Quantcast
Channel: Bayt al-Hikmah Institute
Viewing all 1300 articles
Browse latest View live

SEJARAHNYA KATA ‘SEJARAH’

$
0
0

SEJARAHNYA KATA ‘SEJARAH’ (1)

by Sofia Abdullah

Dalam tulisan kali ini saya akan sedikit membahas sejarahnya kata ‘Sejarah’, karena walaupun kata ini diambil dari bahasa Arab, ternyata dalam bhs Arabnya sendiri ilmu sejarah atau ilmu yang mempelajari masa lalu disebut dengan ‘ Tarikh ‘ yang artinya penanggalan dan ‘ Sirah ‘ yang artinya peristiwa.

Kata Sejarah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya :
1. asal-usul (keturunan) silsilah;
2. kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau; riwayat; tambo,
3. pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yang benar-benar terjadi dalam masa lampau;

Kata sejarah diambil dari bahasa Arab as sajaratun yang artinya ‘pohon’. Pohon dalam Al Qur’an memiliki 2 makna, pohon dalam arti sebenarnya seperti pohon delima, pohon kurma, pohon pisang dsb atau dalam makna simbolik yang berarti ‘silsilah dan perbuatan’.

Kata ‘Sejarah’ ini hanya di gunakan di negara-negara Asia Tenggara yang menggunakan bahasa melayu (Indonesia, Malaysia, Brunei).

Dengan demikian kata ‘sejarah’ yang ada pada kita saat ini adalah kata murni bahasa Indonesia (melayu) yang diambil dari unsur Bahasa Arab karena memiliki pengertian yang berbeda dengan kata aslinya.

Sejarah yang memiliki arti simbolik terdapat dalam Al Qur’an surat Ibrahim ayat 24-26 ;

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِى ٱلسَّمَآءِ

Arab-Latin: A lam tara kaifa ḍaraballāhu maṡalang kalimatan ṭayyibatan kasyajaratin ṭayyibatin aṣluhā ṡābituw wa far’uhā fis-samā`
Terjemah Arti: Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,

تُؤْتِىٓ أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍۭ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ ٱللَّهُ ٱلْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

Arab-Latin: Tu`tī ukulahā kulla ḥīnim bi`iżni rabbihā, wa yaḍribullāhul-amṡāla lin-nāsi la’allahum yatażakkarụn
Terjemah Arti: Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.

وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ ٱجْتُثَّتْ مِن فَوْقِ ٱلْأَرْضِ مَا لَهَا مِن قَرَارٍ

Arab-Latin: Wa maṡalu kalimatin khabīṡatin kasyajaratin khabīṡatinijtuṡṡat min fauqil-arḍi mā lahā ming qarār
Terjemah Arti: Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.

Pohon dalam Al Qur’an selain dalam arti yang sebenarnya, memiliki 2 makna simbolik yaitu silsilah dan perbuatan .

Silsilah dalam keluarga di ibaratkan seperti mata rantai yang terkait antara yg satu dengan lainnya, bila satu mata rantai lepas karena karat atau sebab yang lain maka rusaklah rantai tersebut, setiap generasi manusia adalah cerminan generasi pendahulunya, generasi yang baik, beragama dan berakhlak baik lahir dari leluhur yang memiliki karakter sama, kecuali karakter tersebut terputus baik disengaja atau tidak.

Demikian pula perbuatan, perbuatan buruk akan berdampak ke perbuatan buruk yang lain demikian pula sebaliknya. Sejarah baik itu sejarah leluhur, peradaban dan sejarah bangsa adalah fondasi, landasan, akar suatu bangsa. Sejarah yang rusak, tidak jelas disengaja atau tidak akan melahirkan generasi yang lemah dan mudah di cabut dari akarnya karena tidak memiliki ‘kebanggaan’ masa lalu. Generasi yang lemah mudah di adu domba, karena merasa paling dari yang lain, walaupun satu bangsa, satu negara dan satu agama.

Ada hal yg menarik untuk saya pribadi sebagai pengamat sejarah, ketika mempelajari arti kata ‘sejarah’ ini, apa sih yang menyebabkan leluhur bangsa kita memilih kata SEJARAH untuk menjelaskan runtutan peristiwa yg terjadi pd masa lalu ? Kenapa Tidak ambil kata yg artinya sama aja dalam bahasa Arab, seperti kata Sirah atau Tarikh??

(bersambung ke bagian 2)


Eyang Semar = Nabi Syist bin Adam AS?

