Quantcast
Channel: Bayt al-Hikmah Institute
Viewing all 1300 articles
Browse latest View live

India (Bharatavarsa dari Dinasti Candra (Klan Melayu)

$
0
0

INDIA (BHARATAVARSA) DARI DINASTI CANDRA

(KLAN MELAYU)

———————————————
Gurudev dalam “Geographical Span of Ancient India – Jambudveepe Bharathavarshe Bharathakhande” menjelaskan bahwa Bharatawarsha adalah istilah dengan jangkauan yang lebih luas, yang digunakan untuk menyebut India Raya(termasuk kawasan yang mendapat pengaruh Asia Selatan, yaitu sebagian Asia Barat dan Asia Tenggara).
.
Susastra Hindu seperti Purana dan Itihasa ( Ramayana dan Mahabharata) menyebutkan berbagai nama kerajaan beserta ciri-ciri geografisnya, dengan ruang lingkupnya adalah Bharatakhanda atau Bharatawarsha.
.
Bharatakhanda atau Bharataksetra adalah istilah yang digunakan dalam susastra Hindu, meliputi Weda, Mahabharata, Ramayana, dan Purana, untuk merujuk kepada area geografis yang pada masa kini merupakan bagian dari negara Afghanistan,Bangladesh , India , Pakistan, Nepal, Bhutan, Sri Lanka, dan Myanmar; secara singkat, sebagian besar daerah yang kini termasuk Asia Selatan. Konteks sejarah dalam penggunaan istilah tersebut adalah periode Weda (1700–600 SM), Mahajanapada (600 SM) dan daerah-daerah pasca Kemaharajaan Maurya (322 SM), sebagai permulaan bagi zaman keemasan sastra Sanskerta klasik. Banyak hal mengenai situasi politik dan keadaan geografi Bharatakhanda yang dapat disimak dalam kitab Mahabharata,Kitab Ramayana juga dapat memberikan sedikit informasi.

Mahabharata merupakan kisah kilas balik yang dituturkan oleh Resi Wesampayana untuk Maharaja Janamejaya. Sesuai dengan permohonan Janamejaya, kisah tersebut merupakan kisah raja-raja besar yang berada di garis keturunan Maharaja Yayati, Bharata, dan Kuru, yang tak lain merupakan kakek moyang Maharaja Janamejaya. Kemudian Kuru menurunkan raja-raja Hastinapura yang menjadi tokoh utama Mahabharata. Mereka adalah Santanu, Chitrāngada, Wicitrawirya, Dretarastra, Pandu, Yudistira, Parikesit dan Janamejaya.
.
Mahabharata banyak memunculkan nama raja-raja besar pada zaman India Kuno seperti Bharata, Kuru, Parikesit (Parikshita), dan Janamejaya. Mahabharata merupakan kisah besar keturunan Bharata, dan Bharata adalah salah satu raja yang menurunkan tokoh-tokoh utama dalam Mahabharata.
.
Kisah Sang Bharata diawali dengan pertemuan Raja Duswanta dengan Sakuntala. Raja Duswanta adalah seorang raja besar dari Chandrawangsa keturunan Yayati, menikahi Sakuntala dari pertapaan Bagawan Kanva, kemudian menurunkan Sang Bharata, raja legendaris. Sang Bharata lalu menaklukkan daratan India Kuno. Setelah ditaklukkan, wilayah kekuasaanya disebut Bharatawarsha yang berarti wilayah kekuasaan Maharaja Bharata (konon meliputi Asia Selatan).
.
Sang Bharata menurunkan Sang Hasti, yang kemudian mendirikan sebuah pusat pemerintahan bernama Hastinapura. Sang Hasti menurunkan Para Raja Hastinapura. Dari keluarga tersebut, lahirlah Sang Kuru, yang menguasai dan menyucikan sebuah daerah luas yang disebut Kurukshetra (terletak di negara bagian Haryana, India Utara). Sang Kuru menurunkan Dinasti Kuru atau Wangsa Kaurawa.Dalam Dinasti tersebut, lahirlah Pratipa, yang menjadi ayah Santanu, leluhur Pandawa dan Korawa.Kerabat Wangsa Kaurawa (Dinasti Kuru) adalah Wangsa Yadawa, karena kedua Wangsa tersebut berasal dari leluhur yang sama, yakni Maharaja Yayati, seorang kesatria dari Wangsa Chandra atau Dinasti Soma, keturunan Sang Pururawa.
.
Dalam silsilah Wangsa Yadawa, lahirlah Basudewa, Raja di Kerajaan Surasena, yang kemudian berputera Sang Kresna, yang mendirikan Kerajaan Dwaraka. Sang Kresna dari Wangsa Yadawa bersaudara sepupu dengan Pandawa dan Korawa dari Wangsa Kaurawa.
.
Wash Edward Hale dalam “Ásura in Early Vedic Religion, Motilal Barnarsidass halaman 5-11, 22, 99-102 menjelaskan : “Dalam susastra Hindu yang ditulis setelah penyusunan Weda, para dewa yang baik disebut Dewa, sedangkan asura yang jahat kerap diidentikkan sebagai musuh para dewa, atau raksasa”.
.
Menurut Mahabharata, Di Bharatawarsha terdapat berbagai macam ras dan tempat-tempat yang eksotik. Meskipun ras yang tinggal di Bharatawarsha sebagian besar merupakan manusia, beberapa di antaranya memiliki kemampuan luar biasa seperti makhluk supernatural, dan memang tergolong makhluk non-manusia. Makhluk tersebut di antaranya : asura (meliputi klan Detya, Danawa, dan Kalakeya), pisaca, gandarwa, kimpurusa, kinara, wanara, raksasa, buta dan yaksa.
.
Menurut kitab-kitab Purana, Detya merupakan keturunan Kasyapa dan Diti. Dalam mitologi Hindu, Detya merupakan salah satu keluarga atau klan bangsa asura. Kitab Manusmerti (XII – 48) menggolongkan Detya sebagai makhluk yang memiliki kekuatan setara dengan dewa, tetapi golongannya lebih rendah daripada dewa.
.
Dalam mitologi Hindu,Danawa atau Dānava merupakan keluarga asura yang diturunkan oleh Danu dan Kasyapa. Asura merupakan makhluk sakti yang setara dengan dewa, tetapi golongannya lebih rendah. dalam mitologi Legenda menggambarkan Pisaca sebagai putra Kroda. Gandharva atau gandarwa suami dari para Apsaras, Mereka menjaga Soma. Mitologi tentang Kinnara banyak muncul di wilayah Asia Tenggara seperti Thailand, Kamboja, Myanmar, dan Indonesia. Di candi Borobudur terdapat relief yang menggambarkan Kinnara. Relief Kinnara juga dapat ditemukan di candi Mendut, Pawon, Sewu, Sari, dan Prambanan.
.
Menurut Ramayana “para Wanara umumnya tinggal di Kiskenda, di tengah hutan Dandaka, di mana Sri Rama menjumpai mereka saat berpetualang mencari Sita. Para wanara menolong Rama mencari Sita, dan juga turut bertarung melawan Rahwana”.Yaksa adalah sejenis makhluk dalam mitologi Hindu setengah manusia setengah dewa. Yaksa seringkali dihubungkan dengan raksasa.

Keterangan foto tidak tersedia.

Eksotisme Tanah Sunda

$
0
0

Menguak Eksotisme Tanah Sunda

3 April 2013   09:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:49  177  0 1

Menguak Eksotisme Tanah Sunda

Dimuat di Majalah Pendidikan Online Indonesia, Rabu/3 April 2013

http://mjeducation.co/menguak-eksotisme-tanah-sunda/

Judul: The Wisdom of Sundaland

Penulis: Anand Krishna

Cetakan: 1/2012

Tebal: ix + 200 halaman

ISBN: 978-979-22-8657-1

Harga: Rp60.000

Dalam tradisi masyarakat Maluku ada istilah pela dan gandongPelamengacu pada persahabatan berdasarkan kesadaran bahwa seluruh umat manusia bersaudara. Sementara, gandong merupakan pertemanan berdasarkan kekerabatan, hubungan darah, agama, dan kepercayaan semata. Ketika pela ditempatkan di atas gandong, terjalin relasi inklusif nan harmonis. Tapi tatkala gandong lebih superior ketimbang pela, konflik bernuansa SARA pun menghantui.

Dari Sabang sampai Merauke, kepulauan Nusantara memiliki 300-an suku dan etnik. Dalam konteks kemajemukan tersebut, semangat kebangsaan perlu dikedepankan ketimbang sentimen primordial. Bahkan ternyata ajaran para leluhur begitu universal. Misalnya, masyarakat di Sulawesi (Celebes), mereka memakai dedaunan dan biji-bijian dalam ritual Puang Matoa Saidi. Daun hijau merepresentasikan tubuh, sedangkan bebijian menyimbolkan jiwa. Tujuannya senantiasa mengingatkan manusia pada integrasi raga-sukma.

The Wisdom of Sundaland menguak eksotisme tanah Sunda. Salah satu referensinya ialah karya klasik Adiguru Dattatreya. Beliau menulis kitab Tripura Rahasya sekitar 12.000 tahun silam. Lantas, Swami Sri Ramananda Saraswathi menyadurnya kembali ke Tripura Rahasya; The Mistery Beyond the Trinity (halaman 28).

Menurut penulis, waktu itu relatif. Ketika manusia bahagia, jarum jam berputar begitu cepat. Sebaliknya, saat penderitaan menghampiri, waktu terasa begitu lambat. Bersyukur dan mengingat-Nya dalam suka maupun duka jadi cara ampuh lampaui dualitas. Lantas, kenapa manusia tetap menderita? Sebab, ia melupakan hukum perubahan (Law of Change).

Buku ini juga memuat statistik mengejutkan, 80% gempa dahsyat di dunia terjadi di seputaran The Pacific Ring of Fire. Dari Jawa, Sumatera, hingga pegunungan Himalaya dan laut Mediterania. Itulah sebabnya, nama raja-raja Jawa identik dengan perlindungan alam, misalnya Hamengku Buwana, Paku Buwana, Paku Alam, dll. Seorang pemimpin yang adil niscaya menurunkan berkah dari Bunda Alam Semesta. Sebaliknya, arogansi kekuasaan justru menjadi tumor berbahaya di tubuh NKRI.

Alkisah, leluhur tanah Sunda begitu kaya-raya, makmur-sejahtera, dan bijak-bestari, toh mereka tetap rendah hati. Ibarat belajar dari ilmu padi, semakin berisi kian menunduk. Bahkan, ada pepatah populer dari peradaban Sindhu, “Jo jaaye Jaava so mur na vaapas aaya, jo aaya to par-potta daaya.” Siapapun yang pergi ke Jawa tak akan pernah kembali, tapi kalau ia kembali niscaya membawa kekayaan cukup untuk tujuh turunan. Kata “Jawa” di sini mengacu pada seluruh kepulauan Nusantara kala itu (halaman 71).

Buku ini terdiri ada 17 bab, di antaranya Aksara, Kala, Gamelan, dan Sundara Kanda. Drs. Soedarmono, Dosen Sejarah Universitas Sebelas Maret Solo turut membubuhkan sekapur sirih. Ketua Komunitas Warisan Budaya Surakarta tersebut berpendapat, “Karya tulis ini campuran antara fakta, legenda, dan penelitian ilmiah. Ia mengajak pembaca kembali ke masa ribuan tahun silam, ketika kepulauan Nusantara menjadi semacam Atlantis sebagai pusat peradaban dunia.” (halaman vii).

 

Lantas, terkait suara kempul gamelan, pendiri Yayasan Anand Ashram (berafiliasi dengan PBB, 2006) tersebut mendedah inner significant (makna intrinsik) dari suara Neng, Ning, Neng, dan Nang. Misalnya Ning, merupakan akronim dari Wening/hening (Be Silent!). Manusia butuh saat teduh untuk berefleksi. Ironisnya, karena terlalu sibuk dengan aktivitas di luar diri, jati dirinya sendiri acap kali terabaikan. Ibarat memutar kaset/CD, ada saat untuk menekan tombol pause.

Selanjutnya, Nung merupakan kependekan dari kata Kesinungan. Sinonim dengan ketepatan dalam melakukan eksekusi. Senada dengan petuah Romo Driyarkara SJ, “Manusia harus bisa duga dan prayoga alias memiliki kemampuan menebak secara tepat.” Dalam konteks ini, butuh kreativitas dan keluasan cakrawala berpikir. Fanatisme dan sikap merasa paling benar sendiri (rumangsa isa) sangat merugikan. Untuk meraih Nang (Kemenangan), keceriaan, kemauan, kerelaan berkorban jadi kuncinya.

Pada tataran kebangsaan, buku ini juga menyitir pidato legendaris Bung Karno yang masih sangat relevan, “Kita butuh imajinasi. Kita butuh konsep, energi, dan keberanian untuk membangun bangsa ini. Sebuah bangsa wahai saudara-saudariku terkasih, menjadi besar karena imajinasi, fantasi, dinamisme, dan nyali baja untuk berkorban apa saja. Leluhur kita adalah orang-orang besar. Kompleks Candi Borobudur dan Prambanan menjadi saksi kejayaan masa silam. Tapi bagaimana dengan kondisi kita kini? Kita menjadi bangsa yang kurang imajinatif. Kita butuh dinamisme!” (halaman 155).

Buku setebal 200 halaman ini ibarat perkakas alat selam. Dengan menyelami paparan di dalamnya – menyitir pendapat Sylvia Sucipto –  kita dapat memahami psikis manusia Indonesia modern. Selamat membaca!

Sumber:

https://www.kompasiana.com/nugroho_angkasa/552b030bf17e611661d623d6/menguak-eksotisme-tanah-sunda?page=all

 

Pada usianya yang ke 27 tahun, Anand Ashram merayakan hari jadinya pada 14 Januari 2007 bertempat di One Earth Retreat Center, Ciawi. Perayaan ulang tahun ini mengangkat tema Cultural Celebration “Sunda Sindhu Mehfil”, menampilkan pagelaran tari dan musik India dan Indonesia oleh Hapsari Group dan JNICC Artist. Melalui pagelan tersebut kita bisa merasakan bahwa ada hubungan akar budaya yang erat antara Indonesia dengan India.

86a255ce452a783c7e9abc80df2ef2bd

Melalui kata sambutannya, Dr. Wayan Sayoga yang merupakan Ketua Dewan Penggurus Anand Ashram. Mengatakan senang sekali melihat pertemuan budaya seperti yang terjadi pada malam itu, dimana mengingatkan kita semua akan semboyan kebijaksanaan universal “Vasudhaiva Kutumbakam” bahwa kita semua semua umat manusia adalah saudara.

15941177_10210654478749641_3654277203433514111_nSenada dengan “Satu Bumi, Satu Langit, Satu Kemanusiaan” yang merupakan visi dari Anand Ashram.

Ir. Rd. Roza Rahmadjasa Mintaredja, selaku pemerhati budaya Sunda. Menjelaskan bahwa ada keterkaitan akar budaya yang sangat erat antara Indonesia dengan India, di mana kedua peradaban ini berasal dari satu akar yaitu Sunda sebelum terjadi bencana besar yang menyebabkan eksodus besar-besaran dari paparan Sunda menuju daerah Shindu.

Kang Oca, begitu sapaan akrabnya. Menambahkan bahwa pada malam ini, dirinya bisa merasakan semangat Shindu di dalam acara perayaan ulang tahun tersebut.

Makrand Shukla Director Jawaharlal Nehru Indian Cultural Centre (JNICC) mengatakan senang bisa hadir pada malam itu, di mana beliau bersyukur bisa menjadi direktur JNICC sehingga bisa menghadari perayaan ulang tahun Anand Ashram ke 27. Dimana bisa merasakan suasana penuh dengan keceriaan di One Eart Retreat Center, Ciawi.

Anand Krishna selaku pendiri dari Anand Ashram, mengingatkan untuk “Menjadi Bahagia, dan Berbagi Kebahagiaan Tersebut Kepada Sesama” di tambahkan oleh beliau bahwa tidak ada impor/ekpor budaya antara Indonesia dan India. Yang terjadi adalah bahwa ke dua negara ini berbagi akar budaya yang sama.

The Wisdom Of Sundaland

Wisdom-of-Sundalan-500x500Buku The Wisdom Of Sundaland karya Anand Krishna mengupas tentang hubungan akar budaya antara Indonesia dan India, yang berasal dari satu kebudayaan yang ada di Tatar Sunda.

Terjadi bencana besar pada waktu itu yang menyebabkan tiga kali gelombang migrasi akibat bencana banjir. Migrasi paling awal dan paling besar adalah: ‘Gelombang migrasi pertama berkisar 14.000 tahun yang lalu menuju anak benua India. Mereka sedemikian traumanya terhadap banjir di Paparan Sunda sehingga mereka terus bergerak ke utara sampai dihadang sungai besar bagaikan laut, Indus yang megah, atau Sindhu.

Sindhu dalam bahasa Sansakerta berarti “laut”. Sungai besar ini merupakan gabungan dari Sungai Sengge dan Gar yang berhulu di Himalaya Tibet mengalir melalui India dan Pakistan, bermuara di Laut Arab.

Rombongan para filsuf, ahli kitab, dan pemikir tersebut memilih satu tempat aman di pinggir sungai dan menamakan sungai itu Saraswati. Di pinggir Sindhu Saraswati mereka merenungkan apa yang mereka bawa yang merupakan warisan kuno nenek moyang mereka, yang kemudian warisan ini semakin diperkaya dengan inspirasi-inspirasi segar.

Jauh di kemudian hari, sejumlah besar ilmu pengetahuan, seni dan musik ini kemudian disistematisasi oleh Begawan Vyasa dalam Kisah Mahabharata, yang juga dikenal sebagai Kitab-kitab Weda (Kebijaksanaan Utama).

Yang mengawali Peradaban Lembah Indus, atau Sindhu seungguhnya adalah orang-orang Tatar Sunda, sehingga tidaklah aneh jika terjadi kesamaan budaya antara Indonesia dengan India.

Photo by: Prabu Dennaga

https://www.surahman.com/cultural-celebration-sunda-sindhu-mehfil-perayaan-27-tahun-anand-ashram/

Hindustan sebenarnya adalah Kawasan Asia Tenggara yang Pusatnya di Muara Takus Kampar Riau

$
0
0

HINDUSTAN SEBENARNYA ADALAH KAWASAN ASIA TENGGARA YANG PUSATNYA DI MUARA TAKUS KAMPAR

Ronni Astar al-Kampari

———————————————-


Tampaknya hanya dengan raja-raja Masa kekaisaran Wijayanagara pada tahun 1352 M kata “Hindu” digunakan dengan bangga oleh Bukkal yang menggambarkan dirinya sebagai “Hinduraya suratrana”. Sedangkan teks-teks Sansekerta utama, dan bahkan ritual-ritual yang telah dilakukan di kuil-kuil dari ribuan tahun yang lalu, menggunakan kata “Bharata” dalam referensi ke daerah saat ini india. Oleh karena itu, secara tradisional dan secara teknis lebih akurat untuk merujuk ke tanah India sebagai “Bharata” atau “Bharat varsha”.
.
Selama ini para sejarawan memahami kata Al-Hind diidentikkan dengan India sekarang. Namun benarkah demikian ?, Perubahan zaman dan konstelasi demografi agaknya membuat perujukan Al-Hind yang diidentik dengan India sekarang menjadi pembahasan yang perlu ditinjau kembali.Hal ini serupa dengan definisi Ar-Rum. Makna Ar-Rum menurut diantara para ulama hari ini adalah bangsa-bangsa Barat yang mewarisi agama dan tradisi sosial budaya Romawi. Maka Amerika Serikat dan bangsa-bangsa Eropa dianggap sebagai Ar-Rum masa kini.

Image result for muara takus

Geografi Tanah India (AL -sind) adalah suatu wilayah yang saat ini meliputi beberapa negara, Yaitu :negara India,negara Pakistan,negara Bangladesh,negara Srilanka dan negara Maladewa.geografis Wilayahnya sebelah selatan berbatasan dengan Pegunungan Himalaya (sekarang),Sebelah barat berbatasan dengan Pegunungan Hindukus dan Sulaiman (yang terletak di wilayah Afghanistan dan Iran),di sepanjang perbatasan utara berbatasan dengan semenanjung Laut Arab dan Teluk Bengal.
.
Kita harus ingat bahwa istilah “Hindu” itu bahkan bukan istilah Sanskerta. Banyak ahli mengatakan bahwa itu tidak ditemukan di dalam Sastra Veda manapun.
Banyak ahli merasa bahwa nama “Hindu” telah dikembang pihak lain yang tidak bisa menyebut nama Sungai Sindhu dengan baik. Menurut Sir Monier Williams, leksikografer Sanskerta,katanya ” anda tidak dapat menemukan akar pribumi untuk kata-kata Hindu atau India. Tidak juga kata-kata tersebut ditemukan dalam setiap teks-teks Buddha atau Jain, atau salah satu dari 23 bahasa resmi India”.
.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa Alexander Agung yang pertama kali merubah nama Sungai Sindhu menjadi Indu, menghilangkan huruf “S”, guna memudahkan pengucapan bagi orang Yunani. Inilah kemudian dikenal sebagai Indus. Ini ketika Alexander menyerbu India sekitar tahun 325 BCE. Kekuatan Macedoniannya sesudah itu disebut daratan timur Indus sebagai India, sebuah nama yang digunakan terutama selama rezim Inggris. Sebelum ini, nama Veda untuk daerah itu adalah BharataVarsha.
.
Kemudian, ketika orang Muslim tiba dari tempat-tempat seperti Afghanistan dan Persia, mereka menyebut Sungai Sindhu sebagai Sungai Hindu. Setelah itu, nama “Hindu” digunakan untuk menggambarkan saluran penduduk dari tanah di propinsi barat laut dari India di mana terletak Sungai Sindhu, dan daerah itu dalam pengucapan mereka sebut “Hindustan.” Karena suara Sansekerta “S” berubah menjadi “H” dalam bahasa Persia, orang Muslim menyebut “Sindhu” sebagai “Hindu,” meskipun pada saat orang-orang dari daerah itu tidak menggunakan nama “Hindu” sendiri. Kata ini digunakan oleh orang Muslim dari luar untuk mengidentifikasi orang-orang dan agama di mana orang-orang tersebut tinggal di daerah itu. Setelah itu, bahkan orang Indian sesuai dengan standar tersebut sebagaimana ditetapkan oleh mereka yang berkuasa dan menggunakan nama-nama Hindu dan Hindustan.

Image result for muara takus
.
Di mana lokasi sebenarnya yang disebut hindustan tersebut ?.Mr A. Krishna Kumar dari Hyderabad, India.Dia mengutip sebuah argumen dari buku Self-Government di India oleh NB Pavgee, yang diterbitkan pada tahun 1912. Penulis menceritakan Swami tua dan sarjana sanskrit Mangal Nathji, yang menemukan Purana kuno yang dikenal sebagai Sham Brihannaradi di desa, Hoshiarpur, Punjab. Itu berisi sloka ini :
“himalayam samarabhya yavat bindusarovaram
hindusthanamitiqyatam hi antaraksharayogatah”.
lokasi yang tepat dari sloka tersebut dalam Purana hilang, Kumar menerjemahkannya sebagai : “Negeri yang terletak di antara pegunungan Himalaya dan Bindu Sarovara (laut Cape Comorin) dikenal sebagai Hindusthan oleh kombinasi dari huruf pertama ‘hi’ dari ‘Himalaya’dan senyawa terakhir huruf ‘ndu’dari kata ‘Bindu’.”
Hal ini, tentu saja, dianggap telah melahirkan nama “Hindu”, menunjukkan asal pribumi. Kesimpulan bahwa orang-orang yang tinggal di daerah ini dengan demikian dikenal sebagai “Hindu”.
.
Jadi dengan cara apapun teori-teori ini dapat menyajikan informasi mereka, dan dengan cara apa pun bisa melihat itu, nama “Hindu” mulai hanya sebagai tubuh dan penunjukan daerah. Nama “Hindu” menunjuk ke sebuah lokasi dan orang-orang dan awalnya tidak ada hubungannya dengan filsafat, agama atau budaya rakyat, yang pasti bisa berubah dari satu hal ke hal lain.
.
RN Suryanarayan dalam bukunya Agama Universal (p.1-2, yang diterbitkan di Mysore pada tahun 1952), Sarjana Barat, dan sejarawan, juga, telah gagal untuk melacak nama sejati ini Tanah Brahman, benua yang luas seperti negara, dan oleh karena itu, mereka telah puas diri dengan menyebutnya dengan istilah yang berarti ‘Hindu’. Kata ini, yang merupakan inovasi asing, tidak terbuat dari penggunaan oleh penulis Sansekerta kami dan Acharya yang dihormati dalam karya-karya mereka. Tampaknya kekuasaan politik bertanggung jawab untuk terus-menerus menekankan penggunaan kata Hindu.
.
Srila Prabhupada, pendiri International Society of Krishna Consciousness, telah mengatakan hal yang berbeda pada waktu yang berbeda atau bagi orang yang berbeda mengenai penggunaan nama “Hindu”.ia menjelaskan secara ringkas kepada Janmanjaya dan Taradevi dalam sebuah surat dari Los Angeles dari 9 Juli 1970 bahwa ada hubungan antara agama Hindu dan Krishna Consciousness: “Mengenai pertanyaan Anda: Hindu berarti budaya India. India kebetulan terletak di sisi lain Sungai Indus yang sekarang di Pakistan yang dieja Indus-dalam bahasa Sansekerta disebut Sindhu. Di mana “Sindhu” adalah salah eja oleh Eropa sebagai “Indus”, dan dari Indus kata ‘India’ datang. Demikian pula Arab biasanya mengucapkan sindhus sebagai Hindu. Ini [demikian] Hindu diucapkan sebagai Hindu. Ini bukanlah kata Sanskerta juga tidak ditemukan dalam literatur Veda.
.
Kesimpulan dari saya,nama Hindustan sebenarnya adalah kawasan asia tenggara sekarang.dasar nya adalah karena Kebingungan yang sesungguhnya dimulai ketika nama “Hindu” digunakan untuk menunjukkan agama orang India. Kata-kata “Hindu” dan “Hinduisme” sering digunakan oleh Inggris dengan efek fokus pada perbedaan agama antara kaum muslim dan orang-orang yang menjadi dikenal sebagai “Hindu”. Ini dilakukan dengan niat yang agak sukses menciptakan gesekan di kalangan masyarakat India. Hal ini sesuai dengan kebijakan Inggris atas pembagian dan aturan untuk membuatnya lebih mudah bagi mereka yang terus berkuasa atas negeri itu.
.
Pada Vishnu Purana, Padma Purana dan Samhita Bruhaspati,
Beberapa referensi lain yang digunakan,lokasi hindustan adalah meliputi :
“Himalayam Samaarafya Yaavat Hindu Sarovaram
Tham Devanirmmitham desham Hindustanam Prachakshathe
Himalyam muthal Indian maha samudhram vareyulla
devanirmmithamaya deshaththe Hindustanam ennu parayunnu”
Ini menunjukkan bahwa daerah antara Himalaya dan Samudera Hindia disebut Hindustan.
.
Ada banyak hipotesa yang mengundang pemikir kembali mengkaji ulang hipotesa atas teori “Out of Yunnan”dan teori “Out of Taiwan” sebagai sejarah asal usul manusia di Nusantara khususnya dan Austronesia umumnya. teori “Out of Taiwan” paling banyak diusulkan, disusul oleh teori“Out of Yunnan”.Sebelum teori“Out of Taiwan” sendiri terjadi telah terjadi perpindahan manusia dari Tiongkok Selatan /Barat Daya ke Taiwan (Formosa). Jadi ujung-ujungnya, manusia di Asia Tenggara termasuk Nusantara ini berasal dari Tiongkok Selatan yang menyebar ke arah selatan.Dengan demikian, sebenarnya “Out of Taiwan” ini tidak sedemikian bertentangan dengan “Out of Yunnan” karena Yunnan juga Tiongkok Selatan/Barat Daya.
.
Belakangan muncul teori yang menentangnya yaitu “Out of Sundaland” yang mengatakan bahwa manusia di Asia termasuk Tiongkok munculnya dari Nusantara ini.Peradaban manusia prasejarah berpindah dari Sundaland ke arah utara menghuni Asia daratan. Sundaland (sekitar Jawa, Sumatra, dan Kalimantan) dianggap sebagai Atlantis yang hilang.
.
Legenda asal usul manusia Tiongkok dikatakan berasal dari pernikahan Fuxi (伏羲) dan Nuwa (女媧) yang hidup di pegunungan Kunlun (崑崙) yang mayoritas berkata ada di sebelah barat.Suku-suku di Barat Daya/Tiongkok Selatan juga banyak yang memuja Fuxi dan Nuwa yang bahkan diwujudkan dalam bentuk yoni (vulva). Dan mengejutkannya, orang-orang Tiongkok menyebut orang-orang dari pulau Sumatra sebagai orang-orang Kunlun !, Apakah ini sebuah kebetulan ?.
.
Sutra Gunung Sumeru berbahasa Tionghoa mengatakan :“Fu Xi adalah Avalokiteshvara, Nu Wa adalah Sri-devi [Tara].”Kitab Mani Kabum juga mencatat asal usul orang Tibet adalah dari pernikahan titisan Avalokiteshvara dan Tara. Sumber Bon menyatakan bahwa Fuxi berperan penting dalam peradaban Tibet pula.Belum lagi legenda Nepal yang mengatakan bahwa Avalokiteshvara adalah “pencipta” para dewata dan segala jenis makhluk hidup. Welas asih ayah dan ibu pada keturunannya mungkin dilambangkan oleh parabodhisattva ini. Dalam mitologi Tiongkok/agama Tao, Kunlun adalah tempat para dewa bersemayam, termasuk dewi Xi Wangmu yang tersohor itu.

Nusantara Tak Pernah Dikalahkan & Dijajah ?

$
0
0

Nusantara Tidak Pernah Dikalahkan ?
_

_by Agus Budiyono, Alumni Massachusetts Institute of Technology_

_disampaikan dalam Seminar Nasional “Literasi Sains untuk Membumikan Nilai-nilai Pancasila” Solo, 19 Agustus 2019_

 

Saya menghabiskan sebagian besar usia dewasa saya di luar nusantara. Saya pernah tinggal di _Amerika (Cambridge, Boston, Nashua, Columbus),Eropa (Assen),Australia (Melbourne) dan Timur Jauh (Seoul)._ Kemanapun saya pergi saya bangga menjadi orang Indonesia. Sangat bangga. Saya datang dari bangsa yang kaya raya. Nenek moyang sayalah yang dulu menyelamatkan bangsa Eropa dari ancaman kepunahan dan membiayai transformasi masyarakat mereka untuk keluar dari abad kegelapan. Eropa tahun 1200an adalah daratan yang terkebelakang. Lima ratusan tahun kemudian, pun dengan episode Renaissance tahun 1400-1700an, nasib mereka tidak berubah banyak.

Sampai tahun 1694, Eropa masih didera wabah kelaparan. Menurut catatan pegawai di kota _Beauvais_, wabah kelaparan yang mengganas membuat para warga yang miskin mengkonsumsi makanan yang sangat tidak higienis (dan tidak akan pernah terbayang oleh penduduk nusantara kita). Mereka makan kucing dan serpihan bangkai kuda yang terserak di tengah kotoran. Lainnya memakan paku-pakuan, rumput dan akar tanaman yang mereka rebus dalam air. Pemandangan ini meruyak di seluruh daerah Perancis. Sekitar 15% populasi *Perancis* mati kelaparan antara tahun 1692-1694. Tahun 1695, wabah yang sama memukul *Estonia* dan membunuh seperlima populasinya. Tahun berikutnya, 1696, adalah giliran *Finlandia* yang seperempat penduduknya habis. Sementara itu *Skotlandia* juga dihajar wabah kelaparan antara tahun 1695-1698, dimana beberapa daerah kehilangan 20% dari penduduknya. Itulah wajah Eropa selama lebih dari setengah abad. Negeri-negerinya diperintah oleh penguasa-penguasa yang lalim dan diperas oleh para perampok dan bajak laut. Sementara warga Perancis sedang sekarat dan bergulat dengan kelaparan masal, Raja Louis XIV asyik glenikan dengan simpanan-simpanannya di Versailles.

 

Bagaimana kondisi nusantara pada perioda tersebut? Pada perioda 1200 – 1700 nusantara kita adalah tempat paling makmur seluruh dunia. Setelah era kerajaan maritim *Sriwijaya* (650-1183), tahun 1300an muncul, *Majapahit*, empire kedua di Nusantara yang masa keemasannya didokumentasikan dalam buku _Negara Kertagama_. Wilayah Majapahit membentang melebihi Indonesia kita sekarang ini. _Subur kang sarwo tinandur. Gemah ripah loh jinawi_. Sawah luas seperti tanpa batas. Hutan dan kebun dengan seribu macam buah, umbi-umbian, rempah-rempah dan tentunya beraneka ragam ternak. Sungai, laut dan danau penuh berisi ikan dan berbagai komoditi. Sementara tanah yang dipijak berisi mineral dan berbagai logam mulia. Pendeknya, nusantara kita adalah paradisal archipelago. Raja-raja kita memerintah dengan adil dan bijaksana. Memang ada persaingan dan peperangan di sana-sini. Tetapi ini peperangan bukan karena kekurangan. Semua raja di wilayah nusantara adalah penguasa yang kaya raya. _Madep ngalor sugih, madep ngidul sugih._ Tidak pernah ada masalah kelaparan seperti di Eropa sana. Jadi tidaklah logis. _It doesn’t add up_. _Ora gathuk_. Tidak nalar, kalo bangsa kelaparan tadi itu datang _kledang-kledang_ menjajah bangsa yang kuat dan makmur. Dari keseluruhan riset saya, berikut ini adalah rekonstruksi yang lebih mungkin terjadi di situasi nusantara kita saat itu:

1. Para explorer dari Eropa itu dikirim kemana-mana oleh penguasanya justru sebagai misi SOS (tapi kemudahan berkembang menjadi misi keserakahan). Bangsa nyaris punah yang sedang mencari jalan keselamatan. Mereka mengetahui dari laporan para traders sebelumnya bahwa ada negeri makmur di katulistiwa yang mempunyai semuanya. Sumber daya yang besar. Itu adalah harapan besar bagi mereka untuk _survive._

2. Ketika datang ke nusantara, tidak seperti yang digambarkan oleh kebanyakan narasi mereka kemudian(yang ironically menjadi rujukan utama sejarah kita sampai saat ini), mereka bukanlah datang dengan kapal-kapal yang gagah yang pantas untuk menguasai kita. Layar kapal-kapal mereka compang-camping. Tiang-tiang kapal banyak yang patah. Awak-awak kapal mereka kurus kering, kelaparan dan penyakitan sesudah dihajar badai-badai dan digarap para perompak sepanjang lintasan ke nusantara. Mereka tiba di kepulauan kita dengan kaki lemes, mata nanar dan tatapan kosong. Salah satu episoda yang tercatat secara resmi adalah diterimanya 7 pelaut Portugis oleh *Sultan Abu Lais* tahun 1512, sesudah mereka diselamatkan oleh nelayan karena kapalnya hampir karam. Alvares Cabral memimpin pelayaran 13 kapal dan hanya 7 yang selamat.

3. Hanya atas belas kasihan raja-raja kita lah mereka itu diterima dan ditampung dalam wilayah nusantara. Disanak dan diorangkan, karena penguasa-penguasa kita menjunjung tinggi nilai bahwa tamu haruslah dihormati. Sebenarnya kalangan _Central Intelligence_ istana sudah menengarai bahwa ada potensi ancaman (kelak akan terbukti secara besar-besaran), tapi raja-raja kita adalah penguasa yang dermawan dan terbuka hatinya. Atas nama kemanusiaan, orang-orang asing tersebut diberi makan dan bahkan diberi sekedar pekerjaan. Karena memang di negeri asalnya sana sedang berlangsung krisis pekerjaan dan ekonomi sampai orang-orang mati kelaparan di jalan-jalan. Penguasa kita, yang resourcenya luar biasa, menyisihkan sedikit opportunity buat mereka. Zaman sekarang ini mungkin sektor pekerjaan informal: menyapu halaman, membantu masak, membersihkan kandang kuda, menguras kolam ikan dsb.

4. Dalam perkembangannya, kelompok yang mula-mula disanak tadi ternyata sesuai prediksi berbalik mengkudeta para tuan-nya. Dibekali dan diperkuat dengan teknologi senjata api yang marak di Eropa, gelombang-gelombang pendatang baru ke nusantara ini perlahan-lahan mulai melakukan aksi penguasaan. Dimulai dari taktik monopoli dagang. Kemudian secara berangsur yang tadinya adalah perusahaan menjadi pemerintahan. Dimulai dengan datangnya Afonso de Albaquerque (belajar dari rute _Diaz_ dan _Vasco De Gama_) tahun 1511 di selat Malaka sesudah ybs menaklukan satu demi satu pelabuhan-pelabuhan di perairan India. Persaingan kemudian terjadi antara bangsa pendatang Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda. Masing-masing ingin menguasai dan memonopoli jalur rempah-rempah. Mereka, bangsa yang kelaparan dan hampir punah ini, menemukan bahwa dagang rempah-rampah sangat menguntungkan.

5. Gelombang explorer dari Eropa tadi terbukti ternyata membawa kerusakan di seluruh wilayah dunia, tidak hanya Nusantara. Pada Maret tahun 1520 ketika fleet Spanyol tiba, Meksiko adalah rumah bagi 22 juta penduduknya. Pada bulan December, penduduknya tinggal 14 juta. Pendatang Eropa tidak hanya membawa mesiu, mereka juga datang dengan virus cacar, flu dan tubercolusis. Tahun 1580 penduduk Meksiko menyusut menjadi tinggal 2 juta. Dua abad kemudian, pada tanggal 18 Januari 1778, explorer Inggris _James Cook_ mencapai kepulauan Hawaii, daerah padat dengan penduduk hampir setengah juta. Tahun 1853 hanya 70,000 orang yang selamat mewarisi puing-puing Hawaii. Peradaban _Maya_ dan _Aztec_ kolaps dan punah karena sergapan dan dominasi bangsa Eropa. Tetapi peradaban Nusantara kita berbeda. Tidak sedikitpun kita bergeming dari serbuan bangsa barbar dari Utara. Sejak pecah perang pertama, tahun 1500an di Ternate, penduduk nusantara tidak berhenti angkat senjata untuk mengusir bekas budak yang menjadi durhaka. Perang *Saparua* di Ambon, Perang *Padri* (Sumbar), Perang *Diponegoro* (1825-1830), Perang *Aceh* (1873-1904), Perang *Jagaraga* (Bali) dan ratusan perang lainnya. Demikianlah bela tanah air ini terus berlanjut sampai proklamasi kemerdekaan 1945 dan era mempertahankan sesudahnya. Termasuk era perang budaya dan teknologi yang sekarang berlangsung.

6. Catatan ini kiranya penting bagi generasi muda Indonesia. Mereka harus kita bekali kepercayaan dan sejenis keimanan bahwa mereka adalah bagian dari bangsa pejuang dan negeri pemenang yang setara dengan negara besar dimana saja. Bangsa besar yang bisa memimpin dan memandu bangsa-bangsa lain di seluruh dunia.

Maka, kelak di tahun 2045, ketika Indonesia sudah menjadi salah satu dari 5 besar ekonomi dunia, saya juga ingin membantu memastikan bahwa kita adalah 1 dari 5 negara yang aktif mengurus dan mungkin malah memimpin Stasiun Ruang Angkasa Dunia _(International Space Station)_. Launching station kita akan terletak di Morotai yang dilewati garis equator sehingga bahan bakar roket kita akan lebih hemat. _Space Shuttle_ kita bukan bernama _Magellan_ atau _Nebuchadnezaar_, tapi adalah _SS Karaeng Galesung, SS Tjoet Nya’ Dien_ atau _SS Ngurah Rai_. Nama orang-orang gagah berani yang menjadi saksi bahwa penjajahan sejati tidak pernah ada di Nusantara.

*Keterangan Foto:*
Di tengah-tengah generasi muda pejuang teknologi Indonesia. Insinyur-insinyur kampiun yang sebrilliant dan sebaya dengan founder Gojek, Bukalapak dan Tokopedia (Unicorn start-ups Indonesia).

_Ditulis dalam rangka peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-74 dan memperinganti penerbangan pertama pesawat N250 buatan Indonesia, 10 Agustus 1995._

*References (primary and partial list):*
_Diamond, Jared. Collapse: How societies choose to fail or succeed. Penguin, 2005._
_Diamond, Jared. Guns, Germs and Steel. New York (1997)._
_Harari, Yuval Noah. Sapiens: A brief history of humankind. Random House, 2014._
_Harari, Yuval Noah. Homo Deus: A brief history of tomorrow. Random House, 2016._
_Prapanca, Mpu. Negara Kertagama. Majapahit, 1365_
_Library of Congress, Reuters, AP, AFP, Compton’s Encyclopedia, Wikipedia, National Geographic, Smithsonian magazine, New York Times, Washington Post, Los Angeles Times, Times of London, Lonely Planet Guides, The Guardian, The New Yorker, Time, Newsweek, Wall Street Journal, The Atlantic Monthly, The Economist_

 

Zaman Disrupsi ke -15: Peradaban

$
0
0

ZAMAN DISRUPSI KE-15

PERADABAN (2)

Kita pun harus berani mengakui dengan jujur bahwa kekuatan bangsa ini terwujud karena bisa membangun kehidupan bersama dalam aneka macam perbedaan yang dapat disebut juga diversity ini homogenity. Harus ada komitmen untuk tidak mengusik keyakinan orang atau komunitas lain. Dengan demikian, kita tidak perlu heran jika suku bangsa lain di luar Jawa pada zaman dulu tidak diganggu oleh kerajaan-kerajaan di Jawa. Semua tetap bisa menjalankan adat-istiadatnya tanpa terganggu oleh yang mayoritas.

Sebenarnya, dengan lahirnya sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928, yang menegaskan bahwa putra-putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia; berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia, maka bangsa ini telah meletakkan fondasi kebersamaan. Jika bangsa Indonesia punya komitmen yang kuat akan sumpah pemuda tersebut, maka adat, bahasa, dan budaya suku-suku bangsa di seluruh Indonesia akan dapat mewujudkan peradaban bangsa Indonesia yang kuat dan bahkan bisa menjadi pelita dunia.

Kita harus menyadari kembali seperti yang dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945. Dipetikkan sebagian yang berkaitan dengan kemerdekaan Indonesia: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”
Jelas bahwa pernyataan Indonesia merdeka itu adalah berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh keinginan luhur untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas. Kita sebagai generasi yang lahir di alam Indonesia merdeka harus berkomitmen penuh untuk membangun kehidupan kebangsaan yang bebas. Dengan demikian, kita salah jika menyatakan bahwa tanpa perjuangan si A, si B, keturunan C dan lain sebagainya, Indonesia tidak merdeka. Kita juga tidak boleh menyatakan bahwa yang punya andil besar atau paling besar untuk kemerdekaan Indonesia adalah si Z.

Seharusnya setelah merdeka, tak diizinkan adanya gerakan keagamaan ke kampus-kampus dan sekolahan. Sebab, agama sudah diajarkan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Organisasi sosial berbasis keagamaan sudah difasilitasi untuk mendirikan sekolah-sekolah keagamaan. Pengajaran agama seharusnya bersifat internal komunitas suatu agama, dan tidak bersifat ekspansif pada masyarakat yang sudah mapan dalam kehidupan beragamanya. Hal itu ditujukan agar bangunan kebangsaan yang bebas itu tetap kokoh.

Kita harus menyadari sepenuhnya bahwa bangsa Indonesia yang lahir pada 17-08-1945 adalah kumpulan suku bangsa yang ada di Nusantara yang telah mengikat diri menjadi satu bangsa baru yaitu bangsa Indonesia. Tanah air adalah warisan luhur dari nenek moyang yang berasal dari ribuan suku bangsa yang tersebar di Nusantara. Kita tinggal memelihara, menjaga, dan mengisinya dengan kehidupan yang beradab, yang lebih maju, dan makmur sejahtera.

Tak ada warisan tunggal dalam bahasa. Oleh karena itu, dalam sumpah pemuda disebutkan “menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Hal ini berarti mengisyaratkan bahwa setiap suku bangsa harus menguasai minimal dua bahasa, yaitu bahasa lokal (bahasa ibu) dan bahasa persatuan. Bahasa ibu harus dipelihara dengan baik agar bisa menopang dan menyumbangkan khazanah kata pada bahasa persatuan.
Tak ada warisan tunggal dalam keagamaan. Sejak zaman dulu aneka macam agama berkembang di Nusantara. Dalam Serat Centhini disebutkan bahwa pada masa sebelum kedatangan agama Hindu, Buddha, dan Islam, ada enam macam agama di Jawa (agama-agama di Nusantara yang tumbuh pada 5.000 tahun sebelum Masehi), yaitu agama Brahma, Sambu, Endra, Wisnu, Bayu, dan agama Kala. Masing-masing memiliki aturan agamanya sendiri-sendiri. Aturan agama itu terdiri dari 12 macam, yaitu:

1. Pangulu (penghulu).
2. Tetenger (tanda).
3. Panembah (cara melakukan sembahyang).
4. Laku (tata cara dalam beragama).
5. Tapa (cara bertapa).
6. Hari raya.
7. Larangan.
8. Wewenang.
9. Papali (aturan).
10. Panglayon (perihal kematian).
11. Paliyasan (tolak bala).
12. Pamulyan (cara memuliakan).

Tidak terjadi klaim kebenaran, karena agama dijalankan agar suatu masyarakat dapat hidup secara tertib dan teratur. Setiap agama itu memang sesuai dan cocok dengan lingkungan hidupnya. Setiap agama mengajarkan hidup harmonis dengan lingkungan hidupnya. Oleh karena itu, praktis tak ditemukan kerusakan lingkungan hidupnya. Hal semacam ini masih dapat kita saksikan pada masyarakat adat di Kanekes, Tengger, dan Samin (kawasan Blora dan Bojonegoro).

Tentu saja kita juga tidak perlu mengembalikan masyarakat Indonesia sekarang kembali ke agama leluhurnya. Yang harus dilindungi adalah agama-agama lokal yang masih ada, dan kita tidak boleh mengubah agama mereka untuk mengikuti salah satu agama yang diakui di Indonesia saat ini. Misalnya, di Jawa masih hidup agama Kejawen, Sunda Wiwitan, Sunda Buhun, Sunda Jawa, Hindu Jawa, Samin, dan lain-lainnya. Mereka harus diterima dengan sepenuh hati bahwa mereka adalah saudara sebangsa dan setanah air Indonesia.

Pemeluk agama-agama lokal itu harus diperlakukan sama dengan saudara-saudara mereka yang memeluk agama yang berasal dari luar Nusantara, sebab mereka adalah orang-orang yang leluhurnya menerima kehadiran agama-agama yang dibawa oleh orang-orang yang mencari kehidupan di Nusantara. Sungguh aneh jika kita yang memeluk agama dari luar itu malah melenyapkan eksitensi pemeluk agama lokal. Upaya untuk melenyapkan agama lokal adalah upaya penjajah karena membiarkan hidup agama lokal itu akan menyulitkan penjajah bercokol di Nusantara.

Kesadaran akan adanya ahli waris agama lokal, agama yang sudah ada sebelum kedatangan agama dari luar Nusantara, yaitu yang disebut sebagai agama Budhi (Budha Budhi) dalam Serat Darma Gandhul, atau Kawruh Budhi Jati yang disebut dalam Pustaka Wedha Sasangka, harus dibangkitkan. Kesadaran terhadap keberadaan mereka sama dengan kita menyadari keberadaan orangtua kita sendiri. Memperlakukan mereka dengan baik, dengan adil, dengan bijak, adalah sama dengan memperlakukan kebaikan kepada orangtua kita sendiri.
Memuliakan kehidupan mereka merupakan renaisans, kembali ke nilai-nilai yang terkandung dalam budaya-budaya yang tersebar di Nusantara.

Hanya dengan renaisans budaya, bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang beradab, yang memiliki kepribadian yang berbudaya, yang dapat menyadari kembali keindonesiaan secara utuh. Sekali lagi, kembali kepada ajaran Budhi, budaya leluhur bangsa Indonesia, tidak berarti kita harus melepaskan agama-agama yang datang dari luar Nusantara, tetapi dengan kembali kepada ajaran Budhi kita menempatkan semua pemeluk agama berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah. Semua akan mendapatkan hak-haknya kembali sebagai anak bangsa. Kita memiliki kewajiban yang sama dalam menjaga dan memajukan negara dan bangsa Indonesia. Akhirnya, kita dapat menjalankan kehidupan kebangsaan yang bebas dari pengaruh dan tekanan bangsa asing.

Jakarta, 22 Agustus 2019

Salam,
Salom,
Shanti,
Sadhu,
Peace,
Rahayu…,
Hongngngngngngng……

A. Chodjim

 

Popol Vuh

$
0
0

POPOL VUH

by Habib Hussein

Mitos-mitos tertulis suku Maya paling tua berasal dari abad ke-16 yang ditemukan dalam dokumen-dokumen sejarah dari Dataran Tinggi Guatemala.Image result for Popol Vuh

Dokumen paling penting adalah Popol Vuh yang memuat kisah penciptaan Quichean serta beberapa kisah petualangan dari pahlawan kembar, Hunahpu dan Xbalanque.

Popol Vuh adalah naratif mitos-sejarah yang berasal dari kerajaan K’iche’ di dataran tinggi Guatemala barat. “Popol Vuh” berarti “Buku Komunitas”, “Buku Dewan”, atau secara harfiah “Buku Rakyat”.

Popol Vuh merupakan teks yang penting karena “Tidak” banyak naratif Maya dari periode klasik yang menjelaskan mitologi Mesoamerika.

Dalam narasi Maya, sebab mulanya fenomena alam dan budaya diterangkan dengan tegas, sebagai tujuan moral dalam memaknai ikatan ritual (dan spiritual)  antara umat manusia dan lingkungannya.

Dengan cara demikian, seseorang dapat memahami asal mula benda-benda langit seperti Matahari, Bulan, Venus, Pleiades, Bima Sakti, lanskap gunung, awan, hujan, guntur dan kilat, hewan liar maupun jinak, penyakit dan tanaman obat,alat-alat pertanian.

Perhatikan kemiripan dengan beberapa budaya asli Nusantara :

Menurut budaya Kalimantan, alam semesta merupakan perwujudan “Dwitunggal Semesta” yaitu alam atas yang dikuasai oleh Mahatala atau Pohotara, yang disimbolkan burung Enggang gading

Sedangkan alam bawah dikuasai oleh Jata atau Juata yang disimbolkan sebagai Naga.

Alam atas bersifat panas (maskulin) sedangkan alam bawah bersifat dingin (feminim). Manusia hidup di antara keduanya.

Dalam budaya Banjar, Kalimantan, alam bawah merupakan milik Puteri Junjung Buih sedangkan alam atas milik Pangeran Suryanata, pasangan suami isteri yang mendirikan dinasti kerajaan Banjar.

Dalam keyakinan penganut Tolotang, Sulawesi, ajaran Dewata SeuwaE (Tuhan Yang Maha Esa) itu diturunkan sebagai Wahyu pada La Panaungi.

DewataE membawa La Panaungi ke tanah tujuh lapis, dan ke langit tujuh lapis untuk menyaksikan kekuasaan DewataE pada dua tempat, yakni Lipu Bonga, yang merupakan tempat bagi orang-orang yang mengikuti perintah DewataE.

Pengetahuan tentang Langit serta lapisan nya bukti bahwa ajaran terdahulu Nusantara telah sangat maju, telah mampu mengetahui jagat raya antariksa galaksi serta isi nya, juga pengetahuan tentang planet.

Budaya Mayan dan Nusantara mempunyai kesamaan, ini membuktikan pada masa dahulu dalam satu imperium yang sama

Di antaranya terekam kuat pada budaya Maya,Aztec Mexico.

Stephan J. dan Richard T.

Kata-kata Piragua, Pira dan Pila untuk kano sangat mirip dengan penyebutan untuk alat transportasi masyarakat di Pulau Asia Tenggara dan kata Oseanik Perahu (j Prahu, Prau, Proa).

Seperti yang ketahui umum saat ini; penelitian DNA yang ter baru menemukan DNA penduduk asli Amerika Selatan disimpulkan berasal dari kepulauan Indonesia (Nusantara). Masyarakat Oseanik di beberapa / suku di kepulauan asia tenggara dimungkinkan adalah sumbernya.

Mungkin “Perahu” terkait asal kata langsung Dari “Piragua” kemudian disingkat menjadi ‘Pera’ yang menjadi “Pira” dan ‘Pila’ dalam di alek Mayan. Yang di temukan juga pada kata “Perahu” di kepulauan asia tenggara untuk menyebut alat transportasi laut.

Peradaban awal manusia maju terdahulu sebelum 75.000 SM – 11.600 SM berada dan berpusat di Nusantara Indonesia,menyisakan mega situs yang tersebar di 3/4 muka bumi, Pyramida

Dan pusat kiblat dunia masa itu merekam kemajuan peradabannya pada relief dinding juga kontemplasi spiritualnya yang agung Topo broto di bagian atas nya Candi Borobudur. Situs peninggalan peradaban maju terdahulu Nusantara Indonesia berada di Jogya Magelang bernama Bhawana Sakha Phala, kini orang sebut dengan Borobudur.

….Nusanta “Ra”…

Nusanta”Ra” itu bukan hanya sebuah tempat, tapi sebuah “Bangsa” Kejayaannya bukan hanya “Pernah”, tapi akan “Kembali lagi”.

…”Nusantara Indonesia”…

Di sinilah sumber ajaran yang mewarnai dunia berawal dan berasal,Tidak sebalik nya.

Kontroversi Uga Wangsit Siliwangi, Kebangkitan Nusantara (Pajajaran Anyar)

$
0
0

Gambar mungkin berisi: satu orang atau lebih, orang duduk dan dalam ruangan

Manakah Naskah Uga Wangsit Siliwangi yang sebenarnya? Belum diketemukan atau tidak ada? Karena Redaksi kalimat dalam naskah Uga Wangsit Siliwangi yang populer dan termasuk yg jadi rujukan video ini, adalah menggunakan bahasa Sunda kontemporer (masa kini) bukan bahasa Sunda Kuno zamannya Prabu Siliwangi (Sri Baduga Maharaja Di Pakuan Pajajaran), anak-cucu dan buyutnya sampai ke Raga Mulya Prabu Suryakancana (Prabu Siliwangi terakhir) , seperti contohnya bahasa Sunda Kuno dalam Naskah Lontar Siksa Kanda’Ng Karesian atau Naskah Bujjangga Manik, yg Kropak Lontar aslinya kini ada di Museum Nasional. Jadi menurut Ki Iwan Dharma Setiawan Natapraja, pada saat diskusi di Sundaland Etno Music Festival di Bogor kemarin, Dialah (=Ki Jagatsatru VI )dan dan satrawan Sunda Wahyu Wibisono, yg menuliskan redaksinya di majalah Sunda Mangle, pada tahun 1968, berdasarkan Naskah pantun Bogor Ki Buyut Rombeng yg didapatnya dari Raden Mohtar Kala Bogor, serta berdasarkan data sejarah dan prediksi sosial politik Indonesia serta kondisi tahun 1960-170-an Republik Indonesia.

Slide8

 

Klik Link  di bawah ini untuk melihat Presentasi Power Pointnya:

GERAKAN KEBANGKITAN NUSANTARA Kampar Riau

PAJAJARAN ANYAR

Wangsit Siliwangi

Misteri Pulau Agyre yang Hilang ternyata Salaka Nagara

$
0
0

MISTERI PULAU AGYRE YANG HILANG TERNYATA SALAKA NAGARA

Penulis: Iwan Taufik

Sejarah Indonesia mempunyai banyak sisi yang belum di eksplorasi, termasuk penelusuran berbagai kerajaan yang pernah ada di nusantara.Selama ini, proses mencari jejak kerajaan-kerajaan di nusantara banyakmenghasilkan informasi baik yang lama maupun yang baru; bahkan tidakjarang menimbulkan pertanyaan yang menggugah keinginan untuk menggaliserta menemukan bukti historis yang bisa melengkapi mata rantai kesejarahan Nusantara.

Kerajaan Salaka Nagara merupakan salah satu mata rantai kerajaan di nusantara. Penelusuran jejak Salaka Nagara pernah dilakukan berbagai pihak dan dari berbagai perspektif seperti yang dapat di baca padaartikel ini. Keberadaan kerajaan ini pernah tercatat di tahun 150 oleh seorang ahli ilmu bumi Yunani, Claudius Ptolemaeus dalam bukunya Geographike Hypergesis. Ptolemaeus menyebutnya sebagai Argyre, atau perak yang terletak di ujung barat Pulau Iabadious (Dalam mitologi Roma dan Yunani, Argyre dikatakan mythical island of silver ). Nama Iabadiou disamakan dengan nama dalam bahasa sansekerta, Yawadwipa, yang artinya Pulau Jelai atau Pulau Jawa.

Hingga kini, terbatasnya informasi mengenai Salaka Nagara menimbulkan berbagai pertanyaan yang hanya bisa di jawab dengan terus melakukan penggalian sejarah, mencari kaitan-kaitan historis yang akhirnya bisa semakin memperjelas latar belakang kerajaan Salaka Nagara ini.

LOKASI

Kerajaan ini berada di wilayah Pandeglang yang kini bagian dari Propinsi Banten yang dulunya merupakan kerajaan yang sangat besar bernama Kerajaan Gilingaya, atau Salaka Nagara. Menurut naskah Pustaka Rayja-rayja I Bhumi Nusantara, Salaka Nagara di dirikan tahun 52 Saka,atau 130/131 Masehi (2). Lokasi di perkirakan ada di Teluk Lada, kota Pandeglang, kota yang terkenal hasil logamnya. Di kabupaten Lebak dan Pandeglang serta Serang memang sejak dulu terkenal dengan tambang logam mulia. Sementara wilayah Cikotok dan sekitarnya sejak jaman penjajahan Belanda sudah menjadi wilayah pertambangan emas dan bahan galian lain seperti perak. Di sana juga di temukan bahan galian logam seperti galena (biji timah hitam /Pb), serta berbagai bahan non-logam seperti andesit, basalt, tras, zeolit, feldspar, bentonit, pasir kuarsa, batu sempur, batu mulia dan batubara, serta minyak bumi dan gas di daerah Ujung Kulon. Tidak mengherankan jika sejak jaman dulu Salaka Nagara sudah dikenal sebagai Negeri Perak karena hasil buminya.

Perjalanan sejarah kerajaan Salaka Nagara memiliki riwayat perjalanan yang cukup panjang. Ada sumber yang mengatakan bahwa Salaka Nagara, atau nama lainnya Gilingaya sudah ada sejak jaman Kala Brawa (1). Nama Salaka Nagara juga muncul pada penelitian sejarah kerajaan awal nusantara (2), dan di sebut sebagai cikal bakal kerajaan Tarumanegara. (2)

KERAJAAN GILINGAYA atau SALAKA NAGARA

Pendiri Kerajaan Gilingaya adalah Sang Prabu Budawaka yang merupakan titisan dari Sang Hyang Batara Ismaya. Setelah masanya berakhir, Sang Prabu Budawaka moksa di Gunung Karang di candi yang berada diatas Gunung Karang di daerah Watu Lawang.

Setelah itu dilanjutkan oleh Sang Prabu Bramakadi yang merupakan titisan dari Sang Hyang Batara Brama. Setelah lengser keprabon, sang prabu menjadi pertapa di puncak Gunung Krakatau dan digantikan oleh putranya yang bernama Sang PrabuDewaesa yang merupakan titisan dari Sang Hyang Batara Bayu. Prabu Dewaesa adalah raja terakhir dari Kerajaan Gilingaya ketika keraton tersebut masih menjadi pusat kerajaan. Karena sesudah sang prabu dan ayahandanya Prabu Bramakadi moksha, terjadi goncangan alam yang sangat besar, sehingga mayoritas bumi terendam air. Air baru surut pada masa akhir Kerajaan Medang Galungan di Kuningan saat di perintah oleh Prabu Satmata. Kerajaan Gilingaya yang menguasai jagad pada jaman Kala Brawa di jaman besar Kali Tirtha, di kenal juga dengan nama Salakanagri atau Salaka Nagara. Setelah surut dari kerjaan induk, sampai di jaman masa surutnya Majapahit, tetap bernama Gilingaya atau Salaka Nagara, tetapi statusnya sudah menjadi Kadipaten.(1)

Perjalanan Salaka Nagara dari masa ke masa selanjutnya mengalami pasang surut sejalan dengan berkembangnya kerajaan-kerajaan lain di nusantara. Mengingat bahwa kerajaan ini termasuk yang tertua di nusantara, maka hingga kini belum banyak penemuan yang bisa mengungkapkan secara lebih jelas lagi tentang Salaka Nagara. Namun demikian di tahun 1677, Pangeran Wangsakerta salah satu anggota keluarga Keraton Cirebon bersama-sama dengan tim nya, menyusun naskah Pustaka Rajya Rajya Bhumi Nusantara yang menjelaskan sejarah kepulauan nusantara, Pulau Jawa dan Tatar Sunda. Dalam salah satu naskah itulah nama Salaka Nagara muncul dan disebut sebagai cikal bakal kerajaan Tarumanegara.

CIKAL BAKAL TARUMANEGARA

Dalam naskah Wangsakerta, diceritakan bahwa Salaka Nagara merupakan sebuah wilayah di Teluk Lada. Masyarakat Salaka Nagara di masa itu memiliki sistem religi Pitarapuja, atau pemujaan roh leluhur dan Aki Tirem adalah tokoh pemimpin masyarakatnya. Di katakana pula, Dewawarman yang kelak menjadi Raja Salaka Nagara, adalah seorang duta keliling, pedagang dan perantau dari India yang tiba di Teluk Lada hingga menetap  dengan Dewi Pwahaci Larasati, putri Aki Tirem, sang penguasa setempat.

Hubungan antara Aki Tirem dengan Demawarman sudah terjalin jauh sebelum Demawaman menetap di Teluk Lada. Mereka berdua telah bekerja sama mengatasi perompak yang mengganggu wilayah sekitar perairan Salaka Nagara dan sekitarnya. Aki Tirem mempunyai putri yang kemudian di nikahkan dengan Demawaman. Kelak Aki Tirem menyerahkan kekuasaan pada Demawarman.

Kerajaan Salaka Nagara baru berdiri setelah meninggalnya Aki Tirem, yakni pada kisaran tahun 130 Masehi. Demawarman mendirikan kerajaan Salaka Nagara dengan ibu kota Rajatapura dan menjadi Raja Salaka Nagara pertama, bergelar Prabu Dharmaloka Demawarman Aji Raksa Gapura Sagara. Wilayah-wilayah di sekitarnya menjadi daerah kekuasaan Raja Dermawarman, termasuk kerajaan Agnynusa (Negeri Api) di Pulau Krakatau. Jaman sekarang ini wilayah kuno Salaka Nagara mencakup Banten, Jawa Barat bagian barat, pesisir Jawa Barat, Nusa Mandala atau Pulau Sangiang dan pesisir Sumatera bagian selatan. Demawarman membuka hubungan diplomatik dengan Cina dan India; dan ketika kerajaan itu menggalang kerja sama mengatasi gangguan perompak, termasuk para perompak dari Cina.

Raja Dewawarman I berkuasa selama 38 tahun, dan pada kisaran tahun 168 masehi di gantikan puteranya Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra. Senopati Bahadur harigana Jayasakti, adik Prabu Dewawarman I menjadi raja di daerah Mandala Ujung Kulon. Sedangkan Sweta Liman Sakti, adiknya yang lain dijadikan raja di daerah Cianjur selatan Tahun 363 M (akhir Kerajaan Salaka Nagara) Kerajaan Salaka Nagara hanya sampai + tahun 363 dengan Prabu Dharmawirya sebagai Prabu Dewawarman VIII / terakhir karena Salaka Nagara sudah menjadi bagian dari wilayah Kerajaan Tarumanegara. Kehidupan masyarakat Salaka Nagara sangat harmonis, makmur dan sentosa, perekonomian berjalan baik.

Prabu Darmawirya Dewawarman VIII, mempunyai menantu Jayasinghawarman, seorang maharesi dari Calankayana di India (Jambudwipa). Jayasanghawarman mengungsi ke Nusantara setelah daerahnya di serang Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Maurya. Setelah Jayasinghawarman mendirikan Kerajaan Tarumanagara, pusat pemerintahan beralhi dari Rajatapura ke Tarumanagara, dan setelah itu Salaka Nagara statusnya berubah menjadi Kerajaan Daerah. Hingga saat ini, belum di temukan prasasti atau bukti sejarah yang bisa membuktikan keberadaan Kerajaan Salaka Nagara sebelum era Tarumanagara ini. Oleh karena itu, hingga kini banyak pihak masih meragukan dan memperdebatkan soal Kerajaan Salaka Nagara sebagai cikal bakal Tarumanagara. (2)

Peninggalan Salaka Nagara

Posisi Kerajaan Gilingaya kira-kira terdapat di kecamatan Mandalawangi yang di kelilingi oleh 4 (empat) gunung, yakni Gunung Pulosari (stratovolcano), Gunung karang (stratovolvano) dan Gunung  Aseupan, serta Gunung Parakasak (volcano). Oleh karena itu beberapa peninggalan dapat di jumpai lokasi sekitar bekas kerajaan Salaka Nagara.

Beberapa literatur penelitian ( (Yoseph Iskandar , 1997, Sejarah Jawa Barat), Ayat Rohaedi,2005,Sundakala : Cuplikan Sejarah Sunda berdasarkan naskah-naskah Panita Wangsakerta Cirebon) mengungkap adanya bukti-bukti peninggalan kerajaan, tersebar di sekitar Gunung Pulosari dan Pulau Panaitan.

Berdasarkan naskah Pustaka Raja Raja I Bhumi Nusantara, situs Cihunjuran adalah salah satu bukti peninggalan kerajaan Salaka Nagara. Ada pula batu menhir dan dolmen yang oleh masyarakat setempat di sebut Batu Alami. Ada pula batu berlubang, pada jaman itu digunakan sebagai tempat membuat ramuan obat-obatan.

Situs Batu Goong Citaman, Batu goong, peninggalan megalitik Salaka Nagara bentuknya menhir yang di kelilingi batu-batu berbentuk gamelan atau gong dan batu pelinggih. Situs ini terletak di atas bukit tidak jauh dari pemandian Citaman. Konon, situs citaman dulunya adalah situs tempat Sang Prabu Budawaka

menerima wahyu sehingga dibangun menjadi Taman Punakawan, karena di situ tempat beliau bertemu untuk pertama kalinya dengan Ki Lurah Semar yang waktu itu bernama Ki Lurah Lengser. (1)  Situs Batu Ranjang, salah satu peninggalan yang masih terletak di kawasan Pulosari. Bentuknya rata di bagian atas sehingga disebut batu ranjang. Batu yang di perkirakan dari jaman logam, diperkuat dengan 4 tiang penyangga yang berukir (3). Konon kabarnya, dahulu Situs BatuRanjang merupakan situs dari pesanggrahan Sang Prabu Dewaesa saat memanggil Pangeran Makukuhan dan menobatkan Pangeran Makukuhan menjadi Mahaprabu dan terkenal dengan gelar Sang Mahaprabu Kano yang merupakan titisan dari Sang Hyang Batara Indra yang lalu memindahkan pusat pemerintahannya ke Gunung Mahendra. (1) Situs Batu Tumbung merupakan sebuah batu besar yang terdapat banyak guratan-guratan.

Guratan pada batu menggambarkan tentang gunung yang meletus pada masa itu, jumlah guratan menandakan sejumlah itu pula gunung-gunung di pulau Jawa yang meletus secara bersamaan di sekitar masa pergantian jaman dari Kala Brawa ke Kala Tirtha.

Asal usul Batu Tumbung

Pada saat itu Pangeran Makukuhan putra Sang Prabu Dewaesa yang menjadi Adipati di Purwacarita (Purwacarita di daerah Magetan di lereng Gunung Mahendra red sekarang Gunung Lawu) dipanggil datang ke pesanggrahan yang ada di Situs Batu Ranjang. Saat itu Prabu Dewaesa berkeinginan untuk lengser keprabon dan menghendaki Pangeran Makukuhan yang akan menggantikan beliau menjadi Raja. Tapi Pangeran Makukuhan tidak mau menerima karena kawatir dengan banyaknya Kadipaten yang akan memberontak ketika dia menjadi Mahaprabu.

Maka Pangeran Makukuhan mencari cara agar prabu Dewaesa tidak lengser keprabon dengan mengatakan Dumateng Arcapada menika pukulun mboya wonten bagaskara kembar. Pernyataan itu membuat marah Prabu Dewaesa dan mengatakan kalau begitu yang kamu inginkan maka Prabu Dewaesa dan Mpu Bramakadi akan moksa dan menghancurkan semua Kadipaten yang berpotensi mbalelo. Maka diperintahkanlah untuk membuat perahu dan memperbesar istana Balekambang untuk menyelamatkan rakyat. Tertegun dan sedih mendapat jawaban tersebut maka Pangeran Makukuhan meminta rakyat membuat apa yang diinginkan Prabu Dewaesa. Kemudiansetelah semua selesai Prabu Dewaesa dan Mpu Bramakadi moksa di Gunung Krakatau dibarengi dengan datangnya meteor yang menghantam Bumi dan meletusnya sejumlah gunung serta naiknya air laut sampai sepertiga Gunung Karang. Air laut baru surut pada saat penobatan Prabu Satmata di jaman Kerajaan Medang Galungan.

Gelar dari Pangeran Makukuhan adalah Sang Mahaprabu Kano. Nama Kano, mempunyai arti perahu itu melekat karena pada saat moksanya ayahanda dan

kakek dari Pangeran Makukuhan, siti hinggil kraton dipindah sementara ke dalam sebuah perahu besar yang dibangun di Istana Balekambang Gilingaya.

Peristiwa moksanya Sang Prabu Dewaesa dan Mpu Bramakadi, mengakibatkan terpisahnya daratan Sumatera dengan daratan Jawa, akibat meletusnya gunung-gunung juga gunung yang berada di kutub selatan sehingga es mencair dan air laut naik dan menenggelamkan hampir sebagian besar daratan di bumi pada saat itu. (1) Arca Ki Lurah Lengser dan Batu Lumpang Di kediaman Bapak Nurdin yang berjarak sekitar 2 km dari Situs Batu Tumbung, terdapat arca Ki Lurah Lengser dan Batu Lumpang serta ada patung lingga yang dipakai sebagai ganjal rumah.

Daftar pustaka :

(1) Agung Bimo Sutejo & Timmy Hartadi (Tim Laku Becik), Kraton Gilingaya :  sebuah ekspedisi. Januari 2009

(2) Ayat Rohaedi: Sundakala, Cuplikan Sejarah Sunda Berdasar Naskah-naskah “Panitia Wangsakerta” Cirebon. Pustaka Jaya, 2005

(3) Team Fisip IKOM A1 NR-Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Megalitikum di Banten Selatan Sekitar Gunung Pulosari, 2008

Sumber:

http://iwantaufik.blogdetik.com/category/kerajaan-nusantara/page/6/

[5:21 PM, 8/29/2019] Ahmad Samantho:

Budawaka – Budakresna

Kisah ini menceritakan tentang hilangnya putri Sri Maharaja Budawaka yang berhasil ditemukan oleh Batara Rasikadi. Setelah itu dilanjutkan dengan kisah peperangan antara Sri Maharaja Budawaka melawan Sri Maharaja Budakresna, yang akhirnya dilerai oleh Sanghyang Rudra.

Kisah ini disusun berdasarkan sumber Serat Pustakaraja Purwa karya Ngabehi Ranggawarsita dengan sedikit pengembangan.

Kediri, 17 Agustus 2014

Heri Purwanto
[5:22 PM, 8/29/2019] Ahmad Samantho: PUTRI SRI MAHARAJA BUDAWAKA HILANG DICULIK ORANG

Sri Maharaja Budawaka di Kerajaan Gilingaya sedang bersedih karena putrinya yang lahir dari permaisuri Dewi Rarasati, yang bernama Dewi Brahmaniyari telah hilang entah ke mana. Patih Suweda dan para punggawa juga berusaha mencari ke segala penjuru namun tidak mendapatkan hasil.

Tiba-tiba datanglah tiga orang dewa empu putra Batara Isakandi, yaitu Batara Sukadi, Batara Reksakadi, dan Batara Rasikadi yang memohon supaya diterima mengabdi di Kerajaan Gilingaya. Mereka bertiga mengaku telah diusir oleh Sri Maharaja Birawa karena berani menentang niatnya yang ingin menyerang Kahyangan Suralaya.

Sri Maharaja Budawaka bersedia menerima pengabdian ketiga dewa empu tersebut asalkan dibantu mencari ke mana hilangnya Dewi Brahmaniyari. Batara Sukadi segera mengheningkan cipta dan mendapatkan petunjuk bahwa sang dewi saat ini berada di Kahyangan Saptapratala yang terletak di dalam perut bumi. Namun, ia mengaku tidak mengetahui caranya untuk bisa sampai ke sana.

Batara Reksakadi mengaku mengetahui jalan menuju Kahyangan Saptapratala, tetapi ia tidak berani menghadapi kesaktian Batara Anantaboga. Batara Rasikadi kemudian mengajukan diri untuk mencari Dewi Brahmaniyari dan ia mengaku berani menghadapi kesaktian Batara Anantaboga. Maka, Batara Reksakadi pun menggambarkan peta jalan menuju Kahyangan Saptapratala untuk dipelajari Batara Rasikadi.

BATARA RASIKADI MEREBUT DEWI BRAHMANIYARI

Dengan berbekal peta buatan kakaknya, Batara Rasikadi berhasil memasuki Kahyangan Saptapratala. Ternyata Dewi Brahamaniyari memang benar-benar berada di sana karena telah diculik oleh Batara Basuki, adik Batara Anantaboga.

Kedatangan Batara Rasikadi disambut dengan baik oleh Batara Anantaboga. Batara Rasikadi berterus terang menyampaikan maksud kedatangannya adalah untuk menjemput pulang Dewi Brahmaniyari. Batara Anantaboga mempersilakan Batara Rasikadi melaksanakan niatnya, asalkan ia bersedia mengajari Batara Basuki ilmu pertempuran. Permintaan ini sebenarnya adalah sindiran, bahwa Batara Rasikadi harus merebut Dewi Brahmaniyari melalui perkelahian.

Batara Rasikadi yang tidak memahami sindiran tersebut segera mengajari Batara Basuki jurus-jurus perkelahian. Awalnya mereka hanya berlatih bersama namun lama-lama menjadi pertarungan sungguhan. Setelah sekian lama, Batara Rasikadi terlihat lebih unggul dan pertarungan itu akhirnya dihentikan oleh Batara Anantaboga. Ia mempersilakan Batara Rasikadi membawa pulang Dewi Brahmaniyari karena putri Kerajaan Gilingaya itu memang bukan jodoh Batara Basuki.

SRI MAHARAJA BUDAWAKA MENGAMBIL MENANTU

Batara Rasikadi membawa Dewi Brahmaniyari kembali ke Kerajaan Gilingaya dan menghadapkannya kepada Sri Maharaja Budawaka. Sungguh gembira hati Sri Maharaja Budawaka dan ia pun berkenan menerima pengabdian Batara Sukadi, Batara Reksakadi, dan Batara Rasikadi.

Akan tetapi, ketiga dewa empu bersaudara itu kemudian mengajukan permohonan untuk bisa menikahi Dewi Brahmaniyari. Ternyata mereka telah jatuh hati kepada sang dewi dan masing-masing menganggap diri paling berjasa dan merasa paling berhak menjadi suaminya. Batara Rasikadi mengatakan bahwa dirinya telah berjasa membawa pulang Dewi Brahmaniyari. Batara Reksakadi mengatakan bahwa perbuatan itu bisa terjadi berkat peta yang digambarkannya. Sementara itu, Batara Sukadi berpendapat, bahwa peta tersebut bisa digambar adalah karena ia yang pertama kali mendapatkan petunjuk tentang keberadaan sang dewi yang disembunyikan di Kahyangan Saptapratala.

Sri Maharaja Budawaka bingung menentukan pilihan, apalagi persaingan ketiga bersaudara itu semakin memanas dan berubah menjadi pertengkaran. Tiba-tiba datang pula seorang raja raksasa bernama Prabu Jambuwana dari Kerajaan Prajantaka yang mengaku telah mendapat perintah dewata melalui mimpi supaya mempersunting salah satu putri Sri Maharaja Budawaka demi kemakmuran negerinya.

Hal ini tentu saja membuat Sri Maharaja Budawaka bertambah bingung. Maka, ia pun berjanji akan menerima lamaran Prabu Jambuwana tersebut, asalkan dibantu memberikan keadilan kepada ketiga dewa bersaudara yang sedang bertengkar itu. Prabu Jambuwana segera mempelajari apa yang sebenarnya telah terjadi, kemudian ia menyampaikan pendapat bahwa Dewi Brahmaniyari hanya pantas diserahkan kepada laki-laki yang berani bertaruh nyawa demi melindunginya.

Sri Maharaja Budawaka sangat senang mendengar pendapat itu dan segera mengumumkan bahwa Dewi Brahmaniyari akan dinikahkan dengan Batara Rasikadi. Di lain pihak, Batara Sukadi dan Batara Reksakadi juga mendapatkan hadiah pengganti atas jasa-jasa mereka, yaitu masing-masing diangkat sebagai raja bawahan di negeri Citrahoya dan Wameswara. Sesuai janjinya di awal tadi, lamaran Prabu Jambuwana pun diterima pula. Raja raksasa itu diizinkan menikahi adik Dewi Brahmaniyari yang bernama Dewi Brahmaniyoni.

Maka, dilangsungkanlah upacara pernikahan di Kerajaan Gilingaya terhadap kedua pasangan tersebut, yaitu Batara Rasikadi dengan Dewi Brahmaniyari, serta Prabu Jambuwana dengan Dewi Brahmaniyoni.

PRABU JAMBUWANA MENYERANG KERAJAAN MEDANG KAMULAN

Prabu Jambuwana kemudian memboyong Dewi Brahamaniyoni untuk tinggal di Kerajaan Prajantaka. Pada suatu hari Dewi Brahmaniyoni bercerita tentang riwayat ayahnya, bahwa Sri Maharaja Budawaka adalah penjelmaan Batara Brahma yang pada mulanya menjadi penguasa di Kerajaan Medang Siwanda menggantikan Sri Maharaja Balya. Kemudian pada suatu hari Sri Maharaja Budawaka dikalahkan oleh raja Kerajaan Medang Kamulan sehingga terusir meninggalkan Medang Siwanda. Sri Maharaja Budawaka kemudian membangun Kerajaan Gilingaya dan menjadi raja di sana sampai saat ini.

Prabu Jambuwana selaku menantu merasa berkewajiban untuk membalaskan kekalahan Sri Maharaja Budawaka. Ia pun memimpin pasukan raksasa Kerajaan Prajantaka berangkat menyerang Kerajaan Medang Kamulan. Sesampainya di sana terjadilah pertempuran besar. Melihat pasukan Medang Kamulan terdesak, Sri Maharaja Budakresna akhirnya turun sendiri ke medan perang dan melepaskan senjata Cakra Sudarsana ke arah Prabu Jambuwana. Begitu terkena senjata berbentuk cakram bergigi tajam tersebut, Prabu Jambuwana pun tewas dengan tubuh terpotong menjadi dua.

SRI MAHARAJA BUDAWAKA MENYERANG SRI MAHARAJA BUDAKRESNA

Setelah suaminya tewas, Dewi Brahmaniyoni kembali ke Kerajaan Gilingaya untuk mengadu kepada sang ayah. Sri Maharaja Budawaka sangat terkejut bercampur marah. Ia pun memutuskan untuk menyerang Kerajaan Medang Kamulan demi membalaskan kematian menantunya, sekaligus membalaskan dendamnya atas kekalahan yang telah lalu.

Begitu tiba di Kerajaan Medang Kamulan, Sri Maharaja Budawaka langsung berhadapan dengan Sri Maharaja Budakresna. Ia teringat bahwa raja Medang Kamulan yang dulu mengalahkannya berwujud raksasa, bernama Sri Maharaja Birawa, namun kini yang menghadapinya ternyata berwujud manusia bernama Sri Maharaja Budakresna. Rupanya telah terjadi pergantian raja di Medang Kamulan, namun hal ini tidak dipedulikan Sri Maharaja Budawaka. Ia yakin bahwa Sri Maharaja Budakresna adalah anggota keluarga Sri Maharaja Birawa dan bisa menjadi sasaran pelampiasan balas dendamnya.

Maka, terjadilah pertarungan antara Sri Maharaja Budawaka melawan Sri Maharaja Budakresna. Pertarungan itu memakan waktu selama beberapa hari, sedangkan mereka kalah dan menang silih berganti. Tidak jelas siapa yang lebih unggul di antara mereka berdua. Sampai akhirnya datang seorang dewa turun dari kahyangan yang melerai perkelahian itu.

Dewa yang datang tersebut adalah Sanghyang Rudra, kakak Batara Guru lain ibu. Kehadirannya adalah untuk menjelaskan bahwa pertarungan antara Sri Maharaja Budawaka dan Sri Maharaja Budakresna sebaiknya tidak perlu dilanjutkan, karena masing-masing adalah penjelmaan Batara Brahma dan Batara Wisnu. Mereka berdua adalah saudara kandung sesama putra Batara Guru yang sejak dulu saling akrab namun kini tidak saling mengenali.

Sri Maharaja Budawaka sangat malu begitu mengetahui bahwa Sri Maharaja Budakresna ternyata adiknya sendiri. Ia pun meminta maaf kepada Sri Maharaja Budakresna atas segala kesalahannya. Di lain pihak, Sri Maharaja Budakresna juga merasa sangat malu tidak bisa mengenali penjelmaan kakaknya. Maka, untuk membuang sial dan menghapuskan kenangan buruk itu, Sri Maharaja Budakresna mengganti nama Kerajaan Medang Kamulan menjadi Kerajaan Purwacarita.

Setelah dirasa cukup, Sanghyang Rudra pun pamit kembali ke Kahyangan Keling, sedangkan Sri Maharaja Budawaka kembali ke Kerajaan Gilingaya.

BATARA RASIKADI MENJADI RAJA NEGERI GILINGAYA

Sri Maharaja Budawaka telah kembali ke Kerajaan Gilingaya, namun ia masih sangat malu dan menyesali kebodohannya yang tidak bisa mengenali penjelmaan Batara Wisnu dalam wujud Sri Maharaja Budakresna. Karena perasaan malunya yang teramat sangat itu, ia pun tidak bersemangat lagi menjadi raja Gilingaya, dan memilih kembali ke wujud Batara Brahma. Maka, setelah mewariskan takhta Kerajaan Gilingaya kepada sang menantu, yaitu Batara Rasikadi, ia pun kembali ke tempat tinggalnya di Kahyangan Daksinageni.

Sepeninggal sang mertua, Batara Rasikadi dilantik menjadi raja Kerajaan Gilingaya yang baru, dengan bergelar Prabu Brahmakadali. Adapun kedudukan sebagai menteri utama tetap dijabat oleh Patih Suweda.

Sementara itu, melihat sang adik menjadi raja, Batara Sukadi dan Batara Reksakadi merasa sakit hati. Mereka sangat malu dan keberatan hidup di bawah perintah Prabu Brahmakadali. Keduanya lalu pergi tanpa pamit meninggalkan Kerajaan Gilingaya.

Batara Sukadi memilih pergi ke Kerajaan Purwacarita untuk mengabdi kepada Sri Maharaja Budakresna, sedangkan Batara Reksakadi pergi berkelana ke Tanah Hindustan di mana ia berhasil menaklukkan Kerajaan Kasipura dan menjadi raja di sana.

—————————— TANCEB KAYON ——————————

 

Kerajaan Gilingaya (Salaka Nagara) kerajaan tertua di Pulau Jawa

Kerajaan Gilingaya
Penulis: Jacinta F. Rini
02-10-2009
Kesejarahan Indonesia mempunyai banyak sisi yang belum di eksplorasi, termasuk penelusuran berbagai kerajaan yang pernah ada di nusantara. Selama ini, proses mencari jejak kerajaan-kerajaan di nusantara banyak menghasilkan informasi baik yang lama maupun yang baru; bahkan tidak jarang menimbulkan pertanyaan yang menggugah keinginan untuk menggali serta menemukan bukti historis yang bisa melengkapi mata rantai kesejarahan nusantara.

Kerajaan Salaka Nagara merupakan salah satu mata rantai kerajaan di nusantara. Penelusuran jejak Salaka Nagara pernah dilakukan berbagai pihak dan dari berbagai perspektif seperti yang dapat di baca pada artikel ini. Keberadaan kerajaan ini pernah tercatat di tahun 150 oleh seorang ahli ilmu bumi Yunani, Claudius Ptolemaeus dalam bukunya Geographike Hypergesis. Ptolemaeus menyebutnya sebagai Argyre, atau perak yang terletak di ujung barat Pulau Iabadious (Dalam mitologi Roma dan Yunani, Argyre dikatakan mythical island of silver ). Nama Iabadiou disamakan dengan nama dalam bahasa sansekerta, Yawadwipa, yang artinya Pulau Jelai atau Pulau Jawa.
Hingga kini, terbatasnya informasi mengenai Salaka Nagara menimbulkan berbagai pertanyaan yang hanya bisa di jawab dengan terus melakukan penggalian sejarah, mencari kaitan-kaitan historis yang akhirnya bisa semakin memperjelas latar belakang kerajaan Salaka Nagara ini.
LOKASI
Kerajaan ini berada di wilayah Pandeglang yang kini bagian dari Propinsi Banten yang dulunya merupakan kerajaan yang sangat besar bernama Kerajaan Gilingaya, atau Salaka Nagara. Menurut naskah Pustaka Rayja-rayja I Bhumi Nusantara, Salaka Nagara di dirikan tahun 52 Saka, atau 130/131 Masehi (2). Lokasi di perkirakan ada di Teluk Lada, kota Pandeglang, kota yang terkenal hasil logamnya. Di kabupaten Lebak dan Pandeglang serta Serang memang sejak dulu terkenal dengan tambang logam mulia. Sementara wilayah Cikotok dan sekitarnya sejak jaman penjajahan Belanda sudah menjadi wilayah pertambangan emas dan bahan galian lain seperti perak. Di sana juga di temukan bahan galian logam seperti galena (biji timah hitam /Pb), serta berbagai bahan non-logam seperti andesit, basalt, tras, zeolit, feldspar, bentonit, pasir kuarsa, batu sempur, batu mulia dan batubara, serta minyak bumi dan gas di daerah Ujung Kulon. Tidak mengherankan jika sejak jaman dulu Salaka Nagara sudah di kenal sebagai Negeri Perak karena hasil buminya.
Perjalanan sejarah kerajaan Salaka Nagara memiliki riwayat perjalanan yang cukup panjang. Ada sumber yang mengatakan bahwa Salaka Nagara, atau nama lainnya Gilingaya sudah ada sejak jaman Kala Brawa (1). Nama Salaka Nagara juga muncul pada penelitian sejarah kerajaan awal nusantara (2), dan di sebut sebagai cikal bakal kerajaan Tarumanegara. (2)
KERAJAAN GILINGAYA atau SALAKA NAGARA
Pendiri Kerajaan Gilingaya adalah Sang Prabu Budawaka yang merupakan titisan dari Sang Hyang Batara Ismaya. Setelah masanya berakhir, Sang Prabu Budawaka moksa di Gunung Karang di candi yang berada diatas Gunung Karang di daerah Watu Lawang.
Setelah itu dilanjutkan oleh Sang Prabu Bramakadi yang merupakan titisan dari Sang Hyang Batara Brama.
Setelah lengser keprabon, sang prabu menjadi pertapa di puncak Gunung Krakatau dan digantikan oleh putranya yang bernama Sang Prabu Dewaesa yang merupakan titisan dari Sang Hyang Batara Bayu. Prabu Dewaesa adalah raja terakhir dari Kerajaan Gilingaya ketika keraton tersebut masih menjadi pusat kerajaan. Karena sesudah sang prabu dan ayahandanya Prabu Bramakadi moksha, terjadi goncangan alam yang sangat besar, sehingga mayoritas bumi terendam air. Air baru surut pada masa akhir Kerajaan Medang Galungan di Kuningan saat di perintah oleh Prabu Satmata. Kerajaan Gilingaya yang menguasai jagad pada jaman Kala Brawa di jaman besar Kali Tirtha, di kenal juga dengan nama Salakanagri atau Salaka Nagara. Setelah surut dari kerjaan induk, sampai di jaman masa surutnya Majapahit, tetap bernama Gilingaya atau Salaka Nagara, tetapi statusnya sudah menjadi Kadipaten. (1)
Perjalanan Salaka Nagara dari masa ke masa selanjutnya mengalami pasang surut sejalan dengan berkembangnya kerajaan-kerajaan lain di nusantara. Mengingat bahwa kerajaan ini termasuk yang tertua di nusantara, maka hingga kini belum banyak penemuan yang bisa mengungkapkan secara lebih jelas lagi tentang Salaka Nagara. Namun demikian di tahun 1677, Pangeran Wangsakerta salah satu anggota keluarga Keraton Cirebon bersama-sama dengan tim nya, menyusun naskah Pustaka Rajya Rajya Bhumi Nusantara yang menjelaskan sejarah kepulauan nusantara, Pulau Jawa dan Tatar Sunda. Dalam salah satu naskah itu lah nama Salaka Nagara muncul dan disebut sebagai cikal bakal kerajaan Tarumanegara.
CIKAL BAKAL TARUMANEGARA
Dalam naskah Wangsakerta, diceritakan bahwa Salaka Nagara merupakan sebuah wilayah di Teluk Lada. Masyarakat Salaka Nagara di masa itu memiliki sistem religi Pitarapuja, atau pemujaan roh leluhur dan Aki Tirem adalah tokoh pemimpin masyarakatnya. Di katakana pula, Dewawarman yang kelak menjadi Raja Salaka Nagara, adalah seorang duta keliling, pedagang dan perantau dari India yang tiba di Teluk Lada hingga menetap dengan Dewi Pwahaci Larasati, putri Aki Tirem, sang penguasa setempat.
Hubungan antara Aki Tirem dengan Demawarman sudah terjalin jauh sebelum Demawaman menetap di Teluk Lada. Mereka berdua telah bekerja sama mengatasi perompak yang mengganggu wilayah sekitar perairan Salaka Nagara dan sekitarnya. Aki Tirem mempunyai putri yang kemudian di nikahkan dengan Demawaman. Kelak Aki Tirem menyerahkan kekuasaan pada Demawarman.
Kerajaan Salaka Nagara baru berdiri setelah meninggalnya Aki Tirem, yakni pada kisaran tahun 130 Masehi. Demawarman mendirikan kerajaan Salaka Nagara dengan ibu kota Rajatapura dan menjadi Raja Salaka Nagara pertama, bergelar Prabu Dharmaloka Demawarman Aji Raksa Gapura Sagara. Wilayah-wilayah di sekitarnya menjadi daerah kekuasaan Raja Dermawarman, termasuk kerajaan Agnynusa (Negeri Api) di Pulau Krakatau. Jaman sekarang ini wilayah kuno Salaka Nagara mencakup Banten, Jawa Barat bagian barat, pesisir Jawa Barat, Nusa Mandala atau Pulau Sangiang dan pesisir Sumatera bagian selatan. Demawarman membuka hubungan diplomatic dengan Cina dan India; dan ketika kerajaan itu menggalang kerja sama mengatasi gangguan perompak, termasuk para perompak dari Cina.
Raja Dewawarman I berkuasa selama 38 tahun, dan pada kisaran tahun 168 masehi di gantikan puteranya Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra. Senapati Bahadur harigana Jayasakti, adik Prabu Dewawarman I menjadi raja di daerah Mandala Ujung Kulon. Sedangkan Sweta Liman Sakti, adiknya yang lain dijadikan raja di daerah Cianjur selatan
Tahun 363 M (akhir Kerajaan Salaka Nagara)
Kerajaan Salaka Nagara hanya sampai + tahun 363 dengan Prabu Dharmawirya sebagai Prabu Dewawarman VIII / terakhir karena Salaka Nagara sudah menjadi bagian dari wilayah Kerajaan Tarumanegara. Kehidupan masyarakat Salaka Nagara sangat harmonis, makmur dan sentosa, perekonomian berjalan baik.
Prabu Darmawirya Dewawarman VIII, mempunyai menantu Jayasinghawarman, seorang maharesi dari Calankayana di India. Jayasanghawarman mengungsi ke Nusantara setelah daerahnya di serang Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Maurya. Setelah Jayasinghawarman mendirikan Kerajaan Tarumanagara, pusat pemerintahan beralhi dari Rajatapura ke Tarumanagara, dan setelah itu Salaka Nagara statusnya berubah menjadi Kerajaan Daerah. Hingga saat ini, belum di temukan prasasti atau bukti sejarah yang bisa membuktikan keberadaan Kerajaan Salaka Nagara sebelum era Tarumanagara ini. Oleh karena itu, hingga kini banyak pihak masih meragukan dan memperdebatkan soal Kerajaan Salaka Nagara sebagai cikal bakal Tarumanagara. (2)
Peninggalan Salaka Nagara
Posisi Kerajaan Gilingaya kira-kira terdapat di kecamatan Mandalawangi yang di kelilingi oleh 4 (empat) gunung, yakni Gunung Pulosari (stratovolcano), Gunung Karang (stratovolvano) dan Gunung Aseupan, serta Gunung Parakasak (volcano). Oleh karena itu beberapa peninggalan dapat di jumpai lokasi sekitar bekas kerajaan Salaka Nagara. Beberapa literatur penelitian ( (Yoseph Iskandar , 1997, Sejarah Jawa Barat), Ayat Rohaedi,2005,Sundakala : Cuplikan Sejarah Sunda berdasarkan naskah-naskah Panita Wangsakerta Cirebon) mengungkap adanya bukti-bukti peninggalan kerajaan, tersebar di sekitar Gunung Pulosari dan Pulau Panaitan.
Berdasarkan naskah Pustaka Raja Raja I Bhumi Nusantara, situs Cihunjuran adalah salah satu bukti peninggalan kerajaan Salaka Nagara. Ada pula batu menhir dan dolmen yang oleh masyarakat setempat di sebut Batu Alami. Ada pula batu berlubang, pada jaman itu digunakan sebagai tempat membuat ramuan obat-obatan.
Situs Batu Goong Citaman, Batu goong, peninggalan megalitik Salaka Nagara bentuknya menhir yang di kelilingi batu-batu berbentuk gamelan atau gong dan batu pelinggih. Situs ini terletak di atas bukit tidak jauh dari pemandian Citaman. (3)

Konon, situs citaman dulunya adalah situs tempat Sang Prabu Budawaka menerima wahyu sehingga dibangun menjadi Taman Punakawan, karena di situ tempat beliau bertemu untuk pertama kalinya dengan Ki Lurah Semar yang waktu itu bernama Ki Lurah Lengser. (1)gilingaya0.jpg

Situs Batu Ranjang, salah satu peninggalan yang masih terletak di kawasan Pulosari. Bentuknya rata di bagian atas sehingga disebut batu ranjang. Batu yang di perkirakan dari jaman logam, diperkuat dengan 4 tiang penyangga yang berukir (3). Konon kabarnya, dahulu Situs Batu Ranjang merupakan situs dari pesanggrahan Sang Prabu Dewaesa saat memanggil Pangeran Makukuhan dan menobatkan Pangeran Makukuhan menjadi Mahaprabu dan terkenal dengan gelar Sang Mahaprabu Kano yang merupakan titisan dari Sang Hyang Batara Indra yang lalu memindahkan pusat pemerintahannya ke Gunung Mahendra. (1)gilingaya2.jpg
Situs Batu Tumbung merupakan sebuah batu besar yang terdapat banyak guratan-guratan.
gilingaya3.jpg
Guratan pada batu menggambarkan tentang gunung yang meletus pada masa itu, jumlah guratan menandakan sejumlah itu pula gunung-gunung di pulau Jawa yang meletus secara bersamaan di sekitar masa pergantian jaman dari Kala Brawa ke Kala Tirtha.
Asal usul Batu Tumbung
Pada saat itu Pangeran Makukuhan putra Sang Prabu Dewaesa yang menjadi Adipati di Purwacarita (Purwacarita di daerah Magetan di lereng Gunung Mahendra red sekarang Gunung Lawu) dipanggil datang ke pesanggrahan yang ada di Situs Batu Ranjang. Saat itu Prabu Dewaesa berkeinginan untuk lengser keprabon dan menghendaki Pangeran Makukuhan yang akan menggantikan beliau menjadi Raja. Tapi Pangeran Makukuhan tidak mau menerima karena kawatir dengan banyaknya Kadipaten yang akan memberontak ketika dia menjadi Mahaprabu.
Maka Pangeran Makukuhan mencari cara agar prabu Dewaesa tidak lengser keprabon dengan
mengatakan Dumateng Arcapada menika pukulun mboya wonten bagaskara kembar. Pernyataan itu membuat marah Prabu Dewaesa dan mengatakan kalau begitu yang kamu inginkan maka Prabu
Dewaesa dan Mpu Bramakadi akan moksa dan menghancurkan semua Kadipaten yang berpotensi mbalelo. Maka diperintahkanlah untuk membuat perahu dan memperbesar istana Balekambang untuk menyelamatkan rakyat. Tertegun dan sedih mendapat jawaban tersebut maka Pangeran Makukuhan meminta rakyat membuat apa yang diinginkan Prabu Dewaesa. Kemudian setelah semua selesai Prabu Dewaesa dan Mpu Bramakadi moksa di Gunung Krakatau dibarengi dengan datangnya meteor yang menghantam Bumi dan meletusnya sejumlah gunung serta naiknya air laut sampai sepertiga Gunung Karang. Air laut baru surut pada saat penobatan Prabu Satmata di jaman Kerajaan Medang Galungan.
Gelar dari Pangeran Makukuhan adalah Sang Mahaprabu Kano. Nama Kano, mempunyai arti perahu itu melekat karena pada saat moksanya ayahanda dan kakek dari Pangeran Makukuhan, siti hinggil kraton dipindah sementara ke dalam sebuah perahu besar yang dibangun di Istana Balekambang Gilingaya.
Peristiwa moksanya Sang Prabu Dewaesa dan Mpu Bramakadi, mengakibatkan terpisahnya daratan Sumatera dengan daratan Jawa, akibat meletusnya gunung-gunung juga gunung yang berada di kutub selatan sehingga es mencair dan air laut naik dan menenggelamkan hampir sebagian besar daratan di bumi pada saat itu. (1)
Arca Ki Lurah Lengser dan Batu Lumpang
Di kediaman Bapak Nurdin yang berjarak sekitar 2km dari Situs Batu Tumbung, terdapat arca Ki Lurah Lengser dan Batu Lumpang serta ada patung lingga yang dipakai sebagai ganjal rumah. (1)gilingaya1.jpg
Daftar pustaka :
(1) Agung Bimo Sutejo & Timmy Hartadi (Tim Laku Becik), Kraton Gilingaya : sebuah ekspedisi. Januari 2009
(2) Ayat Rohaedi: Sundakala, Cuplikan Sejarah Sunda Berdasar Naskah-naskah “Panitia Wangsakerta” Cirebon. Pustaka Jaya, 2005
(3) Team Fisip IKOM A1 NR-Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Megalitikum di Banten Selatan Sekitar Gunung Pulosari, 2008
————————————-

Kerajaan Salakanagara

09:55 | Posted in I Think, Sejarah

Kerajaan Salakanagara, berdasarkan naskah Wangsakerta-Pustaka Rajyarajya i Bumi Nusantara diperkirakan merupakan kerajaan paling awal yang ada di Nusantara. Salakanagara dalam sejarah Sunda (Wangsakerta) disebut juga Rajataputra. Salaka berarti perak, sedangkan nagara sama dengan kota, sehingga Salakanagara banyak ditafsirkan sebagai Kota perak, kota inilah yang disebut Agyre oleh Ptolemeus tahun 150 M, terletak di daerah Teluk Lada Pandeglang. Salakanagara awalnya berbentuk suatu masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut, bahkan namanya belum disebut Salakanagara, hanya dipimpin atau dikelola oleh penghulu. Aki Tirem merupakan penghulu dan penguasa kampung setempat. Nama lain Aki Tirem Luhurmulya adalah Angling Dharma dan Wali Jangkung, namun ada pendapat lain bahwa Prabu Angling Dharma lebih tepat pada Raja Dewawarman. Prabu Angling Dharma terkenal sebagai kisah cerita rakyat (folkore) masyarakat Bojonegoro.
Raja pertama Kerajaan Salakanagara adalah Dewawarman. Dewawarman yang merupakan duta dari kerajaan India yang diutus ke Nusantara (Pulau Jawa), kemudian Dewawarman dinikahkan oleh Aki Tirem Luhurmulya dengan puterinya bernama Pwahaci Larasati (orang sunda menyebut Dewi Pohaci), maka setelah Dewawarman menjadi menantu dari Aki Tirem Luhurmulya diangkatlah Dewawarman menjadi Raja I yang memikul tampuk kekuasaan Kerajaan Salakanagara. Saat menjadi Raja Dewawarman I dinobatkan dengan nama Prabhu Dharmalokopala Dewawarman Haji Raksagapurasagara sedangkan Dewi Pohaci diberi gelar Dwi Dwani Rahayu penyerahan kekuasaan tersebut terjadi pada tahun 122 M, dan pada saat itu diberlakukan pula penanggalan sunda yang dikenal dengan Saka Sunda. Rajataputra adalah ibukota Salakanagara yang hingga tahun 326 M menjadi pusat pemerintahan Raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I – VIII). Salakanagara berdiri selama 232 tahun, tepatnya dari tahun 130 M sampai 362 M. Raja Dewawarman I sendiri hanya berkuasa 38 tahun dan digantikan anaknya yang menjadi Raja Dewawarman II dengan gelar
Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra.
Penelusuran saya tentang kejayaan kerajaan Sunda yang dimulai dari Kerajaan Salakanagara diperkuat setelah membaca novel sejarah berjudul “Perang Bubat” disana dikemukakan pada dasarnya, hampir semua rumpun yang ada di tanah Jawa ini punya hubungan dengan Sunda. Sang Wretikandayun, pendiri Kerajaan Galuh, berputra Mandi Minyak. Mandi Minyak kemudian menjadi Raja di Bumi Mataram. Putra Mandi Minyak diantaranya adalah Senna. Kemudian Senna ini pun menjadi Raja Mataram. Senna berputra Sanjaya. Sanjaya ini termasuk ksatria keturunan Sunda yang gagah dan pandai berperang. Dia menaklukkan beberapa di wilayah Jawa Tengah. Berhasil menaklukkan kekuatan perompak di Selat Sunda yang di dukung Kerajaan Sriwijaya. Dan pada akhirnya Sanjaya pun berhasil mengalahkan pasukan Sriwijaya yang kala itu di perintah oleh Raja Sriwijaya Kelima.
Bangunan keraton megah yang pertama kali dibuat adalah di Pakuan, bernama Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati. Arsiteknya adalah Maharaja Tarusbawa, Raja Kerajaan Sunda. Keraton Kerajaan Sunda yang kala itu ibu kotanya terletak di Pakuan meiliki arti khusus. Lima bangunan megah yang berjajar yang disebut sebagai mandala, melambangkan kekuasaan Kerajaan Sunda. Mandala pertama disebut sebagai “Sri Bima”, melambangkan wilayah kekuasaan Sunda yang ada di Jawa Kulon. Mandala kedua diberi nama “Punta” melambangkan kekuasaan Sunda di sebagian wilayah Sumatra. Mandala ketiga bernama “Narayana” melambangkan kekuasaan Sunda di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mandala keempat bernama “Madura”, melambangkan kekuasaan di Madura dan sekitarnya. Kemudian mandala kelima disebut sebagai “Suradipati” melambangkan kekuasaan Sunda yang mencakup Bali dan Nusa Tenggara. Atas pengakuan ini pula, kelak di kemudian hari di Nusantara di kenal wilayah Sunda Besar dan Sunda kecil.
Kerajaan Majapahit yang kala itu menjadi Kerajaan terbesar di Asia Tenggara mengakui asal usul kerajaannya, Prabu Rajasanagara atau lebih dikenal dengan Hayam Wuruk bermaksud untuk meminang Putri mahkota kerajaan Sunda yaitu Dyah Pitaloka Citraresmi, kehendak Sang Raja sempat di cegah oleh Mahapatih Gajah Mada dikarenakan Sumpah Amukti Palapa yang telah terucap oleh Gajah Mada bahwa “Tidak akan makan buah palapa sebelum Nusantara dipersatukan di bawah Majapahit”, tapi Prabu Hayam Wuruk mengingatkan kembali bahwa Majapahit ini memiliki riwayat yang panjang, dan kesemuanya bermuara ke tanah Sunda. Sekarang aku beritahu, Sunda itu leluhur kami. Kami harus hormat pada mereka. Mungkin ini jadi masalah berat bagimu. Tundukkanlah seluruh negeri yang ada di Nusantara. Jadikan mereka negeri bawahan Majapahit kecuali Sunda. Dengan mereka, bahkan aku ingin mengentalkan kembali kekerabatan, Itulah sebabnya, aku memutuskan untuk mengambil permaisuri dari tanah Sunda., ” Kata Sang Prabu.
Jadi cikal bakal Kerajaan Nusantara itu berasal dari Kerajaan Salakanagara, dari masa kejayaannya hingga masa keruntuhannya Salakanagara telah melahirkan kerajaan-kerajaan hebat di Nusantara. Sisa-sisa peninggalan berupa Menhir Cihunjura, dolmen, batu magnit, batu dakon, air terjun curug putri, pemandian Prabu Angling Dharma terdapat di Cihunjuran, Citaman, Gunung Pulosari, dan ujung kulon.

Dari berbagai sumber


Kapamimpinan Sunda ?

$
0
0

 Nyungsi Pamendak: Kapamingpinan Sunda.

ku : Roza Rahmadjasa Mintaredja

Meureun, nu sabenerna mah lain Kapamingpinan Numutkeun Budaya Sunda, tapi Kapamingpinan Numutkeun Manusa anu dianggap Apal kana Budaya Sunda. Ari sababna?

Lantaran budaya Sunda mah moal bisaeun cumarita ihwal kapamingpinan, budaya Sunda mah hiji sistem ajen/nilai, lain manusa. Kahiji eta; atuh kadua, sabenerna teu wasa kuring kudu ngaguar sual kapamingpnan dina papagon budaya Sunda da rumasa kuring mah lain jalma anu representatip pikeun ngawakilan ajen budaya Sunda dina jejer kapamingpinan. Sajaba ti eta, ngadurenyomkeun kapamingpinan Sunda, enteng bangga keur nyungsina. Ari entengna, bisa indit bari cicing, bisa nanya bari pireu. Atuh ari banggana, ongkoh deukeut tapi hese diteangna, ongkoh aya tapi hese ditanyana. Puguh ge, hese nyiar kalimah anu bisa kahontal ku akal teh. Da enya kitu dina kalimahna ari boga patekadan nyungsi naon anu disebut kapamingpinan Sunda mah. Ngan kira-kira eta ajen kapamingpinan Sunda bisa diguar mun seug urang miangna dina tetekon daek dipingpin oge daek mingpin. Daek mingpin diri kalayan daek dipingpin ku ajen budaya Sunda anu teu pagedrug sareng ajaran Gusti. Aya sababaraha pamendak anu bisa disungsi kalayan daria.

*Kahiji. – Pamingpin Sunda lain jalma anu umaku yen dirina ‘wakil wujud’ tina ajen budaya Sunda. Mun aya wae saeutik dina hate, ngararasa dirina jadi pamingpin Sunda, otomatis batal eta kapamingpinanana, alias anu kitu mah pamingpin kajajaden, anu karesepna parebut jojodog di bale agung. Pamingpin Sunda anu kajajaden biasana ngagedur sumangetna pikeun ngabelaan Sunda.

Beuh ! Sunda mah teu perlu dibelaan, tada teuing umaingna mun aya jalma anu boga patekadan daek ngabelaan Sunda.

Nu puguh mah Sunda anu geus ngabelaan urang, nu geus welcome ka urang, bumina ku urang ditincak, caina ku urang di inum jst.na.

Tah , mun urang geus boga rasa rumasa yen Sunda teh gede pisan jasana ka urang, nya payus, jeung sakuduna mun seug urang saeutik jeung gede diajar ‘mulang tarima’ ka Sunda, teu ku harta, atuh ku harti. Dina pakasaban mah aya paribasa: Mun butuh supa na, piara catangna. Ana kitu mah mun urang butuh kaSundaan, nya piara, palire ‘budi’ jeung ‘daya’ Sunda na.

*Kadua. – Pamingpin Sunda nyaeta hiji jalma anu ngarti kalayan surti kana modal dirina, anu disebut ‘budi’ atawa sebut wae hirupna dina rasa perasaan anu hade atawa suci. Budi pamilih nu bisa misahkeun (lain ngan saukur ngabedakeun), mana bener, mana salah, mana alus mana goreng. Nu daya hirupna tara dudupak-rurumpak.

*Katilu. – Mun seug eta modal teh geus dipalire kalayan apal kana papagon hirup tur kahirupan, tinangtu bakal apal kana sumberna anu disebut Guru Mursid anu aya disejeroning Dirina.

Naon anu dimaksud? Eta anu aya dina sajeroning diri,anu sok ngomong jeung nuduhkeun, nitah bener nyarek salah, nitah jujur nyarek bohong. Ngajawab henteuna eta guru mursid gumantung kana bener jeung salahna urang, jujur jeung henteuna urang.

*Kaopat. – Dina raraga ngawincik, ciri2na pamingpin Sunda anu sajati, sarat kahiji , urang Sunda kudu intropeksi Diri, tuluy ngawangun jiwa satria anu tumarima kana sagala kakurangan, sarta deak ngawujudkeun kasadaran pikeun nyonto mola kana tangtungan papayung Sunda baheula, geus ngabuktikeun tuhu tumut kana rasa sajatina, wawuh ka guru mursidna, bener dina prakprakanana, jujur dina kumawula na.

Samemeh nyonto mola kana sistem papayung Sunda baheula. Kudu jawab heula ieu patakonan: Cing saha papayung Sunda baheula? Anu luhung, teu adigung, teu sarakah, adil ka sapangeusi nagri, wijaksana kaputusanana, nyaah ka rahayatna, anu nyambuang wawangina tug nepi ka kiwari. Pikeun urang Sunda anu ngabogaan jiwa satria sacara jiwa bangsana, pasti bakal ngajawab sarta daek jeung ngakuna , oge boga niat jeung nyonto molana, teu aya deui lintang ti Hyang Prabhu Siliwangi.

Naon atuh ageman Siliwangi nepi ka ngabogaan gelar Sri Baduga Maha Raja Prabhu Agung Siliwangi di pakwan Padjadjaran? Lain pedah ku bisa ngahijikeun karajaan Sunda jeung Galuh nu dina ngaran Padjadjaran, tapi sategesna ku geus tumut ka rasa sajatina, ka guru mursidna, anu jiwana dieusian ku palsapah bangsana.

Dina jaman pamarentahan ayeuna diparake kedok wungkul. Kiwari oge loba anu apaleun kana palsapah Sunda, ngagalantang cumarita sual ‘ageman Siliwang’ , ngan dina lebah prak-prakanana, angger we , pakia-kia jeung ageman Siliwangi. Ngan ukur apal cangkem. Kedok wungkul. Udaganana ngan ukur dunya , tahta jeung wanoja ! Geus lain wayah ngadurenyomkeun Siliwangi, geus waktuna ngawujudkeun ageman Siliwangi, sakadada sakadugana, dina widang masing-masing. Jadikeun Diri anu saJati, anu wanoh kana kalimah dina kiwari ngancik bihari, seja ayeuna sampeureun jaga. Ngan poma ulah nyanghareup ka poe kamari, nonggongan poe isuk. (kitu ceuk ki Adi anu di jalan Sunda). Ribut sual anu kamari, ribut sual isuk, ari nasib poe ieu kaluli-luli. Naudubillah ! Cag Rampes ! Rampa-salira.

*) Dicutat, diropea deui tina acara Forum Diskusi Sunda tema Kepemimpinan Budaya Sunda .”Nyungsi Pamendak Kapamingpinan Sunda”. Salasa 24 Feb 2004, Pendopo Kota Bandung.
[4:37 PM, 8/29/2019] kang OCA: ieu salah sawios sasieureun sabeunyeureun implengan oca 15 taun katukang. 🙏🌹
[4:37 PM, 8/29/2019] kang OCA: tah rampa salira teh introspeksi diri…rampes

Diskusi Warisan Induk Peradaban Dunia di Sundaland

$
0
0

Rangkaian Diskusi Warisan Kebijaksanaan Sundaland Kuno

 

 

Integrasi Budaya Jawa-Sunda dan Agama Islam

$
0
0

Integrasi Budaya dan agama

 

 

 

 

 

Ironi, Tidak Ada Kajian Khusus Kerajaan Sriwijaya dan Kejayaan Maritim

$
0
0

oleh di 4 September 2019

Ironi, Tidak Ada Kajian Khusus Kerajaan Sriwijaya dan Kejayaan Maritimnya

RP Soeroso, Banteng Muda Musuh Belanda

$
0
0
  • RP Soeroso, Banteng Muda Musuh Belanda

    September 6, 2019 by

    BEBERAPA waktu lalu jagat media sosial sempat dihebohkan dengan perlakuan brutal sekelompok vandalis  di Cianjur, Jawa Barat, yang menghancurkan tiga Tugu Penjelas Nama Jalan (TPNJ). Salah satu TPNJ itu menginformasikan riwayat seorang pejuang kemerdekaan bernama Soeroso. Siapakah dia? Dalam blog pribadinya, Ahmad Samantho menyebut Soeroso sebagai salah satu kakeknya. Menurut penulis sejarah asal Bogor itu, Soeroso memiliki nama… Baca selengkapnya

  • Kapamimpinan Sunda ?

    Agustus 29, 2019 by

     Nyungsi Pamendak: Kapamingpinan Sunda. ku : Roza Rahmadjasa Mintaredja Meureun, nu sabenerna mah lain Kapamingpinan Numutkeun Budaya Sunda, tapi Kapamingpinan Numutkeun Manusa anu dianggap Apal kana Budaya Sunda. Ari sababna? Lantaran budaya Sunda mah moal bisaeun cumarita ihwal kapamingpinan, budaya Sunda mah hiji sistem ajen/nilai, lain manusa. Kahiji eta; atuh kadua, sabenerna teu wasa kuring… Baca selengkapnya

  • Misteri Pulau Agyre yang Hilang ternyata Salaka Nagara

    Agustus 29, 2019 by

    MISTERI PULAU AGYRE YANG HILANG TERNYATA SALAKA NAGARA Oleh Yuddy Aditiawan pada Sabtu, 06 Juli 2013 pukul 16.34 Penulis: Iwan Taufik Sejarah Indonesia mempunyai banyak sisi yang belum di eksplorasi, termasuk penelusuran berbagai kerajaan yang pernah ada di nusantara.Selama ini, proses mencari jejak kerajaan-kerajaan di nusantara banyakmenghasilkan informasi baik yang lama maupun yang baru; bahkan tidakjarang menimbulkan pertanyaan… Baca selengkapnya

  • Kontroversi Uga Wangsit Siliwangi: Kebangkitan Nusantara (“Pajajaran Anyar”) ?

    Agustus 27, 2019 by

    Manakah Naskah Uga Wangsit Siliwangi yang sebenarnya? Belum diketemukan atau tidak ada? Karena Redaksi kalimat dalam naskah Uga Wangsit Siliwangi yang populer dan termasuk yg jadi rujukan video ini, adalah menggunakan bahasa Sunda kontemporer (masa kini) bukan bahasa Sunda Kuno zamannya Prabu Siliwangi (Sri Baduga Maharaja Di Pakuan Pajajaran), anak-cucu dan buyutnya sampai ke Raga… Baca selengkapnya

  • Popol Vuh

    Agustus 22, 2019 by

    POPOL VUH by Habib Hussein Mitos-mitos tertulis suku Maya paling tua berasal dari abad ke-16 yang ditemukan dalam dokumen-dokumen sejarah dari Dataran Tinggi Guatemala. Dokumen paling penting adalah Popol Vuh yang memuat kisah penciptaan Quichean serta beberapa kisah petualangan dari pahlawan kembar, Hunahpu dan Xbalanque. Popol Vuh adalah naratif mitos-sejarah yang berasal dari kerajaan K’iche’… Baca selengkapnya

  • Zaman Disrupsi ke -15: Peradaban

    Agustus 21, 2019 by

    ZAMAN DISRUPSI KE-15 PERADABAN (2) Achmad Chodjim Kita pun harus berani mengakui dengan jujur bahwa kekuatan bangsa ini terwujud karena bisa membangun kehidupan bersama dalam aneka macam perbedaan yang dapat disebut juga diversity ini homogenity. Harus ada komitmen untuk tidak mengusik keyakinan orang atau komunitas lain. Dengan demikian, kita tidak perlu heran jika suku bangsa… Baca selengkapnya

  • Nusantara Tak Pernah Dikalahkan & Dijajah ?

    Agustus 21, 2019 by

    Nusantara Tidak Pernah Dikalahkan ? _by Agus Budiyono, Alumni Massachusetts Institute of Technology_ _disampaikan dalam Seminar Nasional “Literasi Sains untuk Membumikan Nilai-nilai Pancasila” Solo, 19 Agustus 2019_ Saya menghabiskan sebagian besar usia dewasa saya di luar nusantara. Saya pernah tinggal di _Amerika (Cambridge, Boston, Nashua, Columbus),Eropa (Assen),Australia (Melbourne) dan Timur Jauh (Seoul)._ Kemanapun saya pergi… Baca selengkapnya

  • Hindustan sebenarnya adalah Kawasan Asia Tenggara yang Pusatnya di Muara Takus Kampar Riau

    Agustus 21, 2019 by

    HINDUSTAN SEBENARNYA ADALAH KAWASAN ASIA TENGGARA YANG PUSATNYA DI MUARA TAKUS KAMPAR Ronni Astar al-Kampari ———————————————- Tampaknya hanya dengan raja-raja Masa kekaisaran Wijayanagara pada tahun 1352 M kata “Hindu” digunakan dengan bangga oleh Bukkal yang menggambarkan dirinya sebagai “Hinduraya suratrana”. Sedangkan teks-teks Sansekerta utama, dan bahkan ritual-ritual yang telah dilakukan di kuil-kuil dari ribuan tahun… Baca selengkapnya

  • Eksotisme Tanah Sunda

    Agustus 21, 2019 by

    Menguak Eksotisme Tanah Sunda 3 April 2013   09:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:49  177  0 1 Dimuat di Majalah Pendidikan Online Indonesia, Rabu/3 April 2013 http://mjeducation.co/menguak-eksotisme-tanah-sunda/ Judul: The Wisdom of Sundaland Penulis: Anand Krishna Penerbit: Gramedia Pustaka Utama Cetakan: 1/2012 Tebal: ix + 200 halaman ISBN: 978-979-22-8657-1 Harga: Rp60.000 Dalam tradisi masyarakat Maluku ada istilah pela dan gandong. Pelamengacu pada persahabatan berdasarkan… Baca selengkapnya

  • India (Bharatavarsa dari Dinasti Candra (Klan Melayu)

    Agustus 21, 2019 by

    Indra Zoneaydi Piliang INDIA (BHARATAVARSA) DARI DINASTI CANDRA (KLAN MELAYU) ——————————————— Gurudev dalam “Geographical Span of Ancient India – Jambudveepe Bharathavarshe Bharathakhande” menjelaskan bahwa Bharatawarsha adalah istilah dengan jangkauan yang lebih luas, yang digunakan untuk menyebut India Raya(termasuk kawasan yang mendapat pengaruh Asia Selatan, yaitu sebagian Asia Barat dan Asia Tenggara). . Susastra Hindu seperti… Baca selengkapnya

  • Kampar, Tanah Al Hind di Equator, Pusat Peradaban Timur

    Agustus 21, 2019 by

    KAMPAR TANAH AL HIND EQUATOR, PUSAT KOTA PERADABAN TIMUR —————————————————— by Indra Zoeniyadi Piliang Tak diragukan lagi bahwa Solon mengunjungi Mesir. Alasan kepergiannya dari Athena, selama 10 tahun, dijelaskan lengkap oleh Plutarch. Dia menetap, kata Plutarch. “Di pantai Canopian, dekat muara Nil yang dalam.” Di sana dia bertentangan pada poin filsafat dan sejarah dengan sebagian… Baca selengkapnya

  • Mesjid-mesjid lama di Indonesia

    Agustus 21, 2019 by

    Masjid-Masjid Lama Indonesia BY SEKTI · 17 MARCH 2012 Secara tipikal, masjid-masjid lama Indonesia beratap tumpang, puncak limas bujursangkar (piramidal) dengan jumlah ganjil, dan berdenah bujursangkar. Perbedaan yang ada lebih kepada proporsi dan ornamentasi. Berikut adalah foto lama beberapa masjid lama Indonesia koleksi Tropenmuseum.      

  • Kisah Para Wali Ulama Islam dan Trah Pajajaran

    Agustus 15, 2019 by

    Kisah Makam Keramat Istri Kedua Prabu Siliwangi, Nyi Kentring Manik di Tengah Kebun Raya Bogor   Pusara Makam Ratu Galuh, istri Prabu Siliwangi (Dewi/detikTravel)   Dewi Kania – dari media online detikTravel Bogor menulis – “Siapa sangka, bahwa di tengah objek wisata Kebun Raya Bogor rada sebuah kuburan yang dikeramatkan. Inilah makam yang diyakini sebagai Ratu Galuh, istri Prabu Siliwangi.… Baca selengkapnya

  • Syekh Quro, Guru Ngaji Nyi Subang Larang dan Prabu Siliwangi

    Agustus 15, 2019 by

    Syekh Quro Karawang “QUROTUL ‘AIN” Jendela Karawang 6/30/2017 12:35:00 PM  AGAMA, SEJARAH Karawang, JEKA : Syekh Quro adalah Syekh Qurotul Ain atau Syeh Hasanudin atau Syekh Mursahadatillah. Menurut naskah Purwaka Caruban Nagari, Syekh Quro adalah seorang ulama. Dia adalah putra ulama besar Perguruan Islam dari negeri Campa yang bernama Syekh Yusuf Siddik yang masih ada garis keturunan dengan Syekh Jamaluddin Akbar al-Husaini serta… Baca selengkapnya

  • Kontroversi Keislaman Prabu Siliwangi

    Agustus 15, 2019 by

    KONTROVERSI KEISLAMAN PRABU SILIWANGI, RAJA TERKEMUKA PAKUAN PAJAJARAN By Ahmad Yanuana Samantho Arif Supriadi dari Padepokan Ki Munajat Sedjati, menyatakan bahwa Prabu Siliwangi yang dikenal juga ketika mudanya sebagai Pangeran Pamanah Rasa, adalah seorang Muslim. Ia di-islamkan oleh Syekh Hasanuddin atau lebih dikenal dengan sebutan Syaikh Quro (seorang ulama besar yang lahir sebelum era Wali Sembilan,… Baca selengkapnya

  • Warisan Filosofis-Ideologis Peradaban Atlantis Nusantara

    Agustus 14, 2019 by

    AAhmad Yanuana Samantho bersama Dhani Irwanto. WARISAN FILOSOFIS-IDEOLOGIS DAN SPIRITUALITAS ATLANTIS NUSANTARA Oleh: Ahmad Y. Samantho Konteks Keindonesiaan: Warisan Filosofis, Kenabian dan Spiritualitas Atlantis Secara umum, setelah mengkaji sekitar belasan tahun, penulis sampai pada suatu hipotesis bahwa secara filosofis dan historis, apa yang telah dirumuskan oleh para Founding Fathers Republik Indonesia menjadi Panca Sila, baik secara langsung… Baca selengkapnya

  • Bendera Merah Putih Amanat Rasulullah Muhammad SAW

    Agustus 14, 2019 by

    Bendera Merah Putih Amanat Rasulullah Melalui Mimpi Guru Tua KH Adnan Anwar mengatakan bahwa konsepsi NKRI sudah disiapkan para ulama jauh sebelum Indonesia merdeka. Hal ini dibuktikan dengan salah satu dokumen tahun 1783 hasil batsul masail di Masjid Baiturahman Aceh yang isinya jika Nusantara ini menjadi negara, maka namanya adalah Al Jumhuriyah Al Indonesia. “Saya… Baca selengkapnya

  • KETIKA EMAS DAN UANG BERTEMU — Catatan Harta Amanah Soekarno

    Agustus 9, 2019 by

    *Kemakmuran Indonesia* *EMAS DAN UANG BERTEMU* _”Setidaknya ada 14 lokasi tempat rahasia penyimpanan emas di Indonesia. Ia bersifat ada tapi tiada. Hanya orang tertentu yang tau. Ia berada pada dimensi yang berbeda. Tak mungkin bisa dipahami orang awam. Bukan magic dan bukan mistik. Tapi ia realistik. Begitu juga gudang uang berlimpah di Indonesia. Hanya Kementerian […]… Baca selengkapnya

View all posts

BEBERAPA waktu lalu jagat media sosial sempat dihebohkan dengan perlakuan brutal sekelompok vandalis  di Cianjur, Jawa Barat, yang menghancurkan tiga Tugu Penjelas Nama Jalan (TPNJ). Salah satu TPNJ itu menginformasikan riwayat seorang pejuang kemerdekaan bernama Soeroso. Siapakah dia?

Dalam blog pribadinya, Ahmad Samantho menyebut Soeroso sebagai salah satu kakeknya. Menurut penulis sejarah asal Bogor itu, Soeroso memiliki nama lengkap Raden Soeroso dan merupakan putra dari Raden Soemarsono yang pernah tinggal di wilayah Cibalagung (masuk dalam wilayah Ciomas, Kota Bogor).

“Ketika masih kecil, saya sering melihat lukisan pinsil Kakek Soeroso dipajang di rumah Eyang Uti (nenek Samantho) dan di rumah Mbah Buyut Soemarsono,” ungkap Samantho.

Keterangan Ahmad Samantho ditegaskan oleh Sukarna (98). Kepada saya, eks pejuang kemerdekaan di Bogor itu berkisah bahwa Soeroso masih terhitung pimpinannya di BBRI (Barisan Banteng Republik Indonesia) cabang Bogor. Ketika sedang hebat-hebatnya perlawanan para pejuang Indonesia terhadap pasukan Inggris pada awal 1946, secara sukarela Soeroso bersama 10 anak buahnya hijrah ke Cianjur.

BACA JUGA: Di Bawah Simbol Banteng

“Karena saat itu konvoi tentara Inggris sering melewati Cianjur, Pak Soeroso memutuskan untuk “menunggu” mereka di sana,” ujar Sukarna.

Di kota penghasil beras itu, Soeroso lantas membangun basis perlawanan. Selain melatih para pemuda setempat, dia pun terlibat aktif dalam pengadaan senjata untuk melawan musuh. Dalam sebuah dokumen berjudul “Beberapa Catatan Tentang Sejarah Perjuangan Rakyat Cianjur dalam Merebut dan Mempertahankan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1942—1949” yang disusun oleh Tim Sejarah Dewan Harian Cabang Angkatan 1945 Kabupaten Cianjur, dikisahkan Soeroso pernah menyumbang 10 senjata bekas tentara KNIL kepada para pejuang yang beroperasi di Cipanas.

Dalam buku  Pertempuran Konvoy Sukabumi-Cianjur 1945-1946, Letnan Kolonel (Purn) Eddie Soekardi (Komandan Resimen ke-13 TRI Komandemen Jawa Barat) menyebut nama Soeroso sebagai pimpinan gerilyawan kota yang aksi-aksinya sangat impresif. Dalam suatu aksi penghadangan di pusat kota Cianjur pada Maret 1946, Soeroso dan anak buahnya berhasil mengganggu pergerakan Bataliyon 3/3 Gurkha Rifles (suatu kesatuan elit militer Inggris dari Divis ke-23 British India Army) dari Bandung ke Sukabumi. 

Bersama gerilyawan-gerilyawan lain dari  Yon 3 Resimen III TRI, Lasykar Hizbullah dan Sabilillah, Lasykar BBRI pimpinan Soeroso (lebih dikenal sebagai Pasukan Banteng Soeroso) melakukan penyerangan lewat aksi hit and run terhadap Yon 3/3 Gurkha Rifles yang diperkuat oleh tank Sherman, panser wagon, brencarrier dan truk-truk berisi pasukan. Kendati hanya menggunakan molotov cocktail (bom sederhana yang terbuat dari botol yang diisi bensin dan disertai sumbu) dan beberapa pucuk senjata saja, mereka melakukan serangan terstruktur khas tentara Jepang dari sudut-sudut pertokoan dan lorong-lorong rumah yang berderet sepanjang pusat kota Cianjur.   

“Bagi para serdadu Gurkha Rifles, situasi itu cukup membingungkan. Mereka hanya bisa bertahan dan membalas  serangan tersebut sekenanya dari balik kendaran-kendaraan tempur mereka… ” kata Eddie Soekardi.

BACA JUGA: Neraka Pasukan Gurkha

Ketidakberdayaan salah satu satuan elit militer Inggris dalam Perang Dunia II sempat dicatat oleh sumber Inggris sendiri. Dalam The Fighting Cock: The Story of The 23rd Indian Division, Kolonel A.J.F Doulton memuji pergerakan taktis gerilyawan Indonesia yang  sempat membuat para serdadu Gurkha  panik dan terpukul.

“Ini menjadi suatu bukti, orang-orang Indonesia mengalami kemajuan dan semakin militan…” tulis Doulton.

Tetapi karena kurang lengkapnya persenjataan para pejuang Indonesia, Cianjur pada akhirnya jatuh juga ke tangan tentara Inggris. Sebagai markas, para prajurit Inggris memilih bekas gedung Pabrik Es (sekarang menjadi Gedung Gelanggang Muda Cianjur). Pasukan Banteng Soeroso sendiri kemudian menyingkir ke arah Pasar Suuk (sekarang Jalan Barisan Banteng) dan mendirikan markas di sebuah rumah yang ditinggal pemiliknya (sebuah keluarga Belanda).

Zoehdi (95) masih ingat bagaimana Soeroso kerap melatih anak buahnya berbaris di sekitaran Pasar Suuk. Bunyi aba-abanya yang khas dan terdengar tegas, seolah menembus rimbunan pohon-pohon mahoni yang saat itu banyak tumbuh di sana.

“Saya mengenang Pak Soeroso itu sebagai pemuda pemberani, badannya kekar dan sorot matanya tajam menantang, mirip seekor banteng muda”ungkap eks anggota milisi Angkatan Pemoeda Indonesia (disingkat API, sebuah milisi perjuangan rakyat Indonesia yang didirikan pada akhir 1945) tersebut.

Keberanian Soeroso memang sangat populer di kalangan para pejuang Cianjur saat itu. Dikisahkan oleh Zoehdi, Soeroso pernah nekad mengejar sebuah pesawat tempur Inggris hanya menggunakan sepeda motor dan sebuah stengun.

Akhir 1946, tentara Inggris mulai meninggalkan Indonesia. Sebagai penggantinya maka tentara Belanda mulai bermunculan dan menjadi penguasa sebenarnya. Situasi tersebut jelas membuat para pejuang Indonesia semakin menguatkan perlawanannya. Mereka tak mau Belanda menjajah lagi untuk kedua kalinya. Di Cianjur, nyaris setiap hari hidup tentara pendudukan tak pernah tenang. Selalu saja ada dari mereka yang terbunuh atau hilang diculik gerilyawan Republik. Salah satunya adalah Pasukan Banteng Soeroso.

Dengan modal senjata seadanya, hampir tiap malam, mereka melakukan aksi teror terhadap asrama militer Belanda yang berada di wilayah Kampung Tangsi (sekarang menjadi  Gang Pangrango) dan induk pasukan  mereka yang bermarkas di Joglo (sekarang menjadi gedung Komando Distrik Militer 0608 Cianjur, Toserba Slamet, gedung Markas Corps Polisi Militer). Merasa terganggu dengan serangan-serangan Banteng Soeroso ini, maka militer Belanda kemudian melancarkan suatu operasi intelijen untuk menjebak pimpinan milisi Republik itu.

BACA JUGA: Tokoh di Balik Takluknya Tentara Inggris di Sukabumi

Maka disebarlah telik sandi ke pinggiran kota dan pelosok desa. Setelah semua informasi terkumpul, intelijen militer Belanda lantas membuat  skenario penangkapan. Singkat cerita, “diutuslah” oleh militer Belanda seseorang (yang berpura-pura sebagai pejuang) ke markas Banteng Soeroso. Dengan dalih membahas strategi perjuangan selanjutnya, sang telik sandi itu mengundang Soeroso  untuk menemui sekumpulan gerilyawan kota di sebuah warung makan yang masuk dalam wilayah Satoe Doeit (sekarang Jalan Soeroso atau Ampera). Tanpa kecurigaan, Soeroso menyanggupi undangan tersebut dan datang ke Satoe Doeit, bersama dua ajudannya, Sjamsoe dan Slamet.

Menurut kesaksian Sjamsoe, sekira jam 19.00 mereka tiba di warung makan itu dan langsung  memesan makanan. Saat santap malam itulah, satu peleton tentara Belanda mengepung tempat tersebut. Soeroso yang sadar dirinya masuk dalam jebakan lantas melakukan perlawanan. Pertempuran tidak seimbang pun berlangsung cukup seru.

“Kami bertiga bertarung habis-habisan, kami masing-masing hanya menggunakan sepucuk pistol,” kenang Sjamsoe.

Sayang, saat hendak meloloskan diri ke luar warung makan, sebutir peluru  menghantam tepat dada Soeroso. Dia pun terjungkal. Diikuti Slamet yang juga tertembak dan bermandikan darah. Lantas bagaimana nasibnya Sjamsoe,? Begitu terjungkal karena hantaman peluru, beberapa warga setempat langsung membawanya ke seorang dokter bernama Ojo. Kendati mengalami luka berat, Sjamsoe nyawanya masih bisa diselamatkan dan bisa melanjutkan hidupnya hingga awal tahun 2000. https://historia.id/militer/articles/soeroso-banteng-muda-musuh-belanda-6lj4E?fbclid=IwAR0tU7TK6XCbmdhuLTBY4ywb-cuj4jfwL1jjD8uuPs7__GFI2XqygbADIj0

5 Nilai Moral Islam / 10 Perintah Tuhan

$
0
0

Lima Nilai Moral Islam dikenal pula sebagai Pancasila atau Sepuluh Perintah Tuhan versi Islam. Perintah-perintah ini tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-An’aam 6:150-153 di mana Allah menyebutnya sebagai Jalan yang Lurus (Shirathal Mustaqim ):

Tauhid (Nilai Pembebasan)

  1. Katakanlah: “Bawalah ke mari saksi-saksi kamu yang dapat mempersaksikan bahwasanya Allah telah mengharamkan yang kamu haramkan ini.” Jika mereka mempersaksikan, maka janganlah kamu ikut (pula) menjadi saksi bersama mereka; dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, sedang mereka mempersekutukan Tuhan mereka. Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia,

Nikah (Nilai Keluarga)

  2. berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan
  3. janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; dan
  4. janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji (homoseks, seks bebas dan incest), baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan

Hayat (Nilai Kemanusiaan)

  5. janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya).

Adil (Nilai Keadilan)

  6. Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa.
  7. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya.
  8. Dan apabila kamu bersaksi, maka hendaklah kamu berlaku adil kendati pun dia adalah kerabat (mu), dan

Amanah (Nilai Kejujuran)

  9. penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat,
  10. dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.

Janji Allah termasuk yang disebutkan dalam QS Al-Qur’an surat 36:60 dan 9:111.

Awal Mula Para Raja Nusantara

$
0
0

KISAH AWAL MULA DAN SILSILAH LELUHUR PARA RAJA NUSANTARA

Marilah kita lanjutkan cerita tentang leluhur bangsa Nusantara yang telah saya jelaskan dalam Kisah Zaman Awal Peradaban Bangsa Bumi. Dalam kisah sebelumnya telah dijelaskan bahwa zaman Dwapara Yuga (diperkirakan terjadi pada tahun 8.984 SM), ditandai dengan kelahiran Sang Avatar Sri Krishna. Pada zaman itu, dikisahkan terdapat sebuah bangsa besar bernama bangsa Bharatadengan kerajaannya bernama Hastina (diceritakan dalam kitab Mahabharata). Wilayah kerajaan Hastina diperkirakan mencakup wilayah India sebagai pusat kerajaannya, dan membentang luas hingga ke wilayah Nusantara (sekarang).

Dalam perkembangannya, kerajaan Hastina ini terpecah menjadi dua, akibat pertikaian antara para Kurawa dan para Pandawa yang masih bersaudara. Pihak Pandawa yang seharusnya menjadi pewaris tahta kerajaan Hastina, diperdaya oleh pihak Kurawa (dengan akal licik Patih Sengkuni), sehingga mereka hanya mendapatkan hak kekuasaan atas tanah yang sebagian besar wilayahnya merupakan hutan belantara (dikenal sebagai hutan Kandawa). Nah, tanah hutan belantara yang diserahkan kepada pihak Pandawa inilah yang selanjutnya dibangun oleh pihak Pandawa menjadi sebuah kerajaan besar, makmur dan berperadaban tinggi bernama Indraprasta, dimana wilayahnya berlokasi di Nusantara (sekarang). Diduga kerajaan Hastina dan Indraprasta inilah yang oleh Plato disebut sebagainegara Atlantis sebagaimana yang dijelaskan pada catatannya sebagai berikut:

“Negeri Atlantis dikelilingi oleh pegunungan, dan lebih tinggi dari permukaan laut. Mengandung gunung berapi, dan sering terkena gempa dan banjir. Gunungnya mengandung emas, perak, tembaga, dan timah, dan gabungan alami dari emas dan tembaga yang disebut orichalcum”.

Namun sayangnya kerajaan Hastina dan Indraprasta yang makmur dan beperadaban tinggi tidak berlangsung lama karena terjadi perang Bharata Yudha, antara pihak Pandawa (kerajaan Indraprasta) dan pihak Kurawa (kerajaan Hastina) yang melibatkan senjata berteknologi tinggi (senjata sejenis nuklir). Paska Perang Baharata Yudha, baik kerajaan Hastina maupun Indraprasta kedua-duanya mengalami kerusakan yang parah akibat penggunaan senjata pemusnah massal, dan paparan debu radio aktif yang telah membinasakan sebagian penduduknya dalam area yang luas.

Paska Perang Bharata Yudha,  kerajaan Hastina dan Indraprasta selanjutnya disatukan di bawah kekuasaan Pandawa sebagai pihak pemenang, dengan pusat kerajaannya di Indraprasta (Nusantara). Pandawa bersama sesepuh bangsa Bharata juga memutuskan untuk menghancurkan segala jenis senjata pemusnah massal dan tidak lagi mengembangkan iptek, karena menyadari akibatnya yang berujung pada peperangan. 

Paska perang Bharata Yudha, dikisahkan Prabu Yudistira (Pandawa) tidak lama memerintah di kerajaan Hastina dan Indraprasta, karena mereka memutuskan untuk mundur (mandeg pandito), dan menyerahkan tahta kerajaan kepada Parikesit (cucu Arjuna). Setelah Prabu Parikesit, kerajaan Hastina dan Indraprasta masih berlangsung selama 3 (tiga) generasi lagi, yakni: Prabu Yudayana, Prabu Yudayaka, dan Prabu Gendrayana sebagai raja terakhir (diperkirakan terjadi sekitar 8.900-8.800 SM). 

Pada masa pemerintahan Prabu Gendrayana inilah terjadi peristiwa gempa bumi dan letusan gunung berapi yang dahsyat, sehingga mengakibatkan tsunami dan banjir besar yang menenggelamkan pusat kerajaannya di Indraprasta (Nusantara). (diperkirakan terjadi sekitar 8.800 SM). Peristiwa banjir besar ini diperkirakan dipicu juga oleh terjadinya pemanasan global dampak Perang Bharata Yudha, yang menyebabkan pencairan es di Kutub Utara dan Selatan, atau disebut oleh para ilmuwan sebagai periode akhir zaman Es, dan mengakibatkan kenaikan muka air laut setinggi lebih dari 100 m. Pusat kerajaan Indraprasta (Atlantis) diperkirakan berlokasi di sekitar Laut Jawa dan selat Karimata, dan sebagian lagi berpendapat berlokasi di Selatan Pulau Bali.

Dalam catatannya Plato mengisahkan “Atlantis tiba-tiba mengalami gempa bumi dan banjir, tidak sampai sehari semalam, tenggelam sama sekali di dasar laut, negara besar yang melampaui peradaban tinggi, lenyap dalam semalam”.

Dalam peristiwa ini, pusat peradaban bangsa Atlantis di Nusantara, berikut bangunan-bangunan berteknologi tinggi tenggelam ke bawah permukaan air laut. Sedangkan bangunan berteknologi tinggi lainnya yang tersisa pada wilayah daratan, sejalan dengan waktu, dan akibat bencana letusan gunung berapi yang kerapkali terjadi di wilayah Nusantara, menjadi ikut terkubur di bawah permukaan tanah. Dalam hal ini, Bangunan situs Gunung Padang, di Cianjur diduga merupakan salah satu bangunan yang tersisa dari peradaban Atlantis (Bangunan ini  diperkirakan berusia 10.000 tahun).

Sebagian besar penduduk kerajaan Atlantis (di Nusantara) mengungsi/eksodus dan menyebar ke seluruh penjuru dunia. Penduduk Atlantis yang eksodus ini selanjutnya menjadi cikal bakal dari perkembangan budaya dan iptek yang ada di wilayah Mesopotamia/Sumeria (5.500-2.500 SM), Mesir Kuno (3.150 SM), India Kuno (2.800-1.800 SM), yang oleh sebagian para ilmuwan sebagai kebudayaan tertua di dunia. Adapun sisa-sisa penduduk Atlantis yang masih bertahan di wilayah Nusantara, menyebar menuju wilayah daratan (pulau-pulau) yang tidak tenggelam, dan saat ini dikenal sebagai Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dll.

Kisah selanjutnya, yang mungkin masih menjadi tanda tanya dari pembaca adalahperihal awal dari munculnya kembali kerajaan di Nusantara.

Berdasarkan beberapa narasumber menyatakan bahwa sejak periode 8.800 SM hingga sekitar 5.000 SM, belum ada sebuah kerajaan yang muncul di wilayah Nusantara.Periode selama sekitar 3.800 tahun ini disebutkan sebagai masa perenungan dari sisa-sisa bangsa Atlantis di Nusantara. Mereka bepegang teguh untuk tidak lagi mengembangkan iptek dan berpedoman hidup untuk selaras dengan alam, atau dalam istilah sekarang dikenal sebagai “Back to nature”serta berfokus pada pendekatan diri kepada Tuhan YME (spiritual).

Kemudian pada periode tahun 5.000 SM, dikisahkan muncul kembali raja pertama di Nusantara bernama Sang Hyang Watu Gunung Ratu Agung Manik Maya, dengan pusat kerajaannya di daerah yang saat ini disebut dengan Parahyangan. Adapun arti kata Parahyangan sendiri terdapat beberapa penafsiran, pertama yaitu Pa = tempat; Ra = Cahaya (Sinar); Hyang = Tuhan; kedua yaitu Pa berasal dari singkatan nama Parikesit cucu dari Arjuna; RaHyang = Raja pandita (raja yang juga merupakan Guru Spiritual).Disebutkan bahwa Sang Hyang Watu Gunung Ratu Agung Manik Maya adalah turunan ke-55 dari Prabu Gendrayana (buyut dari Prabu Parikesit).

Sang Hyang Watu Gunung Ratu Agung Manik Maya selanjutnya berputra Maha Ratu Resi Prabu Sindhu LaHyang. Prabu Sindhu inilah yang menyebarkan ajaran SUNDAYANA (ajaran dari Sang Avatar Sri Krishna) hingga menjadi agama utama di seluruh kerajaan Nusantara. Beberapa narasumber menyatakan bahwa Prabu Sindhu disamping sebagai raja, beliau juga seorang Guru Spiritual (Ratu Pandita), dan ada juga yang menyebutkan bahwa beliau adalah nabi yang diutus Tuhan YME. Ajaran Prabu Sindhu (SUNDAYANA) hingga saat ini sebagian masih melekat pada ajaran/agama asli leluhur Nusantara (sebelum kedatangan agama Hindu dari India), antara lain: ajaran Sunda Wiwitan, Kejawen, Hindu Bali, serta beberapa aliran kepercayaan yang ada di Pulau Jawa, Bali, dan wilayah lainnya di Nusantara.

Tidak hanya di Nusantara, Prabu Sindhu juga menyebarkan ajaran SUNDAYANA hingga ke negeri Jepang, dan ajarannya diberi nama Sinto, kemudian juga ke India dengan nama ajaran Shindu dan kemudian berganti nama menjadi Hindu. Dengan demikian terdapat kekeliruan sejarah yang selama ini diajarkan di sekolah, bahwa sesungguhnya asal dari agama Hindu bukan dari India, melainkan dari negeri kita ini (Nusantara). Oleh karena itulah, agama Hindu yang ada di Indonesia (misal Hindu Bali) tidak sama dengan agama Hindu yang ada di India. Demikian juga apa yang disebut sebagai agama Hindu yang banyak dianut masyarakat pada zaman kerajaan-kerajaan Nusantara dulu tidak sama dengan agama Hindu yang ada di India.

Demikianlah kisah kerajaan di Nusantara pada tahun 5.000 SM hingga awal zaman Kaliyuga (224 SM). Sebagian berpendapat, bahwa bentuk kerajaan pada masa itu tidak sama dengan bentuk kerajaan secara umum. Karena kerajaan di Nusantara pada masa itu mirip sebagai padepokan atau pusat kegiatan pendidikan spiritual yang mendunia. Sebagai kerajaan yang dihormati oleh seluruh bangsa-bangsa dan raja-raja di seluruh dunia. Bahkan dikisahkan, bahwa semua raja di seluruh dunia perlu mendapat restu dan dilantik oleh raja Nusantara yang disebut sebagai Ratu Pandita. Dan ada yang menyebutkan bahwa tempat pelantikan para raja di seluruh dunia ini, berlokasi di situs Gunung Padang, Cianjur (saat ini)?

Selanjutnya pada awal zaman Kaliyuga, periode awal tahun Masehi dikisahkan lagi bahwa wilayah Nusantara dipimpin oleh seorang raja agung nan bijaksana bernama Prabu Angling Darma, yang dikenal juga oleh masyarakat Jawa Barat sebagai Aki Tirem Luhur Mulya. Beberapa narasumber kami menyatakan bahwa Prabu Angling Darma ini adalah turunan ke-70 dari Prabu Sindhu LaHyang. Dengan demikian, bila silsilahnya ditelusuri lebih jauh akan sampai ke Prabu Gendrayana (buyut Prabu Parikesit).

Hal yang unik adalah perihal makam Prabu Angling Darma yang diakui berada di 4 (empat) lokasi, yaitu: di Cihunjuran (Banten), Sumedang (Jawa Barat), Pati (Jawa Tengah), Bojonegara (Jawa Timur). Bila kita mengacu pada kisah sebelumnya, bahwa pusat kerajaan Nusantara yang dipimpin oleh Prabu Sindhu berlokasi di daerah Parahyangan, maka silakan pembaca memperkirakan sendiri dimana lokasi sebenarnya dari makam Prabu Angling Darma!!!. Terdapatnya pengakuan dan cerita masyarakat di Pulau Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa) tentang Prabu Angling Darma, menunjukkan bahwa sesungguhnya wilayah kekuasaan Prabu Angling Darma atau Aki Tirem paling tidak meliputi wilayah seluruh Pulau Jawa, bahkan mungkin meliputi seluruh wilayah Nusantara, karena beliau adalah generasi penerus dari Prabu Sindhu yang merupakan Ratu Pandita yang dihormati oleh para raja di seluruh dunia. 

Sebagai generasi penerus Prabu Sindhu, diperkirakan Prabu Angling Darma juga merupakan seorang Ratu Pandita (raja sekaligus pimpinan spiritual), sehingga bentuk kerajaannya tidak sama dengan kerajaan secara umum, namun lebih mirip sebagai padepokan atau pusat kegiatan pendidikan spiritual. Oleh karena itulah, dalam Naskah Wangsakerta, Aki Tirem atau Prabu Angling Darma tidak disebut sebagai raja, namun disebut sebagai Penghulu.  

Pada masa pemerintahan Prabu Angling Darma inilah dimulai berdirinya kerajaan pertama di Nusantara (dalam arti bentuk kerajaan secara umum) bernama Salakanagara. Dalam Naskah Wangsakerta, disebutkan bahwa Salakanagara merupakaan kerajaan tertua di Nusantara, yang berdiri tahun 130/131 M dengan raja pertamanya bernama Dewawarman I, dan pusat kerajaannya (ibu kota) di Rajatapura yang terletak di pesisir Barat Pandeglang (saat ini). Dikisahkan bahwa Dewawarman adalah duta keliling, pedagang sekaligus perantau dari Pallawa, Bharata (India) yang akhirnya menetap karena menikah dengan puteri penghulu setempat bernama Aki Tirem Luhur Mulia atau yang lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama Angling Dharma dalam nama Hindu dan Wali Jangkung dalam nama Islam.

Kerajaan Salakanagara disebutkan dalam catatan Cina sebagai kerajaan Koying yang ditulis oleh K’ang-tai dan Wan-chen dari wangsa Wu (222-208) tentang adanya negeri Koying. Tentang negeri ini juga dimuat dalam ensiklopedi T’ung-tien yang ditulis oleh Tu-yu (375-812) dan disalin oleh Ma-tu-an-lin dalam ensiklopedi Wen-hsien-t’ung-k’ao. Diterangkan bahwa di kerajaan Koying terdapat gunung api dan kedudukannya 5.000 li di timur Chu-po. Di utara Koying ada gunung api dan di sebelah selatannya ada sebuah teluk bernama Wen. Dalam teluk itu ada pulau bernama P’u-lei atau Pulau. 

Gambaran tentang kerajaan Koying ini dalam catatan Cina sama dengan kondisi ibukota kerajaan Salakanagara, yaitu Rajataputra. Penamaan Koying dalam catatan Cina diduga merupakan singkatan dari Ka dan Yin. Ka = gunung Karang (di daerah Pandeglang); Yin = sebelah selatan lereng gunung. Contoh: Huayin, artinya di sebelah utara/selatan gunung Hua. Dan memang Rajataputra ibukota Salakanagara terletak pada lereng selatan gunung Karang (di daerah Pandeglang dan merupakan gunung berapi). Baca perihal penggunaan nama Yin pada suatu tempat di https://id.wikipedia.org/wiki/Yin_dan_Yang.

Hal yang masih menjadi pertanyaan adalah siapakah sebenarnya Dewawarman I yang disebutkan dalam Naskah Wangsakerta?Beberapa narasumber kami menyatakan bahwa beliau tidak lain adalah Aji Saka yang juga dikenal dan banyak diceritakan oleh masyarakat baik di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, maupun Jawa Timur. Adapun yang masih rancu dalam sejarah adalah perihal silsilah Prabu Angling Darma yang disebutkan sebagai putra dari Prabu Jayabaya (Kerajaan Kediri). Bagaimana mungkin Prabu Jayabaya yang lahir tahun 1.135 M wafat tahun 1.179 M, melahirkan anak yang lahir pada periode sekitar awal tahun masehi ? 

Bagaimanapun perihal silsilah Prabu Jayabaya yang menyebutkan beliau adalah keturunan Prabu Gendrayana (buyut Prabu Parikesit) mungkin ada benarnya. Karena sesungguhnya semua raja di Nusantara, termasuk Prabu Jayabaya adalah keturunan dari Dewi Pwahacaci Larasati (putri Prabu Angling Darma), keturunan dari Prabu Sindhu La Hyang, dan keturunan dari  Prabu Gendrayana (buyut Prabu Parikesit), dan juga keturunan dari Aji Saka (Dewawarman I) atau menantu Prabu Angling Darma yang menjadi raja pertama kerajaan Salakanagara. 

Hal yang selanjutnya mungkin menjadi pertanyaan pembaca adalah siapakah sesungguhnya Aji Saka? Mengapa Prabu Angling Darma yang sudah memiliki kekuasaaan luas di pulau Jawa bersedia menikahkan putrinya Dewi Pwahaci Larasati kepada seorang pendatang yang hanya seorang pedagang/perantau dari negeri Pallawa, dan menjadikannya raja Salakanagara?

Beberapa narasumber kami menyatakan, bahwa ini disebabkan oleh masih adanya kekerabatan (tali persaudaraan) antara Aji Saka dengan Prabu Angling Darma. Bila dirunut jauh silsilah dari Aji Saka sesungguhnya adalah turunan dari Nabi Ishak a.s. bin Nabi Ibrahim a.s. Lihat juga https://kanzunqalam.com/2011/05/09/legenda-ajisaka-mengungkap-zuriat-nabi-ishaq-di-nusantara/

Saka sering disebutkan juga sebaga bangsa Scythian atau Sacae, yang merupakan keturunan dari 10 suku Israel yang hilang. Sebagaimana sumber yang dikutip sebagai berikut:

“Nama Abraham dan Ishak akan terus disebut dimanapun mereka bermukim, Brahman dan Saka misalnya. Hal Ini juga tercantum dalam Injil Perjanjian Lama, bahwa keturunan Abraham akan terindikasi dari keturunan (=nama) Ishak (Kejadian 21:12) …..nama nenek dan bapaku, Abraham dan Ishak, termasyhur oleh karena mereka dan sehingga mereka bertambah-tambah menjadi jumlah yang besar di bumi. (Kejadian 48:16)”.

Demikianlah, sesungguhnya Aji Saka adalah turunan langsung dari Nabi Ishak a.s. bin Nabi Ibrahim a.s. yang menetap di negara Pallawa (Bharata) India.

Pertanyaan selanjutnya, lantas apa hubungan tali persaudaraan Prabu Angling Darma dengan Aji Saka?

Masih berdasarkan narasumber yang sama menyatakan, bahwa paska tengelamnya pusat Kerajaan Hastina dan Idraprasta (di Nusantara), salah seorang putera dari Prabu Gendrayana ada yang ikut mengungsi (eksodus) ke wilayah Mesopotamia/ Summeria dan menjadi leluhur dari Nabi Ibrahim a.s. Hal ini adalah sesuai dengan catatan saya tentang Sejarah Agama (Bagian-2) yang menyatakan bahwa kebudayaan Sumeria yang merupakan evolusi dari kebudayaan Samarra berasal dari Nusantara (penduduk Nusantara/ Atlantis yang eksodus). Hal ini diperkuat dengan adanya beberapa temuan dan hasil penelitian yang ada.

Dalam catatan saya tentang Sejarah Agama (bagian-2) juga disebutkan bahwa leluhur Nabi Ibrahim a.s di wilayah Mesopotamia/Summeria pada awalnya beragama SUNDAYANA, yang merupakan ajaran monotheisme (percaya pada Tuhan YME) dan disebarkan oleh para murid Prabu Sindhu. Bukti peninggalan ajaran SUNDAYANA di Timur Tengah dapat dijumpai hingga saat ini dalam bentuk Kuil dan bangunan-bangunan suci yang bercirikan simbol Matahari dan Bulan (Surya dan Chandra). Namun seiring dengan perjalanan waktu (dari periode zaman Prabu Sindhu sekitar tahun 5.000 SM hingga tahun kelahiran Nabi Ibrahim a.s yaitu sekitar tahun 1.997 SM) atau dalam rentang waktu sekitar 3.000 tahun, agama SUNDAYANA ini telah banyak menyimpang. Masyarakat Mesopotamia/ Summeria pada zaman Nabi Ibrahim a.s. percaya kepada banyak Dewa, dan menyembah berhala seperti dijelaskan dalam kitab suci Al Qur’an.

Hingga akhirnya Tuhan YME mengutus Rasul-Nya Nabi Ibrahim a.s. untuk mengembalikan ajaran yang lurus dan bersumber langsung dari Tuhan YME. Kisah tentang Nabi Ibrahim a.s dapat dibaca dalam Kitab Suci Al Qur’an dan Kitab Injil (Perjanjian Lama). Selanjutnya, dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim a.s berputra Nabi Ishak a.s. dan Nabi Ismail a.s. Nabi Ishak a.s. berputra Nabi Yakub a.s., dan Nabi Yakub a.s berputra 12 (dua belas) orang, salah satunya adalah Nabi Yusuf a.s.

Dari putra Nabi Yakub a.s ini selanjutnya menurunkan bangsa/bani Israel dan membentuk negara Israel, yang pada awalnya terdiri dari 12 (dua belas) suku, sesuai jumlah putra dari Nabi Yakub a.s. Seiring dengan perjalanan waktu, selanjutnya negara Israel ini pecah menjadi 2 (dua) bagian, yaitu negara Israel Utara (keturunan dari 10 suku bani Israel, termasuk turunan dari Nabi Yusuf a.s.), dan negara Israel Selatan (keturunan dari 2 suku bani Israel, yakni Yehuda dan Benyamin, dan dikenal juga sebagai orang Yahudi).

Negara Israel Utara selanjutnya diserbu oleh kerajaan Asyur, sebagian penduduknya diangkut sebagai tawanan, dan sebagian lagi mengungsi menyebar ke wilayah negara di sekitarnya. 10 suku yang berasal dari negara Israel Utara inilah selanjutnya yang disebut sebagai suku Israel yang hilang, karena keberadaanya sudah sulit diketahui lagi. Adapun kerajaan Israel Selatan juga hancur diserbu oleh kerajaan Babel. Semua penduduknya ditawan, namun mereka masih tetap bersatu sehingga keberadaannya mudah dilacak/ diketahui, dan saat ini dikenal sebagai orang Yahudi.

Adapun Aji Saka yang dikisahkan merupakan seorang pedagang/perantau dari Pallawa (India) adalah keturunan dari 10 suku bangsa Israel yang eksodus dan kemudian menetap di daerah Pallawa (India). Dengan demikian, bila dirunut silsilahnya Aji Saka adalah keturunan dari Nabi Ibrahim a.s. dan bila dirunut lebih jauh lagi, akan berujung pada Prabu Gendrayana (buyut Prabu Parikesit). Artinya, memang masih ada tali persaudaraan antara Aji Saka (Prabu Dewawarman I) dengan Prabu Angling Darma atau Aki Tirem, karena keduanya adalah turunan dari Prabu Gendrayana.

Hal inilah yang membuat Prabu Angling Darma yang merupakan penguasa kerajaan Nusantara ketika itu, mempercayai Aji Saka untuk menikahi putrinya Dewi Pwahaci Larasati, dan menjadikannya raja di Nusantara, yang kerajaannya diberi nama Salakanagara. Adapun penamaan Salakanagara sendiri sebenarnya merupakan singkatan dari nama Prabu Sindhu LaHyang yang merupakan leluhur dari Prabu Angling Darma, dan Saka (zuriyat/keturunan Nabi Ishak a.s).

Dari semua penjelasan di atas maka dapat disimpulkan, bahwa Aji Saka atau Dewawarman I yang disebutkan dalam naskah Wangsakerta sebagai raja pertama kerajaan Salakanagara, serta Prabu Angling Darma atau Aki Tirem adalah leluhur dari semua raja di Nusantara. Aji Saka lah yang menurunkan para raja dinasti Warman (Purnawarman di kerajaan Tarumanagara dan Mulawarman di kerajaan Kutai), dan selanjutnya menurunkan para raja di Nusantara (termasuk raja Sriwijaya dan Majapahit). Secara lengkap kisah para raja sejak Dinasti Warman hingga periode Mataram Islam dapat dibaca dalam buku sejarah, atau dalam catatan saya berjudul “Sejarah dan Silsilah Kemaharajaan Sunda Nusantara”.

Demikianlah, kisah awal mula dan silsilah dari leluhur para raja di Nusantara. Semoga kisah ini dapat bermanfaat bagi seluruh masyarakat Nusantara untuk lebih mengenal jatidiri bangsa ini yang merupakan bangsa yang besar. Karena dari negara kita inilah semua peradaban dunia bermula, termasuk para Nabi dan Rasul bila dirunut silsilahnya akan kembali ke tanah leluhurnya, yakni di bumi Nusantara ini.

Marilah kita sama-sama untuk mengembalikan kejayaan bangsa kita. Janganlah kita menjadi bangsa yang bodoh (belegug) yang mudah dipengaruhi oleh doktrin-doktrin agama yang memecah belah kerukunan bangsa. Ingatlah, bahwa pada dasarnya semua agama adalah satu !!!, karena bersumber pada Tuhan yang satu. Adapun yang membuat adanya perbedaan, adalah karena faktor manusianya yang salah mengartikan dan memahami ajaran agama yang disampaikan oleh para Nabi/Rasul Allah, dan para Avatar.

Sebagai acuan bagi para pembaca, bahwa untuk membedakan atau mengenal ajaran mana yang sesungguhnya bersumber dari Tuhan YME, hanya satu kuncinya, yaitu pastilah ajaran tersebut memiliki prinsip dasar Kasih Sayang !!!. Oleh karena itulah, dalam setiap surah dalam kitab suci Al Qur’an selalu diawali dengan kalimat “Bismillahirrohmanirrohim”, yang artinya “Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang”. Dengan demikian, bila ada pimpinan agama/ulama/pendeta yang menganjurkan kebencian atau permusuhan, dapat dipastikan itu adalah doktrin, dan bukan merupakan ajaran sesunguhnya yang bersumber dari Tuhan YME.

Pada masa lalu, doktrin ini sengaja dimasukkan oleh para pimpinan agama atau para penguasa, yang disebut sebagai ayat-ayat atau hadis-hadis palsu. Mereka juga, mencampur adukkan antara ayat satu dengan ayat lainnya sehingga penafsirannya mennjadi berbeda dengan makna awalnya, bahkan menjadi membingungkan bagi para pembacanya. Mereka sengaja memasukan doktrin tersebut, agar umatnya merasa bahwa ada ancaman terhadap agama mereka, atau dalam istilah politik dikenal sebagai menciptakan “musuh bersama”. Pada gilirannya doktrin ini menjadi alat para penguasa atau pimpinan agama untuk mengumpulkan dana/sumbangan dari masyarakat (umat beragama) yang digunakan untuk melanggengkan kekuasaanya, dan bahkan digunakan untuk membiayai peperangan dalam rangka memperluas wilayah kekuasaannya.

Bila kita mau berfikir jernih, marilah kita renungkan beberapa pertanyaan berikut:

Apakah mungkin ada ancaman terhadap agama yang sesungguhnya bersumber dari Tuhan YME dan mengajarkan tentang Kasih Sayang???

Apakah benar Tuhan Yang Maha Maha Besar dan Maha Maha Kuasa perlu dibela??? Sementara kita ini hanya sebutir debu yang tidak berarti di hadapan-Nya.

Apakah para Waliyullah di Nusantara zaman dahulu menyebarkan agama Islam melalui peperangan. Jelas tidak!!! Mereka berdakwah dengan mengajarkan perilaku ahlak mulia yang berlandaskan Kasih Sayang.

Bila anda seorang beragama Kristen, kemudian anda diancam akan dipukuli agar berpindah agama menjadi Islam. Apakah anda bersedia pindah agama??? Bila anda merasa tidak takut, jelas akan mengatakan tidak,. Sedangkan bila anda merasa takut disakiti, mungkin saja anda mengatakan bersedia. Namun bersedia sebatas hanya di mulut saja, sedangkan di hati jelas mengatakan tidak. Karena agama adalah masalah keyakinan yang adanya di hati. Dan tidak ada yang dapat menyentuh hati kita, melainkan hanya melalui Kasih Sayang, yang sumbernya berasal dari Tuhan YME sendiri.

Sebagai penutup, marilah kita dengarkan dan saksikan video berikut, agar dapat lebih merasakan kebesaran bangsa Nusantara kita yang tercinta.

http://faktasejarahprabsindhu.blogspot.com/2018/03/kisah-awal-mula-dan-silsilah-leluhur.html


KONVERSI IDEOLOGI MUHAMMADIYAH KE GERAKAN FRONT PEMBELA ISLAM (FPI)

$
0
0

KONVERSI IDEOLOGI MUHAMMADIYAH KE GERAKAN FRONT PEMBELA ISLAM (FPI)

BY Sholihul Huda1

1)Religious Studies Department, Faculty of Islamic Studies, Muhammadiyah Surabaya University. sholikhsby@gmail.com

https://www.academia.edu/34950395/KONVERSI_IDEOLOGI_MUHAMMADIYAH_KE_GERAKAN_FRONT_PEMBELA_ISLAM_FPI?auto=download

Abstraksi Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang ingin memotret fenomena terkait proses, faktor, bentuk dan dampak konversi ideologi dikalangan aktifis Muhammadiyah ke FPI di daerah Paciran Lamongan. FPI merupakan salah satu pewujudan dari gerakan Islam Transnasional di Indonesia dengan mengusung ideologi keagamaan radikal, yang sangat berbeda dengan ideologi keagamaan yang dipraktekan oleh Muhammadiyah yaitu moderasi Islam.

FPI memiliki model dakwah amar ma’ruf nahi mungkar yang diaplikasikan secara fisikal-ekstrim dengan cara memaksa, intimidasi dengan swipping kepada kelompok yang dianggap melakukan maksiat. Model dakwah FPI ini disambut dan didukung oleh sebagian aktifis Muhammadiyah di Paciran Lamongan, padahal secara ideologi dan strategi dakwah kedua kelompok ini berbeda. Dan menariknya Muhammadiayah di Pantura secara ideologi dan jaringan dakwahnya sangat kuat dibanding dengan daerah-daerah lain di Jawa Timur tetapi mengapa sebagian aktifisnya muda konversi ideologi. Fenomena ini tentu sedikit banyak akan menganggu konsolidasi Muhammadiyah dan citra Islam di Indonesia. Jenis penelitian adalah kualitatif-fenomenologis, informan penelitian adalah aktifis Muhammadiyah yang aktif di FPI, teknik pengumpulan data wawancara, SGD dan telaah kepustakaan, analisa data menggunakan multidisiplin keilmuan (politik, ideologi, sosiologi, dll).

Hasil penelitian proses konversi terjadi melalui jalur kultural, dalam bentuk infiltrasi pemikiran (Ghazwul Fikri), dengan faktor kondisi obyektif masyarkat yang maksit dan kekecewaan terhadap elit Muhamamdiyah, berdampak pada radikalisasi, erosi ideologi dan arabisme tradisi keagamaan dikalangan Muhamamdiyah.

Keyword: Muhammadiyah, FPI, Pantura Lamongan, Konversi Ideologi

A. Pendahuluan

Fenomena kebangkitan Islam dewasa ini menjadi fokus kajian yang cukup menarik di kalangan Sarjana Muslim Indonesia. Kebangkitan Islam adalah formulasi dari gejalagejala keagamaan (religiusitas) yang ditandai oleh menguatnya kecenderungan orang Islam untuk kembali kepada ajaran Islam secara formal dalam semua aspek kehidupan.2 Sampai saat ini belum ada kesepakatan di antara pemikir Islam tentang satu istilah untuk menggambarkan fenomena kebangkitan Islam.

Namun, ada sebagian pemikir Islam mencoba mendiskripsikan kebangkitan Islam dengan istilah revivalisme Islam3 , fundamentalisme Islam, radikalisisme Islam, Islamisme, puritanisme Islam dan ekstremisme Islam. 4 Meskipun fundamentalisme Islam memiliki 1 Prodi Studi Agama-Agama FAI Universtas Muhammadiyah Surabaya 2 Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal (Jakarta: Erlangga, 2002), x 3

Revivalisme Islam gerakan yang ingin mengembalikan Islam kepada keadaan awal asli dan murni. Karakter umum gerakan revivalisme Islam adalah seputar hijrah dan jihad, sementara karakter khusus adalah a) kembali ke Islam yang murni sebagai sebuah agama tauhid, b) anjuran membuka ijtihad dan melarang taklid buta, c) keharusan hijrah meninggalkan daerah yang di kuasai orang kafir, d) kepercayaan yang kuat terhadap seorang pemimpin tunggal sebagai sang pembaharu atau Imam Mahdi yang di tunggu-tunggu. Youssef M. Choueiri, Islam Garis Keras:

Melacak akar Gerakan Fundamentalisme (terj), Humaidi Syuhud (Yogyakarta: Qonun, 2003), 20 4Ekstremisme Islam, digunakan oleh Abid Al-Jabiri untuk menggambarkan kelompok Islam ekstrem yang biasanya menggerakkan permusuhan kepada gerakan Islam “tengah/moderat”. Lihat Muhammad Abid al-Jabiri, Agama, Negara, dan Penerapan Syariah (Yogyakarta: Pustaka, 2001), 139.

Sementara Said Al Asymawi menggunakan istilah Ekstrem untuk menggambarkan suatu kelompok untuk merebut kekuasaan dengan menunggangi isu-isu agama. Di sebutkan bahwa faktor paling menonjol dari kemunculan ekstremisme Islam konotasi baru di Dunia Barat yang berarti terorrisme (radikalisme). Walaupun mempunyai sebutan beragam istilah kebangkitan Islam pada dasarnya bertemu satu titik, yaitu semangat transnasionalisme Islam.

Sebuah ide tentang kesatuan Islam secara internasional melalui penerapan sistem syariat Islam dan negara Islam (Dawlah Islamiyah) dengan kepemimpinan Khilafah. 5 Hrair Dekmejian menggunakan terma revivalisme Islam untuk menunjuk fenomena munculnya gerakan keagamaan Islam kontemporer di Timur Tengah. Menurutnya kebangkitan Islam menggambarkan tingginya kesadaran Islam di kalangan umat Islam dan rangkaian kesatuan yang dinamis antara spiritualisme pasif-apolitis dengan militansi dan konversi. 6 Oliver Roy menggunakan terma Islamisme dan NeoFundamentalisme untuk menyebut gerakan Islam yang berorientasi pada pemberlakuan Syariat Islam seperti Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir.7

Sementara John L Esposito memberikan pengertian fundamentalisme dicirikan pada sifat kembali kepada kepercayaan fundamental agama. Mereka mendasarkan aktifitasnya pada penafsiran Literalistik dalam memahami al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.8 Kebangkitan Islam terjadi di seluruh Dunia Islam terutama di Timur Tengah. Kebangkitan Islam dipresentasikan dengan munculnya beberapa organisasi Islam seperti Neo-Ikhwanul Muslimin di Mesir, Jama’at al-Islami di Pakistan, HAMAS di Palestina, Hizbullah di Lebanon. Di Indonesia kebangkitan Islam dipresentasikan oleh kemunculan Ormas keagamaan seperti Ikhwanul Muslimin-Tarbiyah, Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Jama’ah Anshoru atTauhid (JAT) dan Lasykar Jihad.

Kelompok Islam di atas cenderung menampilkan ideologi dakwah radikal-fundamental dan mengusung tema ideologi Islam dalam setiap aksi dengan suatu tujuan menawarkan Islam sebagai ideologi alternatif.9 Kelompok Islam baru ini sering disebut oleh sebagian pemikir Islam dengan gerakan Islam radikal. Geneologi ideologi gerakan radikal dapat dilacak dari pemahaman literal-tekstual terhadap tradisi kaum Salaf. Tradisi kaum Salaf oleh kelompok ini dijadikan pijakan ideal dalam berfikir maupun bertindak baik dalam kehidupan keagamaan maupun interaksi sosial mua’malah. Mereka memahami bahwa tradisi kaum Salaf merupakan tradisi paling sesuai dengan yang diharapkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam mengatur kehidupan.10 Salafiyah atau salafisme adalah suatu paham yang berkembang pada akhir abad ke-19 oleh para reformis Muslim seperti Muhammad ‘Abduh (w.1905M), Jamal al-Din alAfghani (w.1935 M) bahkan dikaitkan dengan Ibn Taymiyyah dan muridnya Ibn Qayyim al-Jawziyyah. Istilah salaf berati pendahulu dan dalam konteks Islam pendahulu itu merujuk pada periode Nabi Muhammad SAW, Sahabat, Tabi’in dan Tabi’in-Tabi’at. Salafi adalah pengikut kaum salaf, memiliki arti yang fleksibel dan lentur serta memiliki daya tarik natural hal itu dilambangkan autentisitas dan keabsahan. Ideologi Salafi sering adalah krisis kepercayaan kepada lembaga-lembaga Negara, lembaga agama, dan lembaga politik. Lihat, Muhammad Said Al-Symawi, Al-Islam Al-Siyasi (Kairo: Sina li al-Nasyr, 1987), 66 5Deni Al As’ary, Selamatkan Muhammadiyah:Agenda Mendesak (Yogyakarta: Kibar Press,2009), 21 6Shireen T Hunter, Politik Kebangkitan Islam Keragaman dan Kesatuan (terj), Ajat Sudrajat (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001),3 7 Oliver Roy, The Failure of Political Islam (London: I.B Tauris&Co.Ltd, 1994), 2-4 8 John L Esposito, The Islamic Threat Myth or Reality (Oxford: Oxford University Press, 1992),7-8 9 Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia (Jakarta: Rajawali Press, 2004), 19

10Geneologi ideologi dakwah radikal yang dijadikan pijakan oleh beberapa kelompok Gerakan Islam radikal di Indonesia ternyata terkait kuat dengan gerakan atau ideologi salafi yang tumbuh subur di Timur Tengah terutama Saudi Arabia. Lihat, Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia (Jakarta: Rajawali Press,2004) dimanfaatkan oleh setiap gerakan yang ingin mengklaim bahwa gerakan itu berakar pada autentisitas Islam yang bersumber dari Nabi Muhammad dan para Sahabatnya.11 Ideologi salafisme menyeruh untuk kembali pada konsep yang sangat dasar dan fundamental di dalam Islam. Kehidupan umat Islam seharusnya mengikuti semua preseden Nabi dan para sahabatnya yang mendapatkan petunjuk dan generasi awal saleh (al-salaf al-shalih). Salafisme menegaskan bahwa dalam menghadapi semua persoalan umat Islam seharusnya kembali pada sumber tekstual asli yaitu al-Qur’an dan Sunnah Nabi (ar-ruju’ ila al-Qur’an wa as-sunnah). Umat Islam harus menginterpretasikan sumbersumber asli itu berdasarkan kebutuhan dan tuntutan modern tanpa harus mutlak pada produk penafsiran generasi muslim awal. Salafisme tidak tertarik pada sejarah, dengan menekankan asumsi “zaman keemasan” di dalam Islam mengidealisasi zaman Nabi dan Sahabatnya dan menolak atau tidak tertarik pada warisan sejarah Islam yang lebih besar.12 Pendapat di atas diperkuat oleh Jajang Rohani bahwa, kemunculan kelompok Islam radikal di dunia Sunni sekarang ini berkaitan dengan reformulasi ideologi salaf. Sebuah paham yang mengajarkan umat Islam agar mencotoh prilaku Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Ideologi salaf yang pada awalnya menekankan pada pemurnian aqidah (tanzih) mengalami metamorfosis pada abad ke-20. Salafisme tidak hanya gerakan purifikasi keagamaan semata tetapi menjadi ideologi perlawanan terhadap berbagai paham yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama.13 Geneologi radikal juga berasal dari ideologi wahhabi. 14 Sebagaimana pandangan Khaled Abou El Fadl bahwa kaum Wahhabi jelas-jelas mempengaruhi setiap gerakan puritan-radikal di dunia Islam di era kontemporer. Setiap gerakan Islam yang di labeli radikal seperti al-Qaedah, Ikhwanul Muslimin sangat kuat di pengaruhi oleh ideologi Wahhabi. 15 Ideologi salafi dan wahhabi secara metodologis memiliki kemiripan, kecuali Wahhabi kurang toleran terhadap keragaman dan perbedaan pendapat. Sementara salafisme tidak serta merta anti intelektualisme seperti wahhabisme yang cenderung tidak tertarik pada sejarah.16 Dari pemetaan tersebut kedua ideologi mempunyai sepirit yang sama yaitu ingin mengembalikan ajaran Islam secara murni dan sesuai dengan zaman Nabi dan sahabat dengan pemahaman yang literal-tekstual serta kurang dapat menerima kelompok di luarnya. 11Pada awalnya istilah salafi di pakai oleh kaum reformis liberal namun pada awal abad ke-20 kaum Wahhabi menyebut diri mereka kaum Salafi. Akan tetapi hingga tahun 1970-an istilah itu tidak terkait dengan keyakinan Wahhabi. Lebih jelas lihat, Khaled Abou El Fadl, Selamatkan Islam dari Muslim Puritan (terj), Helmi Musthofa (Jakarta: Serambi, 2006), 93 12Ibid, 94-95 13Ibid, 252 14Dasar ideologi Wahhabi dibangun oleh Muhammad ibn Abd Wahhab (w.1206). gagasan utama adalah bahwa umat Islam telah melakukan kesalahan dan menyimpang dari jalan Islam yang lurus dan hanya dengan kembali ke satu-satunya agama yang benar mereka akan di terima dan mendapat ridha dari Allah. Dengan semangat puritan kaum wahhabi ingin membersihkan segala bentuk tambahan, tafsir, tasawuf, syiah yang di nilai bid’ah. Wahhabisme menolak intelektualisme, mistisisme, dan sektarianisme di dalam Islam dengan memandang semua itu sebagi inovasi yang menyimpang karena ada pengaruh dari luar. Wahhabi tidak memberi jalan tengah bagi umat hanya ada dua menjadi orang Islam yang benar atau kaffir. Wahhabi juga sangat fanatik dan benci dengan kelompok non muslim dengan menegaskan bahwa muslim seharusnya tidak mengikuti kebiasaan non muslim. Wahhabi mendukung sistem keyakinan tertutup, lengkap dan memenuhi kebutuhan sehingga tidak ada alasan untuk terlibat kecuali mendominasi. Baca, Khaled, Selamatkan Islam, 93 15Ibid., 61 16Ibid., 94 Gerakan Islam radikal juga menjadikan terma jihad sebagai salah satu landasan perjuangan. Konsep jihad mengalami pergeseran makna. 17 Konsep jihad cenderung ditafsiri secara literal dan sempit, jihad yang semula dipahami sebagai upaya sungguhsungguh untuk menggerakan segala tenaga, pikiran, harta untuk kemajuan Islam melalui dakwah, ternyata bergeser ke makna artifisial dan fisikal (baca: Perang). Pergeseran makna jihad ini terjadi terutama para pengikuti Wahhabi yang identitik dengan neofundamentalisme atau neo-salafi. Wahhabi awal memaknai jihad adalah perjuangan menegakkan monotiisme, tetapi belakang bergesar pada gerakan perlawanan global tanpa kompromi dengan siapa saja yang secara ideologi berbeda yang ada adalah perang melawan Yahudi, Kristen dan Barat secara global, sehingga sering berbenturan dengan kelompok non Islam bahkan dengan sesama kelompok Islam sendiri.18 Konsepsi jihad seperti ini tampak terus berkembang di Indonesia. Jihad identitik dengan jalan kekerasan, teror, bom di tempat umum. Konsep ini dikritik oleh Fazlur Rahmansebagai bentuk ”salafi sempit” bukan salafi yang mengambil semangat Ibnu Taymiyyah yang menyatakan perbuatan manusia tidak yang bersifat zahiri, tampak sebagai kebaikan (jihad) tetapi ada perbuatan yang bersifat batiniah, inilah sesungguhnya menjadi bagian terpenting dalam iman pada Tuhan.19 Kemunculan gerakan Islam radikal merupakan hal wajar akibat dari eskalasi dunia global yang tidak ada sekat tradisi, teritorial dalam akses informasi dan wacana (ideologi). Ian Adams berpandangan kemunculam gerakan Islam radikal merupakan hal wajar karena radikalisme dapat di temukan dalam berbagai macam lingkungan dan tampil dalam berbagai bentuk yang beragam termasuk wajah agama (kelompok Islam).20 Dakwah gerakan Islam radikal walaupun di Indonesia, namun secara geneologis gerakan ini memiliki akar paham keislaman (ideologi) dari Timur Tengah. Senada pendapat Akh Muzakki, kemunculan gerakan Islam radikal atau dikenal dengan Islam Transnasional tidak lebih dari representasi total Islam Timur Tengah.21 Pandangan ini diperkuat oleh Haidar Nashir bahwa kemunculan Islam Transnasional atau Islam yang mengusung gagasan syariat Islam merupakan bentuk reproduksi gagasan dan ideologis Islam salafiyah Timur Tengah di Indonesia.22 Gerakan Islam transnasional yang tumbuh di Indonesia berbeda dengan gerakan Islam yang terlebih dahulu eksis di Indonesia. Gerakan Islam awal seperti NU, Muhammadiyah dianggap mewakili gerakan Islam moderat. 23 Gerakan Islam moderat adalah gerakan Islam yang menjunjung tinggi tasammuh, tawazun, tawasuth, menghargai perbedaan (toleran), menjunjung perdamaian, santun dan terbuka dalam berdakwah di masyarakat,24 salah satunya adalah gerakan Muhammadiyah. 17Natana J Delong-Bas, Wahhabi Islam: From Revival and Reform Global Jihad (London: Oxford University Press, tt), 278 18Zuly Qadir “Gerakan salafi Radikal dalam Konteks Islam Indonesia”, Jurnal Islamica, Vol.3, No.1, September 2008, 2. 19Fazlur Rahman, Gelombang Perubahan dalam Islam: Studi Fundamentalisme Islam (ter), penerjemah Aam Fahmia (Jakarta: Rajawali Press, 2001), 163 20Ian Adams, Ideologi Politik (Yogyakrta: Qalam, 2004), 426 21Ach. Muzakki, “Importasi dan Lokalisasi Ideologi Islam: Ekspansi Gerakan Islam Pinggiran Pasca Soeharto”, Juranal MAARIF, Vol. 2, No.4, Juni 2007 22Haidar Nashir,Gerakan Islam Syariat, Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia (Jakarta:PSAP, 2007),8 23 Menurut Prof. Azumardi Azra, kedua organisasi ini adalah produk asli Indonesia (made in Indonesia) yang memiliki paham keIslaman moderat (Washatiyah) dan memiliki jaringan dan anggota terbanyak di Indonesia. Dan secara komitemen ideologi NU-Muhammadiyah adalah memperjuangkan nilai-nilai Islam bukan formalisasi Islam dalam entuk Negara maupun penerapan Syariat Islam sebagai hokum positif, Azumardi Azra, ISIS Mengancam Kita”, Forum Indonesia Lawyers Club (ILC) TV One, ( 24 Maret 2015) 24Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan NU (Solo, Jatayu, 1985) Muhammadiyah telah meneguhkan diri sebagai gerakan Islam yang menampilkan paham agama (ideologi) yang rahmatalil’alamin.25 Muhammadiyah sampai saat ini tetap konsisten sebagai gerakan Islam moderat dengan mengusung gerakan pembaharuan (tajdid) dan pemurnian (tanzih). Ideologi Muhammadiyah menasbihkan gerakan yang anti kekerasan, anti pemaksaan dan berorientasi pada humanisme. Orientasi dakwah yang humanis dan menghargai tradisi lokal di atas sering disebut dengan dakwah kultural.26 Ajaran dan spirit jiwa perjuangan Kyai Ahmad Dahlan merupakan basis Ideologi Muhammadiyah. Ajaran dan jiwa perjuangan Kyai Ahmad Dahlan telah mengispirasi aktifis Muhammadiyah dalam bergerak mengembangankan Islam di Indonesia. Prinsip dasar dari ajaran Kyai Ahmad Dahlan adalah memadukan kesalehan individual dan kesalehan sosial yang berpegang kepada al-Qur’an dan al-Hadits. 27 Bercita-cita mewujudkan masyarakat yang utama, dan sebenar-benarnya yang di ridhoi Allah SWT.28 Ideologi Muhammadiyah terbentuk melalui proses sejarah panjang dan dipengaruhi oleh situasi lingkungan sekitar (baca: Kauman Yogyakarta). Sebagaimana pendapat Louis Althusser, bahwa proses terbentuknya ideologi di antaranya karena faktor historis. 29 Artinya ideologi terbentuk tidak di ruang hampa tetapi melalui proses dinamika persoalan di masyarakat yang terkonsepsikan dan mengkristal menjadi sebuah prinsip-prinsip kehidupan. Begitu juga ideologi Muhammadiyah dibentuk sebagai respon terhadap perkembangan sejarah. Ia dirumuskan dan dikembangkan tidak dalam ruang hampa tetapi diruang realitas masyarakat (baca:Kauman Yogyakarta) yang dinamis. Ideologi Muhammadiyah memiliki karakter yang menjadi sistem paham, visi, misi dan strategi perjuangan yang khas yang membedakan dengan ideologi gerakan Islam yang lain. Artinya yang membedakan gerakan Muhammadiyah dengan gerakan Islam lain adalah karena orientasi ideologi dan strategi dakwahnya. Dewasa ini ada fenomena menarik dikalangan aktifis Muhammadiyah yaitu fenomena konversi ideologi. Fenomena dimana ada sebagian aktifis Muhammadiyah terlibat aktif maupun simpatisan pada gerakan-gerakan Islam radikal (baca: FPI).30 Padahal antara gerakan Muhammadiyah dengan gerakan Islam radikal (FPI) mempunyai ideologi berbeda atau mungkin berbenturan. Fakta di atas tentu menarik untuk dipahami, sebab Muhammadiyah sebagai organisasi sosial-keagamaan mapan (esthaiblised) baik secara ideologi maupun jarigan dakwah, bahkan merupakan salah satu penyanggah kehidupan 25Haedar Nashir, Kristalisasi Ideologi Muhammadiyah dan Komitmen BerMuhammmadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007), 31 26Konstruksi dakwah kultural muncul di sebabkan gerakan Muhammadiyah selama ini di cap gerakan anti tradisi lokal yang akrab dengan kehidupan masyarakat desa dan rakyat kebayakan, hal itu menjadikan gerakan ini terasing dari kehidupan rakyat kecil pedesaan. Fakta ini mendorong beberapa elite Pimpinan Muhammadiyah mengembangkan gagasan yang disebut dakwah kultural yang disusun tahun 2002. Tujuan dakwah kultural adalah bagaimana melakukan dakwah dengan memperhatikan kondisi obyektif masyarakat yang hendak di rubah. Lihat Abdul Munir Mulkhan, Islam Murni dalam Masyarakat Petani (Bentang: Yogyakarta, 2000). Adapun konsep dakwah kultural secara lengkap, lihat Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dakwah Kultural Muhammadiyah, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2005) 27Prinsip dan ajaran-ajaran Kiyai Ahmad Dahlan dalam memahami kehidupan yang kemudian di jadikan landasan dalam menggerakan Muhammadiyah, semuanya di landaskan pada prinsip-prinsip Al Qur’an dan Hadits yang kemudian di jadikan landasan Ideologi Muhammadiyah. Lihat KRH. Hadjid, Pelajaran KH. Ahmad Dahlan: 7 falsafah Ajaran dan 17 Kelompok Ayat Al Qur’an (Yogyakarta: LPI PP Muhammadiyah, 2008) 28Haedar Nashir, Kristalisasi Ideologi, 4 29Syamsul Arifin, Ideologi Praksis Gerakan Sosial kaum fundamentalisme (Malang: UMM Press, 2005), 45 30 Gerakan FPI merupakan salah satu gerakan salafi radikal di Indonesia yang berideologi radikal-fundamental dalam memahami ajaran Islam. Ideologi radikal bersumber dari ideologi-ideologi radikal Timur Tengah sehingga FPI termasuk jaring Islam trnsnasional. Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia (Jakarta: Rajawali Press,2004) sosial keagamaan di Indonesia, tetapi mengapa para aktifisnya mudah terpengaruh bahkan berlahan meninggalkan Muhammadiyah migrasi ke gerakan lain (baca:FPI).31 Maka pada kajian ini, penulis mencoba memotret fenomena konversi ideologi yang terjadi dikalangan aktifis Muhammadiyah di wilayah Pantura Paciran Lamongan (selanjutnya disebut Pantura Lamongan). Fenomena ini tentu sedikit banyak berpengaruh terhadap dinamika kehidupan keberagamaan di Indonesia yang sebelumnya dikenal dengan keberagamaan yang inklusif, toleran, demokratis dan damai penuh rahmatalil’alamin. B. Konversi Ideologi Muhammadiyah: Sebuah Potret Fenomena konversi ideologi dikalangan aktifis Muhammadiyah dipengaruhi oleh dinamika sosio-ideologis yang terjadi di sekitarnya. Proses konversi ideologi dikalangan aktifis Muhammadiyah Pantura Lamongan tidak dapat dipastikan kapan persis terjadinya, tetapi yang jelas proses tersebut melalui tranformasi lama dan lewat saluran media yang beragam. Proses konversi ideologi tersebut dipengaruhi tidak hanya satu faktor tetapi banyak faktor yang saling berkaitan. Faktor tersebut dapat dipetakan pada dua aspek yaitu aspek sosiologis dan aspek ideologis. Aspek sosiologis dipengaruhi dari kondisi eksternal dikalangan aktifis Muhammadiyah yang resah melihat keadaan sosio-kultur masyarakat Pantura Lamongan yang semakin jauh dari nilai-nilai ajaran Islam. Pertama tradisi kemaksiatan semakin merajalela, orang sudah tidak malu lagi melakukan kemaksiatan (pacaran, minumminuman keras, pesta ganja, perzinahan) padahal sebelumnya masyarakat Pantura Lamongan dikenal sebagai masyarakat religius yang kuat dan taat.32 Kondisi ini diperparah dengan sikap aparat keamanan yang seharusnya bertugas membrantas kejahatan malah menjadi bagian dari proses kemaksiatan dengan menjadi backing. Kondisi ini menjadikan krisis kepercayaan terhadap aparatur negara, sehingga prilaku kemaksiatan di masyarakat semakin tidak terkendali karena tidak ada yang ditakuti. Melihat kemungkaran sosial tersebut, sebagian aktifis Muhamamdiyah merasa resah dan ingin bergerak melakukan perlawanan terhadap situasi tersebut. Sementara gerakan Islam (Baca: Muhammadiyah) di Pantura Lamongan tidak merespon secara langsung, sehingga terkesan membiarkan tradisi kemaksiatan tersebut. Kondisi kegagapan Muhammadiyah tidak merespon secara jelas dan tegas terhadap kondisi sosial tersebut menjadikan para aktifis Muhammadiyah mencari altrenatif gerakan. Maka bertemulah dengan gerakan Front Pembela Islam (FPI) yang mengusung strategi dakwah ”konkrit” membrantas kemaksiatan.33 Model gerakan yang dikembangkan oleh FPI seolah mejawab keresahan dan kegelisahan yang dirasakan oleh aktifis Muhammadyah. Proses inilah kemungkinan kuat menjadi pendorong proses sosiologis dari proses transformasi konversi ideologi ditubuh Muhammadiyah. Kedua, pengaruh perkembangan industialiasi di wilayah pamtura. Salah satu dampak dari perkembangan industrialisasi adalah adanya pergeseran tradisi masyarakat Pantura dari kultur tradisional (nelayan) ke kultur industrial (buruh). Proses tersebut hingga saat ini sedang berjalan, tampak dari pembangunan infrastruktur dan derasnya investasi yang masuk di kawasan Pantura Lamongan. Seperti pembangunan Industri pariwisata (Wisata Bahari Lamongan/WBL), Maharani Zoo Goa, industri perhotelan dan 31 Miftachul Huda, Ikhwanul Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah dan Kibar Press, 2007), 4 32 Di Pantura Pesantren tumbuh berkembang banyak sekali baik dari kalangan NU misalnya (Pondok Sunan Drajat, Ponpes Tarbiyah At Thulab, Pondok Mazr’atul Ulum dan sebaginya), kalangan Muhammadiyah (Pesentren Karangasem Muhammadiyah, Pesantren Modern Muhammadiyah), lihat Ma’in Abd Sumaji, Mengembalikan Gerakan, 56. 33 Al Zastrow, Ng. Gerakan Islam Simbolik Politik Kepentingan FPI. Yogyakarta: LKiS, 2006 restoran (Lamongan Resort Beach), industri pangkalan minyak Lamongan Integrated Shorebase (LIS). Industrialisasi tersebut membawa dampak serius bagi masyarakat Pantura Lamongan terutama terhadap tradisi prilaku sosio-keagamaan. Diantaranya adalah longgarnya ikatan solidaritas keagamaan, yaitu sikap apatis terhadap persoalan kemaksiatan, slogan yang berkembangan di masyarakat adalah ”yang penting bukan saya yang melakukan”. Prinsip dan prilaku tersebut menjadikan proses kemaksiatan semakin masif dan dianggap wajar. Selain itu juga berdampak pada pergeseran karakter masyarakat Pantura menjadi individualistik dan orientasi hidup materialistik (baca: konsumtif dan hedonis). Selain dampak negatif, ada juga dampak positif dari pembangunan industrialisasi, salah satunya adalah masyarakat Pantura mulai ”melak” terbuka terhadap informasi. Artinya kesadaran akan pentingnya informasi dari dunia luar pada masyarakat Pantura Lamongan sangat tinggi, sehingga arus transformasi informasi termasuk ideologi keagamaan dari luar (baca: ideologi Islam Timur Tengah), tidak dapat terhindari masuk ke Pantura Lamongan. Ideologi Islam radikal (baca:FPI) memberikan nuansa gerakan keagamaan baru dikalangan masyarakat Pantura Lamongan. Sehingga kajian-kajian ideologi Islam radikal semakin tumbuh dan mendapat sambutan secara hangat. Fenomena terjadi disebabkan ada semacam kejenuhan terhadap gerakan-gerakan Islam yang sudah ada sebelumnya (baca: Muhammadiyah-NU). Ketiga, bertemunya karakter masyarakat Pantura yang keras dengan karakter gerakan FPI yang radikal. Masyarakat Pantura Lamongan di dominasi bekerja sebagai Nelayan, mereka bergelut dengan laut yang tidak pasti karena tergantung alam, sehingga pendapatannya tidak bisa dikontrol. Nelayan menghadapi sumberdaya alam (SDA) yang bersifat open acces dan beresiko tinggi. Hal tersebut menyebabkan masyarakat pesisirpantura memiliki karakter yang tegas, keras dan terbuka.34 Sebelum gerakan Islam radikal (Baca:FPI) masuk, karakter keras tersalurkan dalam wadah sosial kelompok-kelompok ”Geng” anak muda Pantura. Diantaranya adalah Geng KREATOR, RIBEN, EXSODUS dan sebagainya. Sebagian besar anggotanya adalah anak-anak Muhammadiyah. Aktivitas kelompok ”Geng” ini lebih cenderung kepada tindakan kemaksiatan dan menganggu ketentraman masyarakat, seperti berkelahi antar ”Geng” pada saat ada acara di Tanjung Kodok atau di sekitar Pantura, minum-minuman keras, pesta ganja dan sebagainya. 35 Di pihak lain karakter gerakan Islam radikal (baca:FPI) menawarkan konstruk ideologi radikal-keras.36 Dua karakter yang sama keras memudahkan proses transformasi ideologi radikal FPI masuk dengan muda dikalangan masyarakat Pantura (Baca: Muhammadiyah). Imege keras yang terbangun di masyarakat menemukan saluran yang lebih agamis lewat FPI, maksudnya aksi-aksi kekerasan yang dilakukan minimal ada landasan ajaran Islam dan mendapatkan legitimasi agama lewat menjadi aktifis FPI.37 Kedua, aspek ideologis adalah aspek yang dipengaruhi dari kritik kondisi internal Muhammadiyah. Sebagian aktifis Muhammadiyah resah dan jenuh melihat gerakan Muhammadiyah yang dianggap gagap dan kurang peka terhadap kemungkaran sosial di wilayah sekitar (Pantura). Ideologi amar ma’ruf nahi mungkar Muhammadiyah dianggap masih sebatas retorika belum diwujudkan secara total, sehingga Muhammadiyah dianggap 34 Nur Syam, Islam Pesisir, 241. 35 Yoyon Suudi, Wawancara, Paciran, 3 Agustus 2010, Yoyon adalaah salah satu aktifis FPI (Wakil Komandan LPI FPI Paciran) 36 Andri, Rosadi, Hitam-Putih FPI (Mengungkap Rahasia-rahasia Mencengangkan Ormas Keagamaan Paling Kontroversial. Jakarta: Nun Publisher, 2008 37 Hal itu terbukti perkembangan dan basis masa terbesar FPI di Lamongan di daerah pesisir Paciran dan tidak berkembang di luar daerah Paciran. tidak mempunyai formulasi gerakan yang jelas dalam merespon kemaksiatan dan sikap yang tegas terhadap kemungkaran sosial yang terjadi di masyarakat bahkan cenderung membiarkan. Muhammadiyah seakan hanya sibuk dan puas mengurusi Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) saja.38 Aktifis Muhammadiyah di FPI menganggap ideologi amar ma’ruf nahi mungkar Muhammadiyah baru teraplikasi pada ideologi amar ma’ruf (mengajak kebaikan) dengan terwujudnya gerakan amal sholeh yang kemudian menjadi Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Seperti amal di bidang pendidikan (Sekolah dan PTM), amal kesehatan (Rumah Sakit), amal sosial (Panti Asuhan), amal ekonomi (Bank Persyarikatan, BMT). Sementra ideologi nahi mungkar seakan terlupakan dan tidak memiliki formulasi yang jelas dan tegas, sehingga terkesan gerakan Muhammadiyah tidak respon dan gagap terhadapi persoalan kemaksiatan di masyarakat.39 Kegagapan dan ketidak jelasan formulasi dari aktualisasi ideologi nahi mungkar dalam merespon aksi kemaksiatan menjadikan sebagian aktifis Muhammadiyah mencari formulasi sendiri di luar ideologi Muhammadiyah. Situasi ini kemudian menjadikan ideologi FPI yang mengusung ideologi amar ma’ruf nahi mungkar dengan startegi dakwah anti kemaksiatan dengan mudah masuk dan merembas dikalangan aktifis Muhammadiyah di Lamongan. Proses tersebut menjadikan aktifis Muhammadiyah meresa lebih nyaman aktif di gerakan FPI daripada di Muhammadiyah.40 Transformasi ini pada awalnya dianggap biasa-biasa saja, tidak ada kecurigaan ataupun kekhawatiran akan terjadi konflik sosial dan ideologi. Awalnya kedua kelompok Muhammadiyah dan FPI berjalan harmonis saling menghormati, menghargai dengan strategi dakwah masing-masing. Kedua gerakan tersebut dapat berjalan sinergi dan saling mendukung dalam pemberantasan kemungkaran sosial di masyarakat terutama di wilayah Pantura. Karena pada awalnya ide pembentukan FPI dipahami oleh para aktifis Muhammadiyah bahwa FPI merupakan alat untuk pembrantasan kemungkaran sosial yang Muhammadiyah belum memiliki formulasi jelas dan tegas seperti strategi FPI sehingga keberdaan FPI banyak di dukung oleh aktifis dan tokoh-tokoh Muhammadiyah di Lamongan.41 Namun perkembangan selanjutnya, terjadi ketegangan baik secara organisasi maupun individu (sesama aktifis). Hal itu disebabkan, watak dan karakter ideologi gerakan FPI semakin menunjukan watak aslinya berwatak radikal-eksterim. Hal ini tentu itu berbeda dengan ideologi dan strategi dakwah yang dilakukan oleh Muhammadiyah selama ini dengan cara santun-damai.42 Akumulasi gesekan tersebut menyebabkan terjadi polarisasi pandangan dan sikap aktifis Muhammadiyah terhadap FPI. Beberapa bentuk polarisasi pandangan para aktifis Muhammadiyah ke FPI. Pertama: aktifis Muhammadiyah aktif di FPI melihat Muhammadiyah terbagi ke dalam dua kelompok pandangan: Pertama, Positif-akomodatif melihat Muhammadiyah. Pandangan dan sikap kelompok ini cenderung ”menduakan” Muhammadiyah, maksudnya mereka secara ideologi dan organisasi masih aktif di Muhammadiyah tetapi mereka juga aktif (bahkan menjadi pengurus) di FPI. Kelompok ini berpandangan bahwa keberdaan FPI dan Muhammadiyah merupakan: a) Pelangkap gerakan Muhammadiyah terutama dalam mengaplikasikan ideologi nahi mungkar yang di nilai kurang jelas dan tegas selama ini. b) FPI tidak ingin merusak citra Muhammadiyah maksudnya selama ini dakwah Muhammadiyah terkenal dengan cara-cara santun, maka yang cara keras biar menggunakan 38Khanif, Wawancara Paciran, (3 Agustus 2010) 39ibid 40Burhan, wawancara, Paciran, 3 Juli 2010. (Burhan adalah Ketua Pemuda Muhammadiyah Dengok Paciran) 41 Ibid 42 Ibid nama FPI. c) Ideologi FPI dan Muhammadiyah terdapat kesamaan dan perbedaan, persamaannya adalah sama-sama mengusung ideologi amar ma’ruf nahi mungkar adapun perbedaanya adalah terletak pada strategi dakwah dilapangan, Muhammadiyah lebih santun dengan cara amar ma’ruf (hikmah) sedangkan FPI lebih keras nahi mungkar. FPI lahir tidak mereduksi gerakan Muhammadiyah menjelek-jelekakan Muhammadiyah tetapi masing-masimg memiliki jalan dakwahnya sendiri.43 Kelompok ini cenderung memahami bahwa, gerakan FPI dengan strategi dakwah secara keras-radikal merupakan reaksi dari aksi kemaksiatan yang merajalela di masyarakat Pantura Lamongan. Artinya semakin banyak aksi kemaksiatan dan sulit diperingatkan maka FPI akan merespon semakin keras. Sikap ini merupakan pemahaman dari makna dakwah amar ma’ruf nahi mungkar. Mereka memahami gerakan FPI merupakan ”Jihad Baru”, artinya munculnya FPI dipahami sebagai alternatif gerakan baru di saat gerakan Islam yang dominan (NU-Muhamamdiyah) kurang begitu serius dan memperhatikan masalah kemaksiatan. Kedua, Negatif-disintegratif melihat Muhammadiyah. Sikap negatif-disintegratif merupakan kelompok yang berpandangan negatif terhadap ideologi dan pola dakwah Muhammadiyah. Mereka tidak puas dan jenuh melihat gerakan Muhammadiyah yang di anggap tidak peka terhadap kemaksiatan. Secara organisasi dan ideologi mereka tegas memisahkan diri dari gerakan Muhammadiyah dan pindah ke gerakan FPI. Mereka memandang ideologi Muhamamdiyah dianggap tidak relevan lagi dalam menyikapi persoalan masyarakat terutama masalah kemaksiatan. Mereka mengkritik Muhammadiyah dari sudut negatif padahal sebelumnya mereka adalah bagian dari Muhammadiyah. Pandangan mereka terhadap ideologi dan strategi dakwah Muhammadiyah dianggap tidak jelas dan tegas dalam membrantas kemaksiatan. Muhammadiyah dianggap terlalu akomodatif dengan Pemerintah dan terkesan tidak peduli terhadap aksi kemaksiatan. Padahal pemerintah dianggap bagian dari penyokong kemaksiatan.44 Mereka menganggap konsep amar ma’ruf nahi mungkar di Muhammadiyah hanya separuh tidak utuh. Konsep amar ma’ruf dan nahi mungkar harus di pisah, artinya amar ma’ruf adalah mengajak kepada kebaikan dan berbuat baik, sedangkan nahi mungkar melarang secara tegas terhadap aksi kemaksiatan. Sementara di Muhammadiyah bentuknya belum jelas dan tegas saat ini, padahal dulu jelas dan tegas dalam aplikasi ideologi nahi mungkar adalah melawan Takhayul, Bid’ah, Churafat (TBC). Kedua aktifis Muhammadiyah tidak ikut FPI melihat FPI terbagi ke dalam dua bentuk pandangan: Pertama, Reaksioner-posistif melihat FPI, kelompok ini kebayakan dari kalangan intelektual. Mereka dapat memilih dan memilah aktifitas gerakan FPI dan tidak menggeneralkan semua aksi kekerasan FPI murni kesalahan dan arogansi FPI. Mereka memahami bahwa kemungkaran sosial di wilayah Lamongan sudah memprihatinkan sehingga butuh gerakan seperti yang dilakukan FPI walaupun tidak semuanya di sepakati. Kedua, Reaksioner-negatif melihat FPI. pandangan ini sebagian besar dari kalangan masyarakat awam yang cenderung negatif melihat gerakan yang di lakukan oleh FPI. Mereka beranganggapan gerakan FPI itu arogan, keras, tidak kasihan dan merusak citra Muhammadiyah.45 Konversi ideologi Muhammadiyah tidak hanya lewat satu jalur tetapi tersebar luas dari berbagai jalur. Pemataan ini hanya sebagaian jalur yang dapat teramati: a) jalur 43 Khanif, Wawancara, (Paciran 3 Juli 2010) 44Zainal Anshori, Wawancara, (Paciran 3 Juli 2010) 45Anggapan merusak citra Muhammadiyah disebabkan orang awam tahunya aktifis FPI itu ya orang-orang Muhammadiyah padahal Muhammadiyah selama ini dikenal santun dan lembut dalam berdakwah, Burhan, wawancara, Paciran, 4 Agustus 2010 pengajian berupa majelis ta’lim (halaqa) dan tabliqh akbar. Melalui jalur ini proses penyebaran ideologi FPI ke Muhammadiyah sangat efektif, sebab jalur ini indoktrinasi dan infiltrasi ideologi FPI sangat leluasa masuk tanpa disandari aktifis Muhammadiyah. Damapk dari proses ini adalah adanya pergeesran kerangka berfikir yang berbeda dengan Muhammadiyah. b) Jalur olahraga pencak silat. Lewat jalur ini sangat masif dan effektif dalam penggalangan massa, sebab kebanyakan kader dan simpatisan FPI merupakan anggota yang ikut latihan olahraga pecak silat. Adapun tradisi di olahraga pencak silat posisi pelatih (Guru) sangat disegani dan dihormati bahkan di takuti. Sehingga terkadang setiap perintah dan prilaku para pelatih (Guru) harus di ikuti. c) Jalur jaringan alumni pesantren. Jalur ini sangat effektif di sebabkan pengurus Muhammadiyah dan pengurus FPI alumni Pesantren sama. Sehingga ada semacam ikatan emosional di antara mereka untuk saling membantu atau mendukung antar sesama alumni. d) Jalur organisasi PelajarMahasiswa. Jalur ini juga effektif disebabkan para pengurus dan aktifis Muhammaadiyah dan FPI berasal dari organisasi pelajar-Mahasiswa yang sama, sehingga ada semacam ikatan emosional organisasi diantara mereka untuk saling membantu atau mendukung antara sesama alumni. Media yang digunakan dalam proses pembentukan konversi ideologi Muhammadiyah adalah beragam, di antaranya adalah: 1) melalui media pamflet, brosur, selebaran, surat himbuan yang berisi tentang informasi kegiatan dakwah, opini dan sikap politik terhadap aksi-aksi kemaksiatan. 2) media majalah dan buletin merupakan media informasi yang di kirim dari FPI Pusat berisi informasi kegiatan FPI secara nasional, penyebaran dan indoktrinasi ideologi FPI. 3) media buku-buku yang berisi tentang ideologi ahlu sunnah wal jama’ah versi FPI. Tulisan tokoh-tokoh salafi seperti buku Dialog FPI: Amar Maruf Nahi Mungkar ditulis oleh Habib Rizieq.46 4) media aksi sweeping merupakan media yang paling di kenal dan seolah sudah menjadi brand image FPI artinya ”FPI ya Sweeping”.47 Aksi sweeping ini menjadi media yang paling di sukai, karena kebanyakan dari simpatisan FPI adalah anak-anak muda. Sehingga bisa jadi aksi sweeping di jadikan dalih berlindung, bahwa aksi kekarasan yang dilakukan merupakan dalam rangka membela ajaran agama. C. Konversi Ideologi Muhammadiyah: Dampak Keberagamaan di Indonesia Fenomena konversi ideologi aktifis Muhammadiyah di Pantura Lamongan merupakan sebuah potret pergulatan perebutan pengaruh ideologi dan sosio-kultur dikalangan organisasi sosial keagamaan di masyarakat. Proses konversi ideologi di sadari maupun tidak, cenderung menimbulkan pergeseran baik secara ideologi maupun tradisi sosial keagamaan aktifis Muhammadiyah. Gejela pergeseran ideologi tersebut memang tidak tampak begitu mencolak dipermukaan karena memang proses ini berjalan pelan, samar tapi pasti. Proses konversi ideologi di Muhammadiyah merupakan dampak dari proses infiltrasi yang dilakukan oleh kelompok radikal (baca:FPI) ke Muhammadiyah. Proses tersebut bertujuan perebutan hegemoni ideologi dan kuasa sosial yang selama ini di miliki Muhammadiyah. Proses konversi ideologi bertujuan untuk mengembangkan ideologi radikal ke Muhammadiyah dan masyarakat Islam. Hal itu tampak dari startegi dakwah yang dilakukan kelompok radikal Islam dengan masuk ke basis Muhammadiyah lewat pengajian, pendidikan, sebaran informasi (majalah, buletin). Strategi dakwah kelompok Islam radikal (baca: FPI) melalui media seberan pengetahuan (pengajian, informasi) bertujuan untuk melakukan proses indoktrinasi ideologi dikalangan Muhammadiyah agar 46 Muhammad Rizieq Syihab, Dialog FPI: Amar Maruf Nahi Mungkar, h, 1 47Andri Rosadi, Hitam-Putih FPI (Mengungkap Rahasia-rahasia Mencengangkan Ormas Keagamaan Paling Kontroversial. Jakarta: Nun Publisher, 2008 terpengaruh baik secara ideologis maupun prilaku sosial keagamaanya. Sebagaimana pandangan Gramsci, bahwa ideologi merupakan alat untuk melakukan dominasi dan hegemoni antara kelompok (baca: Muhammadiyah dengan FPI).48 Walaupun perebutan tersebut sangat samar dan tanpa kekerasan namun efeknya sangat terasa di kalangan aktifis Muhammadiyah. Perebutan hegemoni-dominasi ideologi yang dilakukan oleh kelompok FPI bertujuan untuk mendapatkan pengaruh kekuasaan dalam arti luas tidak harus politik kekuasaan. Salah satu dari efek prsoses konversi ideologi adalah terjadi proses pergeseran pola pikir (paradigma) dan basis massa di kalangan Muhammadiyah. Pengaruh yang paling besar adalah lewat kuasa pengetahuan (ideologisasi) terhadap aktifis Muhammadiyah, dengan tujuan terjadinya perubahan dan terpengaruh ikut FPI. Sebagaimana pandangan Micheal Foucault, bahwa pengetahuan (wacana) selalu berbanding lurus (berelasi) dengan kekuasaan. Artinya kuasa pengetahuan merupakan alat yang paling efektif untuk mendominasi kelompok lain. 49 Konversi ideologi merupakan sebuah protet perebutan dominasi-hegemoni antara Muhammadiyah dengan FPI. Perebutan dominasi tersebut dapat dipetakan ke dalam dua aspek: Pertama, perebutan pengaruh ideologi merupakan proses perebutan dominasi kebenaran ajaran-ajaran keagamaan (FPI) yang dianggap lebih benar daripada ajaran keagamaan Muhammadiyah. Sehingga harapan dari proses perebuatan tersebut ideologi FPI dapat masuk dan menggantikan ideologi Muhammadiyah dikalangan aktifis Muhammadiyah yang selama ini sudah di yakini kebenarannya. Efek dari proses perebutan ideologi adalah terjadi gejala konversi ideologi aktifis Muhammadiyah. Gejala ini sudah tampak dengan bergesernya paradigma aktifis Muhammadiyah lebih radikal-formal dalam memahami ajaran Islam dengan konteks sosial. Gejala radikalisai ideologi inilah yang diharapakan oleh kelompok radikal (FPI) terhadap aktifis Muhammadiyah agar kepentingan-kepentingan politik FPI mudah masuk dan tercapai tanpa harus berbenturan atau berhadapan secara face to face dengan Muhammadiyah. Kedua, perebutan pengaruh sosio-kultur merupakan proses perebutan dominasi tradisi sosial keagamaan antara tradisi sosial keagamaan FPI dengan Muhammadiyah. FPI menganggap tradisi sosial keagamaannya (manhaj dakwah) lebih baik dan sesuai dengan tradisi salafus as-salih daripada tradisi sosial keagamaan Muhammadiyah yang dianggap kurang mengikuti tradisi salafus as-salih. Efek dari proses ini adalah pembangkangan aktifis Muhammadiyah terhadap aturan, intruksi organisasi persyarikatan Muhammadiyah, mereka lebih patuh dan suka mengikuti tradisi sosial keagamaan FPI.50 Pembangkangan tradisi sosial-keagamaan diharapkan oleh kelompok radikal (FPI) supaya kepentingan politiknya lebih muda masuk dan minimal dapat menguasai dakwah Muhammadiyah di Pantura Lamongan dan di Indonesia pada umumnya. Muhammadiyah sebagai organisasi sosial-keagamaan yang bersifat terbuka, menjadikan peluang terjadinya proses infiltrasi dan hegemoni sosio-ideologis lebih muda dalam tubuh Muhammadiyah. Fenomena tersebut terpotret pada gejala konversi ideologi di kalangan aktifis Muhammadiyah ke gerakan FPI. Dimana secara sosio-ideologis proses konversi ideologi Muhammadiyah akan berdampak pada gerakan Muhammadiyah. Sebab 48 Ken Budha Kusumandaru,. Karl Marx, Revolusi dan Sosialisme. Yogyakarta: Resit Book, 2003 49 Michel Foucault, Power/Knowledge: Selected Interview with Michel Foucault” (ed. By Colin Gordon), Pantheon: New York, 1980 50Tradisi sosial-keagamaan (manhaj dakwah) FPI yang saat ini digandrungi kativis Muhammadiyah adalah sweeping anti kemaksiatan yang cenderung keras dan kasar. Padahal model dakawah semacam ini tidak dikenal di Muhammadiyah, sebab dakwah Muhammadiyah lebih menekankan pada proses penyadaran. Lihat Haedar Nashir, Kristalisasi Ideologi dan Komitmen BerMuhammadiyah, 19. proses tersebut secara berlahan namun pasti akan merubah karakter ideologi dan manhaj dakwah Muhammadiyah. Proses konversi ideologi di kalangan aktifis Muhammadiyah mempunyai dua dampak yaitu dampak ideologis dan sosiologis: Pertama, dampak ideologis merupakan proses perubahan paradigma, pola pikir, cara pandang aktifis Muhammadiyah terhadap sistem dan karakter ideologi Muhammadiyah yang selama ini diyakininya. Dampak ideologis dari proses konversi ideologi tersebut sangat berbahaya bagi kelangsungan gerakan Muhammadiyah yang selama ini di kenal memiliki ideologi dakwah yang santun, moderat dan toleran berubah menjad karakter ideologi dakwah yang keras, radikal dan intoleran. Dampak ideologis dari proses konversi ideologi berakibat pada penggerusan (erosi) ideologi Muhammadiyah. Proses erosi ideologi tersebut akan berdampak pada melemahnya komitemen bermuhammadiyah dan melemahnya militansi bermuhammadiyah. Menurut Haedar Nashir, bahwa kelahiran Muhammadiyah memiliki kertakitan dan persentuhan erat dengan ideologi, yaitu ide-ide dan cita-cita tentang masyarakat Islam oleh KH. Achmad Dahlan yang kemudian pada giliranya membentuk alam pikiran dan cara pandang (world view) Muhammadiyah.51 Cita-cita ini yang akan tergerus diganti dengan cita-cita ideologi yang lain (FPI). Kedua, dampak sosiologis merupakan proses perubahan pola prilaku, interaksi sosial-keagamaan aktifis Muhammadiyah yang aktif di FPI terhadap sistem dan tradisi sosial-keagamaan Muhammadiyah. Dampak sosiologis dari proses konversi ideologi sangat berbahaya bagi kelangsungan gerakan Muhammadiyah yang selama ini dikenal memiliki sistem dan tradisi sosial-keagamaan yang mapan dan baik. Dan memiliki kaderkader dakwah yang militin dalam memperjuangankan Muhammadiyah di masyarakat. Dampak sosiologis dari proses konversi ideologi tersebut dapat di gambarkan sebagai berikut: a) mengganggu program kerja dakwah Muhammadiyah, b) mengganggu sistem kerja organisasi Muhammadiyah terutama pada sistem kerja Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), c) mencederai tradisi sosial-keagamaan persyarikatan Muhammadiyah yang sudah mempunyai tradisi sendiri. Selain berdampak pada internal gerakan Muhammadiyah, fenomena konversi ideologi dikalangan aktifis Muhammadiyah juga berdampak terhadap wajah geraka Islam di Indonesia. Implikasi tersebut berlahan tapi pasti akan merubah wajah gerakan dakwah Muhammadiyah yang dikenal sebagai organisasi Islam yang moderat, toleran, santun dan cinta damai berubah wajah menjadi gerakan yang keras, radikal, fundamental, dan intoleran.52 Wajah dakwah sebuah organisasi adalah tergantung dari paradigma (ideologi) para pengurusnya. Artinya paradigma-ideologi seseorang akan mempengaruhi prilaku sosial yang ditampilkan, apabila paradigma-ideologi keagamaan yang dipahami cenderung tekstual, formalitas, radikal dan fundamental maka tampilan dari prilaku sosial keagamaanya juga seperti itu kaku, keras, radikal dan intoleran dan begitu juga sebaliknya. Apabila ideologi keagamaan toleran, moderat, cinta damai maka prilaku sosial-keagamaan yang ditampilkan juga toleran, santun, moderat dan cinta damai. Perebuhan wajah dakwah Muhammadiyah pada gilirannya akan mempengaruhi wajah gerakan Islam di Indonesia. Implikasi tersebut sangat mungkin terjadi sebab Muhammadiyah dan NU merupakan salah satu presentasi atau (barometer) gerakan Islam di Indonesia. Artinya wajah gerakan Islam di Indonesia tergantung dari wajah gerakan dari organisasi-organsasi Islam besar yang ada di Indonesia seperti NU dan Muhammadiyah. 51Haedar Nashir, Kristalisasi Ideologi, 19. 52Untuk lebih jelas tentang ideologi Muhammadiyah, baca Haedar Nashir, Kristalisasi Ideologi, 7, Deni Al As’ari, Selamatkan Muhammadiyah, 9. Gerakan Islam Indonesia lebih dikenal sangat moderat, santun, toleran dan menghargai tradisi lokal berubah wajah menjadi gerakan Islam Indonesia yang radikal, keras, fundamental dan anti tradisi lokal (arabisme). D. Kesimpulan Berdasarkan potret di atas maka diperlukan refleksi gerakan untuk membentengi ideologi Muhammadiayah dari rongrongan ideologi gerakan radikal Islam. Refleksi tersebut harus berorientasi masa depan dan berangkat dari permasalahan yang terjadi dan tantangan problematika dunia global-kontemporer umat Muslim. Kedepan Muhammadiyah harus melakukan: Pertama, Resoliditasi gerakan yaitu “merapatkan-melurusakan” shoff warga Muhammadiyah yang sering “renggang-berbelok”. Seiring berkembang dan besarnya organisasi Muhammadiyah maka sering terjadi konflik kepentingan untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan (jabatan Kepala Sekolah, Rektor, Direktur RSM, Pergantian Ketua Persyarikatan, dll), baik secara samar mapun terbuka. Konflik tersebut cenderung melemahkan ideologi dan militansi ber-Muhammadiyah. Ketika asyik berkonflik menjadikan kita kurang waspada terhadap infiltrasi atau transformasi ideologi lain ke Muhammadiyah. Situasi ini yang mendorong percepatan proses konversi ideologi di Muhammadiyah, maka kedapan saya kira perlu resoliditasi gerakan di internal Muhammadiyah. Kedua, Rekontekstualisasi gerakan, yaitu melakukan progresifitas gerakan Muhammadiyah dengan melakukan rekonstruksi paradigma dan metodologi gerakan Muhammadiyah dalam menghadapi problematika dunia kontemporer-global. Perkembangan pemikiran dan gerakan di Dunia Muslim kontemporer memberikan pengaruh luar biasa bagi perkembangan gerakan Islam di Indonesia (Baca:termasuk Muhammadiyah). Sementara kita masih menggunakan paradigma dan metodologi lama dalam melihat realitas problematika masyarakat Muslim, sehingga tidak heran kita terkesan gagap menghadapinya. Transnasionalisasi ideologi Islam merupakan salah satu wacana yang menjadi pusat perhatian dunia Muslim kontemporer. Wacana ini mendorong Pan-Islamisme ideologi gerakan Umat Islam pada satu ideologi politik “Dawlah Islamiyah” dengan system Khilafah Islamiyah. Namun terkadang metode yang digunakan dengan cara-cara radikal dan kekerasan. Wacana inipun tak lepas telah merasuki ke tubuh Muhammadiyah, maka kedepan perlu kiranya dilakukan untuk rekontekstualiasi gerakan Muhammadiyah agar warga Muhammadiyah tidak merasa terasing dan gagap dengan dunia luar. Ketiga, Pribumisasi gerakan adalah mengembalikan posisi awal Muhammadiyah yang lebih peka, peduli, dan welas asih terhadap probelematika para warganya, terutama pada kalangan anak muda dan kelompok termarginalkan. Muhammadiyah terkesan kurang memperhatikan kebutahan dan persoalan yang dihadapi para anak muda. Mereka merasa sudah tidak nyaman beraktivitas di Muhammadiyah. Anak muda ini merasa para elite-elite Muhammadiyah lebih sibuk mengurus Amal Usaha daripada merawat “ngaramut” para jama’ahnya, sehingga, mereka mencari gerakan alternative. Hal itu dilakukan oleh mereka, karena bagi mereka merasa “teropeni” dan diperhatikan kebuthan dan persoalanya oleh gerakan alternative. Selain itu, stigma ideolog “welas asih” Muhammadiyah yang dulu menjadi modal gerakan untuk mengembangkan dakwah Muhammadiyah hingga bertahan diusianya yang ke 100 tahun, mulai bergeser. Muhammadiyah saat ini terkesan “elitis-biokratis” dan cenderung “pragmatis-materialistik” dalam memahami Amal Usaha Muhammadiyah (Rumah Sakit, Sekolahan, Perguruan Tinggi), sehingga kelempok Marginal atau “Mustdha’afin” semakin menjauh karena tidak mampu menggapainya “melangit”. Padahal mereka inilah awal dari sasaran dakwah Muhammadiyah, yang menjadikan Muhammadiyah bisa berjaya hingga saat ini. Maka ke dapan saya kira perlu ada pribumisasi gerakan Muhammadiyah dengan tetap memegang teguh teologi al-Ma’un. Daftar Pustaka Abou El Fadl, Khaled. Selamatkan Islam dari Muslim Puritan (terj), penerjemah Helmi Musthofa (Jakarta: Serambi, 2006) Adams, Ian. Ideologi Politik. Yogyakarta: Qalam, 2004 Al As’ary, Deni. Selamatkan Muhammadiyah: Agenda Mendesak. Yogyakarta: Kibar Press,2009 Al-Jabiri, Muhammad Abid. Agama, Negara dan Penerapan Syariah. Yogyakarta:Pustaka, 2001 Al-Symawi, Muhammad Said, Al-Islam Al-Siyasi, Kairo: Sina li al-Nasyr, 1987 Al Zastrow, Ng. Gerakan Islam Simbolik Politik Kepentingan FPI. Yogyakarta: LKiS, 2006 Anam, Choirul. Pertumbuhan dan Perkembangan NU. Solo: Jatayu, 1985 Arifin, Syamsul, Ideologi Praksis Gerakan Sosial kaum fundamentalisme, Malang: UMM Press, 2005 Budha Kusumandaru, Ken. Karl Marx, Revolusi dan Sosialisme. Yogyakarta: Resit Book, 2003 Choueiri, Youssef M (terj). Islam Garis Keras: Melajak akar gerakan Fundamentalsime. Yogyakarta: Qonun Press, 2003 Delong-Bas, Natana J, Wahhabi Islam: From Revival and Reform Global Jihad, London: Oxford University Press, tt Esposito, John L, The Islamic Threat Myth or Reality, Oxford: Oxford University Press, 1992 Fealy, Greg. Jejak Khalifah: pengaruh Radikalisme Timur Tengah di Indonesia Bandung: Mizan, 2005 Hadjid, KRH., Pelajaran KH. Ahmad Dahlan: 7 falsafah Ajaran dan 17 Kelompok Ayat Al Qur’an, Yogyakarta: LPI PP Muhammadiyah, 2008 Huda, Miftachul, Ikhwanul Muhammadiyah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah dan Kibar Press, 2007 Hunter, Shireen T, Politik Kebangkitan Islam Keragaman dan Kesatuan (terj), Ajat Sudrajat, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001 Jahroni, Jajang, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 2004 Mulkhan, Abdul Munir, Islam Murni dalam Masyarakat Petani Bentang: Yogyakarta, 2000). Nashir, Haidar, Gerakan Islam Syariat, Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia, Jakarta: PSAP, 2007 ____________,Kristalisasi Ideologi Muhammadiyah dan Komitmen BerMuhammmadiyah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007 Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dakwah Kultural Muhammadiyah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2005 Rahman, Fazlur, Gelombang Perubahan dalam Islam: Studi Fundamentalisme Islam (ter), Aam Fahmia, Jakarta: Rajawali Press, 2001 Rahmat, Imdadun. Arus Baru Islam Radika: Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia, Jakarta: Erlangga, 2005 Rizieq Syihab, Muhammad. Dialog FPI: Amar Maruf Nahi Mungkar. Jakarta: Pustaka Ibnu Sida, 2004 Roy, Oliver, The Failure of Political Islam, London: I.B Tauris&Co.Ltd, 1994 Rosadi, Andri. Hitam-Putih FPI (Mengungkap Rahasia-rahasia Mencengangkan Ormas Keagamaan Paling Kontroversial. Jakarta: Nun Publisher, 2008 Sumaji, Ma’in Abd. Mengembalikan Gerakan: Sejarah IMM Lamongan 1985-2006. Lamongan: IMM Cabang Lamogan, 2006 Syam, Nur. Islam Pesisir. Yogyakarta: LKiS, 2004 Syuhadi, Fathurrohim. “Laporan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Muhammadiyah Kabupaten Lamongan. Lamongan: Naskah, 2004 ___________________. Mengenang Perjuangan: Sejarah Muhammadiyah Lamongan. Surabaya: Java Pustaka, 2006 Jurnal Ach. Muzakki, “Importasi dan Lokalisasi Ideologi Islam: Ekspansi Gerakan Islam Pinggiran Pasca Soeharto”, Jurnal MAARIF, Vol. 2, No.4, Juni 2007 Zuly Qadir “Gerakan salafi Radikal dalam Konteks Islam Indonesia”, Jurnal Islamica, Vol.3, No.1, September 2008, 2.

Tasjim’ Versi Muslim non-Asy’ariyah Dan Hindu Hare

$
0
0

Tasjim’ Versi Muslim non-Asy’ariyah Dan Hindu Hare Krishna

Oleh: Menachem Ali, Dosen Philology Universitas Airlangga

Kaum Hindu Hare Krishna (ISKCON) juga mengenal nama الله (ALLAH) sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sebagaimana penjelasan AC. Bhaktivedanta Swami Prabhupada dalam uraiannya mengenai ayat suci Weda. Ayat suci yang termaktub dalam kitab Bhagavad-gita X.7 menyebutkan demikian:

etam vibhutim yogam ca
mama yo vetti tattvatah
so ‘vikalpena yogena
yujyate natra samsayah

من يقر بان هذا المجد هو مجدي
وهذه القوة هي قوتي في الحقيقه
يكرس نفسه في خدمتي
هذا مما لا شك فيه

(“Orang yang sungguh yakin tentang kemulian-Ku dan kekuatan batin-Ku ini menekuni bhakti yang murni dan tidak dicampur dengan hal-hal lain, kenyataan ini tidak dapat diragukan”).

ان ذروة الكمال الروحي تتمثل بمعرفة الاله الشخصي الاسمي. وما لم ترسخ قناعة الفرد في مختلف غني ومقدرات المولى، لا يمكن له ان ينشغل في الخدمة المكرسة. يعلم البشر غالب ان الله كبير. لكنهم لا يعلمون بالتفصيل كم كبير هو الله.


(“Puncak tertinggi kesempurnaan rohani adalah pengetahuan tentang Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Kalau seseorang belum yakin dengan mantap tentang berbagai kehebatan Tuhan Yang Maha Esa, ia belum dapat menekuni bhakti. Pada umumnya orang mengetahui bahwa sesungguhnya ALLAH Mahabesar, tetapi mereka belum mengetahui secara terperinci bagaimana ALLAH sebagai Dia Yang Mahabesar”). Lihat AC. Bhaktivedanta Swami Prabhupada. Bhagavad-gita bil Lughah al-‘Arabiyyah (Tel-Aviv: Dar Bhaktivedanta, 1972), hlm. 497

Srila Prabupada berkata: كم كبير هو الله (kam kabir huwa ALLAH), lit. “bagaimana Dia ALLAH sebagai Yang Mahabesar.” Oleh karena itu, pengagungan nama ALLAH sebagai الاسم (Al-Ism), lit. “Sang Nama” bukanlah hak eksklusif hanya bagi umat Islam saja. Kaum Sikh, Yahudi dan Kristen juga menggunakan nama sakral tersebut sebagai “proper name” (nama diri-Nya). Namun, mereka menggunakan nama itu sesuai dengan kaidah gramatika bahasa Arab yang benar.

Komunitas Hindu Hare Krishna (ISKCON) memiliki kesamaan pandangan dengan komunitas Muslim Salaf(i), terutama berkaitan dengan konsep “tajsim.” Menurut aqidah komunitas Hindu (ISCKON), Sri Krishna adalah sumber dari asul-usul penciptaan Brahma, Wishnu, dan Siwa. Hal ini sebagaimana teks berbahasa Sanskrit yang termaktub dalam kitab suci Bhagavad-gita X.8 Sri Krishna bersabda:

aham sarvasya prabhavo
mattah sarvam pravartate
iti matva bhajante mam
budha bhava-samanvitah

“Aku adalah sumber segala dunia spiritual dan dunia material. Segala sesuatu berasal dari-Ku. Orang bijak yang mengetahui hal ini tekun dalam bhakti kepada-Ku dan memuja-Ku dengan segenap hatinya.”

Dalam kitab suci Weda, khususnya kitab Brahma Purana I.1.4 terdapat nas yang berbunyi demikian.

vande krishnam gunatitam param brahma acyutam yatah
avirbabhruvah prakriti brahma vishnu shivadayah

(“Hamba menyampaikan sembah sujud pada Sri Krishna, yg berada diluar pengaruh 3 sifat alam (sattvam, rajas, tamas). Sri Acyuta (Krishna) adalah Brahman Yang Paling Utama, dari Dialah muncul Brahma, Vishnu dan Siwa dan seluruh dunia”).

Selain itu, kitab suci Atharva-veda, khususnya bagian “Krisnopanishad” juga menyatakan hal yang sama, sebagaimana teks berbahasa Sanskrit yang berbunyi demikian.

om krishno vai sac-cid-ananda-ghanah
krishna adi purushah
krishnah purushottamah
krishno ha u karmadi mulam
krishnah saha sarvai-karyah
krishna kasham krid-adisha mukha-prabhu-pujyah
krishno nadis-tasmin-ajandantar bahye
yam-mangalam tal-labhate kriti

(”Warna Sri Krishna bagai awan menjelang hujan, karena itu Krishna diumpamakan bagai awan rohani yg penuh kekekalan, pengetahuan dan kebahagiaan. Dia adalah Kepribadian awal, dan Dia adalah asal mula dari segala aktivitas dan hanya Dia sebagai penguasa segala sesuatu. Sri Krishna adalah Tuhan sesembahan semua dewa yang terbaik. Dia adalah pengendali Brahma, Vishnu dan Siwa. Krishna tiada berawal. Kemujuran apa pun yang ada di dalam dan di luar alam semesta ini, hanya didapatkan pada Krishna sendiri”).

Bahkan, disebutkan pula dalam kitab Sruti-Weda, khususnya kitab Gopaltapani Upanisad 1.3 disebutkan nas demikian.

Krishno vai paramam daivatam

(“Sri Krishna adalah wujud Tuhan Yang Maha Esa”).

Dalam pengajaran teologis komunitas Hindu Hare Krishna (ISKCON), Sang Maha Pencipta itu sebenarnya wujudnya personal (Arabic: “tajsim”), bukan impersonal. Itulah sebabnya Dia dikenal sebagai “Narayana.” Konsep ini sebenarnya sepadan dengan aqidah kaum Muslim Salaf (i) yang juga mengajarkan bahwa ALLAH itu sebenarnya personal tetapi tidak seperti makhluk-Nya. Perbedaannya, kaum Hindu Hare Krishna membenarkan membuat “pratima” Sang Maha Pencipta, sedangkan kaum Muslim Salaf(i) tidak membenarkan membuat gambar atau patung Sang Maha Pencipta.

AC. Bhaktivedanta Swami Prabhupada menjelaskan mengenai hakekat Sri Krishna sebagaimana yang dijelaskan dalam komentar kitab Sri Isopanishad:

اما فراها برانا فتقول: نراينا هو الله، الشخص الامثل، ومنه اتى براهما ذو الرؤوس الاربعة؛ وكذلك منه صدر بالتالى ردرا العالم بكل شىء.

“Juga dinyatakan dalam kitab Varaha Purana: Narayana Dialah ALLAH. Brahma yang berkepala 4 terwujud dari Narayana. Begitu pula Rudra, yang kemudian mengetahui segala sesuatu.” Lihat. AC. Bhaktivedanta Swami Prabhupada. Sri Isophanishad bil Lughah al-‘Arabiyyah (Tel-Aviv: Dar Bhaktivedanta, 1972), hlm. 69

AC. Bhaktivedanta Swami Prabupada menjelaskan bahwa sebutan “Narayana” itu merujuk kepada wujud Krishna berlengan 4 yang berkuasa di planet-planet Vaikuntha. Lihat Bhagavad-gita Menurut Aslinya (Jakarta: Hanuman Sakti, 2000), hlm. 870. Itulah sebabnya Sri Krishna disapa sebagai “Narayan” karena Sri Krishna dinyatakan sebagai TUHAN yang berwujud yang memiliki 4 lengan, Tuhan berwujud (personal) ini tidak sama wujud hakikinya dengan tangan/lengan manusia atau pun tangan semua ciptaan-Nya.

Jangan bertanya mengenai كيفية (kaifiyah) tentang Dia. Komunitas Hindu (ISCKON) ini sangat tidak membenarkan adanya ta’wil (baca: anti-ta’wil) terhadap nas kitab suci, dan memahami nas apa adanya tanpa ta’wil. Bila Anda memahami TUHAN sebagai Tuhan yang tidak berwujud (impersonal), maka semestinya Anda tidak memahami Tuhan yang sebenarnya.

sumber: https://khazanah.republika.co.id/berita/pziwdu385/tasjim-versi-muslim-nonasyariyah-dan-hindu-hare-krishna?fbclid=IwAR0lZ3N_LCC_O5Ik_CjseSwKGVQP23KOW5Bk-WOuq2X5NhlGCufIWIg5i38

Kaleidoskop Bhumi Jawa

$
0
0


3 jam
 · Subhan Mustaghfirin‎ keNUHSANTARA HISTORICAL DISCOVERY3 jam

======= Kaleidoskop Bhumi Jawa =======
(Sejak Zaman Purba sampai Zaman Modern)

Diambil dari kompilasi babad, kidung, naskah, prasasti, wiki & buku sejarah.

10.000 SM – Kebudayaan Gunung Padang muncul di Cianjur.
9500 SM – Kebudayaan Goa Pawon muncul di Bandung.
7500 SM – Kebudayaan Pangguyangan muncul di Sukabumi.
4000 SM – Tahap kedua Kebudayaan Gunung Padang.
3000 SM – Kebudayaan Cibedug muncul di Lebak.
2000 SM – Tahap ketiga kebudayaan Gunung Padang.
1000 SM – Kebudayaan Cipari muncul di Kuningan.
800 SM – Kebudayaan Pasir Angin muncul di Bogor.
500 SM – Cipari ditinggalkan.

Keterangan foto tidak tersedia.


400 SM – Gunung Padang ditinggalkan. Kebudayaan Buni muncul di Bekasi. Pasir Angin kemungkinan berkembang menjadi peradaban kuno Caringin Kurung.
100 M – Buni berkembang menjadi peradaban Sagara Pasir. Peradaban Teluk Lada muncul di Pandeglang.
130 M – Dewawarman, seorang perantau dari Pallawa mendirikan kerajaan Salakanagara di Teluk Lada.
132 M – Berita Cina menyebutkan tentang keberadaan Salakanagara.
150 M – Ptolemeus dari Yunani menyebutkan negeri Argyre dalam salah satu peta dunianya, yang kemungkinan merujuk pada Salakanagara.
300 M – Serangkaian peradaban awal tumbuh di timur Salakanagara.
358 M – Jayasinghawarman dari Shalankayana mendirikan kerajaan Tarumanagara di Bekasi.
362 M – Salakanagara menjadi bawahan Tarumanagara.
363 M – Santanu dari Gangga mendirikan kerajaan Indraprahasta di Cirebon.

Keterangan foto tidak tersedia.


395 M – Purnawarman naik tahta menjadi raja Tarumanagara.
397 M – Ibukota Tarumanagara dipindahkan ke Sundapura.
399 M – Indraprahasta menjadi bawahan Tarumanagara.
417 M – Prasasti Tugu tentang penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi dan kekeringan pada musim kemarau.
434 M – Raja Purnawarman wafat. Wisnuwarman naik tahta menggantikan ayahnya.
437 M – Pemberontakan Cakrawarman.456 M – Aji Saka, diperkirakan seorang perantau dari negeri Indo-Skithia (kerajaan Saka), tiba di Rembang dan mendirikan peradaban kuno Medang Kamulan. Ini menandai dimulainya peradaban di Bumi Jawa.
528 M – Tarumanagara mengirimkan utusan pertamanya ke negeri Cina (Dinasti Sui).
535 M – Suryawarman menaiki tahta Tarumanagara. Ia meninggalkan Sundapura dan mendirikan ibukota baru di timur. Sundapura lalu berkembang menjadi kerajaan bawahan bernama Sunda Sembawa.
536 M – Manikmaya mendirikan kerajaan Kendan di Nagreg, tanah yang dihadiahkan oleh Maharaja Tarumanagara kepadanya.
612 M – Wretikandayun, keturunan Manikmaya mendirikan kerajaan Galuh.628 M – Linggawarman menaiki tahta Tarumanagara. Ia menikahkan kedua putrinya masing” kepada Tarusbawa (penguasa Sunda) dan Dapunta Hyang (penguasa Sriwijaya).
632 M – Kerajaan Kalingga muncul di Jawa Timur (Jeling) sebelum pundah ke Jepara, diperkirakan didirikan oleh seorang perantau bernama Bhanu dari Kalinga di India timur.
648 M – Kartikeyasinga menjadi raja Kalingga.
664 M – Seorang biksu Tang bernama Huining mengunjungi kerajaan Kalingga untuk menemui resi Jhanabhadra.
669 M – Tarumanagara runtuh dan terpecah menjadi dua, Sunda dan Galuh.671 M – Prabu Wiragati mendirikan kerajaan Saunggalah di Kuningan sebagai bawahan Galuh.
674 M – Maharani Shima naik tahta di Kerajaan Kalingga.
686 M – Sriwijaya menaklukkan pesisir Tatar Sunda. Tarusbawa mundur ke selatan dan memindahkan ibukota kerajaan ke pedalaman Pakuan Pajajaran (Bogor), sementara kota pelabuhan di Banten dan Jakarta diduduki oleh Sriwijaya.
695 M – Ratu Shima membagi kerajaannya menjadi dua: Kalingga Utara (Mataram) dan Kalingga Selatan (Sambara).
702 M – Mandiminyak menaiki tahta Galuh.
709 M – Sena (Bratasena) menaiki tahta Galuh.
716 M – Kudeta di Galuh. Purbasora menggulingkan raja Sena dari tahtanya. Sena lolos dan meminta perlindungan kepada Tarusbawa di Pakuan.
721 M – Sanjaya, putra Sena dan cucu Shima menyerbu Galuh untuk membalaskan dendam ayahnya. Indraprahasta menjadi daerah pertama yang ia taklukkan.
722 M – Sanjaya menaklukkan Saunggalah (Kuningan).
723 M – Sanjaya menyerbu istana Galuh, menewaskan Purbasora. Ia kemudian menobatkan dirinya menjadi raja Galuh. Pada tahun yang sama, Tarusbawa menikahkan putrinya dengan Sanjaya. Sanjaya otomatis menjadi penguasa Sunda dan Galuh sekaligus, menyatukan kedua negeri tersebut.
732 M – Ratu Shima wafat. Sanjaya mendirikan kerajaan Mataram (Medang i Bhumi Mataram). Ia menunjuk Tamperan sebagai penguasa Sunda-Galuh, dan Demunawan sebagai penguasa Saunggalah.
739 M – Galuh memerdekakan diri dari Sunda setelah petang saudara Manarah (Ciung Wanara) menjadi penguasa Galuh dengan gelar Prabu Jayaprakosa sementara putra Tamperan, Arya Bangah menjadi raja Sunda. Keduanya kemudian menjadi bawahan Sriwijaya.
752 M – Sriwijaya menaklukkan Kalingga.
759 M – Arya Bangah memerdekakan Sunda dari kekuasaan Galuh.
760 M – Panangkaran naik tahta menggantikan Sanjaya di Mataram. Gajayana mendirikan kerajaan Kanjuruhan di Jawa Timur.
770 M – Dinasti Sailendra berkuasa di Mataram.
775 M – Dharanindra menaiki tahta Mataram. Sailendra menjadi penguasa di Sriwijaya. Candi Borobudur mulai dibangun.
778 M – Pembangunan Candi Kalasan dan Candi Sari.
782 M – Prasasti Kelurak tentang sebuah bangunan suci (Candi Sewu) untuk arca Manjusri atas perintah Raja Indra yang bergelar Sri Sanggramadhananjaya yang terletak di Kompleks Percandian Prambanan.
787 M – Sailendra menyerang Champa di Vietnam Selatan dan Chenla di Kamboja
789 M – Gajayana wafat. Kanjuruhan bersatu dengan Mataram.
792 M – Samaratungga menaiki tahta Mataram. Kompleks percandian Candi Sewu selesai dibangun.
798 M – Prabu Jayaprakosa (Ciung Wanara) wafat.
802 M – Penguasa Kamboja Jayawarman II memerdekakan diri dari kekuasaan Wangsa Sailendra dan mendirikan kerajaan Khmer.
819 M – Rakyan Wuwus naik tahta di Sunda bergelar Prabu Gajah Kulon. Ia menyatukan kembali kerajaan Sunda dan Galuh dalam satu pemerintahan.
825 M – Candi Borobudur selesai dibangun.
847 M – Wangsa Sailendra terusir dari Jawa. Rakai Pikatan dari wangsa Sanjaya menaiki tahta Mataram. Candi Prambanan dibangun.
856 M – Balaputradewa, seorang pangeran Sailendra dari Jawa menjadi Maharaja Sriwijaya. Dyah Lokapala (Kayuwangi) menaiki tahta Mataram.880 M – Peristiwa Wuatan Tija yaitu Rakai Kayuwangi menganugerahi para pemuka desa Wuatan Tija karena telah berjasa menolong putranya yang bernama Dyah Bhumijaya yang diculik oleh Rakryan Landhayan (ayah Dyah Wawa). Para pemuka desa Wuatan Tija dan diantarkan kepada Maharaja Rakai Kayuwangi.
882 M – Gunung Merapi meletus.
899 M – Dyah Balitung menaiki tahta Mataram.
900 M – Mataram menjalin hubungan persahabatan dengan kerajaan-kerajaan Hindu di Filipina. Kebudayaan maju muncul di Blambangan.
905 M – Mataram pada zaman Dyah Balitung menaklukkan Bali.
924 M – Dyah Wawa naik tahta di Mataram.
927 M – Sriwijaya memulai invasi terhadap Mataram, Dyah Wawa terbunuh dan Mpu Sendok eksodus ke Jawa Timur.
929 M – Perang Sriwijaya-Mataram usai. Sisa prajurit Mataram pimpinan Mpu Sindok dibantu oleh rakyat Nganjuk berhasil mengalahkan pasukan Sriwijaya di desa Anjuk Ladang. Mpu Sindok mendirikan kerajaan Medang dan dinasti Isyana yang berpusat di Jawa Timur.
937 M – Prasasti Anjuk Ladang. Mpu Sindok mendirikan tugu di Nganjuk sebagai ungkapan kemenangan melawan pasukan Sriwijaya.
960 M – Gunung Merapi meletus.
985 M – Dharmawangsa Teguh menaiki tahta Medang.
986 M – Ketut Wijaya, seorang pangeran Mataram mendirikan kerajaan Wengker.
988 M – Medang menyerang kota Palembang di Sriwijaya.
990 M – Medang kembali menyerang Palembang dan berhasil mendudukinya.992 M – Pasukan Sriwijaya merebut kembali kota Palembang.
996 M – Epos Mahabharata diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa Kuno untuk pertama kalinya.
997 M – Prasasti Hujung Langit. Medang menduduki Lampung.
1016 M – Peristiwa Mahapralaya. Serangan Raja Wurawari dari negeri Lwaram (Ngloram) yang menewaskan Raja Dharmawangsa dan sebagian besar bangsawan Medang. Kerajaan Medang otomatis musnah.
1019 M – Airlangga mendirikan istana Watan Mas.
1025 M – Invasi Kerajaan Chola terhadap Sriwijaya. Airlangga mulai memperluas wilayah kekuasaan negerinya.
1028 M – Rajendra Chola menunjuk Sri Dewa sebagai raja baru Sriwijaya dibawah Dinasti Chola.
1030 M – Airlangga menaklukkan Hasin, Wuratan, dan Lewa. Sri Jayabupati menaiki tahta Sunda. Ia memerdekakan kerajaannya dari jajahan Sriwijaya.
1031 M – Airlangga menaklukkan Wengker. Lewa memberontak, namun berhasil ditumpas.
1032 M – Ratu Tulodong penguasa Lodoyong menyerang Airlangga dan menghancurkan istana Watan Mas. Airlangga berhasil lolos dan membangun ibukota baru di Kahuripan. Ia kemudian menundukkan Lwaram, membalaskan dendam Dharmawangsa.
1035 M – Mpu Kanwa menggubah naskah Arjunawiwaha. Pemberontakan raja Wengker.
1036 M – Airlangga membangun Asrama Sri Wijaya.
1037 M – Pemberontakan Wengker berhasil ditumpas. Airlangga berhasil menaklukkan seluruh Bumi Jawa.
1042 M – Airlangga memindahkan ibukota ke Dahanapura (Daha). Ia kemudian membagi Kahuripan masing-masing kepada kedua putranya: Samarawijaya di Panjalu dan Garasakan di Janggala. Airlangga kemudian pergi menyepi. Lodoyong menjadi negara yang merdeka kembali.
1044 M – Perang saudara antara Janggala dan Panjalu.
1049 M – Airlangga wafat dalam pertapaannya.
1052 M – Panjalu menjadi bawahan Janggala.
1066 M – Sriwijaya merdeka dari Chola.1088 M – Sriwijaya menjadi bawahan kerajaan Melayu Dharmasraya (Mauli).1100 M – Janggala menaklukkan Madura.
1104 M – Panjalu merdeka dari Janggala.1116 M – Lodoyong menjadi bawahan Panjalu.
1135 M – Sri Jayabaya naik tahta di Panjalu. Ia berhasil menaklukkan Janggala. Panjalu berganti nama menjadi Kediri.
1157 M – Kakimpoi Bharatayudha ditulis, sebagai kiasan kemenangan Kediri atas Janggala.
1159 M – Prabu Jayabaya wafat. Terjadi perebutan tahta antara kedua putranya. Janggala mengambil kesempatan ini untuk memerdekakan diri.
1175 M – Darmasiksa naik tahta di Sunda. Putranya, Jayadarma menikah dengan putri Mahesa Cempaka yang bernama Dewi Naramurti, adik Dyah Lembu Tal. Kelak keduanya memiliki putra bernama Wijaya, seorang tokoh besar dalam beberapa dekade ke depan.
1183 M – Dinasti Mauli berkuasa sepenuhnya di Sumatra, mengakhiri dominasi Sriwijaya.
1185 M – Janggala dan Kediri kembali bersatu, melalui jalur pernikahan.1190 M – Kertajaya naik tahta di Kediri.
1193 M – Pasukan Janggala menyerbu Kediri dan berhasil menduduki kota dan istana Daha. Kertajaya terpaksa mengungsi dari istananya.
1194 M – Kertajaya memimpin pasukan Kediri menggempur dan menaklukkan Janggala.
1205 M – Ken Arok menjadi penguasa Tumapel dan memerdekakan diri dari kekuasaan Kediri.
1221 M – Pertempuran Ganter. Prabu Kertajaya tewas di tangan Ken Arok.1222 M – Kediri menjadi bawahan Tumapel. Ken Arok menjadi penguasa tertinggi di Bumi Jawa.
1227 M – Ken Arok tewas diracun oleh Anusapati, yang kemudian menggantikannya sebagai raja Tumapel.1248 M – Wisnuwardhana menjadi raja Tumapel.
1250 M – Kediri disatukan kembali dengan Tumapel.
1252 M – Erupsi gunung Merapi.
1254 M – Tumapel berganti nama menjadi Singhasari.
1255 M – Prasasti Mula Malurung piagam pengesahan atas desa Mula dan Malurung sebagai anugerah untuk tokoh bernama Pranaraja. Prasasti ini diterbitkan Kertanagara tahun 1255 sebagai raja muda di Kadiri, atas perintah ayahnya, Wisnuwardhana raja Singhasari.
1257 M – Erupsi dahsyat gunung Samalas di pulau Lombok.
1258 M – Perubahan iklim akibat erupsi gunung Samalas. Sebagian besar Bumi mengalami musim dingin berkepanjangan. Gerhana Bulan total terjadi pada bulan Mei.
1263 M – Iklim Bumi kembali normal.
1268 M – Kertanegara menaiki tahta Singhasari.
1275 M – Singhasari memulai ekspedisi penaklukkan Tanah Melayu. Armada besar pimpinan Kebo Anabrang berangkat ke Sumatra.
1284 M – Pasukan Singhasari pimpinan Raden Wijaya menundukkan Bali.
1286 M – Penaklukkan Melayu selesai. Kertanegara menghadiahkan arca Amoghapasa kepada penguasa Dharmasraya.
1289 M – Dinasti Yuan mengirim utusan yang meminta agar Singhasari tunduk pada kekuasaan Mongol. Kertanegara dengan tegas menolak dan memotong telinga sang utusan.
1292 M – Pemberontakan Jayakatwang. Kertanegara tewas di tangan Jayakatwang (adipati Kediri). Raden Wijaya bersedia tunduk lalu mendirikan desa Majapahit sebagai bawahan Kediri. Di tahun yang sama, pasukan Mongol mendarat di pesisir utara Jawa Timur dan menduduki kota-kota pelabuhan dari Tuban hingga Ujung Galuh (Surabaya).
1293 M – Aliansi Mongol-Majapahit menghancurkan Kota Daha. Jayakatwang ditangkap dan menjadi tawanan Mongol. Wijaya kemudian mengusir pasukan Mongol saat mereka lengah dan mendirikan kerajaan Majapahit. Dalam perjalanan kembali ke Khanbaliq, pasukan Mongol membunuh Jayakatwang yang menjadi tawanan mereka.
1295 M – Ranggalawe, salah satu pendiri Majapahit yang menjabat sebagai adipati Tuban tewas dalam suatu konspirasi oleh Halayudha, seorang licik yang berambisi menjadi mahapatih Majapahit. Ia tewas di tangan Kebo Anabrang (mantan panglima ekspedisi Pamalayu), yang langsung dibunuh saat itu juga oleh Lembu Sora, paman Ranggalawe. Arya Wiraraja, penguasa Lumajang dan ayah Ranggalawe memerdekakan negerinya dari Majapahit.
1300 M – Lembu Sora tewas di tangan mahapatih Nambi setelah keduanya diadu domba oleh Halayudha.1309 M – Wijaya wafat. Sahabatnya, Nambi mengundurkan diri dari jabatan mahapatih Majapahit dan menjadi raja di Lumajang. Tahta diserahkan kepada Jayanagara, putra Raden Wijaya dengan Dara Petak, seorang putri Dharmasraya.
1313 M – Gajah Mada menjadi kepala pasukan khusus Bhayangkara.
1316 M – Nambi, salah satu pendiri Majapahit tewas akibat difitnah oleh Halayudha dan Jayanagara. Lumajang dianeksasi oleh Majapahit. Halayudha diangkat sebagai mahapatih baru.
1319 M – Pemberontakan Dharmaputra Winehsuka pimpinan Ra Kuti. Trowulan berhasil diduduki, namun berhasil direbut kembali oleh pasukan Bhayangkara pimpinan Gajah Mada yang kemudian menumpas para Dharmaputra. Jabatannya dinaikkan menjadi patih. Halayudha dihukum mati setelah segala fitnah yang ia perbuat di masa lalu terbongkar.
1321 M – Odorico da Pordenone dari Venesia mengunjungi Majapahit.
1325 M – Majapahit mengirim Adityawarman sebagai duta besar ke Khanbaliq untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Dinasti Yuan.
1328 M – Jayanagara dibunuh oleh Ra Tanca, anggota Dharmaputra terakhir yang masih hidup. Tanca kemudian langsung dibunuh oleh Gajah Mada saat itu juga. Tahta Majapahit diserahkan kepada Tribhuwanatunggadewi.
1329 M – Pemberontakan Keta.
1331 M – Pemberontakan Sadeng.
1332 M – Adityawarman kembali pergi ke Khanbaliq sebagai duta besar Majapahit.
1334 M – Hayam Wuruk lahir.
1336 M – Ratu Tribhuwana mengangkat Gajah Mada sebagai mahapatih, yang kemudian mengucapkan Sumpah Palapa.1337 M – Wang Dayuan, seorang pengelana Yuan-Mongol mengunjungi Majapahit dan melaporkan tentang adanya sisa-sisa pasukan Mongol yang menetap dan membentuk komunitas Muslim Hui di lembah Gelam, Sidoarjo.1339 M – Majapahit menaklukkan negeri-negeri di Sumatra dan Malaya. Adityawarman diangkat sebagai gubernur Sumatra.
1343 M – Gajah Mada dan Adityawarman memimpin pasukan Majapahit menaklukkan Bali dan Lombok.1350 M – Hayam Wuruk menaiki tahta Majapahit. Majapahit menguasai Bawean.
1357 M – Insiden Bubat. Raja Sunda tewas dalam suatu kesalahpahaman oleh Gajah Mada. Hayam Wuruk yang kecewa kemudian mencabut jabatan sang mahapatih lewat sidang Sapta Prabu dan mengasingkannya ke Madakaripura. Majapahit menaklukkan Sumbawa.
1359 M – Gajah Mada diangkat kembali sebagai mahapatih, namun memerintah dari Madakaripura. Hayam Wuruk mengunjungi Malang.
1364 M – Gajah Mada wafat.
1365 M – Puncak kejayaan Majapahit di bawah pimpinan Prabu Hayam Wuruk. Kakimpoi Nagarakretagama selesai ditulis oleh Mpu Prapanca, yang menuliskan daftar wilayah kekuasaan Majapahit serta negara-negara sahabatnya.
1371 M – Prabu Niskala Wastukancana naik tahta di Sunda.
1376 M – Wijayarajasa mendirikan keraton Majapahit Timur (Blambangan), namun masih sebagai bawahan Majapahit pusat. Adityawarman wafat.1377 M – Pemberontakan negeri-negeri di Sumatra: Pagaruyung, Palembang, dan Dharmasraya. Berhasil ditumpas oleh Majapahit, namun berakibat lepasnya Pagaruyung.
1382 M – Prabu Niskala Wastukancana membagi Tatar Sunda kepada kedua putranya. Sunda pun kembali terpecah menjadi Sunda dan Galuh.
1389 M – Hayam Wuruk wafat. Wikramawardhana naik tahta menggantikannya.
1398 M – Majapahit menaklukkan Tumasik.
1404 M – Perang Paregreg, perang sipil Majapahit dimulai. Wirabhumi memerdekakan Majapahit Timur dari keraton Majapahit Barat pimpinan Wikramawardhana. Sunan Gresik memprakarsai pendirian Walisongo, sebuah majelis dakwah Islam.
1405 M – Ekspedisi laut Dinasti Ming pimpinan Laksamana Cheng Ho mengunjungi kedua keraton Majapahit.1406 M – Keraton Majapahit Timur diserbu dan diduduki. Seluruh penghuni keraton termasuk sejumlah besar utusan Tionghoa anggota ekspedisi Dinasti Ming tewas dalam serangan itu. Wirabhumi sendiri berhasil lolos namun kemudian dikejar dan dibunuh oleh Raden Gajah.
1408 M – Armada Cheng Ho kembali mengunjungi Majapahit, kali ini untuk menagih hutang atas terbunuhnya utusan Ming saat Perang Paregreg.
1419 M – Sunan Gresik wafat.
1427 M – Wikramawardhana wafat. Suhita naik tahta sebagai ratu Majapahit.
1430 M – Pangeran Walangsungsang alias Cakrabuana, putra sulung Siliwangi mendirikan kesultanan Cirebon sebagai bawahan Galuh.
1442 M – Raden Paku alias Sunan Giri lahir.
1448 M – Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati lahir.
1450 M – Raden Said alias Sunan Kalijaga lahir.
1475 M – Raden Patah mendirikan kesultanan Demak sebagai bawahan Majapahit.
1477 M – Semarang menjadi bawahan Demak.
1478 M – Kudeta di Trowulan. Prabu Suraprabhawa tewas terbunuh dalam serangan yang dilancarkan oleh Girindrawardhana dan ketiga saudaranya.
1479 M – Sunan Gunung Jati menggantikan kedudukan Cakrabuana sebagai penguasa Cirebon.
1482 M – Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi naik tahta di Sunda. Ia kembali menyatukan Sunda dan Galuh ke dalam satu pemerintahan, serta merebut Lampung dari Majapahit. Kerajaan Sunda kemudian berganti nama menjadi Pajajaran. Di tahun yang sama, Sunan Gunung Jati memproklamasikan kemerdekaan Cirebon dari Pajajaran.1487 M – Sunan Giri mendirikan pesantren Giri Kedaton di Gresik, yang berkembang menjadi pusat pendidikan Islam dan negara-kota pelabuhan yang kaya.
1506 M – Sunan Giri wafat.
1511 M – Demak melancarkan ekspansi ke wilayah sekitarnya. Sedayu, Tegal, dan Kudus berturut-turut jatuh ke dalam kekuasaannya. Di Malaya, Portugis menguasai Malaka. Kesultanan Malaka runtuh dan Portugis resmi menjadi pengendali Selat Malaka.
1512 M – Di Sumatra, Portugis menguasai Pasai.
1513 M – Tome Pires, seorang pengelana Portugis mengunjungi pulau Jawa dan mencatatkan perjalanannya tersebut di dalam bukunya, Suma Oriental. Panglima Demak, Pati Unus mengirim ekspedisi militer ke Malaka, namun menemui kegagalan. Majapahit beraliansi dengan Klungkung dari Bali untuk menyerbu Demak, namun dapat dipukul mundur.
1515 M – Cirebon menjadi bawahan Demak.
1517 M – Majapahit menjalin hubungan diplomatik dengan Portugis.
1518 M – Raden Patah wafat. Pati Unus naik tahta sebagai sultan Demak menggantikannya. Ia kemudian memimpin penaklukkan Demak atas Jepara.
1521 M – Demak kembali menyerbu Malaka, namun kembali menemui kegagalan dan Pati Unus gugur. Trenggana naik tahta sebagai Sultan Demak menggantikan kakaknya. Pada tahun yang sama, Prabu Siliwangi mengirim utusan ke Malaka Portugis lewat putranya Surawisesa untuk menjalin hubungan persahabatan. Tak lama kemudian, sang Prabu wafat. Tahta Pajajaran diserahkan kepada Surawisesa.
1522 M – Perjanjian Sunda Kalapa antara Pajajaran-Portugis. Surawisesa memperbolehkan Portugis membangun benteng di Sunda Kalapa dengan jaminan kerajaannya diberi bantuan militer. Sunan Drajat wafat.
1525 M – Sunan Bonang wafat.
1526 M – Kesultanan Cirebon dan Demak beraliansi untuk menggempur kerajaan Pajajaran. Sunan Gunung Jati mendirikan kesultanan Banten sebagai bawahan Cirebon.
1527 M – Demak menyerbu kota Tuban dan Daha, pertahanan terakhir kerajaan Majapahit pimpinan Girindrawardhana. Sang Prabu berhasil meloloskan diri ke Panarukan dan menjadi raja Blambangan. Demak juga menyerbu dan menduduki pesisir utara Pajajaran, termasuk Sunda Kalapa yang kemudian diganti namanya menjadi Jayakarta oleh Fatahillah, panglima militer Demak. Ratna Kencana, putri Sultan Trenggana mendirikan kerajaan Kalinyamat sebagai bawahan Demak.
1528 M – Perang Palimanan antara Cirebon dengan Galuh, kerajaan bawahan Pajajaran. Rajagaluh dianeksasi oleh Cirebon. Demak menundukkan Wirosari dan Wirasaba. Blambangan pimpinan Girindrawardhana mengirimkan utusan (Patih Udhara) ke Malaka Portugis.1529 M – Pangeran Cakrabuana (Cirebon) wafat. Demak menundukkan kadipaten Purbaya dan Gegelang di Madiun.
1530 M – Demak menundukkan Medangkungan di Blora dan Jogorogo di Ngawi. Perang Palimanan berakhir dengan kekalahan Galuh dan dianeksasinya wilayah itu ke dalam kekuasaan Cirebon.
1531 M – Demak menundukkan Surabaya. Perjanjian damai antara Pajajaran dengan aliansi Cirebon-Demak.
1533 M – Prasasti Batutulis pada masa Raja Surawisesa untuk memperingati jasa-jasa raja pendahulunya, Prabu Siliwangi atau Jayadewata atau Sri Baduga Maharaja.
1535 M – Ratu Dewata menaiki tahta Pajajaran. Seorang raja yang menghabiskan sebagian besar waktunya hanya untuk bertapa dan menyepi.
1536 M – Toyib (Pangeran Hadirin) seorang ulama Aceh tiba di Jepara untuk menyebarkan Islam. Ia kemudian menikah dengan Ratu Kalinyamat dan diberi gelar Sultan Hadlirin.
1541 M – Demak berturut-turut menundukkan Lamongan dan Blitar.
1543 M – Ratu Sakti naik tahta di Pajajaran menggantikan Ratu Dewata. Berbanding terbalik dengan ayahnya, Sakti adalah seorang raja yang lalim dan kejam.
1545 M – Sultan Trenggana menyerbu Blambangan dan berhasil merebut Pasuruan. Trenggana juga menaklukkan kerajaan Sengguruh di Malang.
1546 M – Trenggana wafat dalam pertempuran melawan Blambangan di Panarukan. Sunan Prawoto naik tahta sebagai sultan Demak menggantikannya. Kalinyamat melepaskan diri dari Demak setelah Sultan Hadirin tewas terbunuh dalam suatu konspirasi oleh Prawoto dan Arya Penangsang. Ratna Kencana kembali menjadi Ratu Kalinyamat.
1548 M – Sunan Prapen ditunjuk menjadi pemimpin Giri Kedaton.
1549 M – Prawoto tewas di tangan Arya Penangsang, yang kemudian menggantikannya sebagai sultan Demak. Jaka Tingkir mendirikan Pajang dan bergelar Hadiwijaya. Sunan Kudus mendirikan Masjid Menara Kudus.1550 M – Sunan Kudus wafat. Ratu Kalinyamat bekerjasama dengan kesultanan Johor menggempur Malaka Portugis. Meski sempat menduduki sebagian besar kota Malaka, namun aliansi Johor-Kalinyamat ini akhirnya dapat dipukul mundur oleh pasukan Portugis.
1552 M – Sunan Gunung Jati mengangkat putranya, Maulana Hasanuddin menjadi sultan Banten. Banten pun merdeka dari Cirebon, lalu menundukkan Lampung.
1554 M – Arya Penangsang tewas di tangan Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan yang memimpin pasukan pemberontak suruhan Hadiwijaya dari Pajang. Kesultanan Demak pun resmi runtuh. Pajang muncul sebagai penguasa baru di Jawa. Demak, Jepara, dan Jipang menjadi bawahan Pajang.
1556 M – Hadiwijaya menghadiahkan tanah Mataram kepada Ki Ageng Pemanahan atas jasanya mengalahkan Arya Penangsang. Sunan Kalijaga wafat.1560 M – Portugis mendirikan pos dagang di Panarukan.
1567 M – Prabu Suryakancana naik tahta sebagai raja terakhir Pajajaran.1568 M – Sunan Prapen mengadakan pertemuan antara Hadiwijaya dengan para penguasa di Jawa Timur pimpinan Panji Wiryakrama dari Surabaya. Seluruh Jawa Timur kecuali Blambangan dan Madura pun resmi bersatu dengan Pajang. Sunan Gunung Jati wafat. Fatahillah diangkat sebagai sultan Cirebon menggantikannya.
1570 M – Fatahillah wafat. Maulana Hasanuddin wafat. Maulana Yusuf diangkat menjadi Sultan Banten menggantikan ayahnya.
1574 M – Ratu Kalinyamat kembali mengirim armada perang untuk menyerbu Malaka Portugis. Kali ini bekerjasama dengan Aceh. Meski sempat membuat Portugis kewalahan, serangan ini juga gagal merebut Malaka.1575 M – Ki Ageng Pemanahan wafat. Sutawijaya menggantikan ayahnya sebagai penguasa Mataram.
1576 M – Kesultanan Banten melancarkan agresi besar-besaran terhadap Pajajaran. Kota Pakuan dikuasai oleh pasukan Banten. Prabu Suryakancana dan keluarganya meloloskan diri ke pedalaman Pandeglang.
1579 M – Kerajaan Pajajaran runtuh setelah Pandeglang dikuasai sepenuhnya oleh kesultanan Banten. Prabu Suryakancana wafat dalam pertempuran. Banten pun menjadi penguasa tertinggi di Tatar Sunda. Prabu Geusan Ulun naik tahta di kerajaan Sumedang Larang dan memerdekakannya dari Cirebon. Ratu Kalinyamat wafat. Pangeran Arya Jepara, keponakan sang ratu sekaligus putra sultan Banten, diangkat sebagai penguasa Kalinyamat. Ia berhasil menanamkan kekuasaaan di pulau Bawean.
1582 M – Sultan Hadiwijaya wafat. Daerah-daerah bawahan di Jawa Timur pimpinan Surabaya melepaskan diri dari kekuasaan Pajang.
1583 M – Arya Pangiri naik tahta sebagai sultan Pajang setelah menyingkirkan Pangeran Benawa.
1586 M – Benawa bersekutu dengan Sutawijaya untuk menggempur Pajang. Arya Pangiri dilengserkan dan Benawa menjadi sultan Pajang. Sutawijaya kemudian menyerbu Madiun untuk menundukkan Purbaya.
1587 M – Erupsi gunung Merapi.
1588 M – Sutawijaya memerdekakan Mataram dari Pajang. Ia menjadi penguasa bergelar Panembahan Senopati. Benawa wafat. Pajang pun bersatu dengan Mataram. Senopati kemudian menyerbu Surabaya yang tak ingin tunduk, sebelum didamaikan oleh Sunan Prapen.
1590 M – Perang Mataram-Purbaya berakhir dengan takluknya Purbaya. Mataram juga menaklukkan Madiun, kemudian menyerbu Jepara namun berhasil dipukul mundur oleh pasukan Kalinyamat.
1591 M – Perebutan tahta di Kediri.
1596 M – Bangsa Belanda untuk pertama kalinya tiba di Jawa. Mereka mendarat di Banten, namun masih sebatas berdagang. Benteng Kuta Raja Cirebon dibangun sebagai simbol persahabatan antara Cirebon dengan Mataram.
1599 M – Peristiwa Bedhahe Kalinyamat. Mataram melancarkan invasi besar-besaran terhadap Jepara dan berhasil menguasainya. Kerajaan Kalinyamat pun runtuh.
1600 M – Pemberontakan Pati pimpinan Adipati Pragola. Berhasil ditumpas oleh putra mahkota Mataram, Raden Mas Jolang.
1601 M – Panembahan Senopati wafat. Raden Mas Jolang naik tahta di Mataram menggantikan ayahnya dan bergelar Panembahan Hanyakrawati. Selat Muria diperkirakan lenyap akibat pendangkalan berkepanjangan. Pulau Muria pun bersatu dengan Jawa.
1602 M – Pemberontakan Demak pimpinan Pangeran Puger. Perang sipil Mataram-Demak dimulai. Belanda resmi membentuk VOC, sebuah kongsi dagang internasional. VOC kemudian mendirikan pos dagang pertamanya di Gresik dan Jaratan.
1603 M – VOC mendirikan pos dagang di Banten.
1605 M – Pangeran Puger ditangkap dan dibuang ke Kudus. Demak kembali menjadi bagian dari Mataram.
1607 M – Pemberontakan Ponorogo pimpinan Jayaraga, adik Hanyakrawati. Berhasil dipadamkan dan Jayaraga dibuang ke Nusakambangan.
1610 M – Mataram menyerbu Surabaya, namun mengalami kegagalan.
1611 M – VOC mendirikan pos dagang di Jayakarta.
1613 M – Mataram kembali menyerbu Surabaya, namun kembali gagal. Pos-pos VOC di Gresik dan Jaratan ikut terbakar. Sebagai permintaan maaf, Sultan Hanyakrawati mengizinkan VOC mendirikan pos dagang baru di Jepara. Hanyakrawati kemudian wafat dalam kecelakaan saat berburu kijang di hutan Krapyak. Raden Mas Rangsang naik tahta dan bergelar Panembahan Hanyakrakusuma.
1614 M – Mataram menaklukkan Malang dan Lumajang. VOC mengirim duta besar pertamanya ke Mataram untuk menjalin kerja sama namun ditolak oleh Hanyakrakusuma.
1615 M – Patih Mataram, Ki Juru Martani wafat. Kedudukannya digantikan oleh Tumenggung Singaranu. Mataram menaklukkan Wirasaba. Surabaya membalas dengan mengirim pasukan ke Wirasaba.
1616 M – Pasukan Mataram mengalahkan pasukan Surabaya di desa Siwalan. Mataram kemudian lanjut menaklukkan Lasem.
1617 M – Pemberontakan Pajang pimpinan Ki Tambakbaya. Berhasil dipadamkan dan Tambakbaya melarikan diri ke Surabaya. Mataram menaklukkan Pasuruan. Cirebon menjadi bawahan Mataram.
1618 M – Mataram menaklukkan Galuh.1619 M – VOC menaklukkan kota Jayakarta dan mengganti namanya menjadi Batavia. Markas VOC yang semula di Ambon pun dipindah ke Batavia. Jan Pieterszoon Coen ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal VOC. Pendudukan Belanda di pulau Jawa pun dimulai. Mataram menaklukkan Tuban.1620 M – Invasi Mataram ke Surabaya dimulai. Pasukan Mataram membendung Sungai Mas untuk menghentikan suplai air. Mataram juga menggempur dan menaklukkan kerajaan Sumedang Larang.
1621 M – Mataram mulai menjalin hubungan diplomatik dengan VOC.
1622 M – Mataram menaklukkan kerajaan Sukadana di Kalimantan Barat.1624 M – Mataram menaklukkan Madura. Hanyakrakusuma mendapatkan gelar baru, Sultan Agung.
1625 M – Surabaya dilanda bencana kelaparan akibat suplai pangan terputus oleh invasi Mataram. Jayalengkara akhirnya menyerah dan bersedia menjadikan Surabaya sebagai bagian dari Mataram.
1627 M – Pemberontakan Pati pimpinan Adipati Pragola, sepupu Sultan Agung. Berhasil ditumpas.
1628 M – Invasi Mataram ke Batavia dimulai. Pasukan Mataram berhasil menduduki sebuah benteng VOC, namun kemudian terpukul mundur akibat kekurangan perbekalan.
1629 M – Mataram kembali menyerbu Batavia, namun kembali mengalami kekalahan. Walaupun begitu, pasukan Mataram berhasil membendung dan mengotori Sungai Ciliwung yang mengakibatkan wabah kolera melanda Batavia. Gubernur Jenderal VOC pertama, JP Coen tewas menjadi korban wabah tersebut.
1630 M – Sultan Agung mengirim utusan ke Gresik agar Giri Kedaton bersedia menjadi bawahan Mataram, namun ditolak oleh Sunan Kawis Guwa, penguasanya saat itu. Akibatnya, Mataram menyerbu Giri Kedaton. Pertempuran besar terjadi hingga enam tahun berikutnya.
1631 M – Pemberontakan Sumedang.1632 M – Cirebon yang setia pada Mataram berhasil memadamkan pemberontakan Sumedang.
1633 M – Mataram menyerang Blambangan. Sultan Agung menciptakan Tahun Jawa dan memberlakukannya pada negerinya.
1636 M – Perang Mataram-Giri Kedaton berakhir. Giri Kedaton takluk dan dianeksasi oleh Mataram. Di tahun yang sama, Mataram menundukkan kesultanan Palembang di Sumatra Selatan. Mataram akhirnya juga dapat menaklukkan Blambangan setelah berperang 3 tahun lamanya.
1641 M – Sultan Agung menggubah Serat Nitipraja.
1645 M – Sultan Agung wafat. Sebelumnya, ia memerintahkan pembangunan Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga bangsawan kesultanan Mataram. Raden Mas Sayidin naik tahta menggantikan ayahnya dan bergelar Sultan Amangkurat I.
1646 M – Mataram kembali menjalin hubungan dengan VOC.
1647 M – Ibukota Mataram dipindah ke Plered.1649 M – Sultan Cirebon, Panembahan Girilaya diundang oleh Amangkurat I untuk mengunjungi Mataram. Sesampainya di sana, ia dan kedua putranya justru dilarang kembali ke Cirebon dan dipaksa untuk tinggal di Mataram. Pangeran Wangsakerta diangkat sebagai wali sultan karena ayahnya tak kunjung kembali.
1651 M – Sultan Ageng Tirtayasa naik tahta di Banten.
1652 M – Mataram menyerahkan wilayah Bekasi kepada VOC. Prabu Tawang Alun naik tahta Blambangan di Macan Putih.
1659 M – VOC menduduki Palembang. Kekuasaan Mataram di Sumatra pun lenyap. Blambangan bekerja sama dengan Bali untuk melepaskan diri dari Mataram. Pertempuran terjadi dan berakhir dengan dikuasainya ibukota Blambangan oleh pasukan Mataram. Sang Prabu Tawang Alun dan pengikutnya mundur ke Bali.
1661 M – Putra mahkota Mataram, Raden Mas Rahmat melancarkan aksi kudeta setelah terlibat perselisihan dengan sang ayah, namun mengalami kegagalan.
1674 M – Trunojoyo, seorang bangsawan Madura memerdekakan wilayah tersebut dari kekuasaan Mataram.
1676 M – Laskar Madura pimpinan Trunojoyo berturut-turut menduduki Lasem, Rembang, Demak, Semarang, dan Pekalongan. Prabu Tawang Alun memerdekakan Blambangan dari jajahan Mataram.
1677 M – Trunojoyo berturut-turut menduduki Tegal, Cirebon, dan Banyumas, hingga akhirnya berhasil menguasai dan menjarah ibukota Mataram. Amangkurat pun terpaksa meninggalkan keraton dan kemudian wafat dalam pelariannya di Tegalwangi. Mas Rahmat naik tahta sebagai sultan Mataram bergelar Amangkurat II. Ia mengadakan perjanjian dengan VOC di Jepara untuk mengalahkan Trunojoyo. Pangeran Wangsakerta mengadakan seminar sejarah Gotrasawala di Cirebon dengan para sejarawan dari beberapa negara di Nusantara saat itu. Cirebon kehilangan wilayah Rangkas Sumedang (Karawang-Purwakarta-Subang) yang direbut oleh Belanda.
1679 M – Pemberontakan Trunojoyo berhasil ditumpas oleh pasukan aliansi VOC-Mataram yang dibantu oleh armada Bugis pimpinan Arung Palakka. Ibukota Mataram berhasil direbut kembali. Namun sebagai imbalannya, Mataram harus menyerahkan pesisir utara Jawa kepada VOC. VOC pun mulai terlibat dalam suksesi pemerintahan di Mataram dan juga Madura. Sultan Ageng Tirtayasa membagi Cirebon menjadi dua untuk menghindari perpecahan keluarga, yaitu keraton Kasepuhan dan keraton Kanoman.
1680 M – Puncak kejayaan kesultanan Banten di bawah pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa. Trunojoyo dihukum mati oleh Amangkurat II. VOC menyerbu dan menghancurkan Giri Kedaton, sekutu terakhir yang loyal terhadap Trunojoyo. Ibukota Mataram dipindah ke Kartasura.
1681 M – Cornelis Speelman ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal VOC. VOC mengadakan perjanjian monopoli dagang dengan Cirebon.
1682 M – Kapitan Francois Tack memimpin pasukan VOC melancarkan ekspedisi pelayaran ke Banten. VOC berhasil merebut dan memonopoli perdagangan lada di Banten dan mengusir bangsa Eropa lain yang telah lama berdagang di sana.
1683 M – Pasukan VOC menyerbu Banten dan berhasil menduduki istana Surosowan. Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap. Banten kemudian menjadi bawahan VOC.
1684 M – Speelman wafat di Batavia.1686 M – Kapitan Francois Tack tewas di tangan Untung Surapati, seorang buronan VOC setelah berduel dengannya di Kartasura. Amangkurat II kemudian merestui Surapati untuk merebut Pasuruan. Setelah berhasil, ia pun diangkat menjadi bupati Pasuruan bergelar Tumenggung Wiranegara.
1691 M – Prabu Tawang Alun wafat. VOC melaporkan pemandangan mencengangkan saat prosesi pembakaran jenazah sang Prabu, di mana sebanyak 271 dari total 400 istri Tawang Alun ikut membakar diri ke dalam kobaran api.
1697 M – Kerajaan Buleleng dari Bali menyerang dan berhasil menaklukkan Blambangan.
1698 M – Pangeran Wangsakerta dan para sejarawan di seminar Gotrasawala merampungkan penyusunan naskah Pustaka Rajya-rajya i Bhumi Nusantara dan beberapa karya sejarah lainnya.
1703 M – Amangkurat II wafat. Perebutan tahta antara Amangkurat III dengan Pangeran Puger.
1704 M – Perang Tahta Mataram Pertama dimulai. VOC mengangkat Pangeran Puger sebagai Sultan Mataram bergelar Pakubuwono I, sementara Amangkurat III diusir.
1705 M – Bersama Surapati, Amangkurat III mendirikan pemerintahan pengasingan di Pasuruan. VOC merebut Priangan Timur dan Cirebon.
1706 M – Pasuruan diserbu oleh VOC dan sekutunya. Surapati tewas setelah bentengnya diduduki oleh VOC. Amangkurat III melarikan diri.
1708 M – Amangkurat III ditangkap dan dibuang ke Sri Lanka oleh VOC.
1719 M – Perang Tahta Mataram Kedua dimulai. Pakubuwono I wafat dan digantikan oleh Amangkurat IV.
1740 M – Peristiwa Geger Pecinan. Tentara VOC melancarkan genosida terhadap etnis Tionghoa di Batavia. Tak kurang dari 10.000 orang yang tewas dalam pembantaian massal ini. Sisanya melarikan diri ke timur menyusuri pesisir utara Jawa. Dalam perjalanan, mereka menyerang sebuah pos VOC di Tangerang.
1741 M – Pelarian Tionghoa dari Batavia bekerja sama dengan prajurit Mataram menyerang dan menduduki pos-pos VOC berturut-turut di Lasem, Rembang, Juwana, Jepara, dan Semarang.
1743 M – VOC menduduki pulau Bawean.
1746 M – Mataram mengadakan perjanjian dengan VOC, hasilnya Pakubuwono II bersedia menyerahkan kembali Madura dan pesisir utara Jawa yang sebelumnya dikuasai aliansi Mataram-Tionghoa kepada VOC. Pangeran Mangkubumi melancarkan pemberontakan menuntut tahta Mataram. Perang Tahta Mataram Ketiga dimulai.
1749 M – VOC melantik Raden Mas Suryadi sebagai sultan Mataram bergelar Pakubuwono III. Patih Mataram, Raden Mas Said memberontak, ikut menuntut tahta Mataram.
1750 M – Raden Panji Margono bekerjasama dengan laskar Tionghoa dan laskar santri melancarkan pemberontakan terhadap VOC di Lasem. Dapat dipadamkan oleh VOC.
1754 M – Gubernur VOC atas wilayah Jawa Utara Hartingh mengadakan pertemuan tertutup dengan Pangeran Mangkubumi mengenai pembagian Mataram.
1755 M – Perjanjian Giyanti, mengakhiri Perang Tahta Mataram. Mataram secara resmi dibagi menjadi dua pemerintahan: Yogyakarta dan Surakarta. Mangkubumi diangkat sebagai penguasa Yogyakarta bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I, sementara Pakubuwono III menjadi penguasa Surakarta. Kedua negeri pecahan ini pun menjadi bawahan VOC.1757 M – Perjanjian Salatiga. Raden Mas Said yang terdesak akhirnya menyerahkan diri. Ia kemudian diangkat sebagai penguasa di Mangkunegaran bergelar Mangkunegara I.
1767 M – VOC menyerbu Blambangan dan berhasil menduduki ibukotanya.
1771 M – Perang Puputan Bayu. Rakyat, prajurit, dan bangsawan Blambangan melakukan bela pati mempertahankan tanah air mereka dari rongrongan VOC. Diperkirakan lebih dari separuh populasi Blambangan musnah dalam pertempuran ini.
1772 M – Blambangan sepenuhnya ditaklukkan oleh VOC.
1788 M – Pakubuwono III wafat dan digantikan putranya yang bergelar Pakubuwono IV.
1800 M – VOC secara resmi dibubarkan. Belanda dikuasai oleh Kekaisaran Prancis pimpinan Napoleon Bonaparte. Koloni-koloni Belanda di luar Eropa pun secara tidak langsung jatuh ke tangan Prancis.
1806 M – Kekaisaran Inggris menyerbu Hindia Belanda. Pertempuran besar terjadi di Laut Jawa antara armada Inggris melawan koalisi Belanda-Prancis.1807 M – Pemerintah Belanda dibawah Prancis mengangkat Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
1808 M – Daendels tiba di Hindia Belanda. Ia mendirikan pemerintahan langsung di Lampung, kemudian memulai pembangunan Jalan Raya Pos Jawa dari Anyer-Panarukan, yang kini menjadi Jalur Pantura. Keputusan ditentang oleh Sultan Banten. Akibatnya, Daendels menyerbu Banten dan menghancurkan istana Surosowan. Sang Sultan kemudian diasingkan. Kesultanan Kacirebonan dibentuk sebagai pecahan dari Kanoman.1809 M – Kesultanan Kasepuhan dan Kanoman (termasuk Kacirebonan) menjadi bawahan Belanda.
1810 M – Pemberontakan para bangsawan Yogyakarta pimpinan Raden Rangga melawan Belanda. Daendels bersama ribuan prajurit berangkat ke Yogyakarta, memaksa Hamengkubuwono II untuk mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaannya kepada Raden Mas Surojo, yang bergelar Hamengkubuwono III. Daendels mengibarkan bendera Prancis di Batavia.
1811 M – Daendels ditarik kembali ke Eropa untuk membantu Napoleon dalam ekspedisinya ke Moskow. Jan Willem Janssens diangkat sebagai Gubernur Jenderal yang baru. Inggris menyerbu Jawa dan berhasil menduduki Batavia. Janssens menyerah dan menandatangani Kapitulasi Tuntang di Salatiga dimana ia bersedia menyerahkan seluruh jajahan Hindia Belanda kepada Inggris. Thomas Stamford Raffles menjadi Gubernur Jenderal di Jawa. Pendudukan Inggris di Jawa pun resmi dimulai. Hamengkubuwono II kembali merebut gelarnya sebagai Sultan di Yogyakarta.1812 M – Peristiwa Geger Spehi. Bekerjasama dengan Mangkunegaran, Raffles memimpin pasukan Inggris menyerbu dan menduduki keraton Yogyakarta. Hamengkubuwono II dilengserkan dan diasingkan ke Padang. Tahta Yogyakarta kembali diserahkan kepada Hamengkubuwono III. Natakusuma mendirikan Dinasti Pakualam.
1813 M – Kesultanan Banten dihapuskan oleh Raffles. Ia kemudian mendirikan pemerintahan langsung di sana.
1814 M – Ekspedisi Inggris melaporkan penemuan Candi Borobudur, Prambanan, dan reruntuhan kota Trowulan ke Eropa untuk pertama kalinya. Hamengkubuwono IV naik tahta menjadi Sultan Yogyakarta di usia 13 tahun. Pangeran Diponegoro ditunjuk sebagai wali sang Sultan yang tak lain adalah adiknya sendiri.
1815 M – Erupsi dahsyat Gunung Tambora di Sumbawa. Perang Napoleon berakhir. Inggris bersedia mengembalikan Hindia Belanda kepada pemerintah Belanda sebagai bagian dari persetujuan yang mengakhiri Perang Napoleon. Raffles menghapuskan kesultanan Kasepuhan dan Kanoman (termasuk Kacirebonan).
1816 M – Perubahan iklim akibat erupsi gunung Tambora. Sebagian besar Bumi mengalami musim dingin berkepanjangan. Penyerahan kekuasaan dari Inggris kepada Belanda. Belanda secara resmi kembali menjadi penguasa di Hindia Belanda. Raffles meninggalkan Jawa dan pindah ke Bengkulu.
1817 M – Raffles menyelesaikan penulisan buku ‘History of Java’, yang berisi tentang rangkuman penelitian kesejarahannya tentang Jawa.
1818 M – Belanda mengakhiri perdagangan budak di Jawa.
1824 M – Traktat London, pembagian wilayah kolonialisme antara Belanda dan Inggris di Nusantara.
1825 M – Pangeran Diponegoro dan pengikutnya di Kesultanan Yogyakarta menyatakan perang terhadap pemerintah Hindia Belanda.
1826 M – Perang gerilya merebak di seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur, sebagai akibat dari menyebarnya gerakan anti-Belanda yang dipelopori oleh Diponegoro. Du Bus diangkat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda, menggantikan Van der Capellen. Belanda membebaskan Hamengkubuwono II dari pembuangan dan mengangkatnya kembali menjadi Sultan Yogyakarta. Pasukan Belanda memukul mundur Diponegoro dan pengikutnya di Gowok. Raffles wafat.1827 M – Puncak Perang Diponegoro.1828 M – Kyai Maja, seorang abdi setia dan penasihat pribadi Diponegoro, ditangkap oleh Belanda di akhir sebuah pertempuran.
1829 M – Pangeran Mangkubumi dan Senapati Sentot Alibasyah, pendukung dan pengawal setia Diponegoro, menyerahkan diri kepada Belanda.
1830 M – Pangeran Diponegoro ditangkap oleh Belanda setelah tertipu bujukan untuk mengadakan diplomasi di Magelang. Ia dibuang ke Manado, lalu ke Makassar. Perang Diponegoro pun berakhir. Diperkirakan separuh lebih populasi Yogyakarta lenyap akibat perang ini. Wilayah kekuasaan Yogyakarta dan Surakarta menjadi semakin sempit. Johannes van den Bosch diangkat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Ia mulai menerapkan sistem tanam paksa terhadap rakyat, lalu mendirikan KNIL sebagai kesatuan tentara resmi Hindia Belanda.
1846 M – Belanda menundukkan Buleleng di Bali, namun kembali lepas setelah pasukan KNIL mundur kembali ke Jawa.
1849 M – Belanda kembali menyerbu Bali, menghancurkan Buleleng serta menundukkan Jembrana dan Karangasem.
1855 M – Pangeran Diponegoro wafat dalam pembuangannya di Makassar.
1883 M – Erupsi dahsyat Gunung Krakatau di Selat Sunda.
1900 M – Belanda menundukkan Gianyar di Bali.
1901 M – Sukarno lahir.
1902 M – Mohammad Hatta lahir.
1905 M – Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam yang kelak berganti nama menjadi Sarekat Islam (SI).
1906 M – Belanda berturut-turut menundukkan Badung dan Tabanan di Bali.
1907 M – Belanda menundukkan Bangli di Bali.
1908 M – Era Kebangkitan Nasional dimulai dengan didirikannya organisasi Budi Utomo. Belanda menundukkan Klungkung di Bali. Seluruh pulau Bali pun sepenuhnya jatuh ke tangan Belanda.
1912 M – HOS Cokroaminoto menjadi pimpinan Sarekat Islam. Ia berhasil membujuk pemerintah Hindia Belanda untuk mengesahkan dan mengakui keberadaan SI.
1914 M – Perang Dunia I dimulai. Henk Sneevliet mendirikan ISDV yang kelak menjadi cikal bakal PKI.
1918 M – Perang Dunia I berakhir.
1921 M – Sarekat Islam terpecah menjadi dua, SI Putih berhaluan kanan dan SI Merah yang berhaluan kiri.
1926 M – Pemberontakan PKI di Banten, Batavia, dan Bandung. Berhasil dipadamkan oleh pasukan KNIL.
1928 M – Ikrar Sumpah Pemuda.
1939 M – Perang Dunia II dimulai.
1940 M – Pusat pemerintahan Belanda di Eropa jatuh ke tangan Jerman Nazi. Hindia Belanda mengumumkan keadaan siaga.
1941 M – Kekaisaran Jepang memulai penaklukkan Asia Timur Raya.
1942 M – Pasukan Jepang menyerbu dan menguasai seluruh Jawa dalam tempo yang singkat. Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Pulau Jawa pun resmi menjadi bagian dari Kekaisaran Jepang. Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo dan laskar Hizbullah memimpin gerakan Negara Islam di Tasikmalaya.
1943 M – Pemerintah Jepang membentuk PUTERA dan menunjuk Sukarno sebagai ketuanya. Jepang kemudian juga mendirikan PETA. Di antara anggotanya adalah Sudirman dan Suharto.
1944 M – Pasukan Sekutu menyerbu Surabaya.
1945 M – Sukarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, setelah serangkaian peristiwa besar yang mengakhiri pendudukan Jepang di Hindia Belanda. Pasukan Sekutu bersama Van Mook dan perwira NICA mendarat di Jakarta. Serangkaian perang besar berkobar di Semarang, Ambarawa, dan Surabaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
1946 M – Ibukota RI dipindah ke Yogyakarta setelah kondisi keamanan di Jakarta makin memburuk. Peristiwa Bandung Lautan Api. Konferensi Malino. Perjanjian Linggajati. Puputan Margarana. Belanda atas nama Gubernur Jenderal Van Mook mendirikan Negara Indonesia Timur lewat Konferensi Denpasar.
1947 M – Agresi militer Belanda I terhadap Jawa dan Sumatra. Suria Kartalegawa mendirikan negara Pasundan di bawah pengaruh Belanda.
1948 M – Pemberontakan PKI di Madiun pimpinan Musso. Berhasil ditumpas oleh TRI. Belanda mendirikan negara Madura dan negara Jawa Timur. Agresi militer Belanda II terhadap Jawa dan Sumatra. KNIL berhasil menduduki kota Yogyakarta dan menangkap para pemimpin RI.
1949 M – Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia dalam bentuk negara Serikat setelah konferensi di Den Haag, serta serangkaian serangan umum di Yogyakarta dan Surakarta. SM Kartosuwiryo mendeklarasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII alias DI/TII) di Jawa Barat.
1950 M – Republik Indonesia Serikat resmi dibubarkan. Amir Fatah menyatakan sebagian Jawa Tengah sebagai bagian dari DI/TII.
1954 M – Amir Fatah menyerahkan diri. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah pun berakhir.
1955 M – Pemilihan Umum diadakan untuk pertama kali.
1960 M – Penembakan di Istana Presiden oleh seorang Letnan AU yang telah dipengaruhi Permesta.
1961 M – Operasi Trikora dimulai setelah dikumandangkan oleh Sukarno di Alun-alun Utara Yogyakarta untuk merebut Papua Barat dari Belanda.
1962 M – Kartosuwiryo ditangkap dan dihukum mati, mengakhiri pemberontakan DI/TII di Jawa Barat.
1963 M – Konfrontasi Indonesia-Malaysia dimulai. Papua Barat berintegrasi dengan RI.
1965 M – Tragedi nasional G30S di Jakarta dan Yogyakarta, menyebabkan terbunuhnya 9 orang petinggi TNI-AD.
1966 M – Pembantaian massal terhadap ribuan tertuduh komunis di seluruh Indonesia oleh Suharto dan TNI-AD. Diperkirakan 70 ribu-1 juta orang tewas dalam genosida ini. Penyerahan Supersemar dari Sukarnokepada Suharto. Konfrontasi Indonesia-Malaysia resmi berakhir. Kedua negara mulai memperbaiki hubungan. Indonesia kembali menjadi anggota PBB.
1967 M – Sukarno menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Suharto.
1968 M – Era Orde Baru resmi dimulai dengan dilantiknya Suharto sebagai Presiden RI kedua.
1970 M – Sukarno wafat di usia 69 tahun. Pemerintah menetapkan masa berkabung selama 7 hari.
1982 M – Petrus, serangkaian operasi rahasia oleh pemerintahan Suharto berupa penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-orang yang dianggap mengganggu keamanan di pulau Jawa. Berlangsung hingga 2 tahun berikutnya.1984 M – Kerusuhan Tanjung Priok di Jakarta.
1996 M – Peristiwa 27 Juli alias Kudatuli di Jakarta.
1997 M – Krisis finansial melanda Asia, melumpuhkan perekonomian dan keuangan di sebagian besar Asia Timur. Indonesia menjadi salah satu negara yang mengalami pukulan berat, bersama dengan Thailand dan Korea Selatan.
1998 M – Suharto resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden setelah serangkaian kerusuhan di Jawa. Bacharuddin Jusuf Habibie dilantik sebagai Presiden RI ketiga. Orde Baru pun berakhir dan Era Reformasi resmi dimulai.
1999 M – Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dilantik menjadi Presiden RI keempat menggantikan Habibie.
2001 M – Megawati Sukarnoputri dilantik sebagai Presiden RI kelima menggantikan Gus Dur.
2004 M – Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla menjadi pasangan pemimpin RI pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat.
2008 M – Suharto wafat di usia 86 tahun.
2009 M – SBY kembali memenangi Pilpres dan menjadi Presiden RI bersama Budiono sebagai Wapres yang baru. Gus Dur wafat di usia 69 tahun.
2010 M – Erupsi Gunung Merapi.
2014 M – Joko Widodo dan Jusuf Kalla dilantik sebagai Presiden dan Wapres Indonesia menggantikan SBY-Budiono. Erupsi Gunung Kelud di Jawa Timur.
2019 M – Joko Widodo dan KH Ma’ruf Amin dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2019-2024.

Diambil dari Ahmad Yanuana Samantho

SUMBER:
https://m.kaskus.co.id/thread/58a98d1f56e6afb25e8b4567…3Dikdik Adinusa, Dewi dan 1 lainnya2 Komentar1 Kali dibagikanSukaKomentariBagikan

Komentar

Kembalikan Tradisi Masyarakat Sriwijaya untuk Alam

$
0
0

oleh Taufik Wijaya [Palembang] di 7 November 2019

  • Selama puluhan abad masyarakat di Nusantara hidup sejahtera karena memiliki hubungan harmonis dengan alam. Di masa Kedatuan Sriwijaya hubungan ini melahirakn sejumlah tradisi, seperti sedekah sungai, sedekah laut, dan sedekah bumi.
  • Sebagian besar tradisi ini mulai hilang atau berkurang sejalan dengan tradisi ekstratif yang dibawa bangsa penjajah Eropa, yang akhirnya merusak alam di Nusantara [Indonesia] yang hingga kini berdampak negatif pada masyarakat Indonesia.
  • Hubungan harmonis antara manusia dan alam melahirkan karakter bangsa Indonesia yang terbuka, egaliter, pemberani, berkerjasama dan berketuhanan. Karakter yang mampu melahirkan manusia di masa lalu.
  • Hubungan harmonis manusia dengan alam merupakan karakter manusia unggul Indonesia, yang artinya bukan sebatas menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi seperti bangsa-bangsa lain.

Selama puluhan abad, masyarakat di Nusantara [Indonesia] mampu menjaga alamnya dari berbagai kerusakan. Kehidupan mereka pun harmonis dengan alam.

Misalnya di masa Kedatuan Sriwijaya, hubungan harmonis dengan alam ini melahirkan berbagai tradisi, seperti sedekah sungai, laut dan bumi. Pijakan masyarakat Kedatuan Sriwijaya tercermin dalam Prasasti Talang Tuwo yang dibuat dua tahun setelah kerajaan tersebut berdiri 684 Masehi.

Namun, kolonialisme yang mengusung ekonomi ekstraktif, membuat alam yang sebelumnya terjaga menjadi rusak, yang berdampak sebagian besar masyarakatnya hingga saat ini hidup tidak sejahtera. Apa yang harus dilakukan?

“Kita harus mengembalikan dan melestarikan tradisi-tradisi yang tumbuh di masyarakat yang hidup selama Kedatuan Sriwijaya. Jika tradisi-tradisi ini dihidupkan dan dilestarikan, saya percaya akan mengembalikan kearifan manusia terhadap alam, termasuk pula melestarikannya,” kata Dr. Husni Thamrin, budayawan Palembang, usai mengunjungi makam tua di Upang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, yang diperkirakan makam Sri Idrawarman, salah satu raja Kedatuan Sriwijaya, pekan terakhir Oktober 2019.

Baca: Tidak Lagi Terbakar, Dua Desa Ini Kembangkan Wisata Sejarah dan Ekowisata

Seorang warga Desa Upang Ceria menunjukan udang satang yang didapanya di Sungai Demang Lebar Daun, anak Sungai Musi, yang akan dijadikan lokasi wisata sejarah dan ekowisata. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

Masyarakat Upang saat ini masih menjaga tradisi sedekah sungai, yang merupakan tradisi turunan dari masyarakat Kedatuan Sriwijaya.

Setelah runtuhnya Kedatuan Sriwijaya, di masa Kerajaan Majapahit dan sejumlah Kesultanan, tradisi ini masih bertahan, dan alam pun tetap terjaga. “Baru setelah datangnya bangsa Eropa yang menjalankan ekonomi ekstraktif, alam mulai rusak, yang terus dirasakan hingga saat ini. Kerusakan bentang alam ini pun memberi dampak signifikan terhadap karakter suku bangsa di Nusantara.”

Di masa Kedatuan Sriwijaya, pada masyarakat pesisir atau lahan basah, tumbuh dan berkembang tradisi seperti sedekah sungai dan laut, sementara di wilayah daratan tradisi seperti sedekah atau ruwatan bumi. “Tradisi ini masih kita temukan pada masyarakat di Nusantara, misalnya pada komunitas adat.”

Tradisi-tradisi tersebut selain bertujuan membentuk karakter manusia setempat, juga sebagai “pertahanan” terhadap berbagai upaya dari luar yang berkeinginan merusak alam.

Baca juga: Jika Kerajaan Sriwijaya Fiktif, Bagaimana Kedaulatan Maritim Indonesia?

Anak-anak Desa Gelebak Dalam bermain di sawah. Dulunya desa ini bernama Sri Kuto Payung Priyayi, satu-satunya permukiman kaum ningrat di luar Palembang. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

Terbuka, egaliter dan berketuhanan

Tradisi sedekah laut dan sungai, misalnya, melahirkan karakter manusia yang terbuka, egaliter, pemberani, berkerja sama dan berketuhanan.

Terbuka karena sungai atau laut dipahami sebagai penghubung bukan pembatas. Ketika manusia berlayar atau berperahu ke sungai atau laut, dia akan terhubung dengan belahan dunia lain.

“Seseorang yang berperahu di Sungai Musi akhirnya dapat melaju hingga ke Singapura, Malaka, Ternate, Buton atau pesisir Papua. Dia pun berhubungan dengan manusia lain, terbuka agar dapat membaur. Daratan atau pulau dipahami sebagai bagian laut atau sungai. Ini berbeda dengan manusia di darat, yang melihat sungai atau laut sebagai batas. Mereka cenderung tertutup,” kata Ketua Yayasan Alam Melayu Sriwijaya [Sriwijaya], sebuah lembaga yang fokus pada pelestarian ritus atau tradisi peninggalan masyarakat Kedatuan Sriwijaya.

Sungai dan laut juga memberi pemahaman bagi manusia jika ada manusia yang hidup di belahan bumi lain, juga memahami begitu banyak makhluk hidup di Bumi ini. Semua makhluk hidup memiliki akses dan peranan terhadap alam, sehingga posisinya sejajar.

Mengarungi sungai dan laut juga membutuhkan keberanian luar biasa. “Nyawa taruhannya.”

Sama seperti beragam jenis ikan, manusia juga membutuhkan kerja sama saat berada di perahu atau kapal. “Lihatlah nelayan, mereka selalu kerja sama saat melaut.”

Karena bahaya di laut, kesadaran spiritual manusia meningkat. Kecemasan akan mati akibat badai atau digulung ombak, membuat manusia terhubung kepada Tuhan, mereka berharap diberi perlindungan atau pertolongan.

Lima karakter manusia itu yang membangun masyarakat di Nusantara pada masa Kedatuan Sriwijaya, sebagai manusia unggul. “Bukan menguasai atau mengalahkan orang lain dan alam, unggul karena bermanfaat bagi manusia dan alam,” jelasnya.

Perahu ketek masih menjadi angkutan utama di Sungai Musi untuk jakur Palembang Ilir dan Palembang Ulu. Foto: Ikral Sawabi/Mongabay Indonesia

Pemajuan kebudayaan

Upaya penjagaan lingkungan hidup melalui penghidupan dan pelestarian berbagai tradisi terkait alam, dapat dilakukan melalui skema pemajuan kebudayaan Indonesia.

“Sederhananya, bukan hanya urusan aktivis lingkungan, Menteri LHK [Lingkungan Hidup dan Kehutanan], Perkebunan, Pertanahan, Energi, tetapi juga seniman, tokoh agama, guru, tokoh adat, dan lainnya. Semuanya bagian penting atau aktor utama dalam upaya pemajuan kebudayaan,” kata Conie Sema, seniman Palembang.

Langkah ini, lanjut Conie, sesuai salah satu poin Strategi Kebudayaan Indonesia yang dihasilkan dari Kongres Kebudayaan 2018 lalu, yakni “memajukan kebudayaan yang melindungi keanekaragaman hayati dan memperkuat ekosistem.”

Isinya, pertama, meningkatkan pelindungan dan pengembangan cagar budaya untuk membentuk tata ruang yang berkeadilan dan ramah terhadap lingkungan hidup. Kedua, melindungi dan mengembangkan nilai-nilai budaya bahari dan local genius agar dapat dimanfaatkan dalam pembangunan nasional.

Ketiga, meningkatkan pemahaman dan kesadaran tentang pengetahuan tradisional yang relevan dengan antisipasi bencana.

Rumah-rumah panggung yang masih bertahan di tepi Sungai Musi, tepatnya di Kampung 14 Ulu, Palembang, Sumatera Selatan. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

Manusia unggul

Selama tiga hari, sejumlah pemikir dan budayawan dari sejumlah wilayah di Indonesia melakukan Mufakat Budaya Indonesia 2019, di Hotel Century Jakarta, 29-31 Oktober 2019.

Salah satu isu yang dibahas adalah mengenai manusia unggul, respon dari pernyataan Presiden Joko Widodo [Jokowi] tentang pembangunan manusia unggul Indonesia ke depan.

Dikritisi, jika perwujudan manusia unggul hanya berdasarkan kepemilikan atau penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak sesuai dengan karakter manusia unggul bangsa Indonesia. “Manusia unggul Indonesia adalah yang memiliki manfaat bagi sesame, bukan yang mengalahkan. Artinya, bukan hanya terkait ilmu pengetahuan dan teknologi, juga mental dan moral.”

Jadi, melahirkan manusia unggul di Indonesia bukan hanya melalui “sekolah”, juga menghidupkan kembali sistem peradatan. Antara lain dengan melakukan transmisi pengetahuan lokal, termasuk terkait alam atau lingkungan hidup.

Dua anak terlihat menjaring ikan di Sungai Belido, Kabupaten Muara Enin, Sumatera Selatan. Foto: Ikral /Mongabay Indonesia

Minimnya manusia unggul Indonesia saat ini, penyebab atau kondisi aktualnya karena masyarakat secara sistematis direndahkan kemanusiaannya. Sebagian besar manusia Indonesia double standard, friksi mental yang menyebabkan skizofrenia mental-kultural, serta perubahan bentang alam mengubah kenyataan budaya setempat.

“Mufakat ini melahirkan rekomendasi terkait manusia unggul tersebut,” kata Radhar Panca Dahana, budayawan yang menjadi penggagas dan penyelenggara Mufakat Budaya Indonesia 2019.

Pertama, menghidupkan kembali sistem peradatan dalam mengelola kehidupan manusia, antara lain dengan melakukan transmisi pengetahuan lokal. Kedua, kebijakan dan anggaran secara khusus ditujukan dan dialokasikan pada penguatan kerja-kerja peradatan atau budaya lokal.

Ketiga, meningkatkan anggaran kebudayaan 20% dari 20 persen dana pendidikan nasional dalam APBN. Keempat, mengorientasikan Pancasila sebagai standar norma dan moral bagi manusia dan kehidupan yang berorientasi pada perilaku luhur dan memiliki manfaat pada masyarakat.

Kelima, keunggulan manusia Indonesia mesti ditunjukkan atau direpresentasikan dalam pemilihan dan keteladanan para pemimpinnya. Sumber: https://www.mongabay.co.id/2019/11/07/kembalikan-tradisi-masyarakat-sriwijaya-untuk-lestarikan-alam/

BUDAYAWAN YANG TAK BERADAB

$
0
0

Blog Sastra F. Rahardi

Kompas, Sabtu, 1 April 2006

Oleh F. Rahardi

Seperti sudah menjadi tradisi, pada tiap pergantian personil anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), selalu ada ribut-ribut. Termasuk yang terjadi akhir-akhir ini. Budayawan yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bermakna sebagai manusia yang berakal budi, telah menjadi  pendemo yang tidak mengenal adab.

DKJ adalah lembaga yang diharapkan bisa representatif mewakili seni dan seniman DKI Jakarta. Karena Jakarta ibukota negara, DKJ juga sering dianggap representatif mewakili seni dan seniman Indonesia. Secara struktural, DKJ berada di bawah Akademi Jakarta (AJ), yang merupakan pembantu Gubernur DKI Jakarta. Kantor AJ dan DKJ ada di Taman Ismail Marzuki (TIM). Tetapi TIM dikelola oleh lembaga tersendiri. Masih ada pula Yayasan Kesenian Jakarta (YKJ), yang diharapkan bisa membantu mencari dana bagi kegiatan kesenian di TIM, tetapi tidak jalan. Hingga anggaran TIM, AJ dan DKJ, tetap  berasal dari Pemprov. DKI.

Komplek TIM, terletak di jalan Cikini Raya Jakarta. Dulunya Komplek…

Lihat pos aslinya 846 kata lagi

Viewing all 1300 articles
Browse latest View live