Term of Reference
BOROBUDUR WRITERS & CULTURAL FESTIVAL 2014
Ratu Adil Kuasa & Pemberontakan di Nusantara
Kekuasaan dalam Sejarah Nusantara
Kekuasaan memiliki riwayat yang panjang dalam sejarah Nusantara. Bahkan dapat dikatakan bahwa kekuasaan adalah faktor utama yang menentukan pasang surut Nusantara sejak masa kerajaan-kerajaan konsentris kuno, masa pergulatan dengan kolonialisme, hingga menjadi negara-bangsa yang merdeka di era modern. Dan dalam perjalanan sejarah Nusantara yang panjang itu telah muncul berbagai konsep kekuasaan dengan konteks sosio-kultural yang berbeda-beda. Berbagai konsep kekuasaan itu dijalankan dengan tata politik dan tata sosial yang berbeda-beda pula.
Tapi hampir setiap kekuasaan itu, baik kerajaan hingga bentuk Republik sekarang ini, selalu dibayangi oleh berbagai ketidak stabilan dan risiko separatisme serta berbagai pemberontakan kelompok yang bersifat sporadik atau perlawanan yang lebih terorganisir. Peristiwa Perang Diponegoro misalnya, muncul akibat penindasan oleh kaum kolonial yang berpadu dengan aliansi di antara kaum elite yang dipimpin oleh sang Pangeran. Sementara pada pemberontakan petani di Banten abad ke 19 adalah perlawanan rakyat untuk menentang kekuasaan kolonial Belanda. Berbagai pemberotakan di Nusantara dapat dilatari oleh semangat agama, semangat primordial, hingga keyakinan tradisional seperti konsep tentang Ratu Adil, atau semangat ideologis seperti dalam pemberontakan komunis 1926 dan Sebagian besar pemberontakan itu bertujuan mengganti landasan dan tatanan yang ada dengan tatanan baru agar kehidupan menjadi lebih baik.
Dan jika dicermati, kekuasaan yang berlangsung dalam sejaran Nusantara tidak pernah menjadi mapan dalam jangka waktu yang benar-benar panjang. Pada zaman kuno misalnya, sangat jarang kekuasaan kerajaan yang bertahan lebih dari 3-4 abad. Selebihnya adalah pergumulan berbagai kerajaan dalam masa yang singkat. Selalu berlangsung kontinyuitas dan diskontinyuitas terus-menerus.
Dengan semakin kompleksnya konstelasi sosial, politik dan kultural, kita perlu memahami lebih mendalam apa dan bagaimana konsep dan bentuk-bentuk kekuasaan yang pernah dijalankan di Nusantara selama lebih dari 1000 tahun agar dapat lebih memahami format bernegara saat ini dan di masa depan. Juga mengenai berbagai kemungkinan resistensi yang tak pernah benar-benar tuntas. Dalam sejarah semacam itu, juga muncul harapan tentang sosok penguasa paripurna. Yaitu sosok “Ratu Adil” atau messiah yang yang dibayangkan dapat menuntaskan segala masalah. Semangat milenarisme tidak pernah hilang dalam sejarah Nusantara.
Borobudur Writers & Cultural Festival 2014 mengangkat tema “Ratu Adil, Kuasa & Pemberontakan di Nusantara” dengan tujuan untuk memahami secara lebih mendalam konsep-konsep kekuasaan dalam sejarah Nusantara sehingga kita dapat memperbaiki tata kelola kekuasaan di masa depan.
Yoke Darmawan
Direktur Festival
TENTANG BOROBUDUR WRITERS & CULTURAL FESTIVAL
Borobudur Writers & Cultural Festival (BWCF) adalah sebuah festival tahunan yang diselenggarakan oleh Samana Foundation. Festival ini merupakan wahana berupa forum pertemuan bagi para penulis dan pekerja kreatifserta aktivis budaya pada umumnya dalam kerangka dialog lintas batas dan pemahaman interkultural yang berbasis pada pengembangan dan perluasan pengetahuan atas berbagai khazanah sehingga para kreator budaya maupun masyarakat yang hidup dalam budaya-budaya tersebut dapat memanfaatkan segala khazanah yang ada sesuai dengan kebutuhan aktualnya.