$
0
0

Apakah Tokoh Semar (Sang Semoro Bumi Tanah Djawa) yang disamarkan dalam Pewayangan Jawa dan Sunda, silib daripada Nabi Syits? Karena dalam Wayang Asli India tidak Ada Semar (Silahkan tanya Umat Hindunya, kalo nggak percaya).
~~~~~~~~~~~~~~~
Antara Nabi Sis a.s dan Penokohan Sanghyang Sis Mara Sagara Bumi Penguasa Tanah Jawa (Samar) atau Semar Dalam Pewayangan.

Beliau adalah Anak Adam, dari keturunan/Anak Tunggal Nabi Adam. as.

Karena Anak Adam. a.s yang lainnya kembar semuanya, beliau yang tidak kembar disebut sebut sebagai nabi syts as. putra nabi Adam as, yang kondang kearifannya, dan paling kuat lelaku riyadhoh/tirakatnya.

Yang mana menjadi Cikal bakalnya Filosofi Jawa, yang berbudi pekerti!!!

Dikenal sebagai Tokoh Ma’rifat yang paling Sepuh/Tua pada Zamannya.

Generasi dari nabi Adam.as inilah yg paling disayang oleh Ayahandanya, sebab nabi syts as. (putra nabi Adam as) patuh dan sangat rajin ibadahnya

Nabi Sys juga termasuk guru Nabi Idris. as yang pertama kali mengajarkan baca-tulis, ilmu falak, Menjinakkan kuda dan lain-lain. Nabi Syits menerima 50 shohifah/Suhuf. Makna Syis adalah pemberian Allah. Syis itu putra nabi Adam As. Yang paling bagus diantara putra-putranya, paling tampan, utama dan yang paling sregep dan paling mirip dengan bapaknya serta paling disayangi.

Allah menurunkan 30 shohifah/suhuf kepada nabi Idris as. Nabi Idris adalah termasuk deretan 25 nama-nama nabi yang wajib diketahui dan dipercayai. Beliau terkenal seorang nabi yang paling pinter, paling pandai dan cerdas, sehingga beliaulah yang mula-mula pandai menulis dengan kalam (pena). Kalau muridnya saja luar biasa, cerdik cendikianya, apalagi Gurunya!?

Nabi idris.as adalah nabi pertama yang menjadi penduduk Langit dan telah mempusakai Surga, yang mana beliau pada zamannya itu seharusnya masih hidup didunia fana ini sebagai penduduk bumi, namun tak lagi berada di Alam fana ini, Begitupun dengan Nabi Isa. as yang telah di Angkat ke surga! Oleh karena itu, semula Langit dan seisinya berbangga karena disana Sudah Ada dua orang Nabi, sehingga konon kemudian Bumi mayapada inipun memohon pada Illahi Rabb, agar ditinggali Dua orang Nabi juga yang mana seharusnya Beliau itupun sudah menjadi Penduduk Langit, tetapi Kemudian keduanya masih hidup sampai sekarang, yang mana keduanya termasuk golongan al Munzharin yaitu yang ditangguhkan kematiannya, sehingga Oleh karena adanya sifat Maha Welas Asih, serta Maha Adil Allah.swt maka akhirnya permohonan tersebut dikabulkanNya, Supaya adil, disisakan Nabi Ilyas.as yang menjaga wilayah daratan Bumi dan juga beserta Nabi Khidir.as yang menjaga Air, keduanya masih hidup sampai sekarang, konon bisa ditemui oleh Manusia tertentu yang Terpilih diantara yang Terpilih! Fa insha Allah. Maka dari itu, Harusnya penduduk Bumi berbangga Turut Bergembira ria, Atas semua anugerah ini, sungguh Luar Biasa yang bisa dipertemukan..

Disamping Nabi Idris.as itu beliau banyak memperoleh ilmu-ilmu yang pada zaman itu belum ada (muncul) seperti : merandak kuda, ilmu binatang, ilmu berhitung, menggunting pakaian dan menjahitnya. Beliau dinamakan Idris karena beliau seorang ahli membaca dan mempelajari kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada nabi Adam dan Syits. Nabi Idris as yang keturunan
dari Nabi Syits dan nabi Adam juga menjadi kakak bapak nabi Nuh as. Telah diutus oleh Allah SWT untuk mengajak kepada manusia untuk beriman dan mempercayai Allah Tuhan sekalian alam, karena pada zamannya banyak manusia yang senang berbuat durhaka, melakukan kekejian dan kedhaliman baik terhadap keluarga maupun terhadap lingkungan masyarakat, sehingga beliau tidak segan-segan melakukan tindakan dengan memerangi orang-orang yang berbuat dholim ataupun durhaka kepada Allah SWT. Dengan keberanian dan kekuatan yang dimiliki Nabi Idris untuk memerangi orang-orang yang berbuat durhaka kepada Allah, maka Nabi Idris mendapatkan derajat yang sangat tinggi disisi Allah SWT dan kepadanya diberikan gelar ”Asadul-Usud” (artinya : Singa dari segala singa).

Syts adalah penerus dari Nabi Adam as yang diberikan wasiat oleh Adam.as untuk senantiasa beribadah siang dan malam. Ibnul Atsir menyebutkan bahwa Sits senantiasa melakukan haji dan umroh hingga ajal menjemputnya dan beliau juga mengumpulkan lembaran-lembaran yang diturunkan kepadanya dan juga kepada Adam.as, lalu mengamalkan isinya. Disamping itu, beliau itupun telah membangun ka’bah dengan batu dan tanah. (Al Kamil Fii at Tarikh juz I hal 17)

Ada sebuah riwayat yang mengatakan bahwa Nabi Sith a.s. berusia 712 tahun, sementara Riwayat yang lain mengatakan bahawa Nabi Sys a.s. berusia 1402 tahun. Sementara riwayat lain mengungkapkan bahwa Nabi SYS hidup selama kurang lebih 912 tahun, meninggal pada usia 1042 tahun.

Dikalangan spiritual Jawa ,Tokoh wayang Semar ini ternyata dipandang bukan sebagai fakta historis, tetapi lebih bersifat mitologi dan symbolis tentang KeEsa-an, yaitu: Suatu lambang dari pengejawantahan expresi, persepsi dan pengertian tentang Illahi yang menunjukkan pada konsepsi spiritual. Pengertian ini tidak lain hanyalah suatu bukti yang kuat bahwa orang Jawa sejak jaman prasejarah pada dasarnya adalah Relegius dan ber ke-Tuhan-an yang Maha Esa.

Semar dalam bahasa Jawa (filosofi Jawa) disebut Badranaya
Bebadra = Membangun sarana dari dasar
Naya = Nayaka = Utusan mangrasul
Artinya : Mengemban sifat membangun dan melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia

Javanologi : Semar = Haseming samar-samar
Harafiah : Sang Penuntun Makna Kehidupan

Semar tidak lelaki dan bukan perempuan, tangan kanannya keatas dan tangankirinya kebelakang. Maknanya : “Sebagai pribadi tokoh semar hendak mengatakan simbul Sang Maha Tunggal”. Sedang tangan kirinya bermakna “berserah total dan mutlak serta sekaligus simbol keilmuan yang netral namun simpatik”.

Domisili semar adalah sebagai lurah karangdempel / (karang = gersang) dempel =keteguhan jiwa.

Rambut semar “kuncung” (jarwadasa/pribahasa jawa kuno) maknanya hendak mengatakan : akuning sang kuncung = sebagai kepribadian Abdi,

Semar sebagai Abdi mengejawantah melayani umat, tanpa pamrih, untuk melaksanakan ibadah amaliah sesuai dengan sabda Ilahi Robb!

Semar berjalan menghadap keatas maknanya : “dalam perjalanan anak manusia perwujudannya ia memberikan teladan agar selalu memandang keatas (sang Khaliq ), yang maha pengasih serta penyayang umat”.

Kain semar Parangkusumorojo: perwujudan Dewonggowantah Yakni (untuk menuntun manusia), agar senantiasa memayuhayuning bawono : yang berarti senantiasa menegakan keadilan dan kebenaran di bumi.

Ciri sosok semar adalah

– Semar berkuncung seperti kanak kanak,namun juga berwajah sangat tua
– Semar tertawannya selalu diakhiri nada tangisan
– Semar berwajah mata menangis namun mulutnya tertawa
– Semar berprofil berdiri sekaligus jongkok
– Semar tak pernah menyuruh namun memberikan konsekwensi atas nasehatnya

Kebudayaan Jawa telah melahirkan religi dalam wujud kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, yaitu adanya manifestasi wujud tokoh.
Dalam dunia wayang: Semar, bahkan Dikenal Jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu, Budha dan Agama Islam mulia Raya di tanah Jawa.

Dari tokoh Semar wayang ini akan dapat dikupas, dimengerti dan dihayati sampai dimana wujud religi yang telah dilahirkan oleh kebudayaan Jawa.

Semar (pralambang ngelmu gaib) – kasampurnaning pati.

Bojo sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur-kamurkan Mardika :yang artinya “merdekanya jiwa dan sukma”, maksudnya dalam keadaan Merdeka tidak dijajah oleh Hawa nafsu dan keduniawian, agar di dalam menuju kematian sempurna tak ternodai oleh dosa.

Manusia jawa yang sejati itu di dalam membersihkan jiwa (ora kebanda ing Kadonyan, ora samar marang bisane sirna durka murkamu) artinya : “dalam menguji Budi pekerti secara sungguh-sungguh, maka akan dapat mengendalikan dan mengarahkan hawa nafsu menjadi suatu kekuatan menuju kesempurnaan hidup”.

Tokoh bernama Semar adalah salah satu tokoh dalam dunia pewayangan (wayang golek dan wayang kulit). Pada wayang golek tokoh Semar digambarkan berkulit hitam, wajahnya putih, memiliki rambut (kuncung) yang berjumlah 99 helai, jari tangannya mengepal kecuali telunjuknya yang keluar mengacung. Ia tidak memakai baju, pinggangnya memakai kain berwarna hitam dan putih, membawa kantong selendang. Jika ia berjalan setiap tiga langkah ia menengok ke kanan dan ke kiri lalu menengok ke belakang.

Gambaran sosok Semar ini memiliki makna yang mengajarkan bagaimana seharusnya manusia menjalani kehidupannya sebagai manusia sejati. Pada tulisan ini saya akan menguraikan makna yang tersirat dari sosok bernama Semar. Karena konotasi adalah makna ganda yang lahir dari pengalaman cultural dan personal, maka saya uraikan sesuai pengalaman personal. Semar berkulit hitam, menggambarkan manusia yang selalu berjuang. Ia tidak ingin mendapatkan untung tanpa usaha. Warna hitam juga adalah hakikat dari tanah (bumi). Pada zaman dahulu ilmu dibagi menjadi empat tahap yakni : Saepi Geni (api), Saepi Bayu (angin), Saepi Banyu (air) dan Bumi (tanah).

Pertama Saepi Geni (api) adalah gambaran manusia yang baru belajar ilmu, sifatnya panas. Ia tidak ingin mengalah, selalu menjajal ilmunya dan ia ingin selalu keatas seperti sifat api dan angkuh. Saepi Bayu (angin) adalah gambaran manusia yang ilmunya lebih tinggi lagi, sifatnya angin rata. Ia melihat semua manusia sama. Ia tidak membeda-bedakan yang tua, muda, anak-anak, miskin, kaya, pejabat dan rakyat dimatanya tetap sama sebagai manusia. Umur tua dan muda hanya raganya, kaya dan miskin hanya lahiriahnya, pejabat dan rakyat hanya statusnya di dunia yang fana. Hakikatnya semua manusia sama di mata Tuhan, semuanya layak mendapat penghormatan dan kasih sayang tanpa dibeda-bedakan. Saepi Banyu (air) adalah gambaran manusia yang ilmunya lebih tinggi lagi, sifatnya air turun kebawah. Ia selalu rendah hati, ia selalu sopan dan santun kepada siapa pun. Ia tidak merasa dirinya lebih berilmu daripada yang lain. Ilmu Bumi (tanah) adalah gambaran manusia yang ilmu lahir dan batinnya sangat dalam, seperti tokoh Semar yang berkulit hitam gambaran manusia yang sudah sampai pada Ilmu Bumi. Bumi sifatnya diam, Bumi diinjak oleh banyak orang tetap diam, Bumi tidak marah walau manusia merusaknya. Semua kekuatan api, air dan angin adanya di dalam Bumi, tetapi ia memendamnya dan tidak menunjukannya. Artinya tidak sombong walau memiliki banyak ilmu dan kemampuan. Semua tumbu-tumbuhan tumbuh di bumi. Hewan dan manusia memakan hasil tanaman yang tumbuh di bumi. Artinya manusia yang sudah mencapai Ilmu Bumi ia mampu memberi manfaat kepada tumbuhan, hewan dan manusia. Kasih, sayang dan cintanya dia persembahkan untuk alam beserta isinya (tumbuhan, hewan dan manusia).

Wajahnya putih menggambarkan hati dan pikirannya yang bersih, yang tercermin di wajahnya. Untuk bisa membersihkan hati dan pikiran diperlukan perjuangan lahir dan batin. Salah satunya adalah wudu (mensucikan diri sebelum salat), mensucikan diri lahir dan diri batin. Untuk menghilangkan kotoran yang menempel di tubuh tentu saja akan lebih bersih dengan mandi daripada wudu, tetapi kenapa harus tetap berwudu? Karena wudu itu berfungsi membersihkan batin. Saat selesai berwudu pikiran harus bersih dari segala pikiran yang kotor, hati harus bersih dari segala penyakit hati, pandangan mata harus dijaga, pendengaran telinga harus dijaga, mulut tidak berbicara hal-hal yang tidak baik dan tangan tidak boleh menyentuh apa yang bukan haknya. Manusia yang baik tidak terlepas dari wudu, artinya setiap saat ia menjaga pandangannya, pendengarannya, perkataannya, hatinya dan pikirannya. Maka dari wajahnya akan terpancar sinar kebaikan yang dilambangkan dengan warna putih pada wajah Semar.

Rambutnya (kuncung) berjumlah 99 helai. Nama Tuhan dalam Islam juga ada 99. Artinya 99 nama Tuhan harus diingat dan selalu dijadikan landasan berpikir sebelum bertindak, dilambangkan dengan 99 helai rambut Semar yang ada di kepalanya. Begitu juga lubang yang ada di tubuh manusia berjumlah sembilan. 2 lubang mata, 2 lubang telinga, 2 lubang hidung, 1 lubang mulut dan 2 lubang lagi adalah lubang penis dan dubur. 9 lubang yang ada pada tubuh manusia adalah kenikmatan dan anugrah yang tiada tara. Tanpa lubang telinga misalkan, manusia tidak bisa mendengar. 9 lubang itu juga yang akan menjadi saksi apa yang telah manusia kerjakan semasa hidup. Matanya akan menjadi saksi untuk apa yang ia lihat, mulutnya akan menjadi saksi untuk apa yang ia ucapkan, telingannya akan menjadi saksi untuk apa yang ia dengarkan, dst. Jadi 99 helai rambut Semar yang ada di kepala bagian depan mengisaratkan bahwa segala tindakan harus dipikirkan dulu. Berpikir sebelum bertindak.

Jari tangannya mengepal kecuali jari telunjuknya yang mengacung. Satu jari telunjuk yang mengacung mengisaratkan bahwa jalan dan tujuan hidupnya lurus menuju Tuhan Yang Maha Esa. Tujuan hidupnya tidak untuk harta, tahta maupun wanita. Di dunia yang penuh tipu daya dan godaan, manusia terkadang lupa tujuan hidupnya untuk apa? Ada manusia yang terjebak dan habis umurnya untuk mengejar dan mengumpulkan harta, ada manusia yang tujuan hidupnya untuk mendapatkan tahta tertinggi sebelum mati, ada manusia (laki-laki) yang masa hidupnya sebagian besar dihabiskan untuk bersenang-senang bersama wanita dan memuja berhala cantik kemudian rela berbuat dosa dan keji. Itu sebabnya jari telunjuk manusia harus selalu diacungkan sambil mengucapkan syahadat untuk mengingatkan tujuan hidup manusia yang sebenarnya dan ini dilambangkan dengan jari telunjuk Semar yang mengacung setiap saat.

Tokoh Semar pada wayang golek tidak memakai baju, menggambarkan manusia yang sederhana dan tidak sombong dengan harta dunia. Baju/ pakaian manusia yang sebenarnya adalah kesucian, kehormatan dan kebaikan. Semar tidak memakai baju yang dibuat oleh tangan manusia artinya Semar melepaskan segala sifat dari diri manusia, yakni sifat sombong, angkuh, amarah, iri, dengki, jail, keji dst. Manusia yang telah mengenal jati dirinya akan bersikap rendah hati, tidak sombong dan tidak merasa memiliki apa-apa karena ia sadar semuanya adalah pemberian Tuhan. Manusia yang telah mengenal Tuhannya akan bersikap bijaksana karena ia mengetahui pasti bahwa dirinya tidak pintar dan tidak pantas berbuat tidak adil di hadapan Tuhannya. Ia sungguh mengetahui pasti kebesaran Tuhannya hingga ia takut dan merasa kecil di hadapan Tuhannya.

Tokoh Semar berjalan setiap tiga langkah menengok ke kiri, ke kanan dan kemudian kebelakang. Artinya manusia harus peka pada lingkungan sekitarnya. Mengengok ke kiri dan ke kanan adalah kepedulian manusia kepada lingkungan dan tetangganya. Apakah ada tetangga, teman dan saudara yang sedang kesulitan dan membutuhkan pertolongan? Dengan kepedulian antara manusia akan tercipta keharmonisan dan budaya saling membantu. Dari sikap peduli juga akan lahir kedamaian, kesejahteraan dan kemajuan.

Setiap tiga langkah Semar menengok ke belakang. Artinya langkah yang pertama adalah niat, langkah yang kedua adalah ucapan dan langkah yang ketiga adalah perbuatan. Semar menengok kembali setelah tiga langkah. Apakah niat, ucapan dan perbuatan dia telah benar? Apakah niat, ucapan dan perbuatan dia telah melukai manusia lain? Apakah niat, ucapan dan perbuatannya telah sama, tidak seperti pendusta dan manusia munafik yang niat dan ucapannya tidak sama, ucapan dan perbuatannya tidak sama. Segala sesuatu yang ia kerjakan dilihat kembali, jika meninggalkan kesalahan ia segera akan meminta maaf dan memohon ampun pada Tuhan.

Itulah tokoh Semar merupakan gambaran manusia sejati yang telah mengenal jati dirinya dan telah mengenal Tuhannya. Wujud, gerak dan sifatnya memiliki arti yang sangat dalam. Dengan demikian membuktikan kebudayaan wayang golek adalah kebudayaan yang cedas dan luhur. Nenek moyang kita dahulu menonton hiburan wayang yang memiliki nilai-nilai kehidupan dan spiritual yang teramat luhur. Wayang bukan sekedar hiburan tanpa nilai dan makna. Melalui kebudayaan yang menghibur, juga tersirat nilai, makna dan ajaran kehidupan untuk manusia. Membuktikan peradaban dan pendidikan bangsa Indonesia sangat maju sejak zaman dahulu.

Entah kenapa dalam Cerita pewayangan, sang Resi Abiyasa dan berikut Ayahnya, kakeknya, juga Anak Anaknya sampai cucu cucunya kesemua keturunannya itu memanggilnya Kakang, terhadap Ki Semar Badranaya???

Ada cerita juga di Cipaku Darmaraja pantrang pertunjukan Wayang?

SILSILAH SEMAR DALAM BAGAN ADAM DAN HAWA

Dalam buku bagan Rundayan tapel Adam dan Babu Hawa yang saya kebetulan saya dapatkan silsillahnya, yang berbeda dengan versi jawa, sbb :

1. Nabi Sit a.s atau Eyang/hyang/ Semar.

2. Nabi Sit a.s (sanghyang Sita) & Dewi Delajah =》Sayid Anwar (sanghyang Nurrasa) yang merundaykan keturunan di Asia.

3. Nabi Sit a.s (Sanghyang Sita) & Siti Hunun =》 Sayyidina Anwas yang merundaykan keturunan di Barat dan para nabi dan rosul di tanah Arab.

Namun Nabi dan Rosul tidak hanya di tanah arab saja dalam hadits disebut banyak sekali.

Sabda Rasulullah SAW :

عَنْ أَبِى ذَرٍّ قَالَ دَخَلْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَهُوَ فِى الْمَسْجِدِ فَذَكَرَ الْحَدِيثَ إِلَى أَنْ قَالَ فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ كَمِ النَّبِيُّونَ؟ قَالَ :« مِائَةُ أَلْفِ نَبِىٍّ وَأَرْبَعَةٌ وَعِشْرُونَ أَلْفِ نَبِىٍّ ». قُلْتُ : كَمِ الْمُرْسَلُونَ مِنْهُمْ؟ قَالَ :« ثَلاَثُمِائَةٍ وَثَلاَثَةَ عَشَرَ »(الحاكم ، والبيهقى فى شعب الإيمان) أخرجه الحاكم (2/652 ، رقم 4166) ، والبيهقى فى شعب الإيمان (1/148 ، رقم 131) . وأخرجه أيضًا : البيهقى فى السنن الكبرى (9/4 ، رقم 17489) .

Dari Abu Dzar r.a berkata, aku masuk ke masjid dimana beliau di sana, maka aku bertanya kepada Nabi , ‘Berapakah jumlah Nabi semuanya?” Nabi menjawab, “Semuanya ada 124.000 nabi.” ”Dan berapakah jumlah Rasul?” beliau menjawab:” 313 Rasul.” ( HR. Hakim, Al Baihaqi)

Wallahu ‘Alam bi mu’rodih..

Foto :
Dua Batu Dibawah adalah 2 Foto yang disebutkan/Disimbolkan “Batu Semar” yang ada di Darmaraja.
2. Illustrasi Sanghyang Sis Mara Bumi Penguasa Tanah Jawa (Samar => Semar, makna huruf e bermakna Pangleber, contona Hade, Bere, Pare, dsbnya. Pangleber bermakna memberi makna luas)

BENDERA ISIS DI POSO, JAMAAH TABLIGH DI GOWA DAN GEOPOLITIK INTERNASIONAL

$
0
0

BENDERA ISIS DI POSO, JAMAAH TABLIGH DI GOWA DAN GEOPOLITIK INTERNASIONAL

Bagaimana cara Amerika bisa menjadi Penguasa Imperium Global selama puluhan tahun? itu karena amerika menguasai 3 sektor : Ekonomi (Dollar yg jadi acuan dunia),Tekhnologi & Militer. Ketiga sektor tersebut membutuhkan penggerak dan sampai saat ini pengeraknya adalah Minyak Bumi. Mereka membutuhkan Minyak Bumi sebagai sumber energi – Motif energi inilah yang menyebabkan Amerika melakukan Ekspansi kenegera2 yang kaya minyak akan tetapi tidak mau di atur oleh pusat Amerika. Banyak sekali contoh-contoh Invasi amerika berkedok Penumpasan Terorisme, menyelamatkan sipil (kemanusian)dari pemerintahanya , Senjata pemusnah massal dan beberapa motif utk invansi lainya. Sehingga banyak negara-negara kaya minyak jatuh karena Invasi Amerika misalnya Irak di bawah Saddam Husein, Libya di bawah Khadafy , Soekarno dari Indonesia yang setelah jatuh tiba2 ada booming minyak bumi tahun 70-an yang mana mendadak bikin kaya Jenderal2 AD yang yg kelola Pertamina – yang mana kemudian setelah minyak kita produksinya menurun hanya dalam hitungan puluhan tahun karena di sedot habis oleh Amerika dan sekutunya. Belum lagi beberapa negara lain yang jadi korban seperti Uni sovyet yang mana seperti Kazaktan,Azerbijan setelah memerdekakan diri dari Rusia produksi minyaknya di kuasai oleh perushaan besar Amerika–Atau Iran,Suriah, Venezuela walapun belum jatuh tapi sudah habis-habisan di hajar oleh Amerika.

Pasca Uni sovyet runtuh amerika leluasa mengobrak-abrik timur tengah — itu sebetulnya project turunan dari proxy Mujahidin & Taliban Afganistan yang saat itu di pakai Amerika & NATO untuk membendung laju Uni Sovyet merangsek mendekat ke teluk Persia. Kemudian karena project Terorisme dianggap minim biaya dan korban yang banyak seperti perng head to Head Amerik di vietnam maka kemudin proyek proxy Islam itu di lanjutkan sampai saat ini berkembang dari kelompok al qaeda sampai ISIS.

Dan Indonesia bukan negara yang baru saja terlibat dan bersentuhan dengan Proxy2 Islam Amerika tercatat tahun 80-an saat LB Moerdany jadi Panglima Angkatan bersenjata sudah ada peran atau keterlibtan militer Indonesia saat ada pertempuran antara Mujahidin afganistan dengan Tentara Komunis Uni Sovyet — Yakni pengiriman senjata (penyelundupan) yg di lakukan oleh Moerdani untuk Afganistan (yang kemudian di laporkan oleh Prabowo jika senjata selundupan itu mau di gunakan utk Kudeta Soeharto)

Kemudian setelah LB Moerdani tersingkir persentuhan pemerintahan Indonesia dengan Link2 Islam Proxy Amerika terus terjadi terutama saat Soeharto mencoba memakai kekuatan Islam eks DI/TII & Masyumi untuk menahan laju kelompok Islam Moderat di bawah Gus Dur & Kelompok Nasionalis di bawah megawati yang semakin menguat — Melalui kader2 Masyumi & DI/TII terjadilah percintaan antara Orba dengan kekuatan Islam Transnasional spt misalnya Ikhwanul Muslimin & Hizbut Tahrir yang kemudian di legalkan saat ICMI resmi berdiri awal 1990-an.
walaupun banyak kisah2 menarik seputar kisah itu kita skip saja— langsung ke kejadian Poso yang mana saat pemakaman 2 orang teroris terkibar bendera ISIS.
Apakah itu kebetulan???

Oh ..tentu saja tidak sebab ini jelas karena ada pengaruh Geo-politik Internasional yakni persaingan dagang antara USA versus China — Motif Energy sebabnya. Pertarungan perebutan Sumber Daya minyak bumi terjadi & China bisa jadi sudah agak terlambat kalau harus bertarung Frontal melawan amerika untuk memperebutkan sumber daya minyak bumi baru karena Amerika sudah terlebih dahulu kuasai ladang2 minyak + negara2 penguasa lokalladang minyak itu. Perebutan ladang2 minyak itu tidak produktif dan akan banyak sekali memakan biaya dan korban Nyawa. Itulah kemudian kenapachina mulai mencoba sumber2 energi yang terbarukan. Selain minyak Nabati dari sawit , China sekarang mengembangkan sumber energi Listrik yang di Portable dalam bentuk battery.

Dan taukah anda jika bahan baku Battery adalah Lithium yang produk turunan dari Nikel, daripada bertarung memeperebutan Sumber daya minyakyang tidak pasti hasilnya saat ini China mengembangkan Tekhnology Batterei.
Ndilalahnya sumber dari tambang Nikel terbesar di Asia tenggara adalah di Morowali yang Jaraknya kebetulan cuma 300 Km dari pusat Teroris di sulawesi di Poso dan ndilalahnya itu juga dekat dengan wilayah teroris “binaan” Amerika yg sudah eksis lama yaitu kelompok Abu Sayyaf di Filipina.

Ada Mega Proyek besar di Morowali
Sudah lama morowali terkenal dalam perdagangan Nikel bahkan menurut menurut US Geological Survey sudah tercatat sejak jaman Majapahitbahkan kerajaan belanda dan Inggris sudah melakukan perdagangan membeli tembaga yang bahan dasarnya nikel dan bouksit untuk kepentingan logam, senjata, mata tombak, pedang, dan panah.
Di perkirakan sudah merupakan jalur Sutera China jauh sebelum Majapahit berdiri.

Di masa pasca kemerdekaan RI tahun 1945 tidak terdengar adanya aktivitas penambangan nikel dan bouksit secara besar-besaran. Baru pada tahun 1965 di era Presiden Soeharto dua perusahaan tambang raksasa dunia PT Rio Tinto dan PT Inco diberi kontrak karya pertambangan generasi ke-3 setelah PT Freeport di tanah Papua. Kegiatan tersebut diperkuat dengan ditanda tanganinya modal asing lewat Undang-Undang No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, disusul dengan Undang-Undang No.11 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Pertambangan.

Masa reformasi

PT Sulawesi Mining Investment adalah PT yang didirikan oleh Shanghai Decent Investmen (Group)co. Ltd bersama PT Bintang Delapan Investama, PT SMI didirikan tahun 2009 di era Presiden SBY– Melakukan Pengembangan lahan tambang seluas 47.000 Ha di kabupaten Morowali kemudian Ada PT pendukung lainya yakni PT IMIP (PT. Indonesia Morowali Industrial Park )
PT IMIP merupakan perusahaan pengelola kawasan industri terintegrasi, kerja sama antara Tsinghan Group dari Tiongkok dan Bintang Delapan Group dari Indonesia. Setelah itu ada 10 perusahaan besar dari Indonesia maupun dari China dan Jepang, masing-masing lewat berbagai pusat smelter guna membuat stainless steel, slab, nikel pick iron, verro chrome, pabrik kapur, pabrik cocas, carbon steel dan CRC Carbon atas berbagai ragam produk industri berbasis nikel dan bouksit, yang paling menjanjikan adalah produk olahan cobalt serta lithium sebagai bahan baku pembuatan baterai untuk kendaraan listrik.

Di era SBY perkembanganya agak lambat karena minimnya Infrastruktur dan saat Jokowi naik jadi presiden kemudian ada tawaran untuk menghubungkan Jalur sutra baru yang rencananya akan di koneksikan dengan Filipina namun sayang Presiden Filipina yang baru Rodrigo Duterte yang semula membuka peluang pembangunan proyek OBOR China itu sepertinya mendapatkan “pesan cinta” dari Proxy Amerika itu di awali dari Gerakan “islam perompak” Abu sayyaf & sampai yg bikin terkaget-kaget adalah peristiwa ISIS di marawi.

Bagaimana dengan “pesan sayang” Amerika untuk Presiden Jokowi? yup peristiwa demo Ahok 2017 — Demo berjilid 212 dan Santoso yang bergerilya di pegunungan Poso.

Jadi buat kawan2 yang inbox nanya kenapa ada bendera ISIS di Poso saat pemakaman 2 teroris yang konon kata MUI tak beragama itu , monggo di pikirkan dewe-dewe akan tetapi di biarkan saja oleh aparat itu inilah salah satu penyebabnya.

Sebab di perkirakan kalau saja Proyek tempat ini bisa selesai akan menjadi kawasan Industri berbasis nikel yang mempekerjakan ribuan karyawan dari pelbagai daerah bahkan dari luar Indonesia.

Pemerintah Indonesia telah melakukan melakukan ground breaking untuk pabrik baterai lithium kekerjasama dengan Perusahaan2 Tiongkok. Di Morowali, Sulawesi Tengah, Indonesia diklaim bakal menjadi produsen baterai lithium terbesar di dunia.

Saat ini Lithium di pegang oleh China & Secara sumber daya alam (SDA), tidak ada material lithium di Tanah Air. Namun perlu dingat, Indonesia merupakan penghasil nikel terbesar di dunia yang jadi bahan baku Battery. Jadi Kerjasama China dengan Indonesia bisa jadi akan jadi kerjasama strategis yang akan merubah motif Energy Amerika dan sekutunya.
Dan Industri Battery ini akan merevolosi dunia bayangkan energi terbaharui sebagai pengganti minyak dari fosil di masa depan untuk melayani mesin mobil, motor sampai Industri2 besar yang lebih murah dan ramah Lingkungan. (Dan bukan cuma makai proxy agama –inget “sexy Killer” lord dandhy laksono lewat SJW sebagai Proxy-luar negeri utk serang Jokowi make isu lingkungan Hidup).

Nusantara dan Sistem Ekonomi Global

$
0
0

BANK SWISS MILIK RAJA NUSANTARA
Created by, Annisa Madaniyah

Pertempuran di indonesia, antara Portugis, Amerika, Belanda, Perancis, Inggris, Jerman, Belanda yang lamanya hampir 500 tahun di Negara indonesia, telah menelan Jutaan Nyawa Manusia, Perperangan di indonesia hanya Untuk memperebutkan tambang Minyak, Gas, Koalin, Uranium, tembaga, perak, Timah, Titanium, Biji besi, intan, Batubara, Batu Hijau dan berlian.

Pertempuran ini menelan biaya yang amat besar, pertempuran ini menggunakan bahan bakar untuk alat tempur mereka dan bahan bakar ini diambil dari Daerah medan, Sumatera utara, makanya dinamakan “MEDAN”

Pertempuran ini bukan memperebutkan Cengkeh, Lada, tembakau dan kopra tetapi mereka memperebutkan negara indonesia, karena indonesia adalah negara terkaya di bumi ini.

Perang yang tak kunjung usai, akhirnya Amerika, Inggris, Belanda,Jerman, Jepang, Perancis memutuskan untuk berdamai dengan Jalan yaitu indonesia di Merdekakan pada Tgl 17 agustus 1945. Tetapi dengan catatan,negara tersebut harus berbagi kekuasaan dan berbagi Hasil tambang secara merata.

Indonesia di Merdekakan lantaran merekapun akhirnya mendapat perlawanan dari Pihak indonesia, mereka akhirnya berperang juga melawan seluruh Rakyat indonesia dan mereka kewalahan.

Mari kita bahas bersama :
1. Sri Baduga,
2. George 3,
3. H.w Deandels,
4. Thomas Stanford,
5. George 4,
6. Sultan Achmad,
7. Pattimura,
8. Sultan kobuwono 10,
9. George Bus,
10. Soekarno,
11. Soeharto,
12. BJ Habibie dsb.

Sri Baduga Maharaja Sultan Abul Mafachir Moehammad Alioeddin Al Misri, Memberikan pinjaman keuangan/ kolateral (ribuan ton emas) kepada negara Amerika Serikat. Beliau merupakan raja pertama yang mengakui kemerdekaan Amerika Serikat yang dipimpin presiden pertama, George Washington. Beliau juga turut membantu dalam pembangunan gedung pemerintahan AS, “White House”. Oleh karena itulah bentuk gedung pemerintahan AS, “White House” serupa dengan Istana Bogor
(salah satu istana Maharaja Sunda Nusantara).

Mundurnya Inggris bukan lantaran menangnya tentara Amerika, tetapi karena desakan Sultan Alioeddin kepada administratur benua Amerika yaitu Kerajaan Inggris, dalam upaya Sultan ingin menggembalikan pemerintahan Bangsa Malay-Indian, dari arsip kuno yang ditemukan, wilayah Amerika sebenarnya merupakan kerajaan bawahan dari kemaharajaan Sunda Nusantara.

Raja Inggris, George III terguncang jiwanya atas kemerdekaan Amerika Serikat, dan menaruh dendam kepada kemaharajaan Sunda Nusantara.

Pada tanggal 10 Mei 1810, pasukan kemaharajaan Sunda Nusantara dibawah pimpinanan : SRI BADUGA MAHARAJA SULTAN ACHMAD AL MISRI, dapat mengalahkan pasukan laut Kerajaan Perancis dibawah komando Herman Williem Daendels, yang hendak menyerang wilayah kedaulatan kemaharajaan Sunda Nusantara. H.W. Daendels beserta pasukannya menyerah tanpa syarat dan H.W Daendels dipenjarakannya.

H.W. Daendels adalah perwakilan dari kerajaan Perancis (ketika itu Belanda masih dijajah oleh Perancis). Maharaja Sultan Achmad Al Misri, berkedudukan di Istana Merdeka, Istana Cipanas, Istana Bogor, dan Istana Serosowan Bantan. Kekalahan tentara laut Perancis dibawah komando Daendels oleh Baginda Sultan Achmad diperingati dengan rasa syukur. Sultan Achmad yang pernah bersekolah di Inggris mengundang sahabatnya Thomas Stanford Raffles untuk merayakannya, karena menganggap Inggris adalah musuh bebuyutan Perancis.

Beliau beranggapan bahwa Inggris akan merasa senang bila kemaharajaan Sunda Nusantara berhasil memukul Perancis dan menawan panglimanya. Namun ternyata T.S. Raffles membawa tugas misi khusus dari Raja Inggris, George IV, yang masih dendam pada maharaja Sunda Nusantara atas kemerdekaan negara Amerika Serikat.

T.S. Raffles ditugaskan untuk membunuh Sultan Achmad, menghancurkan kemaharajaan Sunda Nusantara, dan membebaskan H.W. Daendels. Karena H.W. Daendels adalah bangsawan De’Orange yang masih sepupu keluarga Buckingham, dan ketika itu Perancis telah kalah oleh Inggris.

T.S. Raffles mengajak Sultan Achmad untuk berkeliling wilayah Nusantara, dengan tujuan Pulau Banda (bagian kepulauan Sunda Kecil, penghasil pala terbaik di dunia). Ketika itu Sultan Achmad hanya dikawal pasukan kecil saja, karena tujuannya hanya sekedar jalan-jalan.

Sultan Achmad tidak menyadari bahwa ajakan sahabatnya itu sebenarnya adalah jebakan, karena sebelum keberangkatan, T.S. Raffles telah memerintahkan pasukan AL nya untuk menunggu di Laut Banda. Begitu sampai di laut Banda, rombongan Sultan Achmad dikepung oleh pasukan AL Inggris yang telah siap dengan persenjataan lengkap. Sultan Achmad tidak berdaya, kemudian diikat dan ditinggalkan begitu saja oleh T.S Raffles di sebuah pulau kosong, dengan tujuan agar mati. Kapal kebesaran Sultan Achmad diambil alih oleh T.S. Raffles dengan tujuan agar dia dapat kembali ke pusat kerajaan Sunda Nusantara tanpa dicurigai oleh pasukan kerajaan Sunda Nusantara.

