menjadi insan imitasi yang kehilangan kepribadian. Fenomena ini tergambar pada fakta sosial, yaitu berbangsa Indonesia tetapi tidak berkebudayaan Indonesia.
Realitas budaya yang kelam tersebut tidak boleh diabaikan karena akan membuat bangsa Indonesia tumpas dan musnah ditelan perubahan zaman. Bangsa Indonesia harus merebut kembali jati-diri yang telah terlanjur tercerabut dalam proses sosial kesejarahannya.
Melalui Temu Akbar II Mufakat Budaya Indonesia 2014, kami, peserta Mufakat Budaya se-Sulawesi dan Kalimantan, mendeklarasikan hal-hal sebagai berikut:
- Pemerintah dan segenap pemangku kepentingan budaya dipandang perlu melakukan pemetaan kebudayaan yang bertujuan untuk menghindari jati-diri palsu dan menemukan kembali jati-diri yang sejati yang sesuai dengan tuntutan zaman. Sehingga dapat dilakukan upaya-upaya mengembalikan hak-hak budaya warga bangsa seturut tradisi mereka. Pemerintah hendaknya mendukung dan membangun realitas aktual kebudayaan yang mempunyai daya tahan dan daya cipta kebudayaan sehingga tangguh dan dapat menjadi kekayaan bangsa yang menopang etos kerja unggul yang toleran, serta menyelenggarakan pengelolaan SDA pro-lingkungan, dan penegakan hukum yang tegas.
- Pemerintah dan segenap pemangku kepentingan budaya dipandang perlu melakukan berbagai upaya yang bertujuan memulihkan hubungan antar- sesama masyarakat berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal yang bermartabat; Menolak hubungan antar-sesama anak bangsa Indonesia yang didasarkan pada nilai-nilai kepentingan yang sifatnya pragmatis; Menolak demokrasi yang mengokohkan primodialisme yang bersifat sempit dengan cara mengatasnamakan agama, etnis, serta daerah. Karena itu perlu diperjuangkan kebudayaan yang memosisikan hubungan antara semua anak bangsa agar setara, harmonis dan terintegrasi; Memulihkan peran keluarga dan lembaga-lembaga sosial kebudayaan sebagai media untuk menanamkan nilai-nilai kearifan lokal secara berkelanjutan; Mengarahkan kebijakan negara pada kelestarian lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat.
- Pemerintah dan segenap pemangku kepentingan budaya agar mengelola kekuasaan, kepemimpinan dan kepemerintahan di Indonesia secara patut serta padan dengan corak zaman baik pada masa kini maupun masa yang akan datang, mampu beradaptasi sesuai dengan dinamika dan perkembangan global yang unggul, yang menjujung tinggi kemanusian dan keberadaban. Pemerintah diminta harus mampu menjalankan prinsip kemandirian yang menafikan budaya menjiplak dan menolak didikte oleh prinsip-prinsip berbangsa yang tidak sesuai kebudayaan Indonesia. Sesungguhnya budaya Indonesia mengandung nilai-nilai kekuasaan, kepemimpinan dan kepemerintahan yang sesuai dengan karakter dan kebutuhan masyarakat Indonesia. Karena itu negara harus hadir melakukan langkah-langkah strategis untuk mengaktualisasi nilai-nilai budaya Indonesia dalam sistem pemerintahan Indonesia.
- Pemangku kepentingan budaya dipandang perlu terus melakukan kelincahan budaya berupa sikap keterbukaan dalam menerima perjumpaan budaya. Sikap tersebut diejawantahkan secara strategis terhadap upaya untuk menghindari benturan peradaban yang destruktif. Memiliki sikap batin yang terbuka pada proses produksi dan reproduksi budaya untuk kemanusiaan dan keberadaban, siap bergerak secara dinamis lintas lapis budaya, sehingga terjadi kematangan budaya dan mampu mengaktualisasi kearifan budaya, sehingga budaya tidak hanya menjadi slogan tetapi menjadi jiwa zaman yang menghidupkan dan memberi arah masa depan. Pemangku kepentingan budaya berkewajiban memampukan budaya sebagai filter yang andal untuk tidak saja menyaring efek negatif budaya global, namun sekaligus menjadi inspirasi kehidupan.
Teluk Manado, 4 Desember 2014.
Temu Akbar II 2014 Mufakat Budaya Indonesia
Mufakat Budaya Indonesia se-Sulawesi & Kalimantan
Kami yang bertanda tangan di bawah ini: Prof. Dr. H. Syarif Ibrahim Alqadrie, M.Sc., Dr. Donatianus, BSEP., M.Hum (Pontianak), Dr. Marko Mahin, MA., (Palangkaraya), Dr. Nasrullah, S.Sos.I., MA., Dr. Syahlan Mattiro, SH, M.Si., (Banjarmasin), Prof. Dr. H. Nasruddin Suyuti, M.Sc., Dr. Syamsumarlin, M.Si., (Kendari), Prof. Dr. Edward Poellinggomang, MA., Prof. Dr. H. Hamka Naping, MA., Prof. Dr. A. Rasyid Asba, MA., (Makassar), Prof. Dr. H. Juraid Abdul Latief, M.Hum., Dr. Haliadi Sadi, MA., (Palu), Prof. Dr. H. Nani Tuloli, Dr. Basri Amin, MA., Dr. Alim S. Niode, M.Hum., (Gorontalo), Bara Pattiraja (Kupang), Prof. Dr. Edy Sedyawati, Radhar Panca Dahana, Bambang Prihadi, Mario Purwanto, Ita Siregar, Rima Nurmaeda, Mirzan Insani (Jakarta), Prof. Dr. Richard Siwu, MA., Prof. Dr. Kamajaya Al Katuuk, MA., Dr. Veronica A. Kumurur, Dr. Ivan RB Kaunang, SS., M.Hum., Drs. Alex J. Ulaen, DEA., Drs. Albert Kusen, MA., Drs. Rusli Manorek, Drs. Max Sudirno, Resimalfah Monantun, SS., Febiyanti Mattheis, S.Sos., Lerri Adrian Ruus, SS., Vick Chenorre, SS., Eric MF Dajoh (Manado).
Tim Perumus: 1. Prof. Dr. H. Hamka Naping, MA., 2. Dr. Marko Mahin, MA., 3. Dr. Donatianus, BSEP., M.Hum., 4. Dr. Basri Amin, MA., 5. Prof. Dr. Kamajaya Al Katuuk, MA., 6. Eric MF Dajoh.