Festival ini diciptakan untuk menjadi perayaan karya-karya budaya yang membuka diri terhadap segala kemungkinan keragaman identitas dan segala menifestasi ekspresif di masa lalu, masa kini dan segenap pilihan inseminasi kreativitas di masa depan. Juga sebagai wahana pertemuan antarkomunitas, antarkelompok, serta ruang dialog antara karya-karya budaya dengan publik sehingga terbangun pemahaman yang mendalam di antara individu maupun komunitas budaya tersebut dalam cakupan ruang dan waktu yang tak terbatas. Sebuah festival sebagai ruang kemungkinan bagi segala penjelajahan imajinasi dan bentuk-bentuk eskpresifnya.
BWCF yang pertama telah diselengarakan pada tahun 2012, dengan tema “Memori dan Imajinasi Nusantara: Musyawaran Agung Penulis Cerita Silat dan Sejarah Nusantara”. Pada BWCF 2012 itu hadir 350 penulis cerita silat dan penulis berlatar sejarah Nusantara. Selain sesi seminar juga diadakan pemutaran film, peluncuran buku, pementasan seni, lecture tentang sejarah Nusantara, workshop penulisan cerita anak, dan pemberian penghargaan Sang Hyang Kamahayanikan Award kepada penulis, sejarawan, peneliti, budayawan, dan tokoh-tokoh yang berjasa bagi pengembangan budaya dan sejarah Nusantara. Pada BWCF 2012 award diberikan kepada SH Mintardja, seorang penulis cerita silat yang sangat produktif.
Sementara BWCF kedua dilakukan tahun 2013, dengan tema “Arus Balik: Memori Rempah dan Bahari Nusantara”. Selain dihadiri para penulis berlatar sejarah maritim Nusantara, acara BWCF 2013 juga dihadiri oleh para antropolog, sejarawan, mahasiswa, wartawan, dan masyarakat umum. Sang Hyang Kamahayanikan Award 2013 diberikan kepada AB Lapian, seorang sejarawan maritim yang telah memberikan kontribusi besar di dunia keilmuan dan pemahaman atas sejarah bahari Nusantara.
ISI ACARA BWCF 2014
Lecture dan Seminar
Suatu lecture dan seminar oleh penulis dan para pakar mengenai konsep dan sejarah kekuasaan di Nusantara. Bagaimana terbentuknya kekuasaan sejak zaman kuno hingga masa modern. Sejarah pergantian kekuasaan dan timbulnya berbagai pemberontakan.
Pentas Seni-Budaya
Suatu acara ritual budaya dan pementasan seni sastra, tari, teater dan musik yang mengangkat tema kekuasaan di Nusantara, khususnya tema Ratu Adil.
Penghargaan Sanghyang Kamahayanikan Award
Suatu acara seleksi dan pemberian penghargaan kepada penulis, tokoh ilmu pengetahuan dan budaya yang telah memberikan kontribusi besar terhadap pemahaman terhadap konsep kekuasaan di Nusantara.
TEMPAT DAN WAKTU
Kegiatan ini dilakukan di:
Grand Hyatt Hotel, Yogyakarta
Hotel Sheraton, Yogyakarta
Hotel Manohara, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
Desa Gejayan, Gunung Merbabu, Magelang.
Desa Tutup Ngisor, Gunung Merapi, Magelang.
Waktu kegiatan : 4 hari, Rabu– Sabtu, 12 – 15 November 2014.
SEMINAR atau MUSYAWARAH
Tempat: Hotel Manohara, Borobudur, Jawa Tengah.
SEMINAR HARI PERTAMA
Sesi Pertama
Kamis, 13 November 2014, pukul 10.00-13.00
Tema I: “Kekuasaan, Ratu Adil dan Milenarisme di Nusantara”
Sesi ini membicarakan konsep-konsep kekuasaan di Nusantara yang berkaitan dengan fenomena Ratu Adil dan milenarisme yang ada ada di Nusantara. Bagaimana konsep-konsep Ratu Adil dan millenarisme dijadikan pegangan dalam suatu gerakan untuk mengganti tatanan lama dan menggantikan dengan tatanan baru demi kehidupan yang lebih baik.
Pembicara:
Dr. Daud Aris Tanudirjo
“Sejarah Ratu Adil Masa Jawa Kuno: Dari Kediri ke Penanggungan”
Dr. Peter B.R. Carey
“Diponegoro, Ratu Adil dan Tata Kuasa dalam Masyarakat Jawa”.
