Quantcast
Channel: Bayt al-Hikmah Institute
Viewing all 1300 articles
Browse latest View live

Bambo Flute Universal Music From Sundaland

$
0
0


I have always loved music.

And I have been working with musicians and musical instruments since I was a kid

In my first jobs I learned to love music in a special way. I love its complexity and its simplicity. It is two distinct worlds that match, harmony and distortion… Music and pause..

And I have been a roadie, studio set up helper, and also worked in the field of shows and event production.. and with musical instruments repair .. .basically violins and guitars.. .as a Luthier apprentice.

I leaerned to appreciate miusic in its many instances.. And I can swear that playing an instrument to completion in not an easy task… it requires a lifetime of dedication. and the instrument has to become an EXTENSION of the musicians soul… to act as his “instrument”.

I have seen marvels… really virtuose people.
but some things still impress me … for they are not simply easy. or possible to be learned. That is the soul of music and of creation…

like what can be seen in this REED (BAMBOO) FLUTE player // who achieved this level of sophistication and compromise… and is near impossible to copy.. mind to make or play such instrument… AFAIK – not possible.

Well.. but there is magic in the world.. and MUSIC is a RELIGION..
For it lifts our souls, it is necessary and a must have… a gift from the divine.

So.. I invite you to hear this and TUNE IN the sounds of the SOUL OF SUNDA .

and imagine ….. how is it possible to make such sound from a Bamboo stick.. serious… just making BEAUTY from the dull. conceiving such a beauty from the ordinary…

That makes us realize ALL NATIVE SOUNDS come from the SOURCE… the TRUE SOURCE… as in one sinchretized set… towards singularity.. it leads back. straigh there..

something I have seen before, but not often….as produce of simple and natural., of compromise to sustainability and union to nature…

The true values cherished… the one swe must share… VIRTUES>. and in the sharing we become complementary and omplete…
in nature… in preserving SOURCE, and valuing sustainability.. that is what we learn in a true MODEL like UNION in DIVERSITY>.. something we all should cherish and follow.

Like we learn in the East.. The ORIGIN… the true Orient that shall Orient us all.

ONLY IN SUNDALAND – CRADLE OF MUSIC and home of all NATIVE PEOPLES OF THE WORLD

#SOUNDS_AND_SOULS_OF_SUNDA

 



Tafsir Uga Wangsit Siliwangi dan Kebangkitan Nusantara

$
0
0

Sinopsis
Kebangkitan Nusantara–ngadegna Pajajaran Anyar–telah diprediksi oleh Prabu Raga Mulya Suryakancana ketika sisa-sisa pasukan Pajajaran mundur ke arah Selatan pada 1579. Tersurat dalam Wangsit Siliwangi, kebangkitan itu akan terjadi setelah empat jalan lima kali seratus tahun. Bila dunia memandang prediksi hancurnya menara kembar WTC, New York, sebagai ramalan spektakuler dari Nostradamus, maka tak kalah spektakulernya adalah apa yang diprediksi Prabu Siliwangi terakhir itu. Periodisasi Sejarah Nusantara sejak kedatangan orang Eropa (kebo bule) sampai dengan Raja Panyelang, membuktikan kredibilitas dan kecermatan prediksinya.

Dua isu mutakhir seperti proyek jembatan membelah bumi dan pemaksaan penyeragaman keyakinan, jauh hari telah diprediksi Prabu Siliwangi. Kebangkitan Nusantara yang gilang-gemilang dalam prediksi Prabu Suryakancana akan terjadi setelah berlangsungnya Perang Kalasirna, didahului kemunculan Budak Angon dan Budak Janggotan. Dalam memprediksi –Prabu Siliwangi dan Nostradamus – menggunakan bahasa yang multitafsir. Nostradamus menuangkannya dalam bentuk kuatrain, Prabu Suryakancana dalam tuturan pantun. Percaya atau tidak, titik awal kebangkitan menurut perhitungan siklus sinusoida akan dimulai pada 2017 mendatang.

Endorsment

“Bersama Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, sudah lama kami punya gagasan menampilkan teater kolosal tentang Prabu Siliwangi. Saya sering bilang padanya, bahwa Sunda lebih tua ketimbang Jawa. Buku E. Rokajat Asura tentang Pajajaran Anyar (baru) yang meliputi seluruh Nusantara ini kembali melecut gairah saya untuk mewujudkannya. Sungguh menggugah, menyongsong timbulnya Budak Angon dan Budak Janggotan sebagai antitesa Budak Buncireung serta segala hal yang berkenaan dengan siklus Kala (kalender) Sunda, termasuk tujuh bidadari yang bakal turun ke dunia seperti diramalkan Prabu ‘Silih Wangi’. Baik kemunculan itu di panggung teater kolosal maupun, semoga, di panggung dunia.”

Sujiwo Tejo, Dalang dan Penulis Buku

“Buku yang ditulis E. Rokajat Asura yang merupakan tafsir dari naskah Wangsakerta sangat menarik untuk dibaca oleh pecinta naskah pseudo-historiografi yang berkembang sejak era kolonial, terutama kemiripan semangatnya dengan naskah fenomenal Sabda Palon yang mengungkap ramalan kebangkitan Majapahit di masa depan.”

Agus Sunyoto, Ketua Lesbumi NU dan Penulis Buku Megabestseller Atlas Walisongo

“Rasa takjub dan penasaran baur seirama dengan alur pikir tafsir Wangsit Siliwangi, yang mengalir mulus menuju muara pemahaman yang mencerahkan. Untuk sampai kepada bentuk tafsir seperti ini, penulis E. Rokajat Asura beranjak dari perspektif konteks historis pada masa Raja Pajajaran mengeluarkan wangsit tersebut, kemudian disajikan secara naratif fragmentaris, dan diperkuat dengan makna kualitatif berdasarkan sumber ungkapan lisan dan tulisan yang dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya. Sungguh sebuah hasil kinerja budaya intelektual yang penuh risiko dan pengorbanan luar biasa, sehingga sangat layak diapresiasi secara sosial dan akademik .“

Dr. Mamat Supriatna, M.Pd. , Dosen Etnopedagogik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

“Selama ini, banyak dari kalangan kaum terdidik bangsa terlalu terpesona kepada literatur Barat, sehingga tak mengherankan jika cara berpikir kita acapkali mendewakan keterukuran dan keserbapastian. Dengan berpikir positivisme, bukan berarti kita telah ‘dijebak’ atau ‘digiring’ oleh kebudayaan barat, tapi karena dari lingkungan kebudayaan sendiri memang miskin literatur, sehingga kita tak bisa mengakses alam pikir bangsa sendiri sebagai legacy kebudayaan. Alam pikir Yunani terwariskan hingga kini karena Plato telah mengingatkan pentingnya menuliskan pikiran. Ia mengkritik gurunya tapi sekaligus membantu menuliskan gagasan-gagasan gurunya. Apa yang ditulis E. Rokajat Asura dalam buku Tafsir Wangsit Siliwangi dan Kebangkitan Nusantaramerupakan usaha untuk menyelamatkan alam pikir Sunda yang selama ini terbilang sulit dilacak sumbernya. Jika dari kebudayaan Barat kita memperoleh pengertian apa itu metafora, logika deduktif dan induktif, dari khazanah kebudayaan Sunda kita akan menemukan pengertian mengenai ‘silib’, ‘sindir’, ‘siloka’, ‘sasmita’. Sungguh beruntung masyarakat Sunda khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya mempunyai penulis yang mau bersusah payah menelusuri literatur langka dan kemudian menuliskannya.”

Cecep Burdansyah, Pemimpin Redaksi Harian Tribun Jabar

“Sampurasun…hampura ingsun! Bukan main! Seorang E. Rokajat Asura (ERA) berhasil membedah Wangsit Siliwangi dengan cantik. Dengan referensi super kaya, penulis mampu menerobos berbagai disiplin ilmu yang tersebar dalam budaya Sunda. Pembahasan dari sisi ilmiah, fiksi, mistik, legenda dan cerita rakyat dipadukannya sehingga menjadi bahan kupasan yang hangat dan tidak kering. Kepiawaiannya membedah topik tidak bisa dianggap enteng. Bangsa Sunda begitu menghormati Eyang Prabu Siliwangi yang melegenda sepanjang masa. Siliwangi…’aya di euweuhna…euweuh di ayana’. Saya sampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Kang ERA. Selamat. Cag. Rampes…rampa salira!”

Ir. Rd. Roza Rahmadjasa Mintaredja, IAI, Dewan Keramaan Bamus Sunda Pusat, Lembaga Adat Karatuan Pajajaran, Alumnus Daya Mahasiswa Sunda, Pemerhati Budaya, Arsitek

“Buku yang cukup layak dibaca untuk menelisik periode terakhir Kerajaan Sunda, terutama dari perspektif kesastraan. Harus dipahami bahwa karya sastra memang bukan historiografi, namun ada nilai-nilai historis di sana. Buku ini disusun sebagai upaya untuk mencoba menyajikannya kepada khalayak pembaca.”

Prof. Dr. Agus Aris Munandar, M. Hum., Arkeolog Universitas Indonesia

“Wangsit sebagai petunjuk atau nasihat sudah lama dikenal dalam sejarah Indonesia. Hidup orang bijak dan pelopor bangsa seperti Pangeran Diponegoro dibentuk dan diarahkan oleh petunjuk. Buku hebat dari Kang E. Rokajat Asura ini menunjukkan bahwa wangsit raja terakhir Pajajaran, Prabu Siliwangi, masih tetap ampuh. Penyambung lidah dunia gaib berbilang masa. Sebuah buku yang inspiratif dan penuh makna.”

Peter Carey, Penulis Biografi Diponegoro Kuasa Ramalan; Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855
http://www.pustakaiman.com/index.php…

 


Warisan Kearifan Leluhur Sundaland dalam Teknologi Agricultural Bio-astronomis Masyarakat Adat Kasepuhan Cipta Gelar, Sukabumi Selatan

$
0
0

Mari kita kembali belajar kepada kearifan lokal warisan leluhur Sunda Buhun/Wiwitan kita untuk membangun kembali dan mempertahankan budaya Ketahanan Pangan Bangsa kita, sehingga tak tergantung impor dan kapital negara asing. Tanah air kita sudah sangat kaya raya, dengan SDA Flora dan Fauna serta Ekologisnya, karunia Tuhan YME, mari selalu kita syukuri dan pelihara untuk masa depan kesejahteraan langgeng anak cucu kita nanti. Salah satunya adalah nilai-nilai luhur kolektifisme sosialisme-komunitarian (Komunalitas) dalam tradisi gotong royong dan mempertahankan nilai luhur budaya mulia warisan lehuhur, sambil tetap terbuika terhadap manfaat teknologi monderen.Sampurasun Rahayu Sagung Dhumadi.


GURU SPIRITUAL: Mukjizat, Misteri dan Otoritas : Para perampok di Jalan Tuhan

$
0
0

GURU SPIRITUAL: Mukjizat, Misteri dan Otoritas

Kasus Anand Khrisna dulu, sempat bikin saya gak percaya. Pernah ikutan meditasi bersama dia, walau cuma sekali. Saat itu, cukup terpesona dengan tutur kata dan intonasi suaranya yg bikin damai telinga (ini serius loh). Lalu, sekarang muncul lagi kasus guru spiritual model Gatot Brajamusti.

Setelah ngoprek2 Google, akhirnya ketemu juga tulisan Kang Jalal tentang fenomena ini. Saya pernah baca ini beberapa tahun lalu saat beliau jadi dosen saya untuk kuliah Islamic Mysticism. Cukup menohok sih…
Sila dibaca!

————-
Para perampok di Jalan Tuhan

Oleh Jalaluddin Rakhmat

“Sects and Errors are synonymous. If you are a peripatetic and I am Platonist, then we are both wrong, for you combat Plato only because his illusions offend you, and I dislike Aristotle only because it seems to me that he doesn’t know what he’s talking about”
—Voltaire, Philosophical Dictionary.

“Aku tidak bisa melepaskan diri dari bayangan guruku. Ia masuk dalam mimpi-mimpiku. Pada suatu malam aku pernah terbangun. Aku duduk dalam lingkaran. Di situ ada guruku, Nabi Muhammad, Tuhan, dan Yesus. Guruku menyebutku Hafshah, salah seorang istri Nabi Muhammad. Aku pernah melihat Nabi Muhammad datang kepadaku; memanggilku dengan mesra. Pendeknya, kemudian terjadilah pergaulan suami-istri antara Hafshah dan Nabi Muhammad. Beberapa saat setelah itu, aku baru sadar bahwa Hafshah itu aku dan Nabi Muhammad itu adalah guruku itu,”

Helen, bukan nama sebenarnya, mengadukan nasibnya kepadaku.

Helen sarjana dan profesional. Ia cerdas dan kaya. Ketika ia mulai tertarik pada hal-hal spiritual, kawannya membawanya ke pengajian tasawuf. Ia diperkenalkan kepada seorang ustad. Bukan ustad terkenal. Tampaknya ustad itu tidak mengisi pengajian umum. Ia memusatkan pengajarannya pada komunitas khusus dengan tema khusus. Di seluruh alam semesta, hanya dia yang mempunyai pengetahuan khusus, ilmu makrifat. Ia mau berbagi ilmu makrifat itu hanya kepada manusia-manusia pilihan yang ingin berjumpa dengan Tuhan. Dengan mengamalkan
ritus-ritus tertentu—berzikir, berpuasa, dan bersemadi— Helen berhasil “melihat” Tuhan. Berkali-kali sesudah itu, ia mengalami “trans”. Dia bukan hanya berjumpa dengan Tuhan. Ia juga dapat berkencan dengan para nabi.

Makin “dalam” pengalaman rohaniahnya, makin bergantung dia kepada sang ustad. Helen yang cerdas kehilangan daya kritisnya ketika ia mendengar kalimat-kalimat gurunya. Ia berikan apa pun yang dimintanya, mulai waktu, uang, kendaraan, rumah, sampai kehormatannya. Ia sudah menjadi ‘sujet’ di hadapan juru hipnotis.

Semua dilakukannya di bawah sadar, sampai ia disentakkan oleh salah satu kuliah psikologi. Sebuah buku dengan judul “Saints and Madmen” menyadarkan dia bahwa gurunya dan juga dia bukan orang suci, tapi orang gila. Ia bukan mengalami pengalaman rohaniah, tapi gangguan mental. Sayangnya, kesadaran itu muncul setelah ia kehilangan banyak.

Tak terhitung banyak orang seperti Helen. Manusia modern yang jenuh dengan materialisme gersang. Ia merindukan pengalaman rohaniah. Ada yang kosong dalam jiwanya. Kekosongan itu tidak bisa diisi dengan seks, hiburan, kerja, bahkan ajaran-ajaran agama yang dianut oleh kebanyakan masyarakat. Ia ingin `getting connected’ dengan Yang Illahi. Ia sudah kecapaian dengan logika dan angka. Ia ingin meninggalkan dunia yang dingin dan kusam menuju alam yang hangat dan cemerlang. Ia ingin mendapat —sebut saja— pencerahan rohaniah. Ia tidak
mendapatkannya dalam institusi-institusi agama.

Dalam kerinduan spiritual itu, muncullah guru. Ia menawarkan pengalaman rohaniah yang “instan”. Kalau kamu sudah kecapaian dengan logika dan angka, masuklah bersama guru ke dalam dunia rasa dan percaya. Bunuh rasionalitas dan tumbuhkan spiritualitas (seakan-akan keduanya bertentangan). Dengan memanipulasi ajaran-ajaran esoterik dalam setiap agama, guru menegaskan —sambil mengutip Rumi— ”di negeri cinta, akal digantung”.

Kalau akal sudah digantung, terbukalah peluang bagi guru untuk memanipulasi pikiran para pengikutnya. Aku menemukan bahwa teknik-teknik menggantung akal yang dilakukan para guru itu sepenuhnya melaksanakan nasihat Dostoyevsky dalam The Brother of Karamazov: Ada tiga kekuatan, dan hanya tiga, yang dapat menaklukkan dan melumpuhkan semangat para pemberontak ini. Yang tiga itu ialah mukjizat, misteri, dan otoritas.  Tentu saja hampir tidak ada di antara para guru itu yang membaca Dostoyevsky.

Mukjizat sebenarnya adalah kumpulan dari halusinasi, ilusi, dan delusi. Guru menciptakannya dengan “merusak” otak pengikutnya melalui ritual yang aneh-aneh. Salah satu teknik yang paling populer dan
paling efektif adalah pengurangan waktu tidur (sleep deprivation), apalagi bila dibarengi dengan tidak makan (food deprivation). Dalam keadaan normal, otak kita mensintesiskan “pil tidur alamiah” sepanjang waktu bangun kita. Sesuai dengan ritme biologis, kita tidur pada waktu malam. Karena deprivasi tidur, pil tidur alamiah itu berakumulasi dan bermetabolasi menjadi produk-produk beracun. Lalu timbullah mula-mula gangguan mood —pergantian antara euforia dan depresi. Menyusul gangguan mata yang menimbulkan halusinasi (melihat cahaya dan benda-benda bergerak), delusi, dan puncaknya disorganisasi pikiran (sederhananya, gangguan jiwa). Seperti pengurangan tidur, guru juga menciptakan pengalaman rohaniah dengan upacara, seperti latihan masuk kubur, gerakan kolektif yang berulang-ulang, atau penggunaan obat-obat kimiawi. Murid mengira mereka mengalami
pengalaman gaib. Ahli neurologi menyebutnya kerusakan otak (brain damage).

Karena pengalaman rohaniah yang mereka alami, mereka merasa dibawa ke alam gaib. Di sekitar kehidupan guru berkumpul berbagai misteri. Guru pemilik ilmu-ilmu yang sangat rahasia. Guru malah mengembangkan
bahasa sendiri. Istilah-istilah agama diberi makna baru. Perjalanan bersama guru adalah perjalanan menyingkap tirai-tirai kegaiban. Murid tidak bisa menyingkap rahasia itu tanpa bimbingan guru. Seperti kata Dostoyevsky, dengan menggabungkan mukjizat, misteri, dan otoritas, bertekuklah jiwa-jiwa kritis ke kaki sang Pembawa Pencerahan.

Helen sekarang sadar bahwa ia telah jatuh kepada perampok di jalan Tuhan. Hati-hati, dalam perjalanan menuju pencerahan jiwa, Anda akan disabot oleh apa yang disebut Jean Marie-Abgrall sebagai Soul Snatchers, para pencuri jiwa.

Helen masih berjuang menyembuhkan luka- luka jiwanya; sebenarnya kerusakan dalam otaknya. Aku menganjurkan dia untuk berobat ke psikiater. Ia menolaknya.

Lama aku kehilangan Helen. Secara kebetulan, aku menemuinya dalam satu acara. Aku menanyakan mengapa ia tidak lagi mengontak aku. Ia menarik aku ke tempat sepi. Dengan muka yang penuh ketakutan, ia berbisik: gurunya sudah tahu bahwa ia telah melaporkan keadaannya kepadaku. Ia mendapat ancaman. Ia diperingatkan agar memutuskan semua hubungan dengan masyarakat di luar komunitasnya.

Bersamaan dengan hilangnya Helen, Juliet Howell, peneliti sufisme urban, muncul lagi di hadapanku. Lebih dari sepuluh tahun yang lalu, dia mewawancaraiku perihal tasawuf di masyarakat kota. Waktu itu aku menyelenggarakan kelas-kelas tasawuf di daerah elite. Kali ini dia bertanya tentang pengalamanku membina tasawuf. Ia juga bertanya tentang yayasan kajian tasawuf yang aku kelola. Aku bilang aku sudah tidak lagi berurusan dengan tasawuf. Ia bertanya tentang muridku yang paling “sufi”. Aku jawab,” Ia sudah mencapai makrifat setelah belajar
dikuburkan hidup-hidup”. Howell mendesak bagaimana caranya membedakan gerakan tasawuf yang benar dengan gerakan para perampok di jalan Tuhan. “Gunakanlah ukuran UUD dan UUS,” jawabku, “apabila Anda menemukan gerakan itu ujung-ujungnya duit atau ujung-ujungnya seks, anda sudah disimpangkan dari jalan Tuhan.

Ada dua juga yang membedakan saints dengan madmen: bila setelah mendapat pengalaman rohaniah, Anda merasa diri Anda rendah dan bergairah untuk menyebarkan kasih ke seluruh alam, Anda adalah orang suci. Bila Anda merasakan diri Anda lebih saleh daripada semua orang dan Anda hanya bergairah untuk mengasihi guru Anda, Anda adalah orang gila. Anda sudah masuk perangkap Soul-Snatchers. Gitu aja, kok repot! [ ]

 SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
17 Komentar
Komentar
Sarah Santi
Sarah Santi terima kasih sudah share tulisan Kang Jalal yang luar biasa. Saya izin share ya….
Suka · Balas · 1 · 17 jam

 

Maya Stary
Maya Stary Wow keren nih bun, aku jg izin share yaa..
Suka · Balas · 1 · 12 jam

 

Ali Nugroho
Ali Nugroho Keren kesimpulannya, seharusnya d republish, tapi pasti ditolak karena kang jalalnya 🙂,
Suka · Balas · 1 · 11 jam

 

Teten Ali Imron membalas · 4 Balasan · 3 jam
Ita Siregar
Ita Siregar Ini penjelasan keren.
Suka · Balas · 1 · 11 jam

 

Icha Amir
Icha Amir Wow….pemaparan yg keren abis dari pak Jalal….
Suka · Balas · 1 · 11 jam

 

Amna
Amna Izin share ya

 

Hendro Nugroho Herdijanto
Hendro Nugroho Herdijanto hihihii… murid & guru sama2 gila. Cocok weees….

 

Tantan Hermansah
Tantan Hermansah Tulisan bagus. Inspiratif.
Suka · Balas · 1 · 10 jam

 

Luthfiyah Baskoro Adjie
Luthfiyah Baskoro Adjie Terimakasih utk tulisannya. Sangat mencerahkan.
Suka · Balas · 1 · 9 jam

 

Guh Kun
Guh Kun Yg terakhir (setelah Voltaire) tulisan siapa mbak

 

Erliyani Manik
Erliyani Manik Yg mana mas? Dari mulai kutipan Voltaire sampai “…..Gitu aja kok repot?” Itu tulisan kang Jalal yg aku copas dari blog seorang teman yg dulu teman sekelas di kuliah beliau.

 

Ahmad Yanuana Samantho
Tulis balasan…
Ninik Moechiyat
Ninik Moechiyat Kereen…
Suka · Balas · 1 · 9 jam

 

Irfan Permana P
Irfan Permana P Tulisan KJ selalu super

 

Erliyani Manik
Erliyani Manik Aku panggilnya JR.

 

Ahmad Yanuana Samantho
Tulis balasan…
Essie Firdawatie
Essie Firdawatie bener banget….gw pernah mengantarkan temen ke acara komunitas seperti ini…gila..mereka bener2 percaya yang mereka panggil GURU ini…sampai2 mereka melepaskan pekerjaannya…mereka bercerai dengan pasangannya..dan bahkan menjual semua harta benda …seharusnya ini juga termasuk kejahatan yang harus diperhatikan oleh pemerintah kita….

 

Erliyani Manik
Erliyani Manik Wah.. Sounds so creepy…😁.
Banyak yah kelompok2 model begini.

 

Essie Firdawatie
Essie Firdawatie iya.. kalo kelompok temen gw ini juga dipimpin oleh ustadz yang mereka panggil pak Haji…tujuannya untuk mengambil kekayaan Ratu laut selatan..hahahahaha…gila yahhh

 

Ahmad Yanuana Samantho
Tulis balasan…
Rahmi Effendi
Rahmi Effendi soul-snatchers…like this idiom..bukan cm pncuri hati ya. ahay..
Suka · Balas · 2 · 6 jam

 

Husein Muhammad
Husein Muhammad Ini amat keren.

 

Siti Rodiah
Siti Rodiah Balik lagi ke asal saat kecil kt cari guru ngaji yg pandai dan Indah dalam melantunkan ayat2 allah bukan yg pandai berbicara tp nol nilai nya

 


Gerakan Kebangkitan Peradaban Sundaland?

KRISIS EKONOMI-POLITIK SEBAGAI KRISIS MORAL

$
0
0

KRISIS EKONOMI-POLITIK
SEBAGAI KRISIS MORAL

Oleh: Yudi Latif
(Kompas, Selasa, 06 September 2016)

Indonesia adalah cermin yang pecah. Ada retakan yang lebar antara “ode” kemajuan pembangunan dengan realitas krisis kehidupan. Di berbagai kesempatan, para pembesar negara memuji dan memuja pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai salah satu yang tertinggi di dunia. Dalam kenyataan, bangsa ini mengalami krisis fiskal yang parah. Kita rayakan kehebatan Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Namun, perkembangan demokrasi tersebut pada kenyataannya ditandai oleh krisis wibawa pemerintahan yang mengenaskan. Otoritas negara tunduk di bawah kendali modal, bahkan tak segan bersimpuh di bawah kaki para pengemplang pajak.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa kehidupan ekonomi-politik sebagai bagian integral dari sistem sosial tak bisa mengelak dari imperatif moral. Jika imperatif moral itu tidak dipenuhi, perkembangan yang terjadi bersifat destruktif bagi kelangsungan perekonomian dan demokrasi itu sendiri.

Seorang begawan ekonomi AS, Jeffrey Sachs, lewat keahliannya dalam ekonomi klinis mendiagnosis musabab keterpurukan AS dan menyimpulkan dalam bukunya, The Price of Civilization (2011). Menurutnya, pada akar tunjang krisis ekonomi AS saat ini terdapat krisis moral: pudarnya kebajikan sipil di kalangan elit politik dan ekonomi. Suatu masyarakat pasar, hukum, dan pemilu tidaklah memadai bila orang-orang kaya dan berkuasa gagal bertindak dengan penuh hormat, kejujuran, dan belas-kasih terhadap sisa masyarakat lainnya dan terhadap warga dunia. “Tanpa memulihkan etos tanggung jawab sosial, tidak akan pernah ada pemulihan ekonomi yang berarti dan berkelanjutan,” demikian Jeffrey menulis.

Krisis moral itu bermula ketika peran negara dilucuti hanya sekadar “penjaga malam”; membiarkan ekonomi dikendalikan mekanisme pasar. Dengan menjadikan negara sebagai pelayan pasar, neoliberalisme memberi terlalu banyak pada kebebasan individu, melupakan bahwa individualisme yang bersifat predator juga bisa membawa sumber-sumber penindasan dan ketidakadilannya tersendiri.  Penekanan yang terlalu berlebihan pada daulat pasar menimbulkan apa yang disebut ekonom Joseph Stiglitz “inkompetensi dari pihak pengambil keputusan serta merangsang ketidakjujuran dari pihak institusi finansial”.

Perilaku pasar yang tak terkendali melahirkan apa yang disebut Robert Reich sebagai supercapitalism, yang menggambarkan perluasan kompetisi di dunia bisnis yang merengkuh dunia politik. Persaingan bisnis mengakibatkan dana dalam jumlah besar mengalir dari korporasi dan badan-badan keuangan guna membiayai dan mengarahkan politik dan kebijakan publik guna kepentingan korporasi.

Tatkala kapitalisme memperluas jejaringnya dalam rengkuhan harta, demokrasi yang semestinya mampu mengendalikan dikte-dikte perseorangan dan menjamin distribusi harta itu tersendat. Semakin kapitalisme menguat, semakin ketidakadilan merebak, semakin demokrasi tergerus. Demokrasi menjadi ajang transaksi persekongkolan jahat antara pemodal hitam dan politisi busuk.

Untuk keluar dari krisis ekonomi dan krisis otoritas tersebut, Sachs merekomendasikan perlunya meninggalkan kecenderungan fundamentalisme pasar dengan memulihkan kembali peran negara yang berjejak pada nilai kebajikan sipil (civic virtues) dan jalan karakter bangsa. Seturut dengan itu, jalan kemaslahatan Indonesia berarti jalan kembali pada nilai-nilai dasar Indonesia dalam ekonomi dan politik, yang menekankan semangat gotong-royong dalam ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.

Dalam terang kesadaran seperti itu, kita harus keluar dari miskonsepsi yang sering kali melekat pada istilah “ekonomi”. Dalam kesan umum, “ekonomi” seolah dimaknai sebagai aktivitas bebas nilai untuk memenuhi hajat hidup dengan segala cara. Untuk masa yang panjang, bisnis didefinisikan sebatas usaha untuk memaksimalkan keuntungan; dengan modal/pengeluaran sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil/keuntungan yang sebesar-besarnya”.

Dengan prinsip keserakahan yang hegemonik, keberlangsungan kebanyakan perusahaan ternyata tidak bisa bertahan lebih dari seratus tahun. Pada akhirnya, para ahli dan pebisnis mulai menyadari pentingnya mempertimbangkan kepentingan banyak orang dalam perusahaan. Definisi binis kemudian bergeser menjadi usaha “menumbuhkan dan mendistribusikan kemakmuran” (growing wealth and distributing welfare). Semangat ini, terartikulasikan secara baik dalam Pasal 33 Ayat, UUD 1945: “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekelurgaan.”

Dalam peribahasa Indonesia disebutkan, “Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.” Peribahasa ini menekankan pentingnya semangat kebersamaan dan keadilan. Bahkan dalam aktivitas perekonomian yang bertujuan untuk mengejar keuntungan pribadi pun, dalam kenyataannya hanya bisa tercapai lewat kerjasama dengan yang lain. Demi tumbuh bersama itu, masyarakat pasar harus tunduk pada imperatif moral publik, yang menghendaki fairness dalam partisipasi di bidang ekonomi dan politik, yang dapat menjamin kesinambungan perekonomian dengan pertumbuhan yang iklusif.

Pada titik ini, kita teringat pada seruan moral politik dan moral ekonomi yang dikumandangkan Bung Hatta. Dalam suatu pamflet berjudul ‘Menuju Indonesia Merdeka’ (1932, 1998), Ia menulis, “Di atas sendi [cita-cita tolong menolong] dapat didirikan tonggak demokrasi. Tidak lagi orang seorang atau satu golongan kecil yang mesti menguasai penghidupan orang banyak seperti sekarang, melainkan keperluan dan kemauan rakyat yang banyak harus menjadi pedoman perusahaan dan penghasilan”. Selanjutanya dia menegaskan bahwa demokrasi politik dan demokrasi ekonomi tidak bisa dipisahkan dan saling terkait.

Cita-cita demokrasi kita lebih luas, tidak saja demokrasi politik tetapi juga demokrasi ekonomi.

(Yudi Latif, Pemikir Kebangsaan dan Kenegaraan)


Syekh Siti Jenar: Ulama Sufi dari Persia ?

INTUISI MUHAMMAD IQBAL DALAM HATI HAIDAR BAGIR

$
0
0

INTUISI MUHAMMAD