Inilah sebabnya ketika rombongan kapal kebesaran Sultan Achmad (yang telah dikuasai T.S. Raffles) beserta kapal pasukan AL Inggris kembali ke pelabuhan Sunda Kalapa tak ada perlawanan, karena mengira mereka adalah rombongan Sultan Achmad dan sahabatnya T.S. Raffles. Siasat ini menyebabkan T.S. Raffles beserta pasukannya yang telah siap dengan persenjataan lengkap, dapat dengan mudah menduduki pusat kerajaan Sunda Nusantara. Setelah menguasai pusat pemerintahan kerajaan, selanjutnya T.S. Raffles mengambil alih beberapa wilayah strategis hingga sampai Malaka dan Singapura. Untuk melicinkan kepentingan politiknya, T.S. Raffles juga menghilangkan bukti sejarah lainnya dengan menghancurkan Istana Surosowan Banten.

Kemudian pada tahun 1816, T.S. Raffles menyerahkan pendudukan (Annexation) administratif kolonial di wilayah Sunda Nusantara kepada Kerajaan Belanda (sahabat kerajaan Inggris) di Semarang, dan Herman William Daendels diangkat menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda. T.S. Raffles berhasil membebaskan H.W. Daendels dan membuat perjanjian yang intinya mengangkat Daendels sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda dengan syarat mengikuti seluruh skenario rekayasa dan membungkam siapa saja yang mengetahui sejarah ini selanjutnya. Maka dimulailah kekejaman penjajahan Belanda sebagai kepanjangan Kerajaan Inggris.

Peristiwa ini menjadi awal pemalsuan sejarah Sunda Nusantara selama +/- 200 tahun. Sejak saat itu, ribuan ton emas dijarah, yang digunakan untuk modernisasi England dan pembangunan persemakmuran negara jajahannya (Kanada, Australia, Singapura, Hongkong, Afrika Selatan dst). Keluarga kerajaan-kerajaan di Nusantara dibantai dan dirampok. Arsip (bukti-bukti) pemerintahan dimusnahkan dan diambil untuk dihilangkan. Sebagian besar arsip yang menuliskan sejarah bumi dan pemerintahan masih disimpan di Mahkamah Internasional di Den Haag dan Universitas Leiden, Amsterdam. Inilah sebabnya Mahkamah Internasional berada di Belanda, karena sejarah aset dunia tersimpan disana beserta literatur pendukungnya.

Hilangnya kepempinan nasional Sunda Nusantara, menyebabkan kerajaan-kerajaan dibawah konfederasi Kemaharajaan Sunda Nusantara menjadi terpecah belah. Sejak saat itu, banyak terjadi perlawanan kepada pemeritah kolonial Hindia Belanda, ditandai dengan meletusnya

Perang Pattimura ( Maluku, 1817 )
Perang Paderi ( Sumatera Barat, 1821-1837 )
Perang Diponegoro (Jawa Tengah, 1825-1830), dll.

Namun perlawanan dari kerajaan-kerajaan ini dapat dipatahkan oleh Belanda, karena tidak ada persatuan lagi. Para raja-raja yang soleh dan mau bekerjasama dengan Belanda, diperdaya dengan menyimpan harta emas mereka di Bank Zurich, Jerman, dimana harta Kesultanan Nusantara (Cirebon, G.Pakuan, Banten, Deli, Riau, Kutai, Makasar, Bone, Goa, Luwuk, Ternate, dll,) dalam nilai ratusan trilyun Dollar Amerika (dalam bentuk emas, logam mulia, berlian, dsb) di simpan di Bank Zurich, Jerman. Kemudian karena kekalahan Jerman pada PD I (1911-1914),

Maka harta tersebut diambil paksa oleh pemenang, pihak Sekutu, yang selama perang banyak dibiayai oleh organisasi Yahudi.

Inilah sebabnya kenapa Jerman benci Yahudi. Kemudian harta-harta tsb. dipercayakan untuk disimpan di negeri Belanda. Namun ketika Belanda kembali terjajah oleh Jerman pada Perang Dunia ke II, maka harta tsb. menjadi tercerai berai, dan sebagian digunakan oleh NAZI untuk membiayai perang mereka. Kekalahan Jerman di perang dunia ke II menyebabkan aset tersebut kemudian dibagi kepada negara Sekutu (dalam hal ini Amerika, Inggris, Prancis, Rusia, Belanda).

Pada tahun 1934, Sultan Paku Buwono X memberikan bantuan jaminan keuangan (kolateral) kepada Liga Bangsa Bangsa (LBB) di Amerika Serikat, dengan tujuan membantu kebangkrutan ekonomi dunia. Liga Bangsa Bangsa (LBB) adalah cikal bakal dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Tercatat emas yg diberikan 57.169 ton emas 24 karat, yg kemudian diAKUI oleh pihak AS dalam perjanjian “The Green Hilton Agreement” dan disaksikan Sri Paus ( Vatikan ).

PASKA PROKLAMASI
– – – – – – – – – – – –

Paska proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia (17 Agustus 1945), para Sultan/ Raja (konfederasi) dibawah Kemaharajaan Sunda Nusantara mendukung pemerintah Republik Indonesia dibawah kepemimpinan presiden pertama Ir. Soekarno, dengan syarat beliau juga bersedia memulihkan Kekaisaran Sunda Nusantara (maksudnya tetap mengakui keberadaan para Sultan/Raja di wilayah Sunda Nusantara, sebagaimana halnya di Malaysia atau Inggris). Presiden Soekarno setuju syarat tsb., dan oleh karena itu beliau juga diberi tahu mengenai aset bangsanya yang dipergunakan oleh bangsa lain dan digelapkan. Beliau juga diamanahkan oleh para Sultan/Raja Sunda Nusantara untuk berusaha mengembalikan aset bangsa tsb.

Atas hal tersebut maka Ir. Soekarno mengirim surat rahasia ke PBB, dan menyampaikan gugatan kepada negara Sekutu untuk mengembalikan aset bangsa tsb. dalam rangka pembangunan kembali bangsa Sunda Nusantara.

Ingat uang kita sebelum Rupiah menggunakan nama SEN (SN=Sunda Nusantara).

Labrakan Ir. Soekarno kepada berbagai ketidakadilan dan imperialisme dunia, karena beliau menyadari bahwa “Indonesia” adalah “SUPER POWER” sesungguhnya dan pemegang amanah dunia.

Gugatan Ir. Soekarno baru disambut baik, ketika Amerika Serikat dipimpin oleh presiden John F. Kennedy, dengan harapan AS mendapat dukungan Ir. Soekarno dalam perlawanan menghambat komunisme.

IMG-20200508-WA0014

Pada tahap awal disetujui pengembalian aset bangsa Sunda Nusantara pada tahun 1963, dengan ditandatanganinya perjanjian “Green Hilton Agreement”, yaitu pengembalian 57.147 ton emas kepada rakyat Republik Indonesia (pemilik sah) melalui pemerintahan Republik Indonesia sebagi pengemban amanah Kekaisaran Sunda Nusantara
(Imperium of Zhunda Nuswantara), dengan disaksikan Sri Paus, yang banyak mengetahui sejarah aset dunia.

Sayangnya rencana ini tidak berjalan baik, karena terjadi pembunuhan terhadap presiden John F. Kennedy, pada tahun 1964.

Diduga pembunuhan ini dilakukan oleh organisasi rahasia Yahudi, yang menguasai ekonomi dan menyetir arah politik negeri AS hingga saat ini (Presiden John F. Kennedy tidak mau bekerjasama dengan organisasi ini).

Paska pembunuhan presiden John F. Kennedy, di bumi Nusantara juga terjadi gerakan penggulingan presiden Soekarno pada tahun 1965, yang diduga didalangi oleh CIA
(dibawah kendali organisasi rahasia Yahudi). Kekayaan aset Nusantara masih banyak tersimpan di 93 account di bank-bank utama didunia (ciri negaranya berbendera merah dan putih menandakan sumber asetnya).

Organisasi rahasia Yahudi ini diduga hingga saat ini masih menjalankan misinya dalam rangka membentuk tatanan dunia baru di bawah kepemimpinan Yahudi, dengan menguasai sektor keuangan dunia (IMF), bisnis persenjataan, bisnis media dan sistem informasi, serta bisnis strategis lainnya. Pemalsuan sejarah bangsa-bangsa di dunia, termasuk bangsa Sunda Nusantara juga didalangi oleh organisasi tersebut. Oleh karena itulah 90% bangsa kita tidak percaya akan cerita sejarah kebesaran bangsanya karena distorsi informasi ini, dan sebagian lagi tidak mau tahu karena lebih mengejar materi.

Marilah kita simak Doktrin Zionisme
( Protocol VI ) yang menyatakan :

Kehancuran kekuasaan akan terjadi setelah orang-orang berilmu (aristocrat) kaum ‘the goyim’ jatuh statusnya menjadi kaum proletar bersamaan dengan kredit negara-negara yang semakin meningkat, karena ketergantungan mereka yang sangat besar kepada kegiatan monopoli berskala besar, yang kita bangun, yang menjadi sumber penghasilan mereka. Di satu sisi, promosi Pemerintahan Super sebagai pelindung dan pemberi kesejahteraan kepada mereka, kita terus tingkatkan.

Kelompok aristocrat non Yahudi masih tetap berbahaya bagi kita, karena mereka masih berstatus memiliki tanah-tanah pertanian yang bisa memenuhi kebutuhan mereka. Berbagai cara kita kembangkan agar tanah-tanah itu jatuh ke tangan kita dan kita kuasai, yaitu dengan cara : Menaikkan beban tanah tersebut dengan cara menaikkan hutang mereka, dengan jaminan tanah-tanah mereka yang menyebabkan kepemilikan tanah terikat kepada kita dan pemiliknya akan tunduk tanpa syarat ; Kita bikin sulit kehidupan orang-orang berilmu (aristocrat) kaum non Yahudi yang akhirnya mereka akan musnah, karena kaum aristocrat mereka terbiasa dengan kehidupan yang mudah dan mewah. Aktivitas spekulasi kita naikkan untuk mengembangkan kegiatan industri dan perdagangan, sehingga kegiatan industri akan semakin menguat.

Dengan kegiatan industri yang menguat, kita sedot sumberdaya manusia dan modal (finansial) dari tanah-tanah pertanian tersebut dan akhirnya, ke dua sumberdaya tadi akan berpindah tangan ke kita berupa akumulasi harta kekayaan, sehingga kaum aristocrat non yahudi akan jatuh statusnya menjadi kaum proletar. Gaya hidup mewah kita perkenalkan kepada kaum aristocrat non Yahudi, yaitu dengan kita naikkan taraf pendapatan mereka, tetapi mereka harus membeli kebutuhan pokok dengan harga yang tinggi, karena berkurangnya hasil-hasil pertanian dan peternakan.

Kita ajarkan faham anarkis dan mabuk-mabukan kepada kaum buruh non Yahudi sebagai kaum terpelajarnya mereka yang akan mengurangi kegiatan industri dan menyempitnya lapangan pekerjaan.
Akhirnya, kaum aristocrat non Yahudi akan tunduk kepada kita hanya agar eksistensi mereka tetap dihargai dan mereka tidak menyadari bahwa kita tetap akan memusnahkan mereka.

Kita samarkan proses keseluruhan ini dengan istilah meningkatkan produktivitas buruh melalui teori-teori politik ekonomi yang para ahli ekonomi kita ajarkan terhadap kegiatan-kegiatan tersebut.

Pada era pemerintahan Ir. Soekarno, beliau begitu lantang mengumandangkan politik
” POLITIK BERDIKARI”
atau berdiri dengan Kaki Sendiri, bahwa bangsa Sunda Nusantara harus dapat mandiri, jangan tergantung kepada negara lain. Pada bulan Agustus 1965, beliau mengatakan “go to hell with your aid” sebagai kata talak/perceraian dengan IMF serta Bank Dunia dan memutuskan membangun Nusantara secara mandiri. Sayangnya politik ”BERDIKARI ini tidak berlangsung lama, karena pada bulan September 1965 terjadi kudeta berdarah terhadap presiden Soekarno (kudeta ini diduga melibatkan CIA).

Selanjutnya dimulailah rezim orde baru dibawah kepemimpinan Soeharto, yang kebijakan politiknya dekat dengan kepentingan Amerika Serikat.

Bagaimana dgn kondisi negeri kita saat ini ? Sudahkah bangsa kita hidup dan berkehidupan seperti yang tercantum dalam doktrin Zionisme di atas…?

Bila kita tidak segera menyadarinya, maka bangsa kita akan menjadi jongosnya bangsa-bangsa adi kuasa dan akan menjadi kepanjangan tangan dari negara-negara adi kuasa/kaya .

Iskandar Muda dan Hukuman Kerasnya

Augustin de Beaulieu, pelaut Prancis yang sempat menetap di Aceh pada masa Iskandar Muda (memerintah 1607-1636), mengungkapkan kekejaman Sultan Iskandar Muda.

Sang penguasa ini memang amat kejam karena saya berani bilang bahwa sejak saya berada di sana tak sehari pun lewat tanpa dia membunuh seseorang dan terkadang beberapa orang, dan dia tidak memberitahu siapa pun mengenai rencananya dan juga tidak minta saran orang lain,” kata Augustin de Beaulieu, dalam Orang Indonesia dan Orang Prancis: Dari Abad XVI Sampai Dengan Abad XX karya Bernard Dorleans.

Sultan Iskandar Muda menerapkan hukuman yang keras kepada para penjahat di Aceh untuk menegakkan wibawa dan kuasa raja yang di masa-masa sebelumnya kerap dikendalikan oleh kaum uleebalang (bangsawan). Mulai dari pemotongan anggota tubuh seperti telinga, bibir, hidung, kaki dan tangan; diinjak gajah sampai mati; menjepit dengan dua batang kayu yang dibelah; menumbuk kepala orang, dan lain-lain.

Beberapa dokumen dari sumber-sumber asing seperti yang tercantum di Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636) karya Denys Lombard bahkan menyebutkan Iskandar Muda pernah membunuh bayi dengan cara menghantamnya ke dinding karena bayi itu tak berhenti menangis. Dan bagaimana dia senang mandi darah para terhukum mati untuk melindungi diri dari penyakit.

Meski begitu, watak kejamnya ini diimbangi dengan sistem pemerintahannya yang efektif. Aceh menjadi kekuatan dominan di Sumatera dan warisan kekuatan militer besar yang dihimpunnya menjadi penantang utama laju dominasi Portugis di Semenanjung Malaya selama abad ke-17.

Sultan Agung Memenggal Prajuritnya

Raja Mataram, Sultan Agung (memerintah 1613-1645) memutuskan untuk menyerang Batavia pada 1628 sebagai bagian dari rencana politik ekspansionisnya di Jawa. Pasukan Jawa berkali-kali menyerang benteng dan berulang kali juga mereka gagal. Selama 30 hari ribuan prajurit Jawa juga mencoba membendung sungai Ciliwung untuk membuat pasukan Belanda kehausan, usaha ini juga gagal. Dalam sebuah pertempuran besar di dekat benteng, pasukan Belanda berhasil mengalahkan pasukan Mataram.

Pasukan Mataram akhirnya dipukul mundur, namun hanya setelah Sultan Agung mengirimkan sepasukan algojonya untuk memenggal kepala kedua panglima pemimpin penyerbuan, Tumenggung Bahureksa dan Pangeran Mandurareja, beserta prajuritnya karena telah gagal merebut Batavia.

VOC menemukan 744 mayat prajurit Jawa yang tidak dikuburkan, beberapa di antaranya tanpa kepala,” tulis M.C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008.

Serangan kedua terjadi pada 1629, kali ini dipimpin Dipati Ukur. Sekali lagi, pasukan Mataram dipukul mundur. Belajar dari pengalaman kegagalan panglima sebelumnya, Dipati Ukur akhirnya memutuskan untuk memberontak karena tahu hukuman penggal dari sang sultan tengah menantinya.

Amangkurat I Membantai Ulama

Tahta Mataram kembali mengalirkan darah pada masa Amangkurat I (1646-1676). Dia memindahkan pusat pemerintahan Mataram ke Plered dari Karta. Dia kerap terlibat perselisihan tahta, dimulai dengan saudaranya sendiri, Pangeran Alit, yang akhirnya dia bunuh untuk memuluskan jalan menaiki tahta Mataram. Namun tindakannya yang paling kejam adalah ketika dia membantai kaum ulama karena dianggap berkonspirasi dengan mendiang saudaranya untuk merebut tahta.

Dia membuat daftar para ulama beserta keluarga mereka untuk dikumpulkan, lalu dibantai di alun-alun Plered. Pembantaian ini terjadi tahun 1647. “Dan dalam waktu setengah jam, tidak kurang dari lima sampai enam ribu orang dibantai. Van Goens (utusan VOC untuk Mataram) yang waktu itu berada di Plered, melihat dengan mata sendiri mayat-mayat yang bergeletakan di jalanan,” tulis Denys Lombard dalam Nusa Jawa: Silang Budaya Jilid II.

Masa pemerintahan Amangkurat I memang penuh huru-hara. Pada 1677, Plered diduduki oleh pasukan Trunojoyo dari Madura yang memberontak, yang akhirnya memberikan celah masuk bagi VOC ke dalam politik istana Mataram. Berkat VOC, pemberontakan berhasil ditumpas namun kedaulatan Mataram kian lama jadi kian terkikis.

Pada awal abad 17, aset harta para Raja dan Kesultanan Nusantara (Cirebon, G.Pakuan, Banten, Deli, Riau, Kutai, Makasar, Bone, Goa, Luwut,Ternate, dLL,) dalam nilai ratusan trilyun Dollar Amerika (dalam bentuk emas, logam mulia, berlian, dan srbagainya) di simpan di Bank Zuchrigh, Jerman (karena pada saat itu Jerman adalah negara makmur dan menguasai dunia. Serta bank tersebut adalah salah satu bank yang tertua di dunia)

PENGKHIANAT PARA RAJA
DAN PENJILAT KERAJAAN BELANDA

Pada tahun 1620, Nusantara dijajah Belanda selama 3,5 abad. Bagi Kesultanan / Raja Nusantara yg melawan Belanda, data administrasi harta di Bumi Nusantara dihanguskan, hanya bagi Kerajaan Amangkurat I tetap memiliki data utuh, karena mereka penjilat Belanda dimasa itu.

Catatan:

Salah satu bukti Amangkurat I sebagai penjilat Belanda : Pangeran Girilaya Raja Cirebon II selaku menantu dari Raja Amangkurat I, atas tipuan pada u “undangan makan”, ternyata Raja Cirebon II beserta kedua putranya yang berumur 11 dan 9 tahun ditahan selama 10 tahun, hingga wafatnya Raja Cirebon II yang dimakamkan di Girilaya. Atas wafatnya Raja Cirebon II, Sultan Trunojoyo diutus untuk menjemput kedua putra mahkota tersebut untuk menggantikan tahta Kerajaan Cirebon.
Dengan melalui peperangan, akhirnya Trunojoya berhasil membawa Putra Mahkota dan kedua adiknya. Sedangkan Putra Mahkota yang pertama/kakaknya, diamankan oleh paman dari Ibunya ke Gunung Lawu. Hingga akhirnya berdiri Kerajaan Cirebon menjadi dua kesultanan, yaitu: Kesultanan Kanoman dan Kesultanan Kasepuhan.

PENYERAHAN HIBAH HARTA REKAYASA

Pada tahun 1939, Amerika menyuruh Bung Karno untuk menata aset para Raja Nusantara dan mengalihkan hak atas nama pribadi Soekarno.

Catatan :

a. PENYERAHAN HIBAH REKAYASA
Dilakukan oleh Raja Solo dan Yogyakarta yang mengatasnamakan Raja-raja Nusantara. Selanjutnya aset kedua raja tersebut utuh atau tidak dihibahkan.

b. HAK AHLI WARIS Raja Nusantara, sepeserpun nihil ( tidak menerima hak waris.)

BERDIRINYA BANK DUNIA

Pada tahun 1944, berdirilah Bank Dunia atas dasar Colateral Aset Raja Nusantara! Bank Dunia mulai memberikan pinjaman kepada 40 Negara. Maka semenjak itu USA semakin kuat untuk mencetak mata uang dan menyusun strategi persenjataan yang berguna untuk menguasai dunia.

JEPANG Menyerah Atas bantuan AMERIKA

Pada tahun 1945, saat Perang Dunia-II Jepang menyerah dan membuat Indonesia memproklamirkan kemerdekaan.

Beberapa fakta :

a. Bung Karno dlm salah satu pidatonya pernah berkata “kalau Jepang tidak memberikan kemerdekaan kepada kita, maka saya akan minta USA utk membom Jepang.

b. Bung Karno diangkat jadi ketua PBB. Bukankah pada waktu itu orang asing banyak yang lebih pintar dari Bung Karno? Tak aneh lagi, karena berdirinya Bank Dunia berasal dari aset Raja Nusantara. Sampai saat ini, tidak ada jabatan Ketua PBB selain Bung Karno, yang ada hanyalah Sekjen.

Catatan :

Tahun 1945, untuk membangun negara, kalau Bung Karno jujur dan benar (tidak ambisius), seharusnya mengumpulkan para Sultan dan Raja Nusantara untuk diberi tahu jika para buyutnya (Raja Nusantara) pada abad-17, menyimpan hartanya di Bank Juchrigh-Jerman. Kenapa Bung Karno bungkam ?

Antara tahun 1950 – 1953, Bung Karno memberikan pelimpahan coleteral kepada kolega dan keluarganya, yang berasal dari aset para Raja Nusantara yang dihibahkan atas nama pribadi Bung Karno. Yang kini sudah pada balik nama.

Tahun 1954, sebagian sisa Dana Koleteral tsb dibagikan dalam bentuk amanah kepada 73 orang Tokoh Negara & Ulama. Karena ada kepentingan “politik praktis”.Tahun 1955 pemilu pertama, Bung Karno diangkat Sebagai Presiden “seumur hidup”

Catatan :

a. Penerima “ pelimpahan colateral ” mendapatkan Royalti, namun pemegang amanah tidak mendapatkan Royalti. Siapakah yang menikmati royalti atas dana coleteral dari Bank Dunia? Siapa lagi kalau bukan kolega & keluarganya.

b. Perlu pendirian “ LEVARN ” Lembaga Executive Verifiksi Aset Raja Nusantra

c. Maksud dan tujuan : Atas tersimpannya Aset Raja Nusantra, baik milik Raja/Kesultanan: Cirebon, Pakuan, Banten, Deli, Riau, Kutai, Makassar, Bone, Goa, Luwut, Ternate, dan lainnya, yang disimpan pada awal Abad-17 di Bank Zuchrigh, Jerman dengan nilai ratusan trliyun dollar Amerika yang telah dihibahkan ke pribadi Ir.Soekarno (Rekyasa JO. AS)
Untuk modal awal pembentukan Bank Dunia, kini sudah pada balik nama atas nama keluarga dan koleganya (diluar amanah) ini harus diverifikasi / tata Juridis Formil untuk ketetapan hak bagi ahli waris dan negara.

d. Dalam pertemuan para Sultan se-Indonesia di Bali pada tahun 2000-an lalu. Selaku ahli waris mengharapkan keadilan hak atas harta yang digelapkan. Sehingga para pemegang amanah dan lainnya menyadari atas keganjilan hibah tersebut.

SOEKARNO KELUAR DARI PBB

Mengapa Bung Karno keluar dari PBB & pidatonya antara tahun 1959 sampai dengan 1963, berapi-api anti imperialis, anti nekolim ? Karena coleteralnya ternyata tidak bisa dicairkan dan digunakan untuk pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan REPELITA yang telah diprogram Alias dipersulit oleh Amerika.

AS MEMBUNGKAM SOEKARNO

Amerika berkepentingan untuk membungkam Bung Karno, selain karena alasan dana coleteral tersebut, juga karena Bung Karno membentuk “Poros Segitiga” Peking-Jakarta-Pyongyang. Selanjutnya melalui konspirasi & tipu daya, AS bertindak sebagai dalang atas lengsernya Bung Karno.

Tiga orang Jenderal terlibat dalam gerakan bawah tanah buatan AS, datang dan menodongkan senjata kepada Bung Karno untuk menandatangani SUPERSEMAR.

Ada 3 Surat Spersemar, 1 Asli dan 2 palsu.

Catatan :

Kemudian isi Supersemar diubah (dipalsukan) dan diserahkan kepada Soeharto. Soeharto tidak mengetahui tentang pemalsuan Supersemar tersebut dan menjalankan Supersemar dengan baik. Soeharto baru mengetahui hal tersebut sekitar tahun 1980-an. Namun sudah terlambat dan sejarah sudah terlanjur dituliskan.

SOEKARNO LENGSER

Tahun 1967, Soekarno lengser & Soeharto menjabat sebagai Presiden RI.

7 ORANG PEMEGANG SURAT AMANAH

Sekitar tahun 1995, tujuh orang pemegang Surat Amanah dari Soekarno, menghadap Soeharto agar Pemerintah dapat menggunakan Dana Coletral tersebut untuk pembangunan Indonesia.

Catatan :

Dana Coletral tersebut (yang ada di Bank Dunia) tidak dapat dicairkan, namun dapat digunakan untuk “jaminan cetak uang”. Soeharto mengajukan ijin utk pencetakan uang Rupiah atas jaminan Dana Coletral tersebut.

Dilakukan Sidang Moneter Internasional, dengan salah satu agenda untuk membahas rencana pencetakan uang Rupiah oleh pemerintah RI. Sepuluh negara menolak untuk memberikan ijin (termasuk AS & sekutunya), sisanya mengijinkan. Atas dasar voting, maka pemerintah RI diijinkan utk mencetak uang sebesar “Rp. 20.000 trilyun” dengan jaminan lima Coleteral (Salah satu Coleteral tsb adalah milik Kerajaan Cirebon sebesar 13.000 trilyun)

Catatan :

AS tidak memberikan ijin, karena khawatir Soeharto akan membangkitkan DUNIA ISLAM. Karena thn 1987 Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila sudah mulai merintis dan menggalakkan bantuan untuk pembangunan masjid di seluruh Indonesia. Mbak Tutut sudah mulai memakai kerudung dan dianggap sebagai simbol kebangkitan dunia Islam.

AS MENCETAK UANG

Pencetakan uang dilakukan di Jerman & Israel (pemenang tender adalah Australia). Disisi lain AS dan sekutunya mulai melakukan konspirasi untuk merusak stabilitas Ekonomi Internasional.

15. Maret 1997, secara bertahap IDR (Indonesia Rupiah) sdh mulai masuk ke Indonesia (masih berstatus atas nama Amanah yang ditempatkan di luar gudang BI). Baru sekitar 9% IDR tsb yg diregristasi oleh BI, terjadilah “krisis moneter” karena George Soros melakukan transaksi “pembelian Rupiah” secara besar-besaran yang dibayar dengan US Dollar. IDR dicetak dalam cetakan uang plastik pecahan Rp.100.000,- tahun cetakan 1997.

Catatan :

Pak Harto berencana dalam periode tahun 1998 – 2003, Try Sutrisno menjabat sebagai Wakil Presiden. Tahun 2000 Pak Harto membuat pondasi sebagai landasan kuat dalam pembangunan tinggal landas untuk take off menuju adil dan makmur. Tahun 2002, Pak Harto berencana untuk mengundurkan diri dan dilanjutkan oleh wakilnya Try Sutrisno sebagai presiden.

INDONESIA TERTIPU OLEH AMERIKA

Amerika semakin gencar melakukan konspirasi, sadar atau tidak sadar banyak unsur masyarakat yang sudah masuk dalam tipu daya dan skenario AS.

Catatan :

a. Banyak mahasiswa dan rakyat yang merasa idealis dan menuntut lengsernya Soeharto. Namun sesungguhnya mereka tidak sadar bahwa ini semua adalah skenario AS untuk menurunkan Soeharto.

b. Beberapa “tokoh boneka politik” bentukan AS, yaitu empat orang yang dikenal dengan sebutan “SMAG”

c. Terjadinya Kerusuhan Mei, yang dikoordinir oleh seorang tokoh pemuda atas cetakan SMAG.

Mei 1998, Soeharto lengser dan BJ Habibie menjabat sebagai presiden RI.

Semua mata uang Rupiah pada akhirnya sampai di Indonesia, Pak Harto memerintahkan 49 orang jenderal (7 orang Jenderal Bintang empat dan 42 orang Jenderal Bintang dua) untuk mengamankan gudang-gudang IDR yang masih berstatus atas nama Amanah.

BJ HABIBIE DI TIPU OLEH AS AGAR MELEPASKAN TIMOR TIMUR

BJ Habibie dipolitisir oleh AS untuk merealisasi Referendum di TimTim, dengan janji apabila terlaksana dengan jujur dan adil maka Habibie akan didukung untuk menjabat sebagai Presiden RI untuk periode selanjutnya.

Catatan :

Habibie ditipu mentah oleh AS dan sekutunya. Hasil jajak pendapat Timor Timur dimanipulasi (termasuk yang dihitung di Gedung Putih-AS, tidak dihitung di lapangan) dan berujung pada lepasnya Timor Timur dari NKRI. Itulah jatuhnya Habibie akibat dampak tertipu politik praktis. Karena Habibie sejatinya bukan orang “ misi AS ”, melainkan Habibie adalah “Jerman-isme ” Rapuhnya Pemerintahan RI dan perekonomiannya akibat “Mafia Berkeley” dan sebagian besar tokoh-tokoh negara terlibat dalam dosa “Kerusuhan Mei”. Amerika memegang kartu tokoh-tokoh negara tersebut, lalu leluasa untuk mendikte pemerintah. Boleh dikata, semenjak itu pemerintahan hanya menjadi “boneka AS” dan tdk mampu untuk lepas dari cengkraman AS.

KESIMPULAN

Jadi kesimpulan dari semua ini
Kebenaran yang dituliskan oleh si penulis bukan untuk menyudutkan PIhak pihak tertentu, namun Untuk MENEGAKKAN SEBUAH KEBENARAN DAN FAKTA YANG ADA, Bangsa Indonesia sangat beruntung telah memiliki 2 orang PUTRA TERBAIK yaitu :
SOEKARNO dan SOEHARTO. Rapatkan saja barisan, jangan mudah teradu domba oleh KONSPIRASI AS dan sekutunya.

Tumbuhkan jiwa patriotik kita, karena bisa jadi melalui konspirasi AS, perang Afganistan dan Irak juga dapat terjadi di Tanah Air yang kita cintai ini. Juga perang antar suku dan golongan di dalam negeri seperti di negara-negara Afrika, Korea Utara – Selatan, Vietnam Utara-Selatan, Bosnia, Mesir, Libya dan lain-lain. Atas kronologis harta Soekarno tersebut, pada prinsipnya kita para “pemegang amanah” dan penerima “ Pelimpahan Colateral ”, perlu untuk menyadari bahwa pelaksanaan “Hibah Aset Raja Nusantara kepada pribadi Bung Karno adalah “ CACAT HUKUM ”

Begitulah kisahnya indonesia Selalu tertipu dan tertindas dari tahun 1400 sampai tahun 1945

Dari tahun 1945 sampai tahun 2025
Indonesia makin di tindas dan di Tipu, mereka menjajah Negara kita tak perlu menggunakan fisik seperti dahulu kala karena mereka telah mendapat pengalaman yang pahit selama menjajah negara kita.

Berkat pengalaman mereka menjajah selama lebih dari 500 tahun, kini mereka menjajah Negeri ini cukup menggunakan intelegency dan Uang. Mereka Cukup membodohi ketum Parpol, Gubernur, Menteri, Wapres, Presiden, DPR dan MPR RI

Wassalam, pertanda,
Annisa Madaniyah

Epos Ramayana, mana yg aslinya?: versi India vs Versi Jawa Nusantara

$
0
0

*Mengkritik Tulisan Dr.Gauri Mahulikar*
EFFECT OF RAMAYANA ON VARIOUS CULTURES AND CIVILISATIONS
(PENGARUH RAMAYANA TERHADAP BERBAGAI BUDAYA DAN PERADABAN)

 

Oleh Agus Wirabudiman

 

Berhubungan dengan epic Ramayana, menurut Gauri Mahulikar menyebutkan dalam pengantar tulisannya : Ramayana adalah sumber mata air dari tradisi besar sastra, budaya, agama; tidak hanya di India, tetapi di pulau-pulau, wilayah dan negara-negara sejauh di samudera Pasifik juga. Ada dua aliran utama yang mengalir dari India, tempat kelahiran Ramayana; satu ke Asia Tenggara (SEA) dan yang lainnya ke negara-negara barat, mewakili aspek budaya dan sastra masing-masing. Makalah ini bertujuan untuk menyoroti budaya pengaruh terutama dan dengan demikian SEA akan menjadi titik utama. “Beberapa karya sastra yang diproduksi di sembarang tempat telah sepopuler ini, berpengaruh, ditiru dan sukses sebagai puisi epik Sanskerta yang besar dan kuno, itu Ramayana”, kata Robert Goldman.” [1]

Selanjutnya Gauri Mahulikar mengklaim seolah sumber satu-satu kisah Ramayana bermula terjadi di Peradaban India kuna saja, sehingga wilayah-wilayah negera lain adalah meniru sebagaimana yang diungkapkan Robert Goldman di atas, seperti Indonesia, Malaysia dan yang lainnya adalah dampak penyebaran budaya tradisi besar sastra dari negara India sekarang, beliau menuliskan : “Meskipun India adalah tanah rumah dari Ramayana, sekarang milik seluruh dunia dan merupakan harta yang unik, sosial, budaya, spiritual, filosofis dan sastra dari umat manusia. Perbedaan setup ideologi, politik dan agama dari negara-negara dipengaruhi oleh Ramayana, tidak pernah menjadi halangan dalam kemajuan dan popularitas epik. Daerah yang telah datang di bawah kekuasaan epik ini merupakan negara-negara Asia Tenggara (SEA) terutama seperti Kamboja, Indonesia, Jawa, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam. Efeknya adalah dari dua jenis: (a) Bahasa dan sastra, (b) Seni dan Arsitektur.” [2]

Selain Robert Goldman, Gauri Mahulikar pun terpengaruh dengan tulisan Will Durant, sejarawan Amerika terkemuka, India adalah yang paling kuno peradaban di dunia telah mengerahkan pengaruhnya di seluruh dunia, dan itu Orang India mengeksplorasi rute laut, menjangkau dan memperluas pengaruh budaya mereka Mesopotamia, Arab dan Mesir, pada awal abad ke-9 SM Ramayana telah mencapai Siberia yang membeku.(Lokesh Chandra,”Indian Culture in Transbaikalian Siberia”, article in V.C.V.,p.629.)[3]

Ramayana versi Malaysia, yang dikenal sebagai Hikayat Seri Rama (HSR), menawarkan bahan yang menarik untuk studi akulturasi. Disini, Dasaratha dikatakan sebagai yang terbaik cucu dari Nabi Adam. Rahwana ditampilkan memiliki anugerah dari Allah, bukan Brahma.(Srinivasan, K.S., “Ramayana Traditions in South East Asia”, article in CIRSW,p.xxx). Jadi kita menemukan bahwa kedatangan Islam tidak membuat perbedaan, sebaliknya, vitalitas segar diberikan pada aslinya dengan adaptasi, asimilasi dan integrasi. Versi pertama Ramayana dalam bahasa Jawa kuno adalah karya Yogesvara pada abad ke-9 M, sebuah karya dari 2774 bait dalam gaya manipravala yaitu campuran bahasa Sansekerta dan Kawi. Ravanavadham dari Bhatti, yang dikenal sebagai Bhattikavya telah sangat memengaruhi Ramaya Indonesia dan Jawa. Di Bali Ramakavaca dari 22 bait dalam bahasa Sansekerta ditemukan. Beberapa ayat ini adalah identik dengan Ramayana Valmiki. (Goudriaan, T., “Sanskrit Texts and Indian Religion in Bali”, article in India’s Contribution to World Thought and Culture, Vivekananda Commemoration Volume (V.C.V.), Madras, 1970,p.562).[4]

Menurut temuan Gauri Mahulikar : Bahasa Sansekerta, selama berabad-abad, merupakan satu-satunya bahasa penghubung, yang diperbaiki dengan baik oleh pengguna regular pengajaran tata bahasa tersedia di seluruh India dan Asia Timur, yang memungkinkan propogasi dan popularisasi Ramayana. Selanjutnya beliau menyampaikan : Asal-usul Kata-kata India sangat umum yang diucapkan dalam bahasa Thai dan Indonesia. Itu Bahasa Jawa Kawi adalah campuran dari bahasa Sanskerta dan asli Jawa, juga disebut Lama Orang jawa. Namun demikian, bahasa Jawi Baru telah bercampur dengan kata-kata Arab dan Persia; benar bukti aturan Islam di sana. Di Filipina, juga, banyak kata-kata Sansekerta ditemukan.[5]