Dr. A. Setyo Wibowo
“Ratu Adil Yunani Kuno dalam Perbandingannya dengan Ratu Adil di Jawa”.
Dr. Sri Margana
“Ratu Adil: Kekuasaan dan Kraton”.
Moderator: Dr. G. Budi Subanar.
SEMINAR HARI KEDUA
Jumat, 14 November 2014, pukul 10.00-13.00
Tema II: “Ratu Adil dan Pergerakan Sosial di Nusantara”
Sesi ini memaparkan konsep ratu adil dan praktik-praktik sosialnya di wilayah-wilayah Nusantara. Bagaimana konsep ratu adil tersebut tersusun berdasarkan suatu pandangan tertentu dan penjabarannya di tingkat praktis dengan konteks sosial dan kultural tertentu.
Pembicara:
Dr. Mukhlis PaEni.
“Ratu Adil dan Pergerakan Sosial di Nusantara: Kasus Sulawesi Selatan”
Dr. Otto Syamsuddin Ishak.
”Ratu Adil dan Pergerakan Sosial Nusantara: Kasus Aceh”
Jean Couteau
”Ratu Adil dan pergerakan Sosial: Kasus Bali”.
Dr. Enos H Rumansara
”Ratu Adil dalam Masyarakat Papua: Kasus Suku Siak
Moderator: Taufik Rahzen
SEMINAR HARI KETIGA
Sabtu, 15 November 2014, pukul 10.00-13.00
Tema: “Pemberontakan di Nusantara”
“Pemberontakan di Nusantara”, membahas sejarah pemberontakan yang pernah terjadi di Nusantara dalam kaitannya dengan fenomena milenarisme, kecenderungan ideologis dan agama. Bagaimana berlangsungnya berbagai pergerakan, termasuk gerakan pemberontakan di Nusantara ditinjau dari aspek ideologis-politis dan gerakan keagamaan.
Pembicara:
Prof. Dr. Bambang Purwanto
“Kuasa dalam Nalar Nusantara Modern”.
Dr. Budiawan
“Ideologi dan Sejarah Pemberontakan Kiri di Nusantara”.
Dr. Al Makin
”Fenomena Kemunculan Berbagai Nabi Palsu dan Pergerakan Islam di Nusantara”.
Moderator: Halim HD
RITUAL BUDAYA & PANGGUNG RATU ADIL
Tempat:
Hotel Manohara, Borobudur, Magelang.
Balai Seni Desa Gejayan, Gunung Merbabu, Magelang.
Balai Seni Desa Tutup Ngisor, Gunung Merapi, Magelang.
Pentas seni pertunjukan dari Komunitas Lima Gunung pada acara pembukaan seminar di Hotel Manohara, Borobudur, Jawa Tengah. Pentas Musik “Gombloh-Gondrong Solo”, pada acara pembukaan Festival di Hotel Ambarukmo, Yogyakarta.
Kamis, 13 November 2014, pukul 19.00 sampai selesai
Pukul 16.00 WIB: peserta berangkat ke Gejayan, Gunung Merbabu.
Pukul 18.00 WIB: makan malam (selamatan) di Gejayan, Gunung Merbabu.
Pukul 19.00 – 24.00 WIB: Panggung Ratu Adil di Gejayan, dengan penampil:
- Trie Utami dan Lamalera Band.
- 3 Grup kelompok Lima Gunung.
- 3 Penyair baca puisi Ratu Adil (Ahda Imran, Otto Sukatno CR, Triyanto Triwikromo)
Jumat, 14 November 2014, pukul 19.00 sampai selesai.
Penampil di Desa Tutup Ngisor, Gunung Merapi, Magelang:
Pukul 16.00 WIB: peserta berangka ke desa Tutup Ngisor, Gunung Merapi.
Pukul 18.00 WIB: makan malam (selamatan) di Tutup Ngisor, Gunung Merapi.
Pukul 19.00 – 24.00 WIB: Panggung Ratu Adil di Tutup Ngisor, dengan penampil:
- Wayang Orang Tutup Ngisor.
- 3 Grup kelompok Lima Gunung.
- Monolog karya Putu Fajar Arcana oleh Ine Febriyanti.
- 3 Penyair baca puisi Ratu Adil (Wayan Sunarta, Iman Budhi Santosa, Binhad Nurrohmat).
SANG HYANG KAMAHAYANIKAN AWARD
Tempat: Sheraton Hotel, Yogyakarta
Sabtu, 15 November 2014, pukul 19.00 sampai selesai.
Pemberian penghargaan kepada tokoh-tokoh yang telah berjasa dan memberikan kontribusi besar dalam pengkajian budaya dan sejarah Nusantara baik sejarawan, sastrawan, arkeolog, budayawan, penulis buku berlatar sejarah, dramawan, dalang, rohaniawan, filolog dan sebagainya.
Juri untuk penerima penghargaan Sang Hyang Kamahayanikan Award 2014 adalah:
Prof. Dr. Mudji Sutrisno SJ. (budayawan, pengajar di STF Driyarkara dan Universitas Indonesia, Jakarta).
Tim Samana Foundation.
Pemberian Award dilakukan pada acara penutupan (Closing Ceremony) Festival.
Pentas seni pada acara penutupan akan tampil Trie Utami dan Lamalera Band.
PESERTA dan AUDIENS
Peserta terdiri dari dua jenis, yaitu peserta undangan yang dibiayai oleh panitia festival, dan peserta bebas yang datang dengan biaya sendiri.
Peserta Undangan:
Penulis sastra yang mengangkat sejarah dan kekuasaan.
Sejawaran, arkeolog, antropolog.
20 wartawan budaya.
Peserta Bebas:
Mahasiswa dari berbagai Universitas di Jawa Tengah dan sekitarnya seperti mahasiswa Pascasarjana dari UGM, Sanata Dharma, Undip, UNY, Satyawacana Salatiga, UIN Yogyakarya, dll.
Anggota Asosiasi Pernaskahan Nusantara.
Anggota Asosiasi Kraton Nusantara.
Para editor buku di berbagai penerbitan.
Para politikus.
Masyarakat umum.
Audiens: 500 orang dari masyarakat umum.
Tentang Sang Hyang Kamahayanikan Award
Sang Hyang Kamahayanikan Award adalah nama penghargaan yang menjadi ciri
khas penyelenggaraan Borobudur Writers & Cultural Festival. Penghargaan diberikan
kepada individu atau kelompok yang telah memberi kontribusi besar dalam pengkajian
budaya dan sejarah Nusantara baik sejarawan, sastrawan, arkeolog, budayawan, penulis
buku berlatar sejarah, dramawan, dalang, rohaniawan, filolog dan sebagainya.
Nama award ini diambil dari sebuah kitab Buddhis Jawa bernama Sang Hyang Kamahayanikan yang terkait erat dengan agama Buddha mazhab Tantrayana di Indonesia. Kitab ini diperkirakan ditulis antara tahun 929-947 M, oleh Mpu Shri Sambhara Surya Warama dari Jawa Timur, sebagai penerus kerajaan Mataram yang bergeser ke JawaTimur. Naskah tertua dari kitab Sang Hyang Kamahayanikan ditemukan di pulau Lombok pada tahun 1900 M.
Kitab Sang Hyang Kamahayanikan mengandung ajaran peribadatan dan ajaran untuk
mencapai Kebuddhaan, termasuk penjelasan filosofis untuk mengatasi dualisme “ada” dan “tiada”. Dalam kitab itu terdapat uraian yang sangat rinci bagaimana seorang yogi penganut Tantrayana menyiapkan diri di jalan spiritual, mulai fase pembaiatan hingga pelaksanaan peribadatan yang bertingkat-tingkat. Di situ disebutkan bahwa ajaran Tantrayana adalah laku meditasi terhadap Panca Tathagata. Kita ketahui bahwa di setiap arah mata angin candi Borobudur terpasang arca-arca Buddha berpantheon Tathagata: Aksobhya, Amoghasiddhi, Amitabha, Ratnasambhava, dan Vairocana. Sebagai kitab beraliran Mahayana-Tantrayana, Sang Hyang Kamahayanikan menempatkan mantra-mantra dan diagram serta mudra dalam posisi sentral, sebagai bentuk formula rahasia yang bersifat mistis.
Dalam Tantrayana—diperkirakan berkembang sejak abad ke 5 di Indonesia –
terkandung ajaran yang mempertemukan manifestasi jasmaniah dan rohaniah melalui
yoga guna mencapai tahap akhir berupa kesempurnaan batin dan pikiran (tingkat
Prajñaparamita), juga untuk mencapai Tathāgata, yaitu lima ‘Jina’, sebagai sebutan untuk
Yang Menang atau Sang Penakluk, yaitu gelar yang diberikan kepada Sang Buddha.
Kitab Sang Hyang Kamahayanikan juga menyebutkan bahwa pokok ajaran Buddha adalah kebenaran yang digambarkan seperti lingkaran atau roda, yaitu dharmacakra: roda kebenaran dari sebab akibat, sebab yang satu akan muncul dari akibat yang lain. Gambaran tersebut sangat erat dengan wujud dasar candi Borobudur. Maka kitab ini adalah rujukan terpenting untuk memahami Candi Borobudur terutama berkaitan dengan penjelasan mengenai sistem lima Dhyani Buddha yang diterapkan pada Candi Borobudur dalam teras bujur sangkar. Dan perlu dicatat bahwa sebagai candi Mahayana-Tantrayana, candi Borobudur adalah satu-satunya candi di dunia yang berbentuk mandala. Sebutan Kamadhatu, Rupadhatu, Arupadhatu yang populer di Borobudur juga terdapat dalam kitab Sang Hyang Kamahayanikan.
Kendati sebagai kitab yang sangat penting dalam khazanah sejarah Nusantara, sekaligus rujukan utama untuk memahami candi Boroburur, ternyata kitab ini sangat jarang dikaji. Padahal ide-ide yang ada dalam Sang Hyang Kamahayanikan sesungguhnya sangat penting karena dapat menjelaskan kuil-kuil yang ada di Tibet atau Nepal.
Dengan alasan tersebut, Samana Foundation, sebagai pendiri sekaligus penyelenggarana Borobodur Writers & Cultural Festival mengambil nama Sang Hyang Kamahayanikan sebagai sebuah Award. Selain untuk memberi penghargaan kepada para tokoh peneliti dan penulis budaya serta sejaran Nusantara, hal itu juga sebagai upaya untuk mempopulerkan nama kitab yang sudah lama dilupakan.
Tentang Samana Foundation
Adalah sebuah lembaga nirlaba yang berbasis pada pengembangan budaya dalam segala bentuk menifestasinya yang mungkin, terutama yang berkaitan dengan pengalaman sejarah nusantara yang hidup dalam kisaran dan pertemuan dari berbagai peradaban di kawasan yang sangat beragam. Nusantara sebagai suatu kawasan yang terbangun dari kisaran dan perlintasan peradaban yang memungkinkan setiap entitas tumbuh dalam inter-relasi tanpa batas dengan basis pemahaman dan pembelajaran terus-menerus dalam penjelajahan kekayaan budaya berikut segala implikasi historisnya.
Merujuk pada istilah dalam bahasa Sanskerta, bahwa Samana adalah para pelaku dan pencari kebijaksanaan untuk menemukan makna hidup tertinggi melalui transformasi pikiran dan tindakan secara terus-menerus. Yaitu mereka yang terus mencari kebijaksanaan yang menempuh jalan pencerahan dalam segala manifestasinya, termasuk bentuk-bentuk kreativitas ekspresif dalam proses penciptaan artistik, penumbuhan pengetahuan (knowledge), pendalaman dan pengembangan local wisdom, pembentukan jaringan sosio-kultural, bahkan juga berbagai penguatan tata sosial yang bertumpu pada nilai-nilai terbaik dalam kehidupan kolektif dan tindakan sehari-hari.
Untuk mencapai tujuan-tujuannya, Samana Foundation memusatkan aktivitasnya pada pemahaman atas berbagai kekayaan khazanah budaya, sejarah dan spiritual di Nusantara serta dunia pada umumnya, melalui program-program riset dan kajian, simposium, seminar, dokumentasi, workshop, penyelanggaraan festival, cultural and spiritual summit, serta berbagai upaya stimulasi lahir-tumbuhnya karya-karya artistik dan intelektual berikut serba wahana penopangnya sehingga berbagai karya cipta tersebut dapat menyebar luas sebagai bagian dari pembentukan kebudayaan dan peradaban nusantara masa depan.
www.borobudurwritersfestival.com