Dalam hal penelitian Bahasa Sangsekerta ini, Gauri Mahulikar hampir senada dengan hasil penelitian Purbacaraka yang mengatakan bahwa tujuh puluh sampai delapan puluh persen (70-80%) bahasa Jawa kuna (kawi) adalah Bahasa Sangsekerta murni.[6] Yang dimaksud dengan bahasa Jawa kuna /atau Bahasa Sangsekerta murni adalah bahasa sebelum ada pemisahan antara bahasa Sunda dan Jawa seperti sekarang. Artinya pemilik dari Bahasa Sangsekerta murni (70-80%), termasuk epic Ramayana adalah berasal dari leluhur bangsa Indonesia (Yavadvipa /Jawadwipa) yang menyebar ke seluruh wilayah Asia Tenggara (SEA) sampai ke daratan India sekarang. Dari daratan India lalu baru menyebar ke Negara-negara barat.

Bahkan apabila memperhatikan isi yang tertulis dalam epic Ramayana oleh Valmiki (500-400 SM) mengatakan bahwa Rama mencari Sita ke wilayah pulau Yavadvipa[7]. Dari hasil penelitian para sarjana barat sendiri menyimpulkan bahwa yang dimaksud wilayah/kepulauan Yavadvipa adalah Java (Jawa) Indonesia sekarang. Oleh karena itu sangat wajar jika kisah mengenai Rama, Sita, Rahwana, Sugriwa dan lain sebagainya terdapat juga di Indoensia (Jawadwipa) yang dikisahkan dalam berbagai bentuk Seni, Tradisi maupun Arsitektur Candi di Indonesia adalah bukan sebuah tiruan /atau meniru dari hasil sebaran sastra epic Ramayana dari Negara India.
—————–
[1]Dr Gauri Mahulikar, “EFFECT OF RAMAYANA ON VARIOUS CULTURES AND CIVILISATIONS”, https://www.yumpu.com/en/document/read/6476999/effect-of-ramayana-on-various-cultures-and-civilisations-sabrizainorg diunduh 20 Januari 2020 M
[2]Ibid.
[3]Ibid.
[4]Ibid.
[5]Ibid.
[6]Quoted in Hindustan Standard (Calcutta) : According to Poerbatjoroko a well-known Javanese scholar, between seventy and eighty per cent of the words of Javanese language are either pure Sanskrit or of Sanskritic origin.(Quoted in Hindustan Standard (Calcutta), December 30, 1962.)
[7]The island of Java was the earliest island within Indonesia to be identified by the geographers of the outside world. “Yavadvipa” is mentioned in India’s earliest epic, the Ramayana dating to approximately 5th–4th century BC. It was mentioned that Sugriva, the chief of Rama’s army dispatched his men to Yawadvipa, the island of Java, in search of Sita (Kamlesh Kapur, History Of Ancient India (portraits Of A Nation), Sterling Publishers Private Limited 2010, ISBN 978-81-207-5212-2),hlm.465.

MENGAPA Jokowi kini banyak diganggu Mafia Ekonomi lama?

$
0
0

“DIAM ADALAH TRIK JOKOWI MEMBUNUH LAWAN – LAWAN’NYA”

Mayoritas pendukung Bapak Jokowi pasti terkesima dengan judul seperti ini.
Merasa terlalu yakin bahwa diamnya “Bapak Jokowi terhadap lawan-lawannya hanyalah trik membunuh”.
Salah satu contoh yang paling menonjol belakangan ini adalah diamnya Bapak Jokowi terhadap Abas.
Beberapa pengamat/penulis bahkan berpendapat bahwa “riwayat politik Abas sudah tamat”
Semua mungkin…
Tapi perlu kita sadari bahwa soal Abas beda persoalan nya. Saya pun tahu mayoritas pendukung Bapak Jokowi menganut jalan berfikir seperti judul diatas.

Tapi yang menjadi konsentrasi saya bukan soal “Trik Jokowi”, melainkan soal “Konspirasi Politik Tingkat Tinggi” yang tidak banyak masyarakat tahu.
Boleh percaya, boleh tidak, posisi Bapak Jokowi saat ini tidak sedang baik-baik saja.
Ini tidak sebatas persoalan Abas, ini soal kekuatan Oligarki yang ada dibelakangnya.

Dampak Kepemimpinan Abas memang sangat buruk bagi masyarakat umum, itu pasti. Tapi para Mafia membutuhkan orang seperti Abas untuk memuluskan segala bisnis kotor mereka dan hanya Abas yang mampu bahkan tega melakukan itu, meskipun yang menjadi korbannya adalah rakyat sendiri.
Seperti apapun cara kita beropini, waktu’lah yang akan membuktikan semuanya secara pasti.

Dan saya berani taruhan, siapapun yang bakal Nyapres di tahun 2024 nanti, bisa jadi rival terberatnya adalah Abas.
Misi saya untuk menguburkan Abas dari peredaran informasi ga akan berpengaruh banyak, saya pun menyadari itu, namun intinya saya berusaha dan tidak diam.
Waktunya nanti, mata para pendukung Bapak Jokowi akan terbuka, bahwa Misi yang sedang saya jalankan ini benar…

“Bayangkan kamu sedang melihat seseorang terjatuh dari gedung tinggi. Kamu mungkin berteriak sekencang-kencangnya. Tapi plisss… Tolong percaya sama saya bahwa teriakanmu tidak akan membuat orang yang sedang jatuh itu tertarik kembali keatas. Dia pasti terhempas kebumi, itu hukum alam” !

Seperti ketika kamu percaya “Ahok sungguh-sungguh tidak bersalah”, namun fakta hari ini Ahok tetap SAH sebagai “orang bersalah”.
Seperti ketika kamu percaya bahwa “Bung Karno telah dilengserkan saja oleh Soeharto”, namun fakta hari ini Soeharto tetap SAH sebagai “penyelamat Negara”

Apa yang saya maksudkan dengan mengibaratkan kasus-kasus diatas ?
Maksut saya adalah: “Jangankan suaramu, bahkan jantungmu kau congkil dan kau sobek-sobek, tetap saja apa yang telah didesain oleh kekuatan Oligarki, itulah yang akan berlaku !

Bapak Jokowi terlalu tulus mengabdi kepada Bangsa dan rakyat, saya pun tahu…
Beliau berniat merombak secara total “Sistem dan Bisnis Politik Pengelolaan Negara” yang sedang berjalan, yang dianggapnya salah. Hal itu dilakukannya demi keadilan sosial dan kesejahteraan hidup seluruh rakyat Indonesia.

Tentu saja niat tersebut sungguh mulia.
Tapi saya harus jujur bahwa langkah Bapak Jokowi diakhir periode pertama Kepemimpinannya hingga jalan periode kedua ini terlalu kasar sehingga menciderai tubuh Oligarki yang juga telah turut menopang kepemimpinannya diperiode pertama.

Oh andai pengelolaan Lahan HGU tidak diusik Jokowi…
Andai permintaan JK untuk tetap mendampingi beliau di periode kedua itu dikabulkan…
Andai sistem Impor Migas tidak diusik Jokowi…
Saya yakin Negara ini jauh lebih “aman”

Mestinya periode saat ini jauh lebih kuat ketimbang periode sebelumnya. Mengapa..?
Karena parlemen didominasi oleh koalisi Pemerintah !
Bahkan rival terberat Jokowi di 2014 dan 2019 yakni Prabowo telah menjadi bagian dari Kepemerintahan.
Namun apa yang kita saksikan sejauh periode kedua ini berjalan ?
Meskipun saya tetap percaya pada kemampuan dan bijaksananya seorang Jokowi, namun saya tidak bisa pungkiri bahwa periode kedua kepemimpinan Jokowi sangat rentan dan rapuh.
Bapak Jokowi nyaris hilang semaraknya dimata masyarakat yang tidak memahami apa persoalan sesungguhnya dibalik semua hiruk-pikuk dunia politik.

Tidak sesederhana yang kita bayangkan…..
Bapak Jokowi tersandera diantara kepentingan Politik dan rasa cintanya terhadap rakyat.
Beliau begitu mencintai dan ingin sekali berbuat sebanyak-banyaknya untuk kesejahteraan rakyat selama kesempatan dirinya menjabat sebagai Presiden RI, namun dari sisi yang tersembunyi dirinya diserbu oleh kepentingan.

Saya tahu ada campur tangan pihak internal Partai Pengusung juga, padahal Partai pengusung tersebut bisa melambung dan berjaya berkat nama Jokowi.
Jadi sampai disini kita bisa memahami kenapa diperiode pertama kepemimpinan Bapak Jokowi terasa lebih greget ketimbang periode saat ini.
Karena diperiode pertama ada kawan dan ada lawan, sedangkan diperiode saat ini kawan ikut-ikutan jadi lawan. Dan dia benar-benar tersandera !

Sedikit menelisik kebelakang….
Andaikata Jokowi berhasil dilengserkan diperiode yang lalu, apakah pernah terlintas difikiran anda bahwa Prabowo’lah yang akan naik menjadi Presiden RI menggantikan Jokowi ???
Kalo anda pernah berfikir seperti itu, maka saya ingin katakan bahwa anda keliru.
Pemikiran tersebut terlalu lugu dan lucu.
Dan saya ingin anda tahu saat ini bahwa andaikata Jokowi berhasil dilengserkan kala itu, maka yang berpotensi menjadi Presiden RI menggantikan Jokowi adalah Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla.
Itulah hukum pemindahan kekuasaan yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia.
Beruntung Bapak Jokowi mampu menyatu eratkan POLRI dan TNI secara emosional dalam waktu singkat, meskipun belum sempurna.
Saya kira itulah konci keselamatan Negara saat itu dan Doa-doa kita juga.

Tubuh Oligarki memang berisi orang-orang Nasionalis, tapi mereka juga punya bisnis. Dan siapa yang rela jika sistem usahanya diusik ?
Bapak Jokowi perlu belajar “ilmu semut”
Oligarki itu seperti “Semut rangrang”
Dia akan menggigit dan menghambat anda agar tidak mendekati sarang/tempat segala aktifitas produksi dan reproduksi berlangsung.
Ketika anda ngotot menerobos hingga mencapai sarangnya kemudian mengobrak-abrik itu, apakah dia akan musnah ? TIDAK !!!
Besoknya anda akan melihat mereka telah merakit sarang lagi, dan bukan hanya satu. Itulah Oligarki.

Anda hanya bisa membasminya menggunakan semut juga, yakni semut hitam/ada yang menyebutnya semut gila.
Semut hitam ini saya ibaratkan “orang-orang kecil yang siap digigit bahkan siap mati”
Ketika anda melepaskan semut hitam diarea kekuasaan semut rangrang, semut hitam tersebut akan langsung disergap dan digigit hingga mati. Tapi beberapa detik kemudian jika anda perhatikan, semut rangrang itupun mabuk kemudian mati.

Jadi langkah Bapak Jokowi menerobos dan mengobrak-abrik itu baik. Niat tulusnya sungguh mulia yakni demi menegak’kan keadilan sosial dan kesejahteraan hidup seluruh rakyat Indonesia.
Tapi apakah langkah itu akan efektif ???
Saya yakin tidak !!!
Seperti semut rangrang mereka akan membangun sarang lagi, dan tidak hanya satu.
Yang saya sesalkan adalah, mereka telah membangun sarang-sarang baru dibelakang Abas…

Kembali ke apa yang telah saya ketengahkan diatas bahwa tubuh Oligarki berisi orang-orang Nasionalis, tapi mereka juga punya bisnis dan tidak rela bisnisnya diusik.
Mereka tidak membutuhkan orang pintar dan hebat untuk memimpin Bangsa ini, mereka hanya butuh sosok yang bisa dikendalikan agar dapat memuluskan segala urusan bisnis mereka, tidak peduli rakyat yang dikorbankan “yang penting usaha saya mancur”, begitulah prinsip mereka.
Dan hanya Abas yang mampu dan tega melakukan itu.
Sampai disini paham sayang….?

Salam Waras
Krisyanto Yen Oni

Sumber Berita:
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=710663483100019&id=100024691221266

WALI SONGO ATAU WALI SANGHA?

$
0
0

📚 MANAKAH YANG BENAR: “WALI SANGA (WALI SONGO)” ATAUKAH “WALI SANGHA”

Oleh: Syansanata Ra
(Yeddi Aprian Syakh al-Athas)

*Tulisan ini diturunkan sebagai pengantar dari kajian tentang Kutub Selatan (Sarishma / Antartika).

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Wahai Saudaraku, sudah menjadi pengetahuan “mainstream” yg diamini oleh masyarakat umum, khususnya oleh masyarakat Tanah Jawa dimana ketika kita menyebut kata “WALI SANGA” maka tentunya akan langsung dimaknai sebagai sekumpulan waliyullah penyebar Islam di Tanah Jawa yg berjumlah 9 (sembilan) orang.

Namun tahukah Anda bahwa WALI SANGA ini ternyata tidaklah berjumlah 9 (sembilan) orang sebagaimana kita ketahui selama ini.

WALI SANGA sebenarnya merupakan sebuah Majelis Perkumpulan Para Ulama yg menyebarkan Islam di Tanah JAWI, analognya semacam Majelis Ulama Indonesia (MUI) saat ini.

Istilah WALI SANGA sendiri merupakan gabungan dari dua kata yg berbeda etimologi (asal usul bahasa), yakni kata WALI yg berasal dari Bahasa Arab WALIY (ولي) yang bentuk jamaknya adalah AULIYA (أَوْلِيَاءَ) yg bermakna WALIJAH (وَلِيجةُ) yang bermakna “orang kepercayaan, khusus dan dekat”, dan kata SANGA yg berasal dari Bahasa Pali (Prakrit) SANGHA yang bermakna “perkumpulan suci”. Sehingga secara etimologi, kata WALI SANGA yg berasal dari gabungan kata WALIY dan SANGHA bermakna “perkumpulan orang-orang yang suci”.

Pemaknaan inilah yang harus diluruskan terlebih dulu dari sebuah terminologi WALI SANGA.

Lantas apakah WALI SANGA itu terdiri dari 9 (sembilan) orang? Tentu hal ini juga keliru.

Mengapa?

Karena ketika kita merujuk kepada berbagai referensi naskah-naskah kuno tentang WALI SANGA, maka kita akan dibuat bingung olehnya.

Misalnya, dalam naskah Serat Suluk Walisana yg berbentuk Tembang Asmaradana, yg ditulis oleh Sunan Giri II, disebutkan bahwa WALISANA (sebutan untuk WALI SANGA) itu berjumlah 8 (delapan) orang, yakni diantaranya:
1. Sunan Ampel.
2. Sunan Gunung Jati.
3. Sunan Ngudung.
4. Sunan Giri di Giri Gajah.
5. Sunan Makdum di Bonang.
6. Sunan Alim di Majagung.
7. Sunan Mahmud di Drajat.
8. Sunan Kali.

Sedangkan dalam naskah Babad Tanah Djawi disebutkan bahwa WALI SANGA berjumlah 9 (sembilan) orang, yakni diantaranya:
1. Sunan Ampel.
2. Sunan Bonang.
3. Sunan Giri.
4. Sunan Gunung Jati.
5. Sunan Kalijaga.
6. Sunan Drajat.
7. Sunan Udung.
8. Sunan Muria.
9. Syekh Maulana Maghribi.

Sementara dalam naskah Babad Tjirebon disebutkan bahwa WALI SANGA juga berjumlah 9 (sembilan) orang, namun berbeda dengan sembilan orang WALI SANGA yg disebutkan dalam Babad Tanah Djawi, yakni diantaranya:
1. Sunan Bonang.
2. Sunan Giri Gajah.
3. Sunan Kudus.
4. Sunan Kalijaga.
5. Syekh Majagung.
6. Syekh Maulana Maghribi.
7. Syekh Bentong.
8. Syekh Lemah Abang.
9. Sunan Gunung Jati Purba.

Nah, perbedaan nama-nama anggota WALI SANGA inilah yg kemudian menimbulkan kesulitan untuk mengidentifikasi siapakah sebenarnya para ulama yg termasuk dalam perkumpulan orang suci yg bernama WALI SANGA ini sebagaimana makna aslinya yg berasal dari kata WALIY SANGHA.

KH. Agus Sunyoto dalam bukunya yg berjudul “Atlas Wali Songo” menyebutkan bahwa konsep WALI SANGA, sumber utamanya dapat dilacak pada konsep kewalian yg secara umum oleh kalangan penganut Sufisme diyakini meliputi 9 (sembilan) tingkat kewalian, yg oleh Syekh Muhyiddin Ibnu Araby dalam kitabnya yg berjudul “Futuhat al-Makkiyyah” dijabarkan sebagai berikut:
1. Wali Quthub, yakni pemimpin para wali di alam semesta.
2. Wali Aimmah, yakni pembantu Wali Quthub dan sekaligus menggantikannya jika wafat.
3. Wali Autad, yakni wali penjaga empat arah penjuru mata angin.
4. Wali Abdal, yakni wali penjaga tujuh musim.
5. Wali Nuqaba, yakni wali penjaga hukum syari’at.
6. Wali Nujaba, yakni wali yg hanya berjumlah tujuh orang pada setiap zaman.
7. Wali Hawariyyun, yakni wali pembela kebenaran agama.
8. Wali Rajabiyyun, yakni wali yg karomahnya muncul setiap Bulan Rajab.
9. Wali Khatam, yakni wali yg mengurus wilayah kekuasaan Umat Islam.

Nah dalam upaya dakwah Islam yg disebarkan oleh WALI SANGA dengan prinsip dakwah “al-muhafazhah ‘alal qadimish shalih wal akhdu bil jadidil ashlah” (unsur-unsur budaya lokal yang beragam dan dianggap sesuai dengan sendi-sendi tauhid kemudian diserap ke dalam dakwah Islam) dan prinsip dakwah “maw’izhatul hasanah wa mujadalah billati hiya ahsan” (menyampaikan Islam dengan cara dan tutur bahasa yang baik) inilah kemudian konsep 9 (sembilan) tingkat kewalian yg sufistik dari Syekh Muhyiddin Ibnu Araby diadopsi dan diadaptasi untuk menggantikan konsep DEWATA NAWA SANGHA yg memang telah ada jauh sebelum Kerajaan Majapahit berdiri.

Konsep DEWATA NAWA SANGHA ini diabadikan dalam Rontal Bhūwanakośa yg ditulis dalam Bahasa Kawi (Bahasa Jawa Kuno) sebagai nama-nama Dewa penjaga delapan arah penjuru mata angin, yakni:
1. Arah Timur : Dewa Iśwara.
2. Arah Tenggara : Dewa Maheśwara.
3. Arah Selatan : Dewa Brahmā.
4. Arah Barat Daya : Dewa Rudra.
5. Arah Barat : Dewa Mahādewa.
6. Arah Barat Laut : Dewa Śangkara.
7. Arah Utara : Dewa Wishnu.
8. Arah Timur Laut : Dewa Śambhu.

Ditambah satu orang Dewa penjaga titik pusat, yakni:
9. Arah Tengah : Dewa Śiwa.

Konsep DEWATA NAWA SANGHA itu sendiri sebenarnya merujuk kepada Tuhan Yang Acintya, yakni Tuhan Yang Tidak Bernama, yg kemudian dinamai dengan nama Dewa-Dewa.

Mari kita simak…

1. Timur : Dewa Iśwara.
Makna dari kata Iśwara adalah “Yang Berkuasa”.

2. Tenggara : Dewa Maheśwara.
Makna dari kata Maheśwara adalah “Yang Maha Berkuasa dari Segala Yang Berkuasa“.

3. Selatan : Dewa Brahmā.
Makna dari kata Brahmā adalah “Yang Menciptakan”.

4. Barat Daya : Dewa Rudra.
Makna dari kata Rudra adalah “Yang Menghapus Kesedihan”.

5. Barat : Dewa Mahādewa.
Makna dari kata Mahādewa adalah “Cahaya dari Segala Cahaya”.

6. Barat Laut : Dewa Śangkara.
Makna dari kata Śangkara adalah “Yang Maha Beruntung“.

7. Utara : Dewa Wishnu.
Makna dari kata Wishnu adalah “Yang Maha Meliputi”.

8. Timur Laut : Dewa Śambhu.
Makna dari kata Śambhu adalah “Yang Maha Mewujudkan Keberuntungan”.

9. Tengah : Dewa Śiwa.
Makna dari kata Śiwa adalah “Yang Maha Suci”.

Konsep DEWATA NAWA SANGHA ini sesuai dengan apa yg dinyatakan dalam Kitab Rêgweda,

“Sungguh Dia Bapa kami yang sesungguhnya, Pembuat kami yang sesungguhnya, Penguasa kami yang sesungguhnya. Siapa yang mengetahui semua tentang Dia? Dia yang Tunggal, Dewa yang digelari dengan NAMA-NAMA DEWA. Dia pula yang dituju oleh semua yang ada dengan penuh tanya.”
( Kitab Rêgweda:10:82 )

Dari Konsep DEWATA NAWA SANGHA inilah kemudian lahir SURYA MAJAPAHIT sebagai lambang kebesaran Kerajaan Majapahit.

Dan Konsep kosmologi DEWATA NAWA SANGHA inilah yang oleh WALI SANGA dalam upaya dakwahnya kemudian diadaptasi menjadi konsep WALI NAWA SANGHA, dimana kedudukan sembilan manusia adikodrati penjaga delapan arah mata angin plus satu titik pusat yg dikenal sebagai DEWA, kemudian digantikan oleh sembilan manusia-manusia yg dicintai Tuhan yg dikenal dengan istilah AULIYA (أَوْلِيَاءَ), bentuk jamak dari kata tunggal WALIY (ولي).

Sampai disini akhirnya kita menjadi paham bahwa ternyata konsep WALI SANGA sebenarnya merupakan adaptasi dari Konsep DEWATA NAWA SANGHA (Perkumpulan Sembilan Dewa) yg bersifat Hinduistik menjadi Konsep WALI NAWA SANGHA (Perkumpulan Sembilan Wali) yg bersifat Sufistik.

Dalam catatan sejarah, keberadaan tokoh-tokoh WALI SANGHA ini selain diposisikan sebagai WALIYULLAH yakni orang-orang yang memiliki kedekatan khusus dengan Allah, pada kenyataannya ternyata mereka juga diposisikan sebagai WALIYUL ‘AMRI, yakni orang-orang yang memegang kekuasaan atas hukum Umat Islam dan sekaligus sebagai pemimpin masyarakat yg berwenang menentukan dan memutuskan urusan masyarakat, baik dalam bidang keduniawian maupun dalam bidang keagamaan.

Dari sinilah kemudian tokoh-tokoh WALI SANGHA ini dijuluki dengan gelar SUHUNAN yg diambil dari kata SUHUN – KASUHUN – SINUHUN yg dalam Bahasa Kawi (Jawa Kuno) berarti “menjunjung” atau “menghormati” yg lazimnya dipakai sebagai gelar untuk menyebut seorang “Guru Suci” (mursyid thariqah dalam Islam) yg punya kewenangan melakukan upacara penyucian yg disebut DIKSHA dalam Agama Hindhu (sepadan dengan kata BAI’AT dalam Agama Islam). Dalam perjalanan waktu, gelar SUHUNAN ini kemudian mengalami transliterasi bahasa menjadi SUNAN.

Jika Konsep DEWATA NAWA SANGHA diadopsi menjadi SURYA MAJAPAHIT sebagai lambang kebesaran Kerajaan Majapahit yg wilayah kekuasaannya mencakup delapan penjuru mata angin dimana Pulau Jawa menjadi pancer atau titik pusatnya, maka demikian pula halnya dengan Konsep WALI NAWA SANGHA yg mengadopsi SURYA MAJAPAHIT dimana kedudukan WALI SANGHA harus mampu menjadi Pembawa Cahaya Islam yg mampu menerangi delapan penjuru mata angin Bhumi Nusantara dimana Pulau Jawa berkedudukan sebagai pancer atau titik pusat dakwahnya.

Dari awalnya Dakwah Islam hanya dilakukan oleh Syekh Jumadil Kubro (kakek Sunan Ampel), Syekh Maulana Ishaq (ayahanda Sunan Giri), dan Sunan Ampel (ayahanda Sunan Bonang) sebagai generasi pertama WALI SANGA di wilayah Nusantara yg mencakup: Malaka (Malaysia), Pasai (Aceh) dan Ampeldenta (Surabaya), lalu pada generasi WALI SANGA pasca bergabungnya Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, dan Sunan Giri, Dakwah Islam pun kemudian terus meluas ke segenap penjuru wilayah Nusantara yang mencakup: Aceh, Minangkabau, Palembang, Banjar (Kalimantan), Lombok (NTB), Timor (NTT), Makassar (Sulawesi), Ambon (Maluku) hingga sampai ke Fakfak (Papua).

Catatan tambahan:
Dalam Kitab “Kanzul Ulum” yg ditulis oleh Ibnu Bathuthah, yg naskah aslinya masih tersimpan di perpustakaan Istana Kesultanan Ottoman di Istanbul, Turki, disebutkan bahwa pembentukan WALI SANGA ternyata dilakukan oleh Sultan Turki yg bernama Sultan Muhammad I sebagai sebuah tim khusus yg membawa Misi Dakwah Islam di Pulau Jawa yg anggotanya berjumlah 9 (sembilan) orang, yakni diantaranya:

1. Syekh Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki.
2. Syekh Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand.
3. Syekh Maulana Ahmad Jumadil Kubra, berasal dari Mesir.
4. Syekh Maulana Muhammad Al-Maghribi, berasal dari Maroko.
5. Syekh Maulana Malik Isra’il, berasal dari Turki.
6. Syekh Maulana Muhammad Ali Akbar, berasal dari Iran.
7. Syekh Maulana Hasanuddin, berasal dari Palestina.
8. Syekh Maulana Aliyuddin, berasal dari Palestina.
9. Syekh Subakir, berasal dari Iran.

Kesembilan Ulama yg tergabung dalam struktur WALI NAWA SANGHA inilah yg menjadi Dewan WALI SANGA Generasi KESATU, yg bertugas dalam penyebaran dakwah Islam pada periode tahun 1404-1435 Masehi.

Ketika Syekh Maulana Malik Ibrahim wafat pada tahun 1419 Masehi, maka pada tahun 1421 Masehi dikirimlah seorang Ulama pengganti yang bernama Ahmad Ali Rahmatullah, anak dari Syekh Ibrahim Asmarakandi yg menjadi menantu Sultan Campha (sekarang Thailand Selatan), yg juga masih keponakan dari Syekh Maulana Ishaq.

Karena masih kerabat istana, maka Ahmad Ali Rahmatullah yg kerap dipanggil dengan nama Raden Rahmat kemudian diberi daerah perdikan di Ampeldenta (Surabaya) oleh Raja Majapahit yang kemudian dijadikan markas untuk mendirikan pesantren. Dari sinilah kemudian Ahmad Ali Rahmatullah atau Raden Rahmat dikenal dengan nama Suhunan ing Ampeldenta (Sunan Ampel).

Dengan masuknya Ahmad Ali Rahmatullah atau Raden Rahmat atau Suhunan ing Ampeldenta (Sunan Ampel) ke dalam struktur WALI NAWA SANGHA, maka Prabu Kerta Wijaya yg saat itu menjadi Raja Kerajaan Majapahit diharapkan dapat masuk Islam. Dialog antara Ahmad Ali Rahmatullah atau Raden Rahmat atau Suhunan ing Ampeldenta (Sunan Ampel) yang mengajak Prabu Kerta Wijaya masuk Islam ini tertulis dalam Serat Suluk Walisana, Sinom Pupuh IV, bait 9-11 dan bait 12-14.

Selanjutnya pada tahun 1435 Masehi, ada dua orang anggota Dewan WALI SANGA yang wafat, yaitu Syekh Maulana Malik Isra’il dari Turki dan Syekh Maulana Muhammad Ali Akbar dari Iran. Dengan meninggalnya kedua anggota Dewan WALI SANGA ini, maka kemudian Dewan WALI SANGA mengajukan permohonan kepada Sultan Turki yg saat itu dijabat oleh Sultan Murad II (menggantikan Sultan Muhammad I) untuk dikirimkan dua orang Ulama Pengganti yang mempunyai kemampuan agama yang lebih mendalam.

Permohonan tersebut dikabulkan dan pada tahun 1436 Masehi, dikirimlah 2 (dua) orang Ulama, yaitu :

1. Sayyid Ja’far Shadiq, berasal dari Palestina, yg selanjutnya bermukim di Kudus dan kemudian lebih dikenal dengan nama Susuhunan ing Kudus (Sunan Kudus), bertugas menggantikan Syekh Maulana Malik Isra’il. Dalam Babad Demak disebutkan bahwa Sayyid Ja`far Shadiq adalah satu-satunya anggota WALI SANGA yang paling menguasai Ilmu Fiqih.

2. Syarif Hidayatullah, yg juga berasal dari Palestina, yg selanjutnya bermukim di Gunung Jati, Cirebon dan kemudian lebih dikenal dengan nama Susuhunan ing Gunung Jati (Sunan Gunung Jati), bertugas menggantikan Syekh Maulana Muhammad Ali Akbar. Dalam Babad Cirebon disebutkan bahwa Syarif Hidayatullah adalah cucu Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran hasil perkawinan Nyi Rara Santang dan Sultan Syarif Abdullah Umdatuddin dari Mesir.

Dengan masuknya Sayyid Ja’far Shadiq atau Susuhunan ing Kudus (Sunan Kudus) dan Syarif Hidayatullah atau Susuhunan ing Gunung Jati (Sunan Gunung Jati), maka dapat dikatakan bahwa struktur WALI NAWA SANGHA ini kemudian menjadi Dewan WALI SANGA Generasi KEDUA, yg bertugas dalam penyebaran dakwah Islam pada periode tahun 1435-1462 Masehi.

Selanjutnya pada tahun 1462 Masehi, kembali dua orang anggota Dewan WALI SANGA wafat, yaitu Syekh Maulana Hasanuddin dan Syekh Maulana Aliyuddin, keduanya berasal dari Palestina. Kemudian, pada tahun 1463 Masehi, kembali dua orang anggota Dewan WALI SANGA lainnya wafat, yaitu Syekh Subakir, yg berasal dari Persia dan Syekh Maulana Ishaq, yg berasal dari Samarqand.

Dalam sidang Dewan WALI SANGA di Ampeldenta (Surabaya) tahun 1463 Masehi, kemudian diputuskan bahwa ada 4 (empat) orang Ulama Pengganti yang masuk dalam struktur WALI NAWA SANGHA, yaitu:

1. Raden Makdum Ibrahim, putra Susuhunan ing Ampeldenta (Sunan Ampel), yg selanjutnya bermukim di desa Bonang, Tuban, dan kemudian lebih dikenal dengan nama Susuhunan ing Bonang (Sunan Bonang), bertugas menggantikan Syekh Maulana Hasanuddin.

2. Raden Qasim, juga merupakan putra putra Susuhunan ing Ampeldenta (Sunan Ampel), yg selanjutnya bermukim di Lamongan, dan kemudian lebih dikenal dengan nama Susuhunan Drajat (Sunan Drajat), bertugas menggantikan Syekh Maulana Aliyuddin.

3. Raden Paku, putra Syekh Maulana Ishaq, yg selanjutnya bermukim di Giri Kedaton, Gresik dan selanjutnya dikenal dengan nama Susuhunan ing Giri Kedaton (Sunan Giri Kedaton), bertugas menggantikan ayahnya, yakni Syekh Maulana Ishaq.

4. Raden Mas Said, putra Adipati Tuban, yg bernama Tumenggung Wilwatikta atau Raden Sahur, yg selanjutnya bermukim di Kadilangu, Demak dan selanjutnya dikenal dengan nama Susuhunan Kalijaga (Sunan Kalijaga), bertugas menggantikan Syekh Subakir.

Dengan perubahan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa struktur WALI NAWA SANGHA ini kemudian menjadi Dewan WALI SANGA Generasi KETIGA, yg bertugas dalam penyebaran dakwah Islam pada periode tahun 1463-1465 Masehi.

Selanjutnya pada tahun 1465 Masehi, kembali dua orang anggota Dewan WALI SANGA wafat, yaitu Syekh Maulana Ahmad Jumadil Kubra, yg berasal dari Mesir dan Syekh Maulana Muhammad Al-Maghribi, yg berasal dari Maroko, disusul kemudian pada tahun 1481 Masehi, kembali satu orang anggota Dewan WALI SANGA wafat, yaitu Ahmad Ali Rahmatullah atau Raden Rahmat atau Suhunan ing Ampeldenta (Sunan Ampel), dan terakhir pada tahun 1505 Masehi, kembali satu orang anggota Dewan WALI SANGA lainnya wafat, yaitu Raden Paku atau Susuhunan ing Giri Kedaton (Sunan Giri Kedaton).

Dewan WALI SANGA kemudian kembali mengadakan sidang yang juga diadakan di Ampeldenta (Surabaya) untuk memutuskan memasukkan dua orang anggota baru dan mengganti ketua Dewan WALI SANGA yang sudah berusia lanjut.

Ketua Dewan WALI SANGA yang dipilih dalam sidang tersebut adalah Raden Paku atau Susuhunan ing Giri Kedaton (Sunan Giri Kedaton), sedangkan 4 (empat) orang anggota baru yang masuk adalah:

1. Raden Fatah, putra Raja Majapahit Prabhu Brawijaya V, yang merupakan Adipati Demak, bertugas menggantikan Syekh Maulana Ahmad Jumadil Kubra.

2. Fathullah Khan, putra Susuhunan ing Gunung Jati (Sunan Gunung Jati), bertugas menggantikan Syekh Maulana Muhammad Al-Maghribi.

3. Sayyid Abdul Jalil, yg kemudian setelah menjadi anggota Dewan WALI SANGA, dikenal dengan julukan Syekh Lemah Abang atau Syekh Ksiti Jenar ( Lemah = Tanah, Abang = Merah; Ksiti = Tanah, Jenar = Kuning ). Beliau mendapat gelar Syekh Lemah Abang atau Syekh Ksiti Jenar karena beliau tinggal di daerah Jawa bagian barat yang terkenal tanahnya berwarna merah kekuning-kuningan. Beliau bertugas menggantikan Ahmad Ali Rahmatullah atau Raden Rahmat atau Suhunan ing Ampeldenta (Sunan Ampel).

4. Raden Faqih, yg kemudian dikenal dengan nama Susuhunan Ampel II (Sunan Ampel II), bertugas menggantikan kakak iparnya, yakni Raden Paku atau Susuhunan ing Giri Kedaton (Sunan Giri Kedaton).

Dengan perubahan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa struktur WALI NAWA SANGHA ini kemudian menjadi Dewan WALI SANGA Generasi KEEMPAT, yg bertugas dalam penyebaran dakwah Islam pada periode tahun 1466-1513 Masehi.

Selanjutnya pada tahun 1513 Masehi, kembali satu orang anggota Dewan WALI SANGA wafat, yaitu Raden Mas Said atau Susuhunan Kalijaga (Sunan Kalijaga), dan disusul kemudian pada tahun 1517 Masehi, kembali satu orang anggota Dewan WALI SANGA lainnya wafat, yaitu Sayyid Abdul Jalil atau Syekh Lemah Abang atau Syekh Ksiti Jenar, dan disusul kemudian pada tahun 1518 Masehi, kembali satu orang anggota Dewan WALI SANGA wafat, yaitu Raden Fatah, dan terakhir pada tahun 1525 Masehi, kembali satu orang anggota Dewan WALI SANGA lainnya wafat, yaitu Raden Makdum Ibrahim atau Susuhunan ing Bonang (Sunan Bonang),

Dewan WALI SANGA kemudian kembali melakukan sidang dan memutuskan bahwa ada 4 (empat) orang Ulama Pengganti yang masuk dalam struktur WALI NAWA SANGHA, yaitu:

1. Raden Umar Said, putra Raden Mas Said atau Susuhunan Kalijaga (Sunan Kalijaga), yg selanjutnya bermukim di Gunung Muria dan selanjutnya dikenal dengan nama Susuhunan ing Muria (Sunan Muria), bertugas menggantikan ayahnya, yakni Raden Mas Said atau Susuhunan Kalijaga (Sunan Kalijaga).

2. Syekh Abdul Qahhar, yg selanjutnya bermukim di Sedayu dan selanjutnya dikenal dengan nama Susuhunan ing Sedayu (Sunan Sedayu), bertugas menggantikan ayahnya, yakni Sayyid Abdul Jalil atau Syekh Lemah Abang atau Syekh Ksiti Jenar.

3. Sultan Trenggana, bertugas menggantikan ayahnya, yakni Raden Fatah.

4. Raden Husamuddin, yg selanjutnya bermukim di Lamongan dan selanjutnya dikenal dengan nama Susuhunan ing Lamongan (Sunan Lamongan), bertugas menggantikan kakaknya, yakni Raden Makdum Ibrahim atau Susuhunan ing Bonang (Sunan Bonang).

Dengan perubahan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa struktur WALI NAWA SANGHA ini kemudian menjadi Dewan WALI SANGA Generasi KELIMA, yg bertugas dalam penyebaran dakwah Islam pada periode tahun 1514-1533 Masehi.

Selanjutnya pada tahun 1533 Masehi, kembali satu orang anggota Dewan WALI SANGA wafat, yaitu Raden Qasim atau Susuhunan Drajat (Sunan Drajat), dan disusul kemudian pada tahun 1540 Masehi, kembali satu orang anggota Dewan WALI SANGA lainnya wafat, yaitu Raden Faqih atau Susuhunan Ampel II (Sunan Ampel II), dan teeakhir pada tahun 1546 Masehi, kembali satu orang anggota Dewan WALI SANGA lainnya wafat, yaitu Sultan Trenggana.

Dewan WALI SANGA kemudian kembali melakukan sidang dan memutuskan bahwa ada 3 (tiga) orang Ulama Pengganti yang masuk dalam struktur WALI NAWA SANGHA, yaitu:

1. Sunan Pakuan, bertugas menggantikan ayahnya, yakni Raden Qasim atau Susuhunan Drajat (Sunan Drajat).

2. Raden Zainal Abidin, yg selanjutnya bermukim di Demak dan selanjutnya dikenal dengan nama Susuhunan ing Demak (Sunan Demak), bertugas menggantikan kakaknya, yakni Raden Faqih atau Susuhunan Ampel II (Sunan Ampel II).

3. Sunan Prawoto, bertugas menggantikan ayahnya, yakni Sultan Trenggana.

Dengan perubahan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa struktur WALI NAWA SANGHA ini kemudian menjadi Dewan WALI SANGA Generasi KEENAM, yg bertugas dalam penyebaran dakwah Islam pada periode tahun 1534-1546 Masehi.

Selanjutnya pada tahun 1549 Masehi, kembali satu orang anggota Dewan WALI SANGA lainnya wafat, yaitu Sunan Prawoto, disusul kemudian pada tahun 1550 Masehi, kembali satu orang anggota Dewan WALI SANGA lainnya wafat, yaitu Sayyid Ja’far Shadiq atau Susuhunan ing Kudus (Sunan Kudus), dan disusul kemudian pada tahun 1551 Masehi, kembali satu orang anggota Dewan WALI SANGA lainnya wafat, yaitu Raden Umar Said atau Susuhunan ing Muria (Sunan Muria), dan disusul kemudian pada tahun 1569 Masehi, kembali satu orang anggota Dewan WALI SANGA lainnya wafat, yaitu Syarif Hidayatullah atau Susuhunan ing Gunung Jati (Sunan Gunung Jati), dan disusul kemudian pada tahun 1570 Masehi, kembali tiga orang anggota Dewan WALI SANGA lainnya wafat, yaitu Raden Zainal Abidin atau Susuhunan ing Demak (Sunan Demak), dan Raden Husamuddin atau Susuhunan ing Lamongan (Sunan Lamongan), dan Sunan Pakuan, dan disusul kemudian pada tahun 1573 Masehi, kembali satu orang anggota Dewan WALI SANGA lainnya wafat, yaitu Fathullah Khan, dan terakhir pada tahun 1582 Masehi, kembali satu orang anggota Dewan WALI SANGA lainnya wafat, yaitu Sultan Hadiwijaya atau Mas Karebet atau Jaka Tingkir.

Dewan WALI SANGA kemudian kembali melakukan sidang dan memutuskan bahwa ada 9 (sembilan) orang Ulama Pengganti yang masuk dalam struktur WALI NAWA SANGHA, yaitu:

1. Sultan Hadiwijaya atau Mas Karebet, yg kemudian dikenal dengan nama Jaka Tingkir, bertugas menggantikan Sunan Prawoto.

2. Sayyid Amir Hasan, bertugas menggantikan ayahnya, yakni Sayyid Ja’far Shadiq atau Susuhunan ing Kudus (Sunan Kudus).

3. Sayyid Saleh, putera dari Sayyid Amir Hasan, yg kemudian dikenal dengan nama Panembahan Pekaos, bertugas menggantikan kakek dari pihak ibunya, yakni Raden Umar Said atau Susuhunan ing Muria (Sunan Muria).

4. Maulana Hasanuddin, yg selanjutnya bermukim di Banten dan selanjutnya dikenal dengan nama Sultan Hasanuddin Banten, bertugas menggantikan ayahnya, yakni Syarif Hidayatullah atau Susuhunan ing Gunung Jati (Sunan Gunung Jati).

5. Sunan Giri Prapen, putera dari Raden Paku atau Susuhunan ing Giri Kedaton (Sunan Giri Kedaton), bertugas menggantikan Raden Zainal Abidin atau Susuhunan ing Demak (Sunan Demak).

6. Sunan Mojo Agung, bertugas menggantikan Raden Husamuddin atau Susuhunan ing Lamongan (Sunan Lamongan).

7. Sunan Cendana, bertugas menggantikan kakeknya, yakni Sunan Pakuan.

8. Maulana Yusuf, cucu dari Syarif Hidayatullah atau Susuhunan ing Gunung Jati (Sunan Gunung Jati), yg selanjutnya bermukim di Banten dan selanjutnya dikenal dengan nama Syekh Maulana Yusuf Banten, bertugas menggantikan pamannya, yakni Fathullah Khan.

9. Raden Pratanu Madura, yg juga dikenal dengan nama Sayyid Yusuf Anggawi, bertugas menggantikan Sultan Hadiwijaya atau Mas Karebet atau Jaka Tingkir

Dengan perubahan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa struktur WALI NAWA SANGHA ini kemudian menjadi Dewan WALI SANGA Generasi KETUJUH, yg bertugas dalam penyebaran dakwah Islam pada periode tahun 1547-1591 Masehi.

Selanjutnya pada tahun 1599 Masehi, kembali satu orang anggota Dewan WALI SANGA lainnya wafat, yaitu Syekh Abdul Qahhar atau Susuhunan ing Sedayu (Sunan Sedayu), disusul kemudian pada tahun 1650 Masehi, kembali tiga orang anggota Dewan WALI SANGA lainnya wafat, yaitu Sunan Mojoagung, Sunan Cendana, dan Sunan Giri Prapen.

Dewan WALI SANGA kemudian kembali melakukan sidang dan memutuskan bahwa ada 4 (empat) orang Ulama Pengganti yang masuk dalam struktur WALI NAWA SANGHA, yaitu:

1. Syekh Abdul Qadir, yg selanjutnya bermukim di Magelang dan selanjutnya dikenal dengan nama Susuhunan ing Magelang (Sunan Magelang), bertugas menggantikan Syekh Abdul Qahhar atau Susuhunan ing Sedayu (Sunan Sedayu).

2. Syekh Samsuddin Abdullah Al-Sumatrani, bertugas menggantikan Sunan Mojo Agung.

3. Syekh Abdul Ghaffur bin Abbas Al-Manduri, bertugas menggantikan Sunan Cendana.

4. Baba Daud Ar-Rumi Al-Jawi, bertugas menggantikan gurunya, yakni Sunan Giri Prapen.

Dengan perubahan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa struktur WALI NAWA SANGHA ini kemudian menjadi Dewan WALI SANGA Generasi KEDELAPAN, yg bertugas dalam penyebaran dakwah Islam pada periode tahun 1592-1650 Masehi.

Selanjutnya pada tahun 1740 Masehi, kembali satu orang anggota Dewan WALI SANGA lainnya wafat, yaitu Sayyid Amir Hasan, disusul kemudian pada tahun 1749 Masehi, kembali satu orang anggota Dewan WALI SANGA lainnya wafat, yaitu Baba Daud Ar-Rumi Al-Jawi, dan disusul kemudian pada tahun 1750 Masehi, kembali tiga orang anggota Dewan WALI SANGA lainnya wafat, yaitu Syekh Abdul Qadir atau Susuhunan ing Magelang (Sunan Magelang), Syekh Maulana Hasanuddin atau Sultan Hasanuddin Banten, Syekh Maulana Yusuf Banten dan Sayyid Saleh atau Panembahan Pekaos.

Dewan WALI SANGA kemudian kembali melakukan sidang dan memutuskan bahwa ada 6 (enam) orang Ulama Pengganti yang masuk dalam struktur WALI NAWA SANGHA, yaitu:

1. Syekh Nawawi Al-Bantani, bertugas menggantikan Sayyid Amir Hasan.

2. Syekh Shihabuddin Al-Jawi, bertugas menggantikan Baba Daud Ar-Rumi Al-Jawi.

3. Syekh Abdul Muhyi Pamijahan, bertugas menggantikan Syekh Abdul Qadir atau Susuhunan ing Magelang (Sunan Magelang).

4. Syekh Abdul Mufahir Muhammad Abdul Kadir, bertugas menggantikan kakek buyutnya, yakni Syekh Maulana Hasanuddin atau Sultan Hasanuddin Banten.

5. Syekh Abdul Rauf Al-Bantani, bertugas menggantikan Syekh Maulana Yusuf Banten.

6. Syekh Ahmad Baidhawi Azmatkhan, bertugas menggantikan ayahnya, yakni Sayyid Saleh atau Panembahan Pekaos.

Dengan perubahan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa struktur WALI NAWA SANGHA ini kemudian menjadi Dewan WALI SANGA Generasi KESEMBILAN, yg bertugas dalam penyebaran dakwah Islam pada periode tahun 1651-1750 Masehi.

Selanjutnya pada periode tahun 1751-1830 Masehi, Dewan WALI SANGA kemudian kembali melakukan sidang dan memutuskan bahwa ada 7 (tujuh) orang Ulama Pengganti yang masuk dalam struktur WALI NAWA SANGHA, yaitu:

1. Pangeran Diponegoro, bertugas menggantikan gurunya, yakni Syekh Abdul Muhyi Pamijahan.

2. Sentot Ali Basah Prawirodirjo, bertugas menggantikan Syekh Shihabuddin Al-Jawi.

3. Kyai Mojo, bertugas menggantikan Raden Pratanu Madura atau Sayyid Yusuf Anggawi.

4. Kyai Hasan Besari, bertugas menggantikan Syekh Abdul Rauf Al-Bantani.

5. Abdul Fattah, yg juga dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa Banten, bertugas menggantikan kakeknya, yakni Syekh Abdul Mufahir Muhammad Abdul Kadir.

6. Sayyid Abdul Wahid Azmatkhan, bertugas menggantikan Syekh Abdul Ghaffur bin Abbas Al-Manduri.

7. Bhujuk Lek Palek, yg dikenal juga dengan nama Sayyid Abdur Rahman, bertugas menggantikan kakeknya, yakni Syekh Ahmad Baidhawi Azmatkhan.

Dengan perubahan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa struktur WALI NAWA SANGHA ini kemudian menjadi Dewan WALI SANGA Generasi KESEPULUH, yg bertugas dalam penyebaran dakwah Islam pada periode tahun 1751-1830 Masehi. Dan sejak periode tahun 1830-1900 Masehi, Dewan WALI SANGA kemudian dibekukan oleh Kolonial Belanda.

Sampai disini akhirnya kita benar-benar menjadi paham bahwa ternyata konsep WALI SANGA itu adalah adaptasi dari Konsep DEWATA NAWA SANGHA (Perkumpulan Sembilan Dewa Penjaga Delapan Penjuru Mata Angin dan Satu Titik Pusat) yg bersifat Hinduistik menjadi Konsep WALI NAWA SANGHA (Perkumpulan Sembilan Wali Yang Mencakup Wilayah Dakwah Delapan Penjuru Mata Angin Nusantara dan Satu Titik Pusat Pulau Jawa) yg bersifat Sufistik.

Demikian dan Semoga Bermanfaat.

Wallahu ta’ala ‘alamu bishshawab.

Mohon maaf atas kekhilafan dan kesalahan yang datangnya dari diri saya pribadi.

Sarwa Rahayu,
Jaya Jayanti Nusantaraku,
🙏🙏🙏

Bhumi Ma-Nuuwar al-Jawi
Senin, 9 Maret 2020 Masehi.
Itsnain, 14 Rajab 1441 Hijriah.
Senin Wage, 14 Rejeb Tahun Wawu 1953 Jawa.

Capres minimal harus Sarjana

$
0
0

Syarat Sarjana bagi Capres (3)

Solusi Bagi Evo Morales-nya RI

– detikNews
Kamis, 13 Mar 2008 12:48 WIB
Jakarta – Usul itu kembali jadi polemik. Usulan usang itu selalu datang ketika pemilu menjelang, yakni syarat sarjana bagi setiap capres. Tidak pernah ada keputusan pasti terhadap wacana ini. Yang ada isu tersebut selalu menggelinding setiap pembahasan RUU Pilpres.

Wacana ini kali pertama muncul 2003, ketika anggota DPR memproses pembentukan UU 23/2003 tentang Pemilu Presiden dan Wapres. Isu ini bertujuan  menjegal capres dari PDIP, Megawati Soekarnoputri, yang kebetulan hanya berijaZah SMA. Toh akhirnya, setelah melalui kompromi antar elit di DPR, pasal tentang syarat pendidikan minimal S1 didrop.

Kini ketika anggota parlemen di Senayan kembali membahas RUU Pilpres 2009, wacana ini kembali muncul. Kali ini FPAN dan FPKS yang jadi pengusulnya. Mereka berpendapat, peningkatan strata bagi capres adalah hal yang relevan, sesuai perkembangan masyarakat. Setidaknya dengan gelar sarjana ada garansi kalau capres punya kualitas yang mumpuni untuk dipilih.

Pengamat politik dari ICAS, Universitas Paramadina, Ahmad Samantho juga sepakat dengan pandangan itu. Menurutnya, kriteria capres yang ideal memang harus terdidik, baik secara formal maupun nonformal. “Kalau pendidikan formalnya, ya minimal S1,”kata Samantho kepada detikcom.

Patokan sarjana ini dinilai Samantho, bisa menjadi pegangan bagi masyarakat yang akan memilih. Ia kemudian membandingkan, seorang guru SD saat ini umumnya bergelar sarjana S1. “Kalau seorang presiden kan ibarat guru bangsa. Jadi wajar kalau ia berpendidikan minimal S1,” ujarnya.

Persyaratan ini pun dianggapnya sangat sesuai dengan Pancasila, yakni sila ayat ke -4, yakni kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Penjabarannya, lanjut Samantho, pemimpin Indonesia harus punya hikmah dan kebijaksanaan. Dua syarat ini hanya bisa didapat dengan pendidikan dan pengalaman di masyarakat. “Jadi bukan sekadar punya bakat saja,” papar Samantho.

Samantho kemudian merujuk pemikiran Plato, filosof terkemuka Yunani, murid Socrates, dan gurunya Aristoteles. Dalam bukunya “Republic”, Plato menjelaskan, betapa pentingnya karakter, kualifikasi dan kapasitas pribadi calon pemimpin menjadi kriteria dan syarat utama dalam kepemimpinan suatu negara

Menurutnya, pemikiran Plato sangat cocok bila ditarik ke kancah kepemimpinan Indonesia. Betapa tidak, tuntutan reformasi bangsa, persaingan ekonomi-politik global dan tantangan kemandirian dan kemerdekaan Indonesia, sangat membutuhkan pemimpin yang cerdas-cendikia, arif dan bijaksana.

“Tidak mungkin nasib bangsa Indonesia, yang besar dan beragam, diserahkan urusannya kepada orang yang pendidikannya rendah, kurang terdidik, atau S-1 saja tidak lulus,” tegasnya kandidat Master Filsafat Islam, Universitas Paramadina, tersebut.

Namun bagi Yudi Latief, pengamat politik dari Indef, untuk menjadi seorang pemimpin bangsa tidak harus bergelar sarjana formal, S1 misalnya. Karena presiden bukan jabatan spesialis, melainkan harus punya wawasan general tentang kenegaraan dan kearifan. “Pemilihan presiden bukan testing. Tapi bagaimana visinya dalam memimpin bangsa,” kata Yudi.

Ia menyebutkan, beberapa pemimpin Indonesia sebelumnya, seperti Soekarno, Soeharto dan Adam Malik, pendidikannya bukan sarjana. Tapi mereka terbukti mampu memimpin bangsa.

Tapi di masa sekarang apakah contoh itu bisa relevan? “Saya kira masih sangat relevan” jawabnya. Ia lantas merujuk Presiden Bolivia Evo Morales, yang punya sikap terhadap nasib bangsanya. Padahal, ia hanya seorang presiden yang tidak lulus SMA di sana. Namun Morales punya pengalaman organisasi yang matang.

Untuk menghindari polemik yang berkepanjangan soal syarat S1 bagi capres, Yudi berpendapat, sebaiknya DPR menambahkan klausul tentang syaratnya, yakni berijazah S1 atau punya pengalaman berorganisasi. “Ini jalan tengahnya,” pungkas Yudi.

(ddg/iy)

Para Session Player Artis Bakal Buka-bukaan Aib + Tampil Bersama Rizky Febian. Penasaran? Dapatkan Tiket Special Shownya di Sini

 


Politik Sumber Daya Alam Bung Karno

$
0
0

#indonesiaku

BUNG KARNO DAN POLITIK SUMBERDAYA ALAM INDONESIA

FB_IMG_1590534329597

“Dunia akan bertekuk lutut kepada siapa yang punya minyak, Inilah bangsa Indonesia, Indonesia punya minyak, punya pasar. Jadi minyak itu dikuasai penuh oleh orang Indonesia untuk orang Indonesia, lalu dari minyak kita ciptakan pasar-pasar dimana orang Indonesia menciptakan kemakmurannya sendiri”—Bung Karno

Berakhirnya perang kemerdekaan, yang ditandai dengan pengakuan kedaulatan diakhir tahun 1949, bukan berarti akhir dari revolusi Indonesia. Setidaknya demikian lah pandangan beberapa kelompok politik nasional. Mengapa? Karena meskipun secara politik-formil telah merdeka, namun dalam aspek ekonomi, cengkeraman kekuatan neo-kolonial masih begitu kuat.

Cengkeraman neo-kolonialisme itu juga terasa di sektor energi, yang ditandai oleh masih berlangsungnya ‘penghisapan’ sumberdaya energi nasional oleh korporasi-korporasi asing dengan berlandaskan regulasi produk era kolonial Belanda.

Pemerintahan Bung Karno yang menjadi ‘nahkoda’ negara Indonesia merdeka bertekad mengakhiri warisan buruk kolonial di sektor energi. Kenyataannya, upaya merebut kembali sumberdaya yang telah dikuasai asing selama puluhan bahkan ratusan tahun tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Penentangan dari berbagai pihak, baik internal maupun eksternal, mewarnai upaya Bung Karno dan pemerintahannya untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip ekonomi ‘berdiri diatas kaki sendiri’ (berdikari) dalam pengelolaan sumber daya energi Indonesia.

Penentangan dan Dukungan
Penentangan internal datang dari beberapa kelompok yang pro-modal asing seperti Masyumi, Partai Sosialis Indonesia (PSI) dan sebagian kalangan militer. Disisi lain, kelompok nasionalis progresif dan komunis (PKI) menginginkan likuidasi sistem ekonomi neo-kolonial dipercepat melalui nasionalisasi aset asing. Manifestasi dari tuntutan kelompok kedua ini adalah pengambilalihan Tambang Minyak Sumatera Utara (TMSU) milik korporasi asal Belanda, Shell, di Sumatera oleh kalangan buruh progresif.

Gerakan pengambilalihan tersebut disambut pemerintah Bung Karno dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 34/1956 yang melegitimasi pengambilalihan TMSU dari tangan Shell. Berdasarkan PP tersebut, penguasaan TMSU diserahkan pada pemerintah Indonesia dan pengelolaannya dilakukan oleh sebuah badan hukum yang dibentuk Menteri Perekonomian atas wewenang yang diberikan pemerintah. Memasuki dekade 1960, nama TMSU dirubah menjadi Perusahaan Minyak Nasional (Permina).

NasionalisasI TMSU segera disusul dengn pengambilalihan NV. Nederlands Indische Aardolie Maatschappij (NIAM) yang juga dimiliki Belanda. Nama perusahaan Belanda tersebut dirubah berdasarkan Undang-undang (UU) No. 19 Prp. tahun 1960 tentang Perusahaan Negara dan UU No. 44 Prp. tahun 1960 tentang Minyak dan Gas Alam (Migas) menjadi PT. Permindo. Ditahun 1961, Permindo berubah nama kembali menjadi PT.Pertamin dengan merujuk pada PP No. 3/1961.

Pengambilalihan tambang minyak milik korporasi Belanda ini rupanya juga membuat gentar korporasi negara lainnya yang juga telah ‘menyedot’ minyak bumi Indonesia, khususnya di Sumatera. Amerika Serikat (AS) yang punya satu Multi Nasional Corporation (MNC) nya, Caltex, juga mempunyai beberapa kilang minyak di Sumatera merasa terancam dengan tindakan pemerintahan Bung Karno itu.

Sabotase politik dan ekonomi dengan cara meniupkan gerakan separatis, seperti dalam kasus Pemerintahan Revolusiner Republik Indonesia (PRRI), pun dilakukan AS yang bersekutu dengan kelompok militer daerah, PSI dan Masyumi. Dalam momen inilah penentangan internal bergabung dengan penentangan eksternal guna menghentikan pelaksanaan prinsip-prinsip berdikari dalam pengelolaan industri minyak nasional.

Di sisi lain, Bung Karno, yang disokong kaum nasionalis progresif, PKI dan pimpinan militer di level pusat sama sekali tidak gentar menghadapi situasi keruh tersebut. Ia malah berseru “Jangan Dengarkan Asing!!”, ketika berpidato sepulangnya dari kunjungan kenegaraan ke AS ditahun 1957.

Sebelumnya, ditahun 1956, Bung Karno juga pernah mengeluarkan pernyataan sebagai berikut:
“Dulu Jepang ngebom Pearl Harbour itu tujuannya untuk menguasai Tarakan, untuk menguasai sumber-sumber minyak, jadi sejak lama Indonesia akan jadi pertaruhan untuk penguasaan di wilayah Asia Pasifik, kemerdekaan Indonesia bukan saja soal kemerdekaan politik, tapi soal bagaimana menjadikan manusia yang didalamnya hidup terhormat dan terjamin kesejahteraannya”.

Jadi, Bung Karno sadar betul bahwasanya Indonesia memiliki resources luar biasa di sektor energi senantiasa menjadi incaran ekpansionis asing. Maka, memasuki tahun 1960, politik anti neo-kolonialisme dan imperialisme (Nekolim) yang dijalankan Bung Karno dalam industri minyak makin menghebat. Ketika Sang Proklamator ingin menyusun kebijakan energi yang mandiri bersama dengan Perdana Menteri Djuanda dengan berlandaskan Pasal 33 UUD 1945 yang telah dipulihkan kedudukannya sebagai konstitusi negara melalui Dekrit 5 Juli 1959, ia berbicara begini:
“Kamu tahu, sejak 1932 aku berpidato di depan Landraad soal modal asing ini? soal bagaimana perkebunan-perkebunan itu dikuasai mereka, jadi Indonesia ini tidak hanya berhadapan dengan kolonialisme tapi berhadapan dengan modal asing yang memperbudak bangsa Indonesia, saya ingin modal asing ini dihentikan, dihancurleburkan dengan kekuatan rakyat, kekuatan bangsa sendiri, bangsaku harus bisa maju, harus berdaulat di segala bidang, apalagi minyak kita punya, coba kau susun sebuah regulasi agar bangsa ini merdeka dalam pengelolaan minyak” .
Berdasarkan instruksi tersebut,

Djuanda menyusun suatu UU tentang Migas yang kemudian disetujui oleh Bung Karno. UU itu dikenal sebagai UU No. 44/tahun 1960. Substansi dari UU itu adalah pemberian kewenangan bagi negara atau perusahaan negara untuk mengelola seluruh sumberdaya minyak dan gas alam. Negara atau perusahaan negara menjadi satu-satunya pemegang kuasa pertambangan migas.
Pada UU tersebut juga ditegaskan kewenangan Kementerian Keuangan dalam menunjuk kontraktor yang akan melaksanakan pekerjaan yang belum atau tidak dapat dilaksanakan oleh negara atau perusahaan negara selaku pemegang tunggal hak kuasa pertambangan. Jadi, korporasi-korporasi asing yang ketika itu telah memiliki areal konsesi migas di Indonesia seperti Shell, Stanvac dan Caltex menyandang ‘status’ baru menjadi sekedar kontraktor di blok migas milik perusahaan negara.

Modal Nasional

Pemberlakuan UU No. 44/1960 kontan membuat gusar pihak asing, dalam hal ini negara-negara Barat yang sangat berkepentingan menguasai sektor energi Indonesia. Mereka pun berusaha membujuk Bung Karno untuk membatalkan UU itu.

Pada awal 1963, pimpinan tiga korporasi asing yakni Stanvac, Caltex dan Shell mendatangi Bung Karno di Istana dengan satu maksud; meminta Bung Karno membatalkan UU No.40/1960! Bung Karno pun menjawab permintaan itu dengan tegas,

“Undang-Undang itu aku buat untuk membekukan UU lama dimana UU lama merupakan sebuah fait accomply atas keputusan energi yang tidak bisa menasionalisasikan perusahaan asing. UU 1960 itu kubuat agar mereka tau, bahwa mereka bekerja di negeri ini harus membagi hasil yang adil kepada bangsaku, bangsa Indonesia”

Bung Karno tetap tidak goyah terhadap tuntutan itu. Ia malah menawarkan sistem pembagian keuntungan 60:40, yang berarti 60% laba produksi bagi Indonesia dan 40 % bagi kontraktor asing kepada perusahaan-perusahaan tersebut. Disamping itu, perusahaan migas asing diwajibkan memenuhi kebutuhan pasar domestik dengan harga yang ditentukan oleh pemerintah.
Bahkan, Caltex diperintahkan menyerahkan 53% hasil minyaknya ke Permina untuk proses penyulingan, memberikan fasilitas distribusi kepada pemerintah serta menyerahkan kapital dalam bentuk dollar bagi kepentingan investasi jangka panjang bagi Permina.

Begitulah keberanian ‘Putra Sang Fajar’ ketika berhadapan korporasi asing. Ia berani melawan kepentingan asing di bisnis migas dengan memegang teguh prinsip berdikarinya. Pengelolaan migas secara berdikari masa itu mengantarkan Indonesia menjadi anggota organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) di tahun 1962.

Selain itu, Bung Karno ternyata memiliki cita-cita besar bagi pembangunan sektor energi negeri ini. Ia bercita-cita membangun Permina sebagai perusahaan negara yang kuat dan bisa menjadi katalisator bagi perusahaan-perusahaan negara lainnya melalui apa yang dinamakan struktur modal nasional. Modal Nasional atau disebut oleh sebagian pihak sebagai Dana Revolusi Soekarno ini nantinya akan menjadi modal akuisisi ekonomi di level global. Jadi, Bung Karno telah memiliki rancangan besar bagi Permina dan juga perusahaan negara lainnya untuk menjadi ‘pemain ulung’ di tingkat global, hingga akhirnya dapat berekspansi atau mengakuisisi perusahaan-perusahaan dari negara lain.

Namun, kenyataan berbicara lain. Kemelut politik tahun 1965 yang dilanjutkan dengan ‘kudeta merangkak’ tahun 1966 menggagalkan cita-cita besar sang Proklamator. Alhasil, sejak era Orde Baru hingga kini pengelolaan energi Indonesia kembali mengulang tata kelola corak kolonial, ketika produksi minyak nasional didominasi pengelolaannya oleh korporasi asing. Dampaknya Indonesia menjelma menjadi importir minyak yang selalu ‘kalang kabut’ tiap kali harga minyak dunia naik drastis, dikala negara-negara penghasil minyak lainnya justru ‘kebanjiran’ profit akibat naiknya harga hidrokarbon tersebut.

Sementara negara-negara lain semacam China, Singapura dan Malaysia justru kian menunjukkan ‘taring’nya dalam percaturan ekonomi dunia dengan menggunakan ‘resep’ Bung Karno tentang struktur modal nasional. Perusahaan negara semacam Temasek (Singapura) dan Petronas (Malaysia) kini bisa berekspansi dan mengakusisi perusahaan di beberapa negara,termasuk Indonesia. Disisi lain, Pertamina justru ‘mati’ dikandang sendiri sebagai akibat kebijakan liberalisasi dari hulu hingga hilir dalam bisnis migas negeri ini.

Karena itu, gerakan ‘banting stir’ kembali pada Pasal 33 UUD 1945 yang asli merupakan solusi konkret untuk memulihkan kedaulatan bangsa ini atas sumberdaya energi sekaligus melanjutkan pembangunan ekonomi nasional secara berdikari, sebagaimana yang dicita-citakan Bung Karno.

Islam Eskatologi
Ilmu Akhir Zaman

oleh, Budi Kurniawan

SOLEIMANI, FUKUYAMA DAN KOBOI TUA ITU

$
0
0

SOLEIMANI, FUKUYAMA DAN KOBOI TUA ITU

Muhammad Rusli Malik

Menjelang akhir 1980-an. Ada mendung kegelisahan menyelimuti pikiran Mikhail Gorbachev. Ekonomi negara komunis terbesar yang dipimpinnya itu mengalami perlambatan. Daya saingnya melempem. Pengangguran di mana-mana. Sentralisasi politik digugat. Sistem ekonomi terpimpin (command economy) dipertanyakan. Terutama setelah kehabisan energi berperang di Afghanistan. Presiden terakhir Uni Soviet itu lantas membuat gebrakan: Glasnost (keterbukaan) dan Perestroika (reformasi).

Saat yang sama di Amerika. Seorang Sovietologis muda sedang naik daun. February 1989, peneliti khusus kebijakan luar negeri Uni Soviet di RAND, Santa Monica, itu memberikan ceramah di Universitas Chicago tentang hubungan internasional. Berselang beberapa bulan, ceramah itu terbit di The National Interest dengan judul: “The End of History?”

Satu tahun setelah bubarnya Uni Soviet (1991), artikel itu kemudian menjelma menjadi buku yang paling banyak dibicarakan. Penulisnya, Yoshihiro Francis Fukuyama, memberinya judul: The End of History and the Last Men. Tanpa tanda tanya lagi.

Intinya, dengan merdeka dan berdemokrasinya bekas negara-negara satelit Uni Soviet, pertarungan ideologi telah selesai. Dan pemenangnya adalah liberalisme. ‘Islam’ kalah dengan runtuhnya Dinasti Utsmani usai Perang Dunia Pertama. Fasisme kalah di Perang Dunia Kedua–dengan bertekuk lututnya Jepang, Jerman dan Italia. Komunisme keok dengan berakhirnya Perang Dingin (Cold War).

Sebagai pemangku puncak sejarah, bagi Fukuyama, liberalisme akan mengantarkan umat manusia kepada cita-cita tertinggi dan terindahnya. Yaitu terbentuknya masyarakat madani (civil society) melalui kedamaian demokrasi (democratic peace). Seperti yang digagaskan Hegel dengan teori dialektika sosialnya. Sehingga, menurutnya, ke depan negara-negara yang belum berdemokrasi satu persatu akan melaksanakannya.

Sayangnya, baru satu dekade setelah terbitnya buku itu, Fukuyama sendiri agaknya mempertanyakan ulang gagasannya. Karena negara yang diharapkan menjadi guru dan pembimbing demokrasi menuju masyarakat madani pencipta kedamaian yang berkesejahteraan dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia itu, ternyata menjelma menjadi superstate (negara adidaya) yang bertindak unilateral dan brutal.

Afghanistan diserang. Padahal rakyat negara itu, bersama-sama Mujahidin dari berbagai negara Muslim, telah membantunya mengalahkan Tentara Merah Unisoviet. Pemerintahan Islam Taliban dibuat terkapar. Pemimpin Spiritualnya, Mulla Omar, dipaksa kembali ke gunung-gunung batu Kandahar untuk bergerilya.

Dan setelah membuatnya ‘berdemokrasi’, bukannya tambah damai dan sejahtera, Negara Asia Selatan itu justru menjadi ajang perang saudara. Keberhasilan Afghanistan cuma satu. Menjadi pangkalan militer Amerika yang menjadi penyangga bertemunya negara-negara anti hegemoni: Rusia, China, Iran, dan India.

Dan, sejak itu, Mujahidin tak lagi menerbitkan buku sakunya yang bertitel “Ayatur Rahman fiy Jihadil Afghan” (Tanda-tanda Kebesaran Allah pada Jihad di Afghanistan)–seperti, tulisnya di buku itu, darah mereka yang wangi dan petempur mereka yang tak mati dilindas panser.

Dengan menciptakan berita hoax tentang senjata pemusnah massal, Irak diserang. Saddam Husein–setelah dipakai memerangi Iran selama delapan tahun dan gagal–dijatuhkan melalui pengerahan militer besar-besaran. Hasilnya, sumur-sumur minyak dan produksinya dikuasai oleh korporasi-korporasi raksasa dari Amerika.

Masih menggunakan berita hoax. Basyar Assad, yang menolak negaranya dilewati pipa minyak yang membentang dari Saudi ke Turki lalu ke Eropa, dicitrakan sebagai penganut Syiah fanatik yang memaksa rakyatnya yang Sunni bersujud ke kakinya.

Perang pun terjadi. Dan Amerika tidak menggunakan tentaranya. Tapi menggunakan tentara bayaran (mercenaries) berbaju agama yang didatangkan dari seluruh penjuru dunia. Namanya macam-macam. Ada Alqaida. Ada Jabhat Al-Nusra. Ada Daesh (ISIS). Dan sebagainya.

Hasilnya? Basyar Assad tetap berdiri kokoh. Berkat bantuan Hezbullah, Iran, dan Rusia. Tapi Provinsi Deir Ez-Zor, Suriah Utara, tempat sumur-sumur minyak potensialnya Suriah, diduduki Tentara Amerika. Di saat yang sama Militer Turki juga masuk ke Suriah untuk melindungi puluhan ribu mercenaries yang kalah dan ditampung di Idlib. Sementara dari arah yang lain, Israel secara rutin menembakkan rudal-rudalnya ke Damaskus dan sekitarnya.

Hoax bahwa Khaddafi adalah pemimpin Thaghut juga digunakan untuk merusuh Libya. Negara yang tadinya paling sejahtera di Afrika Utara itu kini menjadi ajang pertumpahan darah dan penampungan bagi orang-orang yang menjual dirinya untuk dikirim ke Eropa.

Libya kini menjadi medan perang terbuka antara Pemerintahan Kesepakatan Nasional (GNA) yang berkedudukan di Tripoli dukungan PBB, NATO, dan Amerika melawan Tentara Nasional Libya (LNA) pimpinan Jenderal Halifa Khaftar yang didukung Mesir, Yordania, Saudi dan UEA. Belakangan Turki, atas ‘mandat’ dari NATO dan Amerika, sambil membawa sebagian mercenaries dari Suriah, juga menjerumuskan diri ke kancah perang.

Lalu apa motif negara-negara lain itu ikut terlibat dalam persoalan domestik Libya. Jawabannya itu-itu juga: minyak. Dan agenda Israel yang tidak menginginkan stabilitas kawasan.

Motif itu juga yang menyebabkan Yaman terus dibombardir oleh mesin-mesin perang canggihnya Saudi. Hingga kini. Tanpa jeda. Tanpa kenal bulan-bulan Haram dan Ramadan.

Sementara negara zionis Israel, yang dianggap negara demokrasi liberal terpenting di Timur Tengah, cukup berdiri tegak di Tel Aviv sambil menunjuk negara mana lagi yang harus dikacau dan dilemahkan demi memuluskan ekspansi teritorialnya.

Itu di Timur Tengah. Di sisi lain dari bumi, Amerika Latin, juga ada minyak. Terbanyak di Venezuela. Celakanya, sejak Chavez hingga Maduro, Negeri Simon Bolivar itu menolak melibatkan korporasi multinasional yang rata-rata berbasis di Amerika Serikat. Akibatnya, kedua pemimpin Bolivarian itu berkali-kali hendak dijatuhkan. Hendak dikudeta. Hendak dibunuh.

Terakhir hendak ditangkap dan diterbangkan ke Amerika untuk ‘mencium kaki’ Trump. Tapi gagal maning, gagal maning. Sangsi yang sudah lama diterapkan, kini kian diperketat. Belakangan bahkan sampai nyaris kehabisan BBM. Bayangkan, negara yang aslinya penghasil minyak terbesar di benua Amerika, mengalami krisis minyak.

Tujuannya? Apalagi kalau bukan dalam rangka membuat marah rakyat Venezuela lalu membenci dan meninggalkan Maduro. Sehingga pemimpin oposisi piaraan mereka, Juan Guaido, bisa bertahta dengan manis.

Agar strategi itu berjalan mulus, ancaman ditebar. Trump menggunakan bahasa Koboi. Bahwa kalau ada yang berani mengirim suplai minyak ke Venezuela, mesin perang Amerika akan menghabisinya sebelum sampai ke Laut Karibia.

Iran menerima tantangan itu. Terutama karena didorong oleh semangat pembelaannya terhadap negara-negara mustad’afin (tertindas). Republik Islam itu mengirim lima tanker besar penuh minyak. Pasukan Garda Revolusinya (IRGC) membalas ancaman Trump. Bahwa kalau kapal berbendera Iran tersebut tergores sedikit saja, maka pangkalan militer Amerika di Timur Tengah akan menerima akibatnya.

Andai Jenderal Qassem Soleimani tidak ditembak di Baghdad beberapa waktu lalu oleh drone Amerika, mungkin ceritanya lain. Sangat mungkin ancaman itu dianggap angin lalu saja. (Apalagi, ‘kesalahan’ Komandan Pasukan Quds itu karena berhasil mengalahkan ISIS di Irak dan Suriah, dan berniat salat di al-Quds)

Tetapi Negeri Mulla itu benar-benar menyerang Pangkalan Militer terbaik dan terbesar Amerika di Ain al-Asad di Provinsi Anbar, Irak. Sebagai hukuman kepada penumpah darah Soleimani. Dan serangan itu menunjukkan kecanggihan dan tingkat presisi rudal-rudal balistik Iran.

Artinya, negara yang Pemimpin Tertingginya seorang Ulama itu, tidak main-main dengan ancamannya. Nyali ada. Misil ada. Itu sebabnya, para pemerhati politik global ikut tegang. Seraya mengikuti pergerakan tanker itu dari waktu ke waktu.

Namun, akhirnya, Minggu 24 Mei lalu, salah satu dari tanker itu tiba dengan selamat di Venezuela. Maduro sumringah. Dunia tercengang. Para pengamat bernafas lega. Tapi tentara Amerika menganga tak berdaya, bagai Koboi tua yang dilucuti topi dan senjata apinya, yang selama ini digunakan seenaknya menembaki negara-negara yang tak mengikuti keinginannya. Dan itu menandai kemenangan Iran atas Amerika.

Kejadian itu merupakan simpul balik dari amatan Fukuyama. Yaitu bahwa ternyata bukan liberalisme yang menjadi pamungkas sejarah umat manusia. Tapi spiritualisme rasional yang diusung Iran.

Betapa tidak. Negara yang selama empat puluh tahun diembargo, diblokade, perang terhadapnya dipaksakan, dan diisolasi dari berbagai belahan dunia. Dikhianati perjanjian JCPOA-nya. Negara-negara Arab tetangganya disuruh membencinya dengan alasan geopolitik dan faham keagamaan. Justru keluar sebagai pemenang melawan Koboi Dunia.

Jadi ujung dari dialektika sosial bukan pada komunisme global seperti yang dihipotesiskan Marx. Juga bukan pada demokrasi liberal seperti yang diimpikan Fukuyama. Tapi pada demokrasi spiritual yang kini sedang didemonstrasikan wibawa, kecerdasan, ketenangan, dan kecanggihannya oleh Iran.***

Peran Serikat Jesuit

$
0
0

Sumpah Jesuit Mengungkap Sifat Berbahaya dari Serikat Jesuit – Organisasi terdepan untuk Okultis Setan Gelap

Jarang disebutkan: bahwa keluarga Rothschild, bersama dengan para bankir dan industrialis barat lainnya, membiayai kebangkitan Hitler sebagai benteng melawan Soviet.

Sayap ultra-kanan keliru menggambarkan Rothschild sebagai “bankir Yahudi” ketika, pada kenyataannya, Rothschild terjalin dengan Gereja Katolik, dan, bersama-sama dengan mafia tradisional dan CIA Amerika, bertautan dengan Bank Vatikan, yang pro Nazi.

The Rothschilds are Jesuits

 

Serikat Yesus, juga dikenal sebagai Yesuit, adalah salah satu organisasi paling berpengaruh di planet ini. Bagi kebanyakan orang, itu hanyalah sebuah kelompok amal yang membantu mempromosikan Gereja Katolik Roma, dan hanyalah cabang dari agama Katolik. Tetapi bagi segelintir peneliti, para Yesuit adalah tangan militer Vatikan, agen mata-mata klandestin yang berbahaya dan tercela, mungkin bapak dari semua badan intelijen modern, yang bertanggung jawab untuk menyusup dan memanipulasi hampir setiap negara, kelompok agama, dan masyarakat di bumi.

 

Menurut beberapa cendekiawan, para Jesuit adalah organisasi terdepan untuk pemujaan kaum Frank Sabbatean, gelar yang agak tidak jelas untuk tatanan agama yang percaya bahwa keselamatan datang melalui peninggian (pengakuan?) dosa; mereka dapat digambarkan sebagai Setan dan Luciferians — tetapi bahkan sebutan ini tidak sepenuhnya akurat.

 

Mereka percaya bahwa pencipta universal adalah mitos kosmik, bahwa arketipe Lucifer yang gelap adalah satu-satunya tuhan sejati dan bahwa individu, ego, adalah satu-satunya hal yang layak untuk dikembangkan. Mereka percaya bahwa hanya dengan melakukan kebalikan dari apa yang diperintahkan oleh tuhan untuk mereka lakukan melalui tulisan agama, mereka dapat mencapai pencerahan. Ini berarti terlibat dalam pemerkosaan, pedofilia, pengorbanan manusia, penipuan, pencurian, manipulasi, dan penghancuran semua hal yang indah, baik, dan benar, bukan hanya sesuatu yang mereka nikmati tetapi merupakan bagian dari praktik keagamaan mereka. Mereka benar-benar percaya bahwa mereka harus melakukan hal-hal ini, dan lebih banyak lagi, untuk tetap berkuasa dan maju secara spiritual.

Jesuit Oaths Reveal the Insidious Nature of the Society of Jesus — Front Organization for Satanic Dark Occultists

 

Jika Anda bukan orang Amerika, Anda akan memahami mengapa negara Anda berada di jalurnya saat ini, karena negara itu juga dikendalikan oleh Jenderal Yesuit melalui para Jesuit pilihannya, Ksatria Malta, Shriner Freemason, Ksatria Columbus, dan Masonik Illuminati’s, Kabalisistis , Buruh Zionis, Sabbatean Frankist (dinamai Jacob Black yang dibaptis, Yakub Frank), Rumah Yahudi Rothschild. Karena Ordo mengendalikan House of Rothschild yang terkenal sejak paling tidak setelah Revolusi Perancis dan Perang Napoleon, setelah Perang Salib yang dipimpin Jesuit, keluarga Rothschild diberi nama keluarga “Penjaga Perbendaharaan Vatikan.
http://www.the-bible-antichrist.com/roman-catholic-church-persecution.html?fbclid=IwAR36c0IlfBYyLvtade7dfAEdSmdYiQHvFub6YKU2IQqMfp2XW4xDfMMDdp4

 

Dalam pidato yang diberikan di Washington D.C. di Willard Hotel pada tahun 1961, Benjamin Freedman yang terlahir sebagai Yahudi tetapi memeluk Iman Katolik, memaparkan Konspirasi Yahudi Zionis dan keterlibatannya di dalamnya.

 

Penting juga untuk memahami bahwa “poros kejahatan” sejati terletak di Kota London dengan Rothschild (salah satu pemain utama), Chatham House, dan banyak gerai lainnya adalah lengan administratif mereka, tidak melupakan Komite 300, terutama Mahkota Templar yang mengendalikan pemerintah dan peradilan di Inggris, termasuk koloni dan kekaisaran lama mereka seperti AS dan Persemakmuran dll … Mahkota Templar kemudian bertindak untuk dan atas nama Paus, Vatikan, dan setan mereka tuan para Yesuit.

 

Saya merasa sulit untuk percaya bahwa struktur utama Tata Dunia Baru lahir dari unsur-unsur Puritan yang pertama kali menetap di AS, Nazi Jerman (termasuk SS yang ditakuti), Elite Mafia Zionis, Ksatria Templar dan para Yesuit di Roma …… .tidakkah Anda merasa luar biasa bahwa orang-orang yang bertindak melawan orang-orang Yahudi selama Perang Dunia II sekarang bermitra bersama dan kekaisaran setan jahat ini semuanya secara hukum dikaitkan dengan Vatikan.

 

Tidakkah Anda merasa sangat sulit untuk percaya bahwa mereka yang sangat kritis terhadap Kejahatan Perang Nazi (Zionis dan Gereja) semuanya berada di tempat tidur bersama ketika datang ke Tata Dunia Baru !!!
https://eyreinternational.wordpress.com/2013/03/

 

Kapan semua domba di luar sana akan sepenuhnya memahami bahwa New World Order yang membentuk dan mendanai layanan keamanan kami bersama dengan kartel narkoba yang juga memainkan peran utama karena mereka juga komplotan rahasia !!

SUNNI SYIAH PRODUK SEJARAH

$
0
0

SUNNI SYIAH PRODUK

FB_IMG_1590561739443

Ketika Sunni dan syiah mengakui Tuhan yang sama, nabi yang sama, Al-Quran yang sama, kiblat yang sama, syahadat yang sama, mengapa perbedaan harus dibesar-besarkan?
Sunni dan Syiah adalah dua mainstream Islam yang sama-sama post quranic. Keduanya terbentuk setelah wahyu berhenti diturunkan dan setelah Nabi Muhammad SAW wafat.

Perselisihan paham antar keduanya berlangsung sejak terbentuknya aliran tersebut di masa-masa awal Islam sampai hari ini. Keduanya saling perang ayat dan riwayat, bahkan tidak jarang keduanya saling mengkafirkan. Kontestasi perebutan pengaruh juga berlangsung dari dulu hingga sekarang dan kontak fisik sering tidak terhindarkan. Begitu parahkah perbedaan antar keduanya sehingga tak ada secercah harapan mendekatkan kedua kekuatan dahsyat Islam ini?

Hasil diskusi intensif penulis (bersama dengan beberapa doktor dan guru besar UIN Alauddin) dengan beberapa Ayatullah (Ulama otoratif) Syiah di Hawza Ilmiah Syiah di jantung peradaban Syiah di Qum, Iran mengungkap sejumlah fakta menarik yang dipatut dipertimbangkan dalam rangka mendekatkan kedua mainstream besar Islam ini. Sejumlah isu-isu kritis kami diskusikan secara akademik dan kepala dingin. Kami ke Iran mengikuti workshop ilmiah dengan membawa sejumlah pemahaman apriori tentang Syiah. Diantaranya adalah asumsi bahwa kitab suci Syiah (Al-Quran) berbeda dengan kitab suci (Al-Quran) Sunni.

Asumsi ini bukan tanpa dasar karena disebutkan dalam ratusan riwayat dalam kitab al-Kafi karya al-Kulayni (Salah satu dari empat kitab yang dianggap oleh Syiah sebagai kitab suci kedua setelah Al-Quran, kurang lebih sama dengan Sahih Bukhari dan Sahih Muslim yang diyakini oleh Sunni sebagai kitab kedua setelah AlQuran) bahwa terdapat manipulasi atau perubahan (tahrif) terhadap Al-Quran yang ada sekarang. Menurut al-Kulayni penulis kitab otoritatif tersebut, Al-Quran yang ada di tangan kaum muslimin Sunni sekarang sebagian telah diubah. Inilah salah satu penyebab mengapa kaum muslimin Sunni di dunia termasuk di Indonesia, memandang Syiah sesat karena meyakini ketidak aslian Al-Quran.

Begitu kami sampai di Iran, kami langsung memeriksa Al-Quran Syiah. Bahkan kami dibawa ke tempat percetakan Al-Quran dan diberi hadiah Al-Quran. Ternyata, Al-Quran Syiah dengan Al-Quran Sunni tidak ada bedanya sama sekali. Ketika penulis menanyakan hal ini kepada salah seorang Ayatullah di Hawza, beliaupun menjawab tak ada perbedaan. Yang menarik adalah informasi dari kitab al-Kafi berbeda dengan kenyataan di lapangan. Ketika kami menanyakan hal tersebut, Ayatullah menjawab kami tidak menganggap al-Kafi sebagai kitab suci yang tidak mungkin salah. Di situ banyak kesalahan yang kami kritisi, berbeda dengan kalian di Sunni yang menjadikan Sahih al-Bukhari sebagai kitab suci yang tidak boleh dikritisi.
Saya sempat sedikit tersindir dengan jawaban tersebut. Menurut Ayatullah yang lain, sudah terbit banyak buku yang mengkritik al-Kafi karya al-Kulayni. Poin ini penting karena kitab ini sering dijadikan sumber oleh Sunni untuk menyerang kaum Syiah, sementara kitab ini sendiri sudah dikritik oleh Syiah.

Poin selanjutnya tentang sahabat. Dalam literatur-literatur yang ditulis kaum Sunni disampaikan bahwa Syiah hanya menerima hadis-hadis yang diriwayatkan oleh ahlul bait atau keluarga Nabi, sementara hadis yang diriwayatkan oleh sahabat-sahabat yang lain mereka tolak mentah-mentah, bahkan mereka, kaum Syiah mencerca sahabat. Para Ayatullah yang sempat kami ajak diskusi mengingkari hal itu. Mereka mengatakan bahwa sepanjang hadis tersebut bisa dibuktikan otoritasnya dari Nabi, siapapun sahabat yang meriwayatkan kmi terima. Abu Bakar, Umar dan Usman adalah sahabat Nabi yang mereka hormati. Poin ini sangat substantif karena pendapat tentang sahabat Nabi telah dan sedang menjadi sumber konflik antara kedua mainstream Islam ini.
Bahkan, ada di antara Ayatullah yang menjelaskan bahwa sedang ada konspirasi besar untuk mendiskreditkan Iran (Syiah) yang bertujuan untuk memecah-belah umat Islam. Iran adalah negara Islam terbesar dan terkuat, baik secara ekonomi, karakter, budaya dan politik dan paling resisten terhadap pengaruh hegemoni Barat yang sama sekali tidak bisa didikte oleh Amerika. Terdapat tidak kurang dari 200 chanel televisi diluar negeri, terutama di Amerika, yang dibuat dalam bahasa Parsi untuk mendiskreditkan Iran, untuk menyerang budayanya. Stasiun televisi inilah yang sering memunculkan pandangan-pandangan miring yang berpotensi menimbulkan kesalahpahaman terhadap Iran secara khusus dan Syiah secara umum, agar Syiah dan saudaranya Sunni tidak bisa bersatu menurut Ayatullah tersebut.

Tentang nikah mut’ah (kawin kontrak), sungguh berbeda dengan apa yang telah kami pahami sebelumnya. Nikah mut’ah memang dibenarkan oleh ulama Syiah dengan riwayat-riwayat yang menurut mereka dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya. Bahkan argumentasi qurani pun dapat mereka tunjukkan. Menurut mereka, nikah mut’ah dipraktikkan pada masa Nabi. Banyak sahabat yang telah mempraktikkannya. Nanti pada Masa Umar bin Khattab, khalifah kedua, Nikah mut’ah dilarang. Mengapa sesuatu di masa nabi dibolehkan kemudian dilarang oleh Umar? Riwayat-riwayat tersebut tentu bisa diperdebatkan, tetapi bukan tempatnya di sini mendiskusikannya.
Tetapi, meskipun demikian nikah mut’ah di kalangan Syiah tidak semudah dan semurah yang dibayangkan. Nikah mut’ah memang masih ada di Iran, tetapi sangat terbatas. Disamping harus tercatat dicatatan sipil, juga bukanlah trend terhormat dimasyarakat. Praktik mut’ah sangat jarang dan hanya dalam kasus tertentu. Di tempat lain, praktik nikah mut’ah sering dieksploitasi dan dijadikan sebagai instrumen mengumbar nafsu. Nikah mut’ah tentu tidak dimaksudkan untuk tujuan-tujuan tersebut.

Perbedaan yang paling mendasar yang diakui oleh mereka adalah tentang khilafah. Mereka meyakini bahwa yang berhak menjadi khalifah setelah Nabi adalah Ali, bukan Abu Bakar, Umar dan Usman. Keyakinan tersebut tentu di back up oleh riwayat-riwayat yang mereka yakini kasahihannya. Kosep Imamah dan Wilayatul Faqih adalah tema yang juga menarik dan sangat panas dalam diskusi kami, tetapi keterbatasan halaman ini menyebabkan penulis tidak menguraikan di sini.
Poin yang penulis ingin sampaikan adalah baik Sunni maupun Syiah memiliki argumennya masing-masing, memiliki dasar-dasar dari Al-Quran dan hadis masing-masing. Sunni dan Syiah berbeda dalam memahami teks, berbeda dalam menilai keabsahan sumber atau riwayat-riwayat. Tetapi, ketika Sunni dan Syiah mengakui Tuhan yang sama, Nabi yang sama (Muhammad), Al-Quran yang sama, kiblat yang sama, syahadat yang sama, mengapa perbedaan harus dibesar-besarkan. Apa lagi kalau perbedaan-perbedaan itu dipahami dari sumber yang tidak tepat.
Bagi Sunni yang ingi mengetahui substansi pemikiran dan hakikat ajaran Syiah sebaiknya membaca dari literatur Syiah, bukan dari sumber yang tidak suka kepada Syiah. Begitu pula sebaliknya, kelompok Syiah harus fair membaca literatur otoritatif Sunni untuk mengetahui esensi pemahaman Sunni. Mungkin dengan cara itu Sunni dan Syiah dapat bersinergi membangun peradaban Islam di masa yang akan datang. Amin. Wallahu a’lam.
Oleh : Prof. Dr. Phil. H. Kamaruddin Amin, M.A.
Dosen Fakultas Adab dan Humaniora, Pembantu Rektor Bid. Kerjasama, Guru Besar UIN Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Project Manager of the Development and Upgrading of Islamic University of Alauddin, financed by Islamic Development Bank.

~Islamic Eschatologi~
oleh. Budi Kurniawan

Kerajaan Kalingga

$
0
0

Kerajaan Kalingga, Dari Odisha India hingga Jepara, Indonesia

Kalingga berasal dari ,nama sebuah kerajaan di india selatan, yang didirikan oleh beberapa kelompok orang lain dari india yang berasal dari Odisha, mereka melarikan diri karena daerah Kalingga yang dihancurkan oleh Maharaja Ashoka pada tahun 265 SM. Awal mula kerajaan ini dan siapa pendirinya tidak diketahui dengan pasti. Kerajaan ini dibubarkan pada abad ke-7.seiring dengan ekspansi Sriwijaya ke Jawa. Benudhar Patra adalah pengajar dan peneliti sejarah dari Universitas Chandigarh, Punjab, India. Dia banyak menulis tentang kajian Sejarah Orissa atau Odisha Kuno. Odishsa adalah salah satu wilayah di India Selatan dekat Madrass, Pantai Koromandel. Pada lima ratus tahun Sebelum Masehi lebih dikenal dengan nama Kalingga.

Kalinga dalam makalah Benudhar Patra yang berjudul Kontak Maritim Kalingga dengan Jawa , adalah salah satu kerajaan di India pada masa pra-Islam, yang menjalin kontak intensif dengan negara-negara kepulauan Nusantara. Hampir di semua pulau besar Nusantara, Kalinga memiliki jejak peninggalannya. Dari Sumatra, Jawa, Bali, hinga Borneo semuanya memiliki jejak-jejak peninggalan Odisha.

Pedagang-pedagang Odisha atau Kalingga pada masa itu adalah yang pertama kali menyebut wilayah Nusantara sebagai Suvarnadvipa alias Pulau Emas. Berita-berita dari pedagang-pedagang Odisha ini yang kemudian berkembang menjadi dongeng dari mulut ke mulut melalui jalur-perdagangan kuno. Konon dongeng itu sampai ke ujung barat benua besar dan dikenal dengan nama El Dorado. Beberapa peneliti sejarah India senior seperti RD Banarjee dan RK Mookerji, adalah peneliti yang banyak menulis tentang sejarah “India Kolonial”. Sejarah pada tahap awal Masehi yang disimpan berkembangnya pemerintahan dan kebudayaan India sampai wilayah-terjauh di Timur dan Tenggara. Salah satu yang mengembangkan armada laut besar pada masa itu adalah Kerajaan Kalinga.

RK Mookerji mencatat beberapa hal penting dalam sejarah penguasaan kolonial India adalah kompilasi orang-orang Kalinga yang mengatur Pulau Jawa. Mookerji memperkirakan hal itu terjadi pada sekitar tahun 75 masehi. Penanggalan ini sesuai dengan tradisi lokal di Pulau Jawa yang mengundang orang lain dari luar alias Aji Saka atau Adi Saka pada estimasi tahun 78 penanggalan Romawi atau penanggalan Kristen. Angka tahun ini adalah angka yang digunakan oleh Sultan Agung dari Mataram untuk menentukan tahun Jawa yang dikenal juga dengan nama tahun Saka.

Perbedaan waktu yang sedikit berbeda antara versi Babat Tanah Jawa dengen peneliti sejarah dari India adalah hal yang biasa dalam penelitian teks-teks sejarah yang berkaitan dengan penanggalan. RK Mookerji sendiri menilai itu selama ini penelitian sejarah di India tidak terlalu peduli dengan masa Kerajaan Kalinga. Kalinga, dengan teknologi pada masanya mampu melewati Samudra Hindia yang terkenal dengan badai dan para perompaknya. Hanya kekuatan armada laut yang besar yang bisa menjelaskan kemampuan Kerajaan Kalingga meminta pesisir utara Pulau Jawa. John Crawford, peneliti sejarah Inggris di jaman Raffles (1820) bahkan mengutip tentang Hindu yang ada di Pulau Jawa yang berasal dari Kerajaan Kalinga India. Crawfurd direkam itu Kalinga atau Kalingga dalam ucapan orang Jawa, adalah satu-satunya nama kerajaan di India yang diterima dengan penyebutan yang benar. Nama itu sangat terkenal dan satu-satunya yang disediakan dalam catatan lama mereka.

RD Banarjee mengupas dengan lebih luas istilah Keling atau Kiling yang diminta oleh orang-orang dari Kepulauan Melayu, sangat jelas berasal dari Kalinga. Nama kuno kerajaan Kalinga yang terletak di Wilayah Telugu saat ini. Letaknya ada di pantai timur India antara Sungai Mahanadi dan Sungai Godavari. Saat penyebutan saat ini menjadi sebutan umum untuk orang-orang India hal itu tidak mengherankan. Sejarawan lain seperti K Sridharan, lebih jauh dari orang-orang Kalinga pada waktu itu bisa melewati perjalanan laut yang luar biasa. Begitu menetap di kepulauan-kepulauan Nusantara mereka membangun koneksi yang diselesaikan dengan negara asalnya.

Salah satu buktinya adalah catatan Sejarah Melayu yang menulis tentang sejarah asal usul orang Palembang. Seorang pangeran bernama Vichitra telah turun dari langit dan muncul di gunung di Palembang dan menjadi penguasa di sana setelah menikah dengan putri lokal bernama Sundari. Dari perkawinan itu mereka memiliki dua anak yang selanjutnya menjadi penerus penguasa Palembang. Sumber lain seperti Catatan Dinasti Tang bertambah 618 hingga 906 masehi mengutip istilah Ho Ling untuk utusan-utusan dari Jawa yang datang ke negeri Cina. Letak di mana kerajaan itu masih menjadi pembahasan para ahli sejarah. Satu versi mengenai Kerajaan Kalingga terletak di sekitar satu di desa di wilayah Jepara yang disebut sebagai desa Keling.

Catatan Dinasti Tang inilah yang menulis artikel Ratu Sima. Diceritakan ratu ini naik tahta pada 674 Masehi. Beberapa ahli mempekirakan ini bersamaan dengan Kerajaan Tarumanegara di Pulau Jawa bagian barat, dan Kutai Kertanegara di Kalimantan bagian Tenggara. WP Groeneveldt, peneliti Belanda yang juga seorang pendeta, meminta catatan Dinasti Tang ada dua versi. Versi yang pertama adalah versi yang disebut sebagai sejarah lama Dinasti Tang (618-907), dan yang kedua, yang disebut sebagai catatan Dinasti Tang yang lebih baru yang lebih lengkap penulisannya tentang perijinan-perizinan dari Jawa. Nama Jawa sudah disebut untuk istilah terminasi Kaling atau Keling.

Salah satu peninggalan Kerajaan Kalinga adalah pramanati Tukmas. Prasasti ini ditemukan di Desa Dakwu tepatnya di kawasan Grobogan Purwodadi di lereng Gunung Merbabu di Jawa Tengah. Prasasti ini ditulis dengan huruf Sanskrit Pallawa yang bercerita tentang mata air bersih dan bersih. Selain itu, tulisan ini juga memiliki gambar seperti kendi, trisula, kapak, kelas, chakra dan bunga teratai yang merupakan tiruan keeratan hubungan manusia dengan para dewa.

Kerajaan Kalingga telah mengetahui hubungan dagang di tempat yang disebut pasar. Kegiatan ekonomi lainnya antara bertani, menghasilkan kulit, kura-kura, emas, perak, badak tanduk, dan gading dan membuat keributan. Kehidupan masyarakat Kalingga damai. Ini karena di Kalingga tidak ada kejahatan dan kebohongan. Berkat kondisi tersebut, masyarakat Kalingga memperhatikan pendidikan. Hal ini dibuktikan dengan kehadiran roster Kuchga yang sudah dikenal menulis dan astronomi.

Plandemic Covid 19

$
0
0

Virus corona sebenarnya sudah pernah ada, dan berkembang menjadi berbagai macam jenis virus, akibat modifikasi genetik. SARS yang pertama kali teridentifikasi di Guangzhou – China di tahun 2002, adalah virus corona. Tiba-tiba muncul virus baru di Wuhan, disebut virus Disease 2019 atau COVID-19.

Penyebarannya lebih pesat dari virus-virus corona lainnya, seperti SARS dan MERS, dalam waktu 1 setengah bulan Covid-19 sudah menyebabkan kematian puluhan ribu orang.

Dari tingkat presentase tingkat kematian, sebenarnya Covid-19 yang paling kecil tingkat kematiannya, karena hanya 3,4%. Sedangkan virus corona SARS lebih tinggi tingkat kematiannya sebesar 9,6%, dan yang paling bahaya sebenarnya adalah virus MERS, tingkat kematiannya mencapai 34,3%.

Tapi, karena tingkat penyebarannya paling pesat, virus corona Covid-19 paling banyak penularannya dari yang lainnya. Meskipun tingkat persentase kematiannya rendah, tetapi jumlah kematian yang diakibatkan, lebih banyak dari SARS ataupun MERS.

Tingkat penyebaran Covid-19 ini begitu ekstrim, tidak seperti virus pada umumnya, padahal virus telah ada puluhan hingga ribuan tahun lalu. Manusia telah berdampingan dengan virus lainnya, kenapa tiba-tiba muncul virus baru yang berkembang begitu cepat ?

Kalau kita lihat kebelakang, pandemik yang termasuk wabah penyakit yang melanda pada Perang Dunia 1, tahun 1918, flu awalnya adalah semacam produk senjata biologis, dan di tahun 1918 itu, flu belum ada obatnya. Korban kematian akibat flu pada tahun 1918, berjumlah 50 juta orang di seluruh dunia.

Ribuan dokumen rahasia yang sudah boleh dipublikasikan dari militer, dapat dikonfirmasi, masa perang dingin, militer AS melakukan serangkaian test rahasia pada penduduk yang tak berdosa di kota St. Louise. Pemerintah AS meracuni warganya sendiri dengan eksperimen senjata biologis.

Lalu, bagaimana dengan corona Covid-19 ini, apakah virus ini Natural atau rekayasa genetik, yang menyebar begitu pesat?

Dikutip dari penelitian laboratorium virology yang kredibel di Science Direct, mereka sudah melakukan eksperimen modifikasi genetic pada virus corona pada tahun 2017, kuncinya adalah asam amino.

Apabila mereka ingin membuat virus corona berhenti menyebar, harus dikurangi asam aminonya, sedangkan jika ingin virus corona menyebar lebih pesat, mereka bisa menambahkan asam aminonya, dan itulah yang terjadi.

Covid-19 menyebar begitu pesat, karena ada tambahan asam amino pada virus corona yang sebelumnya sudah ada.

Menurut Prof. Chi Tai Fang dari National Taiwan University, penambahan asam amino pada virus corona sangat tidak wajar, biasanya mutasi virus tidak radikal seperti itu, aneh tiba-tiba virus corona mempunyai banyak asam amino.

Ketidakwajaran itu, diduga adanya campur tangan laboratorium, dengan menambahkan asam amino pada virus corona, agar virus tersebut cepat menyebar.

Sumber data kredibel lainnya adalah dari Prof. Dr. Francis Boyle, yang membuat undang-undang senjata biologi di Amerika, ia menyatakan bahwa Covid-19 adalah senjata perang biologi yang offensive.

Informasi kredibel lain, dapat kita peroleh dari US National Library Of Medicine Departemen Kesehatan Amerika serikat. Mereka, sejak tahun 2003 mengungkapkan, indikasi penggunaan wabah flu sebagai senjata biologi.

Serangan sejenis wabah flu corona di seluruh penjuru dunia, sudah diprediksi oleh Bill Gates sang pendiri Microsoft sejak tahun 2015.
Hal itu dikatakannya saat kampanye bencana virus flu tahun 2015, saat ini resiko terbesar bencana global bukanlah seperti ini (bencana nuklir) melainkan bencana ini (bencana virus).

Jika ada yang membunuh lebih dari 10 juta orang dalam beberapa puluh tahun ke depan, kemungkinan adalah virus berdaya infeksi tinggi, bukan peperangan. Disebabkan alami atau sengaja dibuat, adalah hal yang mungkin menyebabkan kematian 10 juta orang.

Tujuan dari kampanye yang dilakukan oleh Bill Gates ini, agar semua negara di dunia siap-siap keluarkan dana di bawah kendali mereka.

Kejanggalan lainnya, menurut sumber data yang kredibel, penyebaran virus corona sudah disimulasikan selama 2 bulan, sebelum virus ini mewabah di Wuhan, hasil simulasi tersebut Covid-19 menyebabkan kematian 65 juta orang.

Mereka mensimulasikan dampak dari Covid-19 ini di New York – Amerika Serikat, sebelum virus tersebut teridentifikasi di Wuhan.

Simulasi tersebut dilakukan oleh Johns Hopkins University and Medicine, mengenai penyebaran virus corona. Penyebaran virus corona 2019 ini, sudah di desain dan direncanakan dengan sangat matang.

Dari virus corona ini, yang akan diuntungkan adalah Elit Global, yaitu segelintir orang yang sangat kaya dan powerful yang menguasai ekonomi, politik, militer, intelijen, sains, bisnis dan media massa dunia.

Selain itu, pihak yang diuntungkan dari wabah virus corona ini, adalah Iluminati atau The New World Order, dan semua presiden Amerika adalah kaki tangan elite global.

Langkah pertama, mereka merencanakan problem, yaitu dengan menciptakan krisis (ketakutan), semua orang merasa panik, karena tak mungkin bisa menyelesaikan masalahnya sendiri, dan seolah-olah, mereka membantu korban, tapi sebenarnya mereka ingin memeras.

Mereka dulu menggunakan jurus bandit elit global, diantaranya untuk memajukan undang-undang Federal Reserve tahun 1913 (Bank Sentral Swasta AS).

Bagaimana bisa ada Bank Swasta di AS, dulu mereka membuat jurus problem, reaksi dan solusi di tahun 1907, yaitu dengan membuat problem, isu masalah di sebar, ada bank kalah clearing, dan tidak ada uang di Wall Street.

Padahal, pada saat itu tidak ada masalah apapun di Wall Street. Mereka bisa melakukan rekayasa, dan langkah tersebut, karena merekalah penguasa Wall Street.

Langkah kedua ciptakan reaksi, lewat media-media massa, mereka menebarkan adanya krisis keuangan yang sangat parah, dan masyarakat pun panik, jadilah krisis nyata, karena teror ketakutan.

Para dewan keuangan lalu membuat kampanye nasional saat itu, diantaranya JP Morgan, JD Rockkefeller, Jacob Warburg, dan Paul Warburg, dengan nama kampanye banker elite, di dalamnya berisi “Ekonomi akan runtuh! Kita butuh otoritas moneter yang baru”.

Langkah ketiga, mereka buat solusi dengan membuat undang-undang bank sentral swasta, seolah-olah untuk menyelamatkan perekonomian, maka diundangkanlah Federal Reserve Act yang didirikan pada tahun 1913, dan setelah didirikan, terjadilah perang dunia 1 di tahun 1914.

Tahun 1929, terjadilah The Great Depression, Amerika Serikat yang adi kuasa itu secara teknik, sebenarnya sudah bangkrut di tahun 1933, karena itulah, dibentuk UU Federal Reserve Act.

Oleh karena itu, ketiga jurus tersebut, digunakan lagi oleh elite global, menggunakan virus corona Covid-19.

Yang pertama adalah ciptakan problem, dengan menyebarkan virus corona, dan yang dijadikan kambing hitam, sebagai awal penularannya adalah China (seolah-olah virus corona menyebar di dunia akibat China), negara berpenduduk terbanyak, sekaligus untuk melumpuhkan perekonomiannya.

Menurut Menteri Luar Negeri China dan para saintis disana, virus corona sengaja disebar di Wuhan oleh tentara Amerika, yang mengikuti Military World Games di Wuhan.
Kedua, ciptakan reaksi, dengan panik global yang dimuat media-media massa yang dimiliki elite global.

Waktu awal, jumlah kematian akibat wabah corona masih sedikit, tapi mereka berusaha merekayasa, untuk menciptakan panik massa.
Berbagai media massa dan organisasi-organisasi internasional, secara sistematis menciptakan panik global, diantaranya CNN, NBC, Fox News, Al Jazira, ABC, Youtube, Facebook, Twitter, dan Instagram.

Begitu juga dengan Lembaga atau Badan seperti WHO, PBB akhirnya menginstruksikan negara-negara didunia untuk lockdown, akibat wabah corona COVID-19. Ujungnya, ekonomi hancur dan mata uang anjlok, pasar modal hancur, dan perbankan stop salurkan kredit, karena ini memang tujuan mereka.

Ketiga, mereka akan berpura-pura untuk menawarkan solusi. Solusi pertama adalah vaksin. Elite global melalui kaki tangannya seperti PBB dan WHO, akan menginstruksikan negara-negara untuk mengeluarkan anggaran penanganan virus dibawah kendali mereka.

Solusi kedua, mereka akan datang pura-pura menawarkan solusi menyelamatkan ekonomi, dan utang-utang baru akan dikucurkan. Negara-negara didunia akan tenggelam dengan utang-utang yang tak akan mampu untuk dibayar.

Mereka bisa menawarkan utang milyaran dollar, karena mereka bisa mencetak uang dari modal dengkul.
Caranya yaitu dengan menerbitkan bond (surat utang) tanpa jaminan.

Bond dibeli oleh Federal dengan bunga kecil, lalu Federal tinggal mencetak angka-angka digital direkening, yaitu uang giral termasuk uang eletronik.

Kemudian kreditur seperti IMF, dan lain-lain, akan meminjamkan modal dengkul tersebut ke negara-negara lain yang sedang krisis dengan bunga yang lebih tinggi.

Keuntungan lainnya, akibat runtuhnya perekonomian akibat lockdown, harga-harga saham dipasar modal akan anjlok, mereka borong dengan harga murah, dan kredit bank akan macet.

Perekonomian di dunia sengaja dibuat hancur, sehingga tak ada yang bisa bayar hutang, akibatnya nilai tukar uang hancur semua.

Apabila mata uang di seluruh dunia sudah hancur, dan tidak bisa membayar hutang-hutang, maka dibuatlah mata uang tunggal New World Order.

Diciptakanlah krisis-krisis, seperti perang dan terorisme, global warming, krisis virus dan lockdown, mengakibatkan krisis perekonomian yang berkepanjangan, dan krisis mata uang, barulah seluruh negara mau menerima mata uang tunggal tersebut.

Mata uang tunggal dunia, bukan dalam bentuk kertas atau kartu ATM, melainkan melalui chip yang ditanam ditubuh anda. Maka, tuntaslah misi mereka menjadi “tuhan” didunia, dan kita semua adalah budaknya.

Persis seperti hewan ternak yang ditanamkan chip ditubuhnya. Apabila anda memberontak, tinggal memencet tombol, dan chip tersebut akan membunuh anda. Sebelum semua itu terjadi, waspadalah terhadap virus corona.

Virusnya memang ada, dan daya sebarnya sangat pesat, karena ada modifikasi asam amino didalam virus, tapi tak kalah bahayanya adalah virus ketakutan, dan histeria lewat media massa atau medsos.

Semua itu didesain agar terjadi lockdown, ekonomi lumpuh, dan rakyatpun melemah sehingga semua tunduk pada New World Order.
Padahal, menurut lembaga resmi di Amerika Centers for Disease Control and Prevention (CDC), di AS tahun 2018 hingga 2019 lalu, sebelum ada virus corona, tercatat ada 34 ribu lebih akibat flu biasa.

Di akhir maret, tercatat di Amerika 2.200 orang mati, karena virus corona, itupun belum tentu di visum. Bulan maret kalau di kali 4, setahun 10 ribu orang, masih dibawah tingkat kematian flu biasa tahun lalu, yaitu sebesar 34 ribu orang.

Tapi, propaganda lockdown begitu luar biasa, supaya ekonomi Amerika lumpuh, sebab dalangnya bukanlah pemerintahan Amerika atau Donal Trump, melainkan kaki tangan elite global yang mengontrol presiden di negara-negara maju.

Para elite ini adalah globalis, mereka tidak peduli rakyat amerika ataupun rakyat negara-negara lainnya mati, karena virus ataupun perang.
Disisi lain dikatakan seorang pemenang hadiah nobel dari Departemen Biofisika Stanfold yang menganalisa perkembangan virus corona diseluruh dunia, bahwa penanggulangan virus corona akan lebih cepat dari perkiraan orang.

“Yang diperlukan adalah penanggulangan panik dan paranoia kita sendiri. Kita akan baik-baik saja”, katanya. (Portal.id)

Antara Sains dan Soto

$
0
0

Antara Sains dan Soto
5

Oleh Ulil Abshar Abdalla

Saya sering membaca di beberapa buku sains populer yang terus terang amat saya nikmati itu suatu statemen yang kira-kira bisa diringkaskan dengan kalimat berikut:

Perbedaan mendasar antara sains dan agama adalah bahwa dalam sains, seorang saintis akan dengan gembira menyambut koreksi sesama koleganya jika teori yang ia ajukan terbukti salah, atau, dalam istilah filsuf Karl Popper, “di-falsifikasi”. Dia tidak akan dikafirkan oleh saintis yang lain, apalagi diajukan ke majlis inkwisisi untuk diadili.

Ini, kata para pendukung sains, berbeda dengan agama. Di sana, seseorang yang berbeda mazhab atau sekte bisa dikafirkan, dimusuhi, diadili, bahkan dibunuh. Dalam agama, perbedaan akidah dan pendapat bisa berujung pada perang.

Hujjah ini, tentu saja, dikemukakan sebagai alat untuk “mengejek” agama, seraya mengunggulkan sains sebagai diskursus yang lebih superior, lebih “beradab”, karena ia rasional, matang, tidak menimbulkan permusuhan.

Para pecinta sains (catatan: sains di sini saya maksudkan sebagai ilmu-ilmu kealaman, bukan “social sciences”) di mana-mana, termasuk di Indonesia, sering pula mengulang-ngulang mantra klise ini, mantra yang tak bisa dipungkiri bernada “kepongahan” (ini adalah terjemahan saya untuk istilah “scientific boasting” yang dipakai oleh David Berlinski dalam bukunya “Devil’s Delusion”).

Mari kita teliti, apakah pernyataan ini benar.

Kita tak bisa mengingkari pertikaian antara mazhab dan sekte dalam sejarah agama-agama. Eropa mengenal tiga puluh tahun perang agama pada abad ke-17 yang berkecamuk di Jerman akibat Reformasi Protestan. Islam mengenal konflik Sunni-Syiah yang berdarah-darah, baik pada masa klasik atau modern.

Sejarah kelam agama seperti ini, terutama dalam lingkungan dua agama semitik (Kristen dan Islam), tidak bisa diingkari. Saya pun membaca sejarah hitam seperti ini dengan perasaan masygul, kadang marah: kenapa ajaran Tuhan yang dimaksudkan untuk menegakkan kehidupan yang damai di bumi, justru menimbulkan perang yang berdarah-darah?

Penjelasan yang komprehensif mengenai paradoks seperti ini, bisa dibaca dalam buku yang ditulis Karen Armstrong, “Fields of Blood: Religion and the History of Violence” (2014). Tetapi saya punya penjelasan sendiri.

Menjadikan sejarah kelam agama sebagai alat bagi (sebagian) saintis dan para pendukungnya untuk “bragging”, menepuk dada dan mengejek agama, bagi saya, bisa tampak menggelikan.

Mari kita telaah, kenapa tidak ada perang karena perbedaan pendapat dalam sains. Tanpa meneliti lebih saksama hal ini, kita bisa tertipu oleh “argumen retoris” para pendukung sains itu.

Baik sains dan agama, secara ontologis atau wujudiah, masuk dalam wilayah yang sama: keduanya adalah bagian dari aktivitas mental manusia, meskipun dasar-dasar legitimasinya beda; agama bersumber dari wahyu, sains dari observasi atas data-data empiris.

Tetapi keduanya jelas berbeda secara mendasar dari segi berikut ini: agama masuk dalam apa yang oleh teolog Lutheran Paul Tillich disebut sebagai “the ultimate concern”, hal yang begitu mendalam mempengaruhi “psyche”, jiwa, dan emosi manusia karena menyangkut pertanyaan mendasar dalam hidup. Perbedaan dalam hal-hal yang menyangkut “the ultimate concern” memang rawan menimbulkan konflik, karena menyangkut emosi yang terdalam pada diri manusia.

Sementara watak sains berbeda: dia bersifat rasional, dan cenderung tidak menyentuh emosi manusia yang terdalam. Tak ada seorang pun bersedia mati berjihad untuk membela teori gravitasi, atau mempertahankan persamaan Einstein E = mc². Untuk apa, kok seperti kurang pekerjaan saja?

Perbedaan dalam sains tidak melibatkan “high stake” dalam hidup manusia yang memiliki kesadaran, karena tidak menyangkut “the ultimate concern”.

Seorang saintis memang tidak akan bertengkar hingga berujung pada konflik fisik karena perbedaan hipotesa atau interpretasi terhadap suatu data. Tetapi ini tidaklah sesuatu yang khas sains. Betapa banyak bidang dalam kehidupan manusia di mana perbedaan di sana tidak berujung pada konflik dan saling mengkafirkan, karena tak menyangkut “the ultimate concern”.

Para sarjana sastra tidak berperang karena perbedaan teori dan pendekatan. Para ahli hukum tidak bertikai secara fisik karena perbedaan mazhab. Para pelatih bola tidak berseteru karena perbedaan strategi.

Para chef tidak bertengkar karena berbeda dalam menilai resep makanan. Para juri dalam kompetisi musik tidak saling mengkafirkan karena berselisih pandangan dalam menilai penampilan seorang kontestan. Seorang kritikus seni atau lukisan bisa berbeda dalam menilai mana lukisan yang paling “menggetarkan”, tetapi mereka tidak saling baku-hantam.

Dua orang Ngawi (ini sekedar contoh saja) tak akan saling memurtadkan karena salah satunya beranggapan bahwa soto Lamongan lebih lezat ketimbang soto Bangkong. Mereka berbeda, tetapi tidak akan adu-jotos.

Contoh-contoh semacam ini tak terhitung jumlahnya dalam kehidupan sehari-hari. Sains bukanlah satu-satunya “human enterprise” yang patut merasa pongah dengan sebuah kleim bahwa perbedaan di dalamnya tidak menimbulkan konflik berdarah-darah. Tak ada yang spesial pada sains dalam aspek ini. Biasa saja.

Tidak semua perbedaan dalam agama juga berujung pada pengkafiran dan konflik. Perbedaan dalam forum bahtsul masa’il di antara para kiai NU dalam merumuskan sebuah fatwa, tidak berujung pada pengkafiran. Ribuan bahtsul masa’il saya saksikan dalam sejarah NU, dan tidak ada satupun cekcok berdarah-darah muncul di sana.

Harus diingat pula, perbedaan yang menimbulkan konflik dan perang tidaklah monopoli agama. Perang dingin yang melibatkan perlombaan senjata nuklir yang nyaris memusnahkan spesies manusia, berlangsung sejak dekade 50an sampai runtuhnya Tembok Berlin pada 1991. Dalam Perang Dingin ini, dua mazhab sekular, bukan agama, saling berseteru: kapitalisme dan komunisme.

Apakah para pendukung sains akan mengatakan bahwa: sains lebih unggul tinimbang ideologi kapitalisme atau sosialisme, hanya karena para saintis bisa berbeda secara beradab dan tidak berujung pada perang, baik dingin, setengah dingin, atau panas?

Nasionalisme adalah ideologi modern yang memiliki sejarah yang rumit: ada sejarah terang, ada sejarah gelap. Sejarah terang nasionalisme ditandai dengan lahirnya negara-negara nasional yang memberikan “ruang sosial-kultural” bagi milyaran penduduk bumi untuk membangun peradaban mereka masing-masing, termasuk bagi para saintis untuk bekerja.

Tetapi nasionalisme juga punya sejarah yang amat kelam. Kita menyaksikan hal ini berkali-kali dalam era modern: Kashmir, Palestina, Rohingya, Uyghur, Bosnia, Timor-Timur, dll. Apakah sains akan menepuk dada pula bahwa dirinya lebih unggul dari ideologi nasionalisme karena para saintis bisa berbeda pendapat tanpa menimbulkan “perang”?

Perbedaan dalam sains tidak menimbulkan konflik dan perang karena ia tidak melibatkan “the ultimate concern” yang menyentuh emosi manusia yang terdalam. Dia adalah kegiatan serebral yang tidak membangkitkan emosi.

Jika sebagian pendukung sains berpikiran bahwa agama harus dihapuskan saja (jika bisa!) karena hanya menimbulkan konflik, maka nasionalisme dan negara-negara nasional modern juga harus dihapuskan. Pemilu langsung juga layak ditiadakan sama sekali, karena potensial menyulut konflik, sekurang-kurangnya seperti terlihat dalam pilpres kita yang terakhir.

Apakah demokrasi juga kalah unggul dibanding sains, karena perbedaan di sana potensial memantik kerusuhan seperti terjadi di Amerika hari-hari ini?

Konflik dalam kehidupan manusia adalah fakta yang tak terhindarkan; pemantiknya bisa agama atau ideologi sekular. Konflik ini bisa diatasi, dan karena itu muncul disiplin keilmuan yang bernama “conflict resolution”.

Tetapi menepuk dada seperti dilakukan sebagian pendukung sains bahwa mereka bisa berbeda tanpa baku-hantam, dan karena itu bidang yang mereka geluti lebih superior tinimbang bidang-bidang lain, jelas menggelikan. Karena dua orang Ngawi yang saya ceritakan tadi juga melakukan hal yang sama: mereka berbeda, dan tidak berujung pada konflik.

Bedanya hanya satu: dua orang Ngawi itu tidak pongah. Mereka berbeda soal soto, dan tetap bersahabat, tidak saling mengkafirkan. Tetapi mereka tidak lalu berpikiran bahwa agama, nasionalisme, demokrasi, dan kapitalisme kalah unggul dibanding soto.

Bahwa soto penting ada, saya sepakat. Tetapi meremehkan dan mengejek hal-hal lain di luar soto, seolah-olah yang non-soto adalah non-sense, itulah sejenis kepongahan.

Sekian.


Islam Mazhab Ahlu Bayt Nabi (Syiah) yang Awal Masuk Nusantara

$
0
0
Mustofa Chevy Habsyi

tahun 790 M, sebuah kapal layar berlabuh di Bandar Perlak. Kapal tersebut membawa seratus juru dakwah yang dipimpin oleh nakhoda dari kekhalifahan Abbasiyah. Kapal itu datang dari Teluk Kambay, Gujarat dan berlabuh di Bandar Perlak. (Baca Juga: 4 Ulama Aceh yang Sangat Berpengaruh)

Salah seorang pendakwah itu bernama Ali ibn Muhammad bin Imam Ja’far Shiddiq Alaihi Salam. Ia adalah seorang muslim Syiah yang melakukan pemberontakan kepada khalifah al-Makmun. Namun, usahanya itu menemui kegagalan, alhasil ia diperintahkan untuk berdakwah keluar dari negeri Arab sebagai hukumannya.

Setelah beberapa waktu berdakwah di Bandar Perlak, Ali ibn Muhammad Ja’far Shiddiq menikah dengan putri istana Perlak.

CIA Rancang Penggulingan Sukarno Sejak 1953

$
0
0
Erwin Dariyanto – detikNews
Senin, 11 Sep 2017 17:25 WIB
Ilustrasi: Fuad Hasyim/detikcom
Jakarta – Indonesianis asal Australia Greg Poulgrain menilai pergolakan politik di Indonesia pada era 1950-1960-an tak lepas dari campur tangan badan intelijen Amerika (CIA). Dalam buku “The Incubus of Intervention, Conflicting Indonesia Strategies of John F Kennedy and Allen Dulles” yang dibedah di LIPI pekan lalu, Poulgrain antara lain menyebut pemberontakan PRRI di Sumatera dan Permesta di Sulawesi sebagai bagian dari taktik CIA untuk memperkuat militer pusat di Indonesia untuk pada waktunya menghancurkan PKI dan Sukarno.

Baca juga: Demi Emas di Papua, CIA Gulingkan Sukarno dan Kennedy


“Melalui bantuan CIA, pemberontakan dapat diperpanjang selama dua tahun bahkan lebih sejak 1957/1958,” tulis Poulgrain. Di pihak lain, Angkatan Darat kian solid untuk dapat mengalahkan para pemberontak. Juga pada waktunya menjadi kekuatan penyeimbang PKI yang dekat dengan Presiden Sukarno.

Menurut Tim Weiner dalam buku “Membongkar Kegagalan CIA”, niat CIA untuk menyingkirkan Sukarno muncul setelah Dewan Keamanan Nasional lembaga intelijen AS itu memberikan sebuah laporan pada 9 September 1953. Dalam laporan tersebut dibeberkan bahwa situasi Indonesia sudah sangat menakutkan bagi Amerika Serikat.

Musababnya adalah Presiden Sukarno yang terlalu memberi angin bagi komunis untuk berkembang di Indonesia. Jika ini terjadi, menurut CIA, tak akan menguntungkan Amerika.

Laporan CIA tersebut terbantahkan dengan kunjungan Sukarno ke Amerika dan bertemu dengan Presiden Eisenhower. Wakil Presiden AS Richard Nixon yang turut mendampingi Eisenhower mengungkapkan pembicaraan dua kepala negara itu.

“Waktu itu dia meyakinkan Presiden Eisenhower dan juga seluruh rakyat Amerika, ‘Aku tidak pernah risau terhadap komunisme. Aku bukan komunis. Percayalah, akan segera aku ringkus mereka kalau berani berbuat macam-macam,” kata Richard Nixon seperti dikutip dari buku , Gerakan 30 September: pelaku, pahlawan & petualang’ karya Julius Pour.

Toh CIA tetap melanjutkan rencananya untuk menyingkirkan Sukarno dari kursi Presiden RI. Direktur Dinas Keamanan Bersama (Mutual Security Agency) Harold Stassen memberikan masukan kepada Richard Nixon juga kepada Menteri Luar Negeri John Foster Dulles dan Direktur CIA Allen Dulles agar memikirkan pergantian rezim di Indonesia. Rezim Sukarno menurut CIA sangat buruk.

“CIA dengan serius mempertimbangkan pembunuhan terhadap Sukarno di musim semi tahun 1955,” tulis Tim Weiner dalam, “Membongkar Kegagalan CIA”.

Upaya menggulingkan Sukarno pun terus dirancang oleh CIA. Dari menyusupkan agen CIA cantik ke istana hingga memproduksi film porno mirip Sukarno.

Usaha CIA menggulingkan Sukarno berhasil di tahun 1965 saat meletus peristiwa Gerakan 30 September. Poulgrain menyebut keberhasilan tersebut tak lepas dari peran Allen Dulles mantan Direktur CIA. Allen Dulles menjadi Direktur CIA untuk dua Presiden Amerika Serikat yakni Dwight D. Eisenhower dan Kennedy.

Eisenhower melantik Allen Dulles sebagai Direktur CIA pada 26 Februari 1953 dan 10 November 1960 oleh F. Kennedy. Tahun 1965 saat detik-detik awal kejatuhan Sukarno, Allen Dulles memang tak lagi menjadi Direktur CIA. “Meski tak lagi menjadi Direktur CIA, pengaruh Allen Dulles waktu itu cukup kuat,” kata Poulgrain.

Sejarahwan LIPI Asvi Warman Adam meragukan temuan Poulgrain tersebut. Menurut Asvi, Allen Dulles sudah tak jadi direktur CIA saat Kennedy tewas dan kekuasaan Presiden Sukarno tumbang. “Apakah dia (Dulles) masih memiliki kekuasaan dan pengaruh yang kuat saat itu,” kata Asvi.

Antonie C.A.Dake dalam buku, “Sukarno File” meyakini bahwa tak ada keterlibatan CIA dalam kejatuhan Bung Karno. “Mustahil bahwa CIA atau organisasi rahasia AS apa pun mempengaruhi, apalagi mendalangi kudeta mau pun kudeta balasan 1 Oktober,” kata dia.

Sumber:

https://news.detik.com/berita/d-3638003/cia-rancang-penggulingan-sukarno-sejak-1953?fbclid=IwAR20ACEziQI6WjDjnvVGtZ0VrG0yKDiU23MvCcJjvp4t3yrzTDWlzc3-brs

MENGENANG 50 Tahun WAFATNYA Bung KARNO 21 Juni 1970*

$
0
0

*MENGENANG 50 Tahun WAFATNYA Bung KARNO 21 Juni 1970*

*PANCASILA: DARI PUNCAK KEJAYAAN MAJAPAHIT HINGGA PIDATO BUNG KARNO 1 JUNI 1945*

 

IMG_4280

Secara etimologis, kata “Pancasila” berasal dari bahasa Jawa kuno, yang sebelumnya diserap dari bahasa Sanskerta dan Pali, yang artinya “sendi dasar yang lima” atau “lima dasar yang kokoh”.

Mula-mula kata “sila” dipakai sebagai dasar kesusilaan atau landasan moral Buddhisme, yang memuat lima larangan.

Sebagaimana disebutkan dalam Tipitaka, kelima sila itu dalam bahasa Pali adalah sebagai berikut:

1. Pānātipātā veramani sikkhapadamsamādiyāmi (Aku melatih diri untuk menghindari pembunuhan);

2. Adinnādānā veramani sikhapadam samādiyāmi (Aku bertekad melatih diri untuk tidak mengambil barang yang tidak diberikan);

3. Kāmesu micchācāra veramani sikkhapadam samādiyāmi (Aku bertekad melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan asusila);

4. Musāvāda veramani sikhapadam samādiyāmi (Aku bertekad untuk melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar, berdusta, atau memfitnah).

5. Surāmeraya majjapamādatthān veramani sikkhapadam samādiyāmi (Aku bertekad untuk melatih diri menghindari segala minuman dan makanan yang dapat menyebabkan lemahnya kewaspadaan).

Dalam makna “lima dasar moral” yang harus dijatuhi tersebut, maka istilah Pancasila di negara kita sudah kita kenal sejak zaman Majapahit. Istilah ini dijumpai baik dalam karya Mpu Tantular dalam bukunya

“Kekawin Sutasoma” (ditulis tahun 1384 M), maupun karya Mpu Prapanca yang ditulis sebelumnya dalam sastra pujanya yang berjudul “Kekawin Negara Krtagama” (ditulis tahun 1367 M).

Jadi, kedua pujangga itu hidup pada masa puncak kejayaan Majapahit, yang dikenal sebagai negara nasional (Nasionale Staat) yang kedua, yaitu setelah kedatuan Sriwijaya dan sebelum Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dalam Kekawin Sutasoma, istilah Pancasila disebutkan 2 kali, yaitu dalam seloka-seloka suci yang dalam bahasa Jawa kuno bunyinya:

Bwat Bajrayana Pancasila ya gegen den teki hawya lupa!

Artinya: “Bagi yang mengikuti vajrayana, Pancasila harus dipegang teguh, jangan sampai dilupakan” (Sutasoma 145:2).

Dalam pupuh lain dari Kekawin yang sama, Mpu Tantular mencatat pula:

Astam sang catursrameka tarinen ring Pancasila Krama!

Artinya: “Wajibkanlah kepada semua anggota catur asrama supaya Pancasila dijalankan secara teratur” (Sutasoma 4:4).

Selanjutnya, dalam Kekawin Negara Krtagama, kata Pancasila dijumpai dalam seloka yang berbunyi:

“Yatnagegwani Pancasila krtasangskara bhisekakrama”.

Artinya: “Sang Raja selalu waspada dan teguh memegang Pancasila, berlaku mulia, dan menjalankan upacara agama” (Negara Krtagama 43:2).

*PANCASILA DIGAUNGKAN KEMBALI DALAM PIDATO BUNG KARNO, 1 JUNI 1945.*

Dalam pidatonya tanpa teks di depan sidang Dokuritsu Zunbi Tyusakai (Badan Usaha Persiapan Kemerdekaan), Bung Karno menggaungkan kembali Pancasila sebagai nama dasar negara kita, untuk memenuhi pertanyaan Dr. KRT. Radjiman Wedyodiningrat, yaitu apa dasarnya Indonesia merdeka yang akan didirikan.

Menurut Bung Karno, yang diminta dr. Radjiman tidak lain adalah Welthanchauung atau Philosofische Gronslag (Dasar Filsafat) yang di atasnya Negara Indonesia merdeka akan didirikan.

*Dalam pidato yang akhirnya dikenal sebagai “Lahirnya Pantja-Sila” itu, Bung Karno mengusulkan dasar-dasar sebagai berikut:*

1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan.
3. Mufakat atau Demokrasi, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan.
4. Kesejahteraan Sosial.
5. Ketuhanan Yang Maha Esa.

*Istilah Pancasila diusulkan oleh Bung Karno dalam pidatonya yang bersejarah itu, pada tanggal 1 Juni 1945.*

“Sekarang”, kata Bung Karno, “banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya.

Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa, namanya ialah Pancasila.

Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi”, yang disambut dengan tepuk tangan riuh.

Setelah melalui proses perumusan ulang, pidato Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945 tersebut, kemudian dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945, Alinea 4, yang lengkapnya berbunyi:

1. Ketuhanan yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

*MENGAPA MAJAPAHIT MENJADI SUMBER INSPIRASI, BUKAN BUGIS, BANTEN ATAU MATARAM?*

*Dalam pidato “Lahirnja Pantja-Sila”, Bung Karno menekankan bahwa kita adanya dua kali mengalami Nationale Staat, yaitu di zaman Sriwijaya dan Majapahit.*

*Selain kedua negara itu, kita tidak mengalami negara nasional. Bung Karno memberi contoh, Mataram, Pejajaran, Banten, dan Bugis adalah negara-negara berdaulat, negara-negara merdeka, tetapi bukan negara nasional. Itulah sebabnya para pendiri bangsa, banyak terinspirasi oleh Majapahit.*

*Dari Majapahit kita mengambil alih istilah Pancasila sebagai nama Dasar Negara, salam nasional kita “Merdeka”, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai “sesanti” dalam lambang negara kita.*

Demak, Mataram, Bugis, Banten tidak pernah berhasil mempersatukan Nusantara, karena landasan dalam bina negara bukan sebuah “welthansauung” dari semua, oleh semua dan buat semua, melainkan berasas primordialitas agama tertentu.

Terbukti bahwa sistem teokrasi atau negara agama, tidak pernah bisa mempersatukan Nusantara yang sangat majemuk.

Selanjutnya, sama-sama negara nasional yang wilayahnya bahkan lebih besar dari NKRI sekarang, mengapa para pendiri bangsa lebih terinspirasi oleh Majapahit, bukan Sriwijaya? Dasar negara kita, misalnya, namanya tidak diambil dari Sriwijaya?

Saya pernah menyampaikan hal ini kepada Pak Taufiek Kiemas (almarhum), ketika empat pilar MPR pertama digagas, dan pada waktu itu saya sebagai salah satu narasumber.

Faktanya, dokumentasi tertulis Sriwijaya tidak selengkap Majapahit, yang telah mengabadikan prinsip-prinsip kehidupan bina negara dalam sejumlah prasasti, lontar-lontar perundang-undangan, dan sejumlah besar karya sastra yang sampai sekarang masih dibaca dan terus dilestarikan di pulau Bali.

*”Mungkin karena itu Ibu Mega sangat mencintai Bali, Pak”, kata saya dalam obrolan singkat, sebelum saya mempresentasikan makalah “Bhinneka Tunggal Ika: Sejarah, Filosofi dan Relevansinya”.*

Semua peninggalan sejarah itu tidak ada lagi di Jawa, tetapi justru diwariskan utuh-utuh kepada kita dari Pulau Dewata.

Orang Jawa tidak lagi berbicara dalam bahasa Jawa kuno, tetapi di Bali bahasanya Mpu Tantular dan Mpu Prapanca ini masih dilestarikan dalam bentuk sastra kekawin.

*Ada yang mengatakan bahwa “teman ahli bahasa” yang dimaksud Bung Karno dalam pidatonya itu Pak Yamin.*

Tetapi yang lain bilang Ida Bagus Sugriwa, salah seorang putra Bali yang turut dalam sidang-sidang menjelang kemerdekaan RI.

*Baik Profesor Yamin maupun Ida Bagus Sugriwa adalah dua orang yang agaknya berdiskusi dengan Bung Karno, yang disebut ya “seorang teman ahli bahasa”.*

*Meskipun Yamin adalah seorang putra Minang, namun sebagai ahli kebudayaan dan bahasa, dikenal sudah lama bersentuhan dengan segala hal yang berkenaan dengan kebesaran Majapahit.*

*Konon, di sela-sela Sidang BPUPKI antara Mei-Juni 1945, Yamin yang mula-mula menyebut ungkapan “Bhinneka Tunggal Ika”, I Gusti Bagus Sugriwa yang duduk di sampingnya spontan melengkapi sambungan ungkapan itu “Tan hana dharma mangrwa” (Tidak ada kebenaran yang mendua).*

*Keakraban keduanya seperti tampak dalam penggalan catatan sejarah di atas, membuktikan bahwa kedua sahabat Bung Karno ini memang sangat mendalami karya-karya Jawa kuno.*

*Lebih-lebih Ida Bagus Sugriwa, sebagai putra Bali dari Buleleng, menjadi saksi hidup bahwa di Bali istilah-istilah seperti Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, Mahardhika, dan sebagainya, adalah ungkapan-ungkapan yang masih hidup, dihayati, dan dilestarikan selama berabad-abad melalui sastra Kekawin.*

*Bali adalah museum hidup Majapahit yang masih tegak berdiri sampai hari ini.*

Selain naskah Leiden, sumber rujukan lontar Sutasoma yang banyak menginspirasi para bapa bangsa di awal kemerdekaan, yang mungkin dibaca saat itu.

Jadi, sangat mungkin sebelum mengucapkan pidatonya, Bung Karno mendiskusikannya dengan Yasin dan Ida Bagus Sugriwa.

Majapahit menjadi inspirasi para bapa bangsa, bukan hal yang kebetulan.

Negara nasional Kedua ini tidak hanya memberikan kebanggaan sebagai inspirasi untuk menghadirkan keagungan sejarah yang pernah ada, tetapi juga telah memberikan model dalam mengelola warisan pluralisme bangsa.

Jadi, bukan hanya istilahnya yang kita warisi, tetapi pemikiran filsafat kenegaraan yang dibangun di atas jiwa merdeka yang terbuka, toleran, bahkan secara aktif berbagi dalam kebersamaan untuk merenda masa depan bangsa dan umat manusia. (DR.BN.)

Mari Kembalikan Kejayaan NKRI 🙏🇮🇩

Rahayu Mulyaning Jagad 🙏
MERDEKAAAA !!!🙏🇮🇩💪

Bahaya Laten ORBA: Stempel Komunis!

$
0
0

Bahaya Laten ORBA: Stempel Komunis!

Oleh: Erros Djarot
(Mestinya Prof Erros Djarot niih….😊😊)

Pada zaman Orde Baru, bicara sedikit keras membela rakyat, buruh, tani, dan nelayan, sangat mudah untuk dituduh dan distempel oleh aparat sebagai gerakan kaum Komunis. Menafsirkan Pancasila yang sedikit saja berbeda dengan tafsir tunggal versi penguasa, sudah cukup untuk dikategorikan dan dikelompokan sebagai perongrong Pancasila. Dan siapa yang merongrong pastilah para aktivis agen Komunis, alias simpatisan atau kader Partai Komunis Indonesia (PKI). Begitu pola pikir aparat rezim Orde Baru. Stigma seperti ini berjalan selama hampir tiga dekade tanpa jeda.

Terjadinya lebelisasi Komunis ini berawal jelang terjadinya peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965. Untuk menghancurkan barisan pendukung Bung Karno yang terkonsentrasi pada Partai Nasional Indonesia (PNI) dan barisan kaum Marhaenis, lebelisasi Komunis ini sengaja dijadikan alat pemecah belah kekuatan barisan pendukung Bung Karno. PNI pun diisyukan beberapa tokohnya diberi stempel sebagai pro Komunis. Sehingga PNI pun terbelah menjadi dua; PNI Ali-Surahman (ASU) dan PNI yang dipimpin Osa-Usep.

Marhaenisme (ajaran Bung Karno) pun diberi lebel sebagai faham yang senyawa dengan Marxisme-Leninisme. Tidak secara tegas dinyatakan sebagai ideologi terlarang, namun keberadaannya digolongkan dengan status ‘sangat berbahaya’. Oleh karenanya beberapa kader aktivisnya banyak yang dipenjarakan oleh rezim Orde Baru tanpa proses peradilan. Hal yang dialami oleh, sebut saja sebagai contoh nama populer, penyair Sitor Situmorang yang selama kurang lebih 9 tahun mendekam di penjara.

Bahkan salah satu angkatan bersenjata kita, yakni Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) dilebelisasi sebagai angkatan bersenjata pro PKI. Sehingga para perwiranya banyak yang mengalami perlakuan yang sangat diskriminatif bahkan dikriminalisasi. Kepala Staf AURI, Marsekal Udara Oemar Dhani dan beberapa perwira lainnya dipenjarakan hingga belasan tahun. Hak-hak mereka sebagai warga negara pun direduksi sampai ke titik nadir. Keluarga mereka pun hidup dalam keprihatinan yang sangat tinggi.

Semua upaya ini dilakukan oleh Rezim militer Orde Baru untuk melumpuhkan sepenuhnya Bung Karno dan seluruh kekuatan politik yang berada di belakangnya. Politik lebelisasi Komunis ini ternyata sangat berhasil mencuci otak warga bangsa selama tiga dekade. Hingga kini pun masih tersisa otak- otak hasil cucian rezim Orde Baru yang selalu berusaha menempatkan Marhaenisme sebagai bagian dari The teaching of Marxism-Leninism.
.
Upaya yang ternyata terus dihembuskan oleh para pendukung rezim Orde Baru ini, layak untuk dinyatakan sebagai ‘Bahaya Laten Orde Baru’. Sebuah upaya untuk mengembalikan kejayaan rezim Orde Baru dengan cara menghidupkan kembali ‘luka’ rekayasa masa lalu. Sehingga kehadiran barisan kaum Marhaen, Marhaenis dan Marhaenisme, diposisikan sebagai rangkaian sebuah eksistensi kelompok pro Marxisme-Leninisme. Dengan demikian eksistensi mereka sengaja dikaitkan dengan keberadaan TAP MPR no. XXV/66 yang secara tegas melarang segala bentuk aktivitas yang berkaitan dengan ajaran Marxisme-Leninisme.

Upaya seperti ini (lebelisasi Komunis) terhadap lawan politik, sangat terasa hadir saat polemik Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) mencuat ke permukaan kehidupan berbangsa dan bernegara belakangan ini. Suatu upaya yang tentunya sebuah kesia-siaan dan kemunduran berpikir yang sangat menyesatkan. Karena upaya ini menisbikan realita fenomena peradaban politik dunia yang sudah jauh bergeser dari situasi dan kondisi sosial politik di masa terjadinya peristiwa G30S 1965. Sehingga menarik bangsa ini untuk kembali mundur kejaman ‘jahiliah’ sungguh merupakan strategi politik yang sangat kontra produktif dan tak laku dipasarkan pada dunia akal waras warga bangsa kita.

Semula ketika terjadi pro kontra terhadap RUU HIP, secara pribadi saya maknai sebagi dinamika yang menarik dan perlu. Karena bangsa ini memang perlu diskursus intelektual yang hangat dan sehat. Akan tetapi ketika polemik ini diberi muatan politik murahan yang serta merta melebelisasi PDIP dengan stempel Komunis dan bahkan menuntut dibubarkan, nilai perdebatanpun menjadi bermutu rendah. Tidak lagi dalam koridor kajian yang proporsional -rasional-obyektif, tapi kepentingan subyektivitas politik kelompok tertentu terasa kental mewarnai.

Semula kritik seperti dilakukan seorang Yudi Latif, mantan Kepala BPIP, masih saya golongkan sebagai lontaran reaksi pemikiran yang positif. Begitu juga dengan sejumlah kritik tajam yang ditujukan kepada DPR (pimpinan Panja khususnya) tergolong wajar-wajar saja. Karena toh sebuah Draft RUU memang layak diperlakukan dengan sikap pro kontra selama dalam koridor pembahasan ilmiah-akademis, dan pemikiran kenegaraan dari berbagai sudut pandang masyarakat sebuah bangsa yang pruralis dan archipelagos.

Saya sendiri sebagai salah seorang yang ikut membangun PDIP di masa-masa sulit ( perjuangan melawan rezim ORBA) turut memberi kritikan yang cukup tajam. Semata saya lakukan agar pemahaman terhadap ajaran Bung Karno tidak bias dan tereduksi hingga berpotensi menimbulkan salah faham yang dapat berkembang melahirkan faham yang salah. Saya lakukan dalam rangka menyadarkan kawan-kawan saya yang tengah berkuasa, bahwa; meminjam istilah bahasa Jawa, bener iku urung tentu pener (benar itu belum tentu tepat-pas-manfaat).

Saya bisa memahami mengapa banyak juga awam yang ikutan bereaksi sangat keras. Utamanya terhimbas oleh gorengan politik yang sengaja memaknai kata ‘peras’ dan ‘Berkebudayaan’ dengan pendekatan yang sengaja melepaskan dari kesejarahan dan keterkaitannya dengan apa yang disampaikan Bung Karno pada pidato hari lahirnya Pancasila 1 Juni 1945. Semata karena digelontorkan begitu saja oleh para penggagas tanpa pengantar dan penjelasan yang komprehensif. Sehingga wajar bila diplintir sampai menohok jantung dan pikiran para pendukung Bung Besar, Pemimpin besar revolusi Indonesia, Bung Karno.

Dengan miskin pengantar dan penjelasan yang komprehensif, wajar bila kata ‘peras’ dalam rangkaian kata Pancasila di’peras’ menjadi Trisila dan Trisila menjadi Ekasila; dimaknai melalui jendela pendekatan yang semata serba fisik dan matematik, 5-3-1. Sederhananya, sebagaimana’ buah jeruk’ diperas menjadi ‘juice’ (jeruknya hilang dibuang) dan juice diperas menjadi ‘bubuk’-nutrisari’ (juice pun hilang tinggal menjadi bubuk). Sebuah proses negasi lewat pendekatan serba fisik dan matematik ini bisa timbul karena fihak penggagas kurang cermat dan sembrono memahami ajaran dan realita obyektif masyarakat kita.

Padahal digelarnya Trisila oleh Bung Karno sebagai upaya menjelaskan riwayat, kedudukan, dan makna, mengapa lahir tawaran Trisila (Sosio Nasionalisme, Sosio Demokrasi, dan Ketuhanan yang Maha Esa). Semata untuk menjelaskan lebih mendalam dan meluas bagaimana sifat, karakter, dan hakekat Nasionalisme Indonesia yang humanis, anti chauvinis, anti kapitalis-imperialis; Perikemanusiaan Yang adil dan beradab (berbeda dgnHAM yang berakar dari faham individualisme), Kerakyatan-Demokrasi Indonesia yang bukan liberal (musyawarah-mufakat non voting oriented) Dimana tujuan akhir bermuara pada tegaknya Keadilan Sosial (kesejahteraan rakyat)..

Sementara Ekasila dihadirkan bukan untuk meniadakan Trisila dan apalagi Pancasila. Karena Gotongroyong bagi Bung Karno merupakan pijakan dasar budaya bangsa bila ingin berhasil mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai negara yang berpijak pada Pancasila! Jadi semacam pakem atau kunci dasar! Jadi bukan seperti bayangan diperas peres seperti perasan jeruk atau pakaian di jemuran!

Nah, bila saja ada penjelasan yang komprehensif dari para penggagas RUU HIP yang disampaikan ke publik secara jelas dan lugas, saya yakin heboh RUU HIP tidak akan separah ini. Dan, kaum pemegang stempel Komunis milik rezim Orde Baru, tak berpeluang untuk beraksi dan bermanuver politik.

Saran saya, seperti kata mas Tukul…kita kembali ke Laptop…saja! Percuma jualan komunis, gak laku! Pabriknya sudah bangkrut! Peminat ludes! Kecuali segelintir orang ‘kenthir’ yang dilusional yang masih doyan Komunisme!

Jadi, damai-damai saja lah, kita semua saudara sebangsa seTanahair, Indonesia!
Ana juga ogah Komunis, Bib! Anak milenial kate…NO Way!

Nah kebetulan bulan Juni adalah bulan Lahir dan meninggalnya Bung Karno dan juga bulan lahirnya almarhum Pak Harto, mari kita doakan agar arwah beliau berdua beristirahat dengan damai di sisi Tuhan Yang Esa, alfatihah…amin.

TULISAN INI PUN DIMUAT DI ‘Watyutink.com’

Imam Ali bin Abi Thalib RA, Kian Santang & Rakeyan Sancang

$
0
0

Imam Ali bin Abi Thalib RA, Kian Santang & Rakeyan Sancang

Oleh SofiaAbdullah*

Bagi pemerhati sejarah Sunda dan tentunya masyarakat Sunda sendiri yang ingin mengetahui sejarah leluhur, pastinya sudah tidak asing lagi dengan ketiga nama tokoh penting ini. Tiga tokoh yang terkait erat dengan sejarah masuknya Islam ke wilayah jawa bagian barat.

Namun sayangnya sumber tertulis yang asli mengenai kisah masuk Islamnya Kian Santang ini bisa dikatakan hampir tidak ada, hingga terjadilah simpang siur informasi seperti yang terjadi saat ini.

Sejarah Kian Santang pada hakikatnya adalah kisah yang menggambarkan tentang kedatangan Islam di tanah Sunda. Kisah ini dapat kita dengar dan baca dari generasi ke generasi, baik melalui pantun ataupun kisah wayang.

Seperti umumnya kisah tutur lainnya, tentunya dalam perjalanan kisahnya dari waktu ke waktu telah mendapatkan penambahan dan pengurangan di beberapa bagian kisahnya.

Pada era kolonial kisah ini juga banyak disisipi pesanan dari pemerintah kolonial berupa kisah-kisah yang memberikan ‘citra’ buruk pada Islam, diantaranya melalui kisah Kian Santang memaksa ayahnya, sang Prabusilwangi untuk menganut ajaran Islam, hingga terjadi perkelahian dan pengejaran antara Kian Santang dan ayahnya yang diakhiri dengan ‘ngahiang-nya’ sang prabu, berubah wujud menjadi maung (harimau).

Darimanakah kisah-kisah tidak masuk akal ini bersumber? Terlihat jelas ada penambahan data berupa kisah-kisah ajaib dan sikap intoleran seorang muslim, yang bila membaca ini, pembaca pasti akan berasumsi pada ayahnya saja ia melakukan demikian, bagaimana dengan rakyat biasa? Dan sikap ini terjadi setelah Kian Santang masuk Islam. Tentunya hal ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri.

Kembali lagi pada pertanyaan diatas darimanakah kisah-kisah ini bersumber?

Ternyata setelah dilakukan penelusuran, salah satu sumber utama kekacauan sejarah Islam di Indonesia adalah banyaknya sumber-sumber sejarah tertulis palsu atau salinan yang dibuat pada era kolonial, tepatnya setelah tahun 1860-an hingga 1900-an awal. Dari naskah-naskah aspal atau salinan inilah kemudian kita membaca dan mendengar banyak cerita-cerita aneh dan tidak masuk akal seputar sejarah masuknya Islam di Indonesia.

Mengenai sumber tertulis yang asli bukan salinan, kami yakin pasti ada, hanya saja sebagian besar sumber tertulis ini telah diambil oleh pihak kolonial dan kini tersimpan di univ. Leiden-Belanda. Untuk saat ini pembuktian pertemuan Imam Ali dan Kian Santang dapat dilakukan dengan beberapa metode penelusuran, diantaranya dengan menghubungkan petunjuk-petunjuk yang terkait dengan kisah ini melalui berbagai pendekatan ilmu sejarah dan ilmu bantu sejarah, seperti yang akan kami coba jelaskan secara ringkas pada tulisan ini.

Kekacauan data sejarah yang paling sering ditemukan adalah terjadinya tumpang tindih tahun kehidupan para tokoh, hingga tidak ada titik temu antara tokoh dalam naskah kuno dengan fakta sejarah yang diambil dari sumber lain, misalnya tokoh yang harusnya hidup pada tahun 630 M, seolah olah hidup pada tahun 1400-an, padahal faktanya Islam pada tahun 1400an telah tersebar di Indonesia dari sabang sampai merauke, yang pastinya sulit untuk dicerna dengan akal sehat bila Islam yang baru dikenal tahun 1400 pengaruh dan tradisinya sudah tersebar hampir keseluruh Nusantara.

Salah satu kisah yang mengalami perusakan dan pemalsuan sejarah ini adalah kisah pertemuan Kian Santang dan Imam Ali.

Berdasarkan data-data yang telah kami kumpulkan dan tidak mungkin kami masukkan kedalam tulisan ini, karena banyaknya data-data tersebut, diketahui bahwa Islam masuk ke Indonesia sejak masa Rasul saw masih hidup, baik melalui utusan beliau saw maupun penduduk dari seluruh dunia yang memang sengaja datang untuk mengenal nabi terakhir sekaligus mempelajari Islam.

Diantara mereka yang datang ke jazirah Arab 1441 tahun yang lalu adalah Kian Santang yang diperintahkan ayahandanya, Prabusiliwangi, untuk berguru ke tanah Arab pada seorang sakti bernama Ali.

Diantara pembaca mungkin ada yang bertanya, bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Darimana Prabusiliwangi mengetahui keberadaan nabi Muhammad dan sayyidina Ali??

Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan berita tentang Islam telah sampai ke nusantara pada saat Rasul saw masih hidup, yaitu : faktor agama dan perdagangan.

Kedua faktor petunjuk ini hilang dan rusak juga karena beberapa sebab,  hingga kisah penting ini terkesan mistis dan diragukan kebenarannya dalam ilmu sejarah yaitu faktor  bahasa dan faktor pemalsuan sumber sejarah.

Sekarang mari kita bahas 2 faktor penting sebagai petunjuk bahwa kisah pertemuan Imam Ali dan Kian Santang adalah fakta sejarah, dengan pembuktian-pembuktian berikut.

Faktor Agama

Penduduk Indonesia 1441 tahun yang lalu jumlahnya sangat sedikit bila dibandingkan luas kepulauan Nusantara. Hal ini bisa diketahui melalui sensus penduduk yang dilakukan pada awal abad ke-18, pulau Jawa dan Madura yang berpenduduk terpadat saja hanya berpenduduk 5 juta  orang..! Bisa di perkirakan jumlah penduduk di pulau Jawa 1000thn yang lalu, tentunya jauh lebih sedikit dibanding jumlah penduduk berdasarkan sensus tahun 1800an.

Semakin sedikit jumlah penduduk, otomatis semakin sedikit perbedaan keyakinan yang dianut. Adanya kesamaan keyakinan pada leluhur nusantara di masa lalu, bisa dilihat dari agama asli suku pedalaman dan agama Hindu Bali yang secara pemahaman dan ritual ibadah cenderung memiliki kesamaan antara satu dan lainnya, yaitu meyakini adanya Tuhan sebagai kekuatan tunggal yang maha segalanya yang tidak terlihat tapi ada.

Keyakinan akan Tuhan yang Maha Esa, kekuatan tunggal yang maha segalanya  ini adalah salah satu ciri bahwa mayoritas leluhur penduduk Indonesia adalah penganut agama tauhid, yang dalam ajaran Islam disebut dengan Millatu Ibrahim, atau dalam sebutan bahasa setempat disebut agama Dharma, Kapitayan, dan sabagainya yang meyakini adanya kekuatan tunggal yang maha segala atau Sang Hyang Widhi atau Dia yang Satu.  Adapun beragamnya ritual ibadah adalah karena pengaruh asimilasi budaya.

Berdasarkan sejarah Islam, Agama tauhid diajarkan oleh para nabi dan rasul yang diutus ke seluruh penjuru dunia. Setiap nabi dan rasul yang berjumlah 124 ribu ini diutus untuk memberikan penjelasan kepada manusia berupa ajaran-ajaran kebaikan, ritual ibadah, tata cara bermasyarakat, dan sebagainya. Ajaran-ajaran ini kemudian dituliskan dalam kitab-kitab. Karena ajarannya tertulis dalam kitab inilah maka penganut agama tauhid disebut juga dengan Ahlul kitab atau pemilik kitab.

Ahlul Kitab adalah para pemeluk agama yang memiliki kitab bukan hanya agama Yahudi dan Kristen tapi juga termasuk Majusi, Hindu, Budha serta agama-agama lain yang tersebar di seluruh dunia, selama mereka masih mengakui adanya kekuatan Tunggal yang Maha segalanya.

Dalam Al Qur’an golongan Ahlul kitab disebutkan dalam beberapa ayat. Dalam sejarah nabi saw, dikisahkan tentang nubuat (ramalan) kedatangan Nabi terakhir yang diketahui oleh pemeluk ahlul kitab jauh sebelum kelahiran nabi Muhammad saw. peristiwa ini diketahui karena setiap kelahiran nabi disebutkan pada kitab-kitab mereka, termasuk kelahiran nabi Muhammad SAW. Dalam ajaran Islam disebutkan pada awalnya agama di dunia ini hanya satu, kemudian terjadi perbedaan pendapat diantara umat manusia, hingga lahirlah berbagai macam agama dan aliran dalam agama (1). Ahlul kitab dan menyembah kepada Tuhan yang satu adalah ciri agama tauhid adapun beragamnya cara beribadah adalah hasil perbedaan pendapat tersebut yang harus dihormati dan di hargai, seperti yang dicontohkan  oleh nabi Muhammad saw.

Setelah masa kenabian Muhammad saw, ahlul kitab terbagi 2 golongan, mereka yang meyakini nabi Muhammad adalah nabi terakhir yang tertulis dalam kitab-kitab mereka kemudian menjadi muslim, dan yang tidak meyakini tetap pada agamanya.

Sebagai bagian dari ajaran agama tauhid, sebagian penduduk Nusantara saat itu telah mengetahui kedatangan nabi terakhir berikut ciri-cirinya melalui kitab-kitab mereka yang ditulis dengan bahasa daerah mereka masing-masing, seperti yang disebutkan dalam Al Qur’an surat Ibrahim (14):4 Allah SWT berfirman, bahwa Allah SWT mengutus nabi dan rasul dengan bahasa kaumnya, agar dia dapat memberi penjelasan kepada mereka.(2)

Kisah tentang nubuat (ramalan) kedatangan nabi Muhammad tergambar jelas pada kisah pertemuan nabi saw ketika masih belia dengan Biarawan Bahira yang mengetahui detail ciri-ciri kenabian pada Muhammad kecil yang kelak akan menjadi rasul terakhir. Beberapa kisah sahabat nabi yang umum diketahui juga berkisah tentang beberapa tokoh sahabat yang awalnya beragama tauhid mencari sang nabi yang cirinya tersebut dalam kitab-kitab mereka.

Para sahabat yang sengaja datang dari negeri yang jauh ke jazirah Arab untuk mencari sosok sang nabi diantaranya sahabat Bilal ra yang beragama tauhid dari Afrika, namun diperjalanan beliau dirampok dan dijual sebagai budak. Kisah Abu Dzar dari bani Ghiffar yang datang ke Mekkah untuk memastikan kedatangan nabi yang baru, demikian pula hal-nya dengan Salman al Farisi yang mengetahui detail kenabian Muhammad saw melalui kitab Injil, atau kisah penduduk Madinah, yang telah mengetahui Nabi Muhammad saw jauh sebelum nabi hijrah dan masih banyak lagi berita tentang kelahiran nabi Muhammad saw yang telah mereka ketahui dari kitab-kitab mereka, hanya saja diantara mereka ada yang menerima ada yang tidak.

Dari penggalan kisah nabi Muhammad saw diatas, pertemuan Kean Santang dan Imam Ali as atau Sayyidina Ali RA menjadi tidak aneh lagi. Sebagai seorang penganut tauhid, baik Kean Santang ataupun ayahnya sang Prabusiliwangi tentunya akan merasa terpanggil untuk melihat sang Nabi terakhir, Muhammad saw, yang namanya telah mereka ketahui dalam kitabnya, hingga kemudian memerintahkan putranya berguru langsung pada beliau saw.

Faktor perdagangan

Route perdagangan kuno dari negara Arab hingga ke China. Route ini digunakan sejak 200 SM hingga 1450an M. Dapat dilihat pada peta diatas, untuk mencapai Cina harus melewati pulau Sumatera terlebih dahulu. Route ini tetap di gunakan para utusan Rasul saw untuk melakukan syi’ar Islam hingga ke negeri-negeri yang jauh. Route ini pula yang digunakan dalam perjalanan hijrah kaum muslim bani Alawiyyin (keturunan nabi saw), kaum Syi’ah Ahlulbait dan dari keturunan para pengikutnya yang terjadi secara bergelombang.

Hubungan perdagangan yang terjadi antara penduduk Nusantara dan Jazirah Arab telah terjalin jauh sebelum kelahiran Rasul saw. penelitian tentang keterlibatan Nusantara dalam jalur perdagangan Internasional pada masa lalu cukup banyak, diantaranya adalah pendapat T.W Arnold dalam bukunya The Preaching of Islam yang menyatakan hubungan perdagangan antara Nusantara dengan Arab telah terjadi sejak abad ke- 2 SM. Sementara dalam buku Masuknya Islam ke Timur Jauh disebutkan tidak semua suku Arab yang melakukan hubungan dagang dengan Nusantara tapi hanya suku Quraisy dan leluhur Quraisy yaitu Kan’an serta beberapa suku tertentu dari Yaman yang melakukan hubungan dagang dengan para pelaut Nusantara. Seperti diketahui suku Quraisy adalah suku leluhur Rasulullah saw dan rasul saw sendiri pun di kenal sebagai pedagang ulung.

Dari hubungan perdagangan dan agama ini, semakin wajarlah bila kedua tokoh ini memang pernah bertemu, hanya saja kisahnya mungkin tidak semistis dan segaib seperti yang kebanyakan kita ketahui di berbagai blog internet.

Imam Ali as adalah guru bagi Kian Santang, bukan hanya bertemu Imam Ali dan berguru pada beliau, dalam salah satu sumber yang kami dapatkan, Kean Santang juga belajar dan bertemu langsung dengan Rasul saw, setelah sebelumnya bertemu atau berpapasan dengan Imam Ali as. Peristiwa ini terjadi di Mekkah  sekitar tahun 630 M, setelah penaklukkan Mekkah oleh kaum muslim. (3)

Rasul saw kemudian memerintahkan Kean Santang untuk belajar Islam dengan Sayyidina Ali RA, hal ini pun bukan sesuatu yang aneh karena bisa di baca dalam kisah-kisah sejarah Rasul saw, Rasul saw biasa memerintahkan para sahabat pilihan untuk mengajarkan Islam bagi mereka yang baru mengenal Islam.

Rakeyan Sancang atau Kean Santang?

Dua nama ini muncul setelah ditemukannya data dari seorang ulama Mesir bahwa salah seorang sahabat Imam Ali adalah pangeran dari Timur Jauh (Nusantara). Data ini diambil dari manuskrip kuno yang tersimpan di univ. al azhar Mesir yang diantaranya mengisahkan tentang sahabat Imam Ali, seorang pangeran yang berasal dari Timur Jauh, yang ikut perang Shiffin dan beberapa peperangan lain bersama Imam Ali.

Setelah di teliti oleh Ir H. Dudung Faithurohman, satu-satunya kisah pertemuan pangeran dari Timur jauh dengan Imam Ali adalah kisah Kean Santang yang terjadi di jawa, dan setelah diteliti kembali pangeran jawa yang hidupnya satu masa dengan Imam Ali dan menjadi sahabat Imam Ali, serta ikut dalam perang Shiffin tidak lain adalah Rakeyan Sancang. (4)

Kesimpulan ini tentunya banyak menimbulkan opini dari berbagai kalangan pemerhati sejarah, karena jelas terjadi perbedaan tokoh utama, kisah yang beredar di masyarakat Sunda selama berabad-abad adalah ‘Kean Santang’ sementara tokoh yang bertemu dengan Imam Ali as, yaitu ‘Rakeyan Sancang’ pangeran jawa yang masa hidupnya satu masa dengan Imam Ali, lalu mana yang benar? Rakeyan Sancang atau Kean Santang?

Berikut adalah beberapa pembuktian yang kami dapatkan dari hasil penelitian kami tentang sejarah Islam di Sunda berdasarkan naskah-naskah kuno, situs purbakala, Mitos, legenda, kisah turun temurun, naskah silsilah, kajian ilmu Anthropologi, Filologi dan arkeologi yang kami dapatkan.

Pembuktian pertama tentu saja melalui penelusuran sumber, baik lisan, tulisan atau mengunjungi situs yang terkait dengan tokoh Kean Santang dan Prabusiliwangi.

Terdapat beberapa sumber tertulis berupa naskah kuno yang menjadi rujukan data tahun, dua diantaranya didapat dari naskah Wangsakerta dan naskah Carita Purwaka Caruban Nagari yang mengatakan bahwa Kean Santang adalah putra Prabusiliwangi yang hidup sekitar tahun 1400-1500-an Masehi, sementara fakta sejarah membuktikan pada kita Imam Ali hidup pada tahun 600M-663M, yang artinya jarak waktu antara Imam Ali dengan Kean Santang sekitar 900tahun! Dan tentunya mustahil secara ilmu sejarah kedua tokoh ini dapat bertemu.

Namun lain hal-nya dengan Rakeyan Sancang yang masa hidupnya kurang lebih satu masa dengan Imam Ali, hingga di tarik kesimpulan yang bertemu dengan Imam Ali adalah Rakeyan Sancang dan beliau adalah tokoh yang berbeda dengan Kean Santang. Kesimpulan ini diambil hanya berdasarkan perkiraan tahun yang tertera pada naskahCarita Purwaka Caruban Nagari.

Benarkah demikian? Benarkah Rakeyan Sancang dan Kean Santang adalah 2 tokoh yang berbeda?

Bila benar demikian artinya kita telah membuang seluruh sumber lisan, tradisi dan budaya, situs pemakaman kuno yang tersebar merata di seluruh Indonesia, sejarah dan silsilah para tokoh muslim yang telah menjadi pemimpin di Jawa Barat sejak tahun 800-an Masehi. Tentu saja hal tersebut mustahil dilakukan dalam penelitian sejarah yang benar. (tentang pemakaman muslim kuno lebih lengkapnya bisa dibaca tulisan kami tentang Cangkuang, Situs Hindu atau Islam? https://sofiaabdullah.wordpress.com/2020/02/12/cangkuang-situs-pemakaman-muslim-kuno-yang-terlupakan-1/)

Setelah kami pelajari dari penelitian Prof. Boechari (alm) seorang filolog yang cukup terkenal mengatakan bahwa kedua naskah diatas adalah 2 diantara ratusan naskah salinan yang dibuat atas perintah kolonial, jadi sangat memungkinkan pada kedua naskah ini terjadi penambahan dan pengurangan data sesuai pesanan pemerintah kolonial pada masa itu, masih menurut Prof. Boechari (alm), untuk mengetahui keotentikan isi ke-2 naskah tersebut harus melakukan seleksi dan perbandingan dengan data sejarah yang lain. (5)

Dari penelusuran inilah kami juga menemukan fakta sejarah penting mengenai tokoh Prabusiliwangi. Berdasarkan peninggalan bangunan,  silsilah dan kisah-kisah pada naskah kuno seperti Babad, Cariosan dan sebagainya, diketahui bahwa Prabusiliwangi pun sebenarnya hanya gelar yang digunakan untuk menyebut para penguasa yang adil di Nusantara dari masa ke masa, dari mulai zaman nabi Nuh as hingga Prabusiliwangi terakhir sebelum era kolonial yang mencapai puncak kejayaan pada tahun 1482-1521, dan inilah prabusiliwangi yang umumnya diketahui masyarakat saat ini.

Gelar prabusiliwangi yang lain yang umum diketahui dikalangan sejarawan atau pemerhati sejarah adalah Sang Sribaduga, Ratu Haji Di Pakuan Pajajaran, Dari gelar Haji dapat dipastikan bahwa Prabusiliwangi adalah seorang muslim atau penganut agama millatu Ibrahim yang juga melaksanakan haji di Mekkah jauh sebelum kelahiran agama Islam di Arab. Gelar ini tercantum dalam prasasti Batu Tulis di Bogor (6).

Wangna pun ini sakakala, prebu ratu purane pun,
diwastu diya wingaran prebu guru dewataprana
di wastu diya wingaran sri baduga maharaja ratu haji di pakwan pajajaran seri sang ratu dewata
pun ya nu nyusuk na pakwan
diva anak rahyang dewa niskala sa(ng) sida mokta dimguna tiga i(n) cu rahyang niskala-niskala wastu ka(n) cana sa(ng) sida mokta ka nusalarang
ya siya ni nyiyan sakakala gugunungan ngabalay nyiyan samida, nyiyan sa(ng)h yang talaga rena mahawijaya, ya siya, o o i saka, panca pandawa e(m) ban bumi
Terjemahan bebasnya kira-kira sebagai berikut.
Semoga selamat, ini tanda peringatan Prabu Ratu almarhum
Dinobatkan dia dengan nama Prabu Guru Dewataprana,
dinobatkan (lagi) dia dengan nama Sri Baduga Maharaja Ratu Aji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata.
Dialah yang membuat parit (pertahanan) pakuan.
Dia putera Rahiyang Dewa Niskala yang dipusarakan di Gunatiga, cucu Rahiyang Niskala Wastu Kancana yang dipusarakan ke Nusa Larang.
Dialah yang membuat tanda peringatan berupa gunung-gunungan, membuat undakan untuk hutan Samida, membuat Sahiyang Telaga Rena Mahawijaya (dibuat) dalam (tahun) saka “Panca Pandawa Mengemban Bumi”

Mengenai prabusiliwangi, lebih lengkapnya InsyaAllah akan kami bahas dalam tulisan yang lain.

Rakeyan dari Sancang

Pembuktian kedua bisa dilihat melalui nama. Kian Santang adalah sebutan bukan nama. Kata Kian atau Kean awalnya berasal dari kata ‘Rakryan’ yang diambil dari bahasa sanskrta yang artinya pangeran atau pemimpin. Seiring dengan perubahan zaman, perpindahan kisah dari generasi ke generasi kata Rakryan menjadi kata Rakeyan, dari rakeyan menjadi Keyan, Kean dan Kian.

Dalam ilmu filologi perubahan kata adalah hal yang umum terjadi, kasus kata Rakryan sama seperti yang terjadi pada kata ‘raden’ yang berasal dari kata ‘Rahadyan’ yang berarti pemimpin (agama atau wilayah). Setelah kedatangan kaum muslim yang hijrah dari Arab dan persia sekitar tahun 600-800an Masehi, masuklah unsur arab kedalam kata Rahadyan menjadi Ra’Dien yang artinya kurang lebih sama, pemimpin agama, kata Ra’din kemudian berubah menjadi Raden. (7) Dari perjalanan kata Rakeyan menjadi Kian dan rahadyan menjadi Raden saja membutuhkan waktu ratusan tahun.

Hal yang sama pun terjadi dengan kata ‘Sancang’ seiring dengan perubahan dialek dan pengaruh yang lain dalam kisah turun temurun menjadi kata ‘Santang’. Sancang adalah nama kota kuno di Jawa Barat, yang lokasi-nya saat ini masih dapat kita kunjungi di hutan Sancang, Garut Selatan.

Gambar diatas adalah peta kecamatan di Garut. Makam berada di kecamatan Cisompet (no.40)

Jadi berdasarkan temuan diatas, kami menyimpulkan bahwa Keyan Santang/ Kian Santang dan Rakeyan Sancang adalah tokoh yang sama, yang dikisahkan dari generasi ke generasi selama ratusan tahun hingga mengalami perubahan bunyi dan makna, yaitu yang pada awalnya hanya gelar menjadi nama.

Rakeyan Sancang sendiri bila dilihat dari arti bahasa, artinya pangeran yang berasal dari Sancang, menegaskan jabatan dan asal kota atau tempat dimakamkannya sang pangeran.

Seperti yang telah kami sebutkan sebelumnya, Sancang adalah kota kuno yang sekarang lokasinya berada di Garut Selatan dan terkenal dengan hutan/leuweung ‘Sancang-nya’. Kami mengetahui bahwa hutan Sancang adalah lokasi bekas pemukiman kuno, diantaranya ditandai dengan adanya kompleks pemakaman di dalam hutan Sancang.

Lokasi makam berada di puncak bukit. Pemandangan leuweung Sancang dari situs makam.
Makam Prabu Rakeyan Sancang. Berlokasi di situs Gunung Nagara, Sancang Garut. Gambar sekitar lokasi makam.
Lokasi makam berada di Padepokan Gunung Nagara.

Kisah Rakeyan Sancang dan pertemuannya dengan Imam Ali ra  dikisahkan secara turun temurun, dari generasi ke generasi, baik dalam bentuk pantun maupun wayang, dan seperti umumnya tradisi lisan pasti mengalami penambahan, pengurangan isi kisah dan perubahan nama tokoh yang disesuaikan dengan dialek sang penutur.

Sumber tertulis yang ada sekarang umumnya adalah salinan yg dibuat pada era kolonial atau berdasarkan kisah turun temurun yang kemudian ditulis dalam bentuk pantun atau prosa. (tentang pemalsuan sumber sejarah tertulis untuk lebih lengkapnya bisa dibaca tulisan kami yang berjudul ‘nasib Sumber Sejarah Tertulis di Indonesia; https://sofiaabdullah.wordpress.com/category/sejarah/sumber-sejarah/)

Salah satu sumber tertulis yang kami dapatkan dari salah satu padepokan di Banten, mengenai kisah Kian Santang, yang lebih bisa diterima dalam ilmu sejarah mengatakan bahwa pertemuan antara Kian Santang dengan Imam Ali terjadi di Mekkah setelah peristiwa fathu Makkah/ penaklukkan Makkah (629 M) pertemuan ini memang di sengaja karena perintah dari sang ayah, Prabusiliwangi, agar putranya mencari guru yang ilmunya mumpuni.

Singkat kisah setelah mempelajari Islam langsung dari Rasul saw dan Imam Ali as, Kian Santang diperintahkan Rasul saw untuk mengabarkan ttg Islam atau syi’ar di tanah Jawa (Sunda).

Kisah prabusiliwangi yang berperang melawan anaknya sendiri, atau Prabusiliwangi yang berubah atau ‘ngahiang’ menjadi maung setelah kalah berperang dengan putranya sebenarnya tidak pernah ada, kisah-kisah tersebut hanyalah penambahan-penambahan yang dipaksakan dengan tujuan merusak data sejarah hingga tidak layak lagi di jadikan sumber, karena berdasarkan sumber dari Banten tadi Prabusiliwangi-lah justru yang memerintahkan putranya untuk berguru ke Imam Ali di Mekkah.

Peperangan antara ayah dan anak, ketika sang anak memilih Islam adalah kisah rekayasa buatan era kolonial untuk memperburuk citra Islam, kisah seperti ini terdapat hampir di setiap naskah kuno di Indonesia, karena memang mayoritas naskah-naskah ini buatan era kolonial, baik yang berbentuk buku atau lontar.

Kisah orang tua melawan anaknya setelah sang anak memeluk Islam yang terkenal selain Kian Santang dan Prabusiliwangi antara lain Raden Fatah berperang melawan ayahnya, raja Majapahit, Brawijaya V. Kisah Raden Fatah dan Brawijaya V dari Majapahit memiliki alur cerita yang hampir mirip dengan kisah Kian Santang dan Prabusiliwangi, dan beberapa kisah serupa yang kami temukan pada naskah-naskah kuno salinan dari Sumatera dan Kalimantan.

Dari sini dapat ditarik benang merah bahwa kisah-kisah yang hampir mirip ini pada dasarnya adalah kisah leluhur yang sama hanya saja dikisahkan pada lokasi yang berbeda dengan bahasa dan dialek yang berbeda, seperti yang di katakan pangeran Wangsakerta dalam naskah Wangsakertanya : “Kawalya ta wwang Sunda lawan ika wwang Carbon mwang sakweh ira wwang Jawa Kulwan anyebuta Prabhu Siliwangi raja Pajajaran. Dadyeka dudu ngaran swaraga nira”. (Hanya orang Sunda dan orang Cirebon serta semua orang Jawa Barat yang menyebut Prabu Siliwangi raja Pajajaran. Jadi nama itu bukan nama pribadinya)

Malik al Hind & Rakeyan Sancang

pembuktian ketiga dari sejarah Islam. Berdasarkan hadits yang cukup terkenal dikisahkan tentang kedatangan seorang tokoh dari Hindia, tidak disebutkan nama tapi hanya gelarnya saja, Malik al Hind, yang artinya ‘penguasa dari Hindia’. Hindia adalah sebutan bagi kepulauan Nusantara sebelum dan sesudah era kolonial. Sebutan bagi anak benua India ratusan tahun lalu adalah Bharat, dan nama Bharat ini masih di gunakan hingga saat ini sebagai nama resmi India. Setelah masuk Islam Rasul saw mengganti nama Malik al Hind menjadi Abdullah as Samudri. (8)

Keberadaan sejarah Malik al Hind dalam sejarah Islam, menandakan adanya hubungan bilateral antara Rasul saw sebagai pemimpin kaum muslim dengan para pemimpin dari Nusantara (Hindia). Nama Abdullah, gelar as Samudri yang artinya dari Samudera, sebutan untuk kepulauan Nusantara dalam logat Arab, jelas menandakan adanya kesamaan dengan tokoh Kian Santang pada sejarah lokal yang setelah masuk Islam namanya menjadi Abdullah Iman.

Kisah yang kurang lebih sama dengan Kian Santang dalam tradisi lisan masyarakat Ciamis dikenal dengan nama Sanghyang Borosngora yang setelah masuk Islam berganti nama menjadi Abdul Iman. Tokoh ini dan putranya yang benama mbah Panjalu dimakamkan di Nusa Gede, situ Lengkong Panjalu, Ciamis.

Makam mbah Panjalu pitra dari Sang Hyang Borosngora, Lokasi pemakaman di pulau Nusagede di tengah Situ (danau) Lengkong. Sumber gbr : https://www.cicuit.my.id/2017/01/wisata-ziarah-ke-situ-lengkong-di.html?m=1

Adanya usaha pemalsuan sejarah Islam melalui sistem penyalinan dari naskah-naskah aslinya juga tidak bisa dianggap remeh, karena pemalsuan naskah = pemalsuan sejarah, masih menurut Boechari penyalinan ini tidak terbatas hanya pada naskah, namun juga terdapat pada prasasti dan bangunan atau situs-situs kuno.

Kisah-kisah yang tertulis untuk memperburuk citra Islam ini, jumlahnya sangat banyak dalam naskah-naskah salinan yang tersebar di Indonesia. Namun demikian walaupun naskah-naskah ini bukan naskah asli, bukan berarti naskah-naskah ini 100% palsu. Dari hasil penelusuran kami, masih banyak data-data yang asli yang terkandung dalam naskah, bahkan ada yang murni salinan dengan hanya sedikit penambahan dan pengurangan yang tidak menghilangkan makna aslinya. Beragamnya jenis naskah salinan inilah yang menuntut para pemerhati sejarah untuk berhati-hati dan selalu lakukan croschek info dengan sumber sejarah yang lain yang dapat dirujuk kebenarannya.

Mudah-mudahan sepotong kisah penelitian sejarah Islam yang sedang kami tekuni ini dapat bermanfaat dan memberikan sedikit kejelasan tentang sejarah Islam di tanah Sunda.

*catatan penulis

Tulisan ini adalah versi terbaru dari tulisan kami sebelumnya dengan judul yang sama. Tulisan kami sebelumnya  ditulis oleh penulis (SofiaAbdullah) tahun 2010 dan di bagikan di sosial media tahun 2016. Tulisan ini kami revisi dengan tambahan keterangan, sebagian buku-buku referensi dan adanya temuan-temuan terbaru kami yang belum masuk dalam tulisan sebelumnya. Temuan kami terbaru (2016-2020) diantaranya hadits nabi tentang malik al Hind dan beberapa hadits tentang Hindia, penafsiran Saka yang menurut penelusuran kami jauh lebih tua dari konversi Saka yang ada saat ini dan temuan rute perdagangan jalur laut yang melalui Nusantara.

Bagi para pembaca yang pernah membaca tulisan edisi sebelumnya, mohon di informasikan untuk diganti dengan tulisan terbaru kami ini, terimakasih.

Catatan kaki dan Buku-Buku Referensi

(1) Q.s Al Baqarah : 213

(2) Firman Allah SWT dalam al Qur’an QS. Ibrahim 14: Ayat 4:

وَمَاۤ اَرْسَلْنَا مِنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا بِلِسَا نِ قَوْمِهٖ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ ۗ فَيُضِلُّ اللّٰهُ مَنْ يَّشَآءُ وَيَهْدِيْ مَنْ يَّشَآءُ ۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, agar dia dapat memberi penjelasan kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dia Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”

(3) Suhartawijaya, Ma’mur H.A.H, Kisah Prabu Kian Santang, Jakarta 1401 H (1980 M)

(4) menurut IR Haji Dudung Faiturahman, Rakeyan Sancang adalah putra dari  raja Kertawarman, penguasa Tarumanegara VIII dari tahun 561-628 M. tapi berdasarkan penelusuran penulis, Rakeyan Sancang adalah gelar pemimpin atau putra penguasa daerah Sancang. Adapun siapa nama tokoh dibalik gelar Rakeyan Sancang ini ada beberapa kemungkinan yang masih dalam penelusuran kami lebih lanjut. Dari hasil temuan kami ada perbedaan dalam penafsiran tahun saka, itu sebabnya kami belum mendapatkan nama penguasa adil (prabusiliwangi) dan nama asli Rakeyan Sancang sebelum masuk Islam yang dikenal penduduk setempat yang hidup pada masa Rasulullah saw.

(5) Kumpulan Tulisan Boechari, Melacak Sejarah Kuno Indonesia lewat Prasasti, penrbit KPG, Jakarta 2012

(6) Berdasarkan teori era kolonial, dan menurut pendapat beberapa sejarawan, gelar Haji yang banyak tercantum setelah gelar jabatan (Ratu, Adipati dsb) seperti dalam gelar Prabusiliwangi; ratu haji di pakwan pajajaran diartikan sebagai gelar raja/kaum bangsawan yang bermakna sama dengan Aji. Tapi Dalam kamus Jawa Kuno Zoetmoulder 2 kata ini adalah 2 kata dengan arti yang berbeda. Haji dalam kamus jawa kuno berarti raja, keluarga raja, pangeran, Seri Baginda, Yang Mulia. Contoh penggunaan kata haji dalam naskah kuno: Ad 8, 17; Udy&RY 12,23; AW&TK 98. Passim : Stri haji, bini haji, kadaņ haji, bapa haji, ibu haji, bhrtya haji, kuti haji, pakis haji, tapa haji, bwat haji. Cara penggunaanya khusus; tidak pernah di dahului ņ, sang, sri dsb (Zoetmulder, 327)
Sementara kata ‘aji’ artinya kitab suci, teks suci, teks yang berwenang,mis. Peraturan2 utk brahman, instruksi ttg administrasi, politik, ptaktek kekuasaan,dll; formula dengan kekuatan  magis atau sangat suci (Zoetmulder, hal. 17). Aji memiliki arti yang sama dengan haji hanya dalam kidung bukan dalam kakawin, karena dalam kidung diperbolehkan adanya pemotongan huruf. Dari hasil pengamatan kami kata haji lebih sesuai untuk kata ‘haji’ yang artinya gelar bagi mereka yang telah melakukan ibadah haji di Mekkah. Ibadah haji adalah salah satu ritual agama Tauhid uang telah ada sejak masa nabi Ibrahjm as. Pembahasan gelar haji akan kami bahas dalam tulisan kami berikutnya yang khusus membahas gelar haji ini, InsyaAllah.

(7) Rakeyan berasal dari kata Rakryan. Kata ini digunakan untuk menunjukkan pangkat atau kt benda kategorik (apatih,tumenggung, dll); dipakai dalam sapaan sopan atau kpd orang yang lebih muda, kakak pd adik, suami pada isteri. (Zoetmulder,hal. 911) Kata raden berasal dari kata ra+hadyan, radyan, rahaden, raden artinya orang yang berstatus tinggi, raja/tuan, orang berpangkat atau tinggi martabatnya, cth : raden mantri, raden Wijaya, raden Galuh, raden Arya (Zoetmulder, hal. 327)

(8) Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam kitabnya al-Mustadrak (kitab al-‘At’imah Vol. 4, halaman 150), dari sahabat Sa’id al-Khudri r.a, disebutkan bahwa ada seorang raja dari negeri India (al-hind) yang datang membawa hadiah kepada Rasulullah Saw berupa tembikar yang berisi jahe. Hadits tersebut secara lengkap berbunyi sebagai berikut:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: «أَهْدَى مَلِكُ الْهِنْدِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَرَّةً فِيهَا زَنْجَبِيلٌ فَأَطْعَمَ أَصْحَابَهُ قِطْعَةً قِطْعَةً وَأَطْعَمَنِي مِنْهَا قِطْعَةً

Artinya: “Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra. berkata: ada seorang raja dari Hindia memberikan hadiah kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebuah tembikar yang berisi jahe. Lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam memberi makan kepada sahabat–sahabatnya dari jahe tersebut sepotong demi sepotong, dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam pun memberikan saya sepotong jahe dari dalam tembikar itu” (HR. Hakim, hadits nomor. 7190)

Buku-Buku Referensi

  1. Al Husaini al hamid H. M. H, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad saw, Cet. XI 2006, Pustaka Hidayah.
  2. Subhani, Ja’far, Sejarah Nabi Muhammad SAW = Ar Risalah/Ja’far Subhani; penerjemah, Muhammad Hasyim&Meth Kieraha; penyunting, Tim Lentera, cet. 8, Jakarta; Lentera 2009
  3. Al Hadad. Bin Thahir. Al Habib Alwi, Sejarah Masuknya Islam Di Timur Jauh, Cet.I, 2001, Lentera Baristama.
  4. Sunyoto. Agus, Atlas Wali Songo, Cet.1, 2012, Pustaka Iman.
  5. C.I.E.MA.Arnold.TW, Preaching Of Islam : A History Of The Progation Of The Muslim Faith, 1913.
  6. Aceh. Aboebakar.H.Dr.Prof, Sekitar Masuknya Islam Ke Indonesia, Cet.4,1985, Ramdhani.
  7. Al Jibouri. Yasin. T,Konsep Tuhan Menurut Islam, Cet. 1, 1997, Ansariyan Publication Qum Iran
  8. Tjandrasasmita,Uka, Arkeologi Islam Nusantara, penerbit KPG, Jakarta 2009
  9. Ekadjati. Edi. S, Pustaja Rajya-rajya i Bhumi Nusantara Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda (Sundanalogi). Direktorat Jendral Kebudayaan Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bandung, 1987 (Naskah Wangsakerta)
  10. Ekadjati. Edi. S, Polemik Naskah Pangeran Wangsakerta, PT Dunia Pustaka Jaya, Cet. 1, 2005.
  11. Boechari, Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti, Cet.1,2012, Kepustakaan Popular Gramedia.
  12. Atja, Carita Purwaka Caruban Nagari Karya Sastra Sebagai Sumber Pengetahuan Sejarah, Cet 2, Proyek Pengembangan Permuseuman Jawa Barat.
  13. Raffles. Thomas. Stamford, The History Of Java, Cet. 3, Yogyakarta, Narasi,2014
  14. Suhartawijaya, Ma’mur H.A.H, Kisah Prabu Kian Santang, Jakarta 1401 H (1980 M)
  15. Zoetmulder, P.J, S.O Robson, Kamus Jawa Kuna-Indonesia; penerj.Darusuprapta, Sumarti Suprayitna-Jakarta; Gramedia Pustaka Utama, 1995.
  16. Al Kharbuthli Ali Husni Prof Dr, Sejarah Kabah, cet. 3, 2013, Khazanah Pustaka Islam.
  17. Dan berbagai sumber lain baik berupa buku atau situs online terkait, yang jumlahnya terlalu banyak bila kami sebutkan semua di artikel ini.

Navigasi pos

Tinggalkan Balasan

Masuk sebagai Ahmad SamanthoKeluar?

Komentar 

 Beri tahu saya komentar baru melalui email.

 Beritahu saya pos-pos baru lewat surat elektronik.

Viewing all 1300 articles
Browse latest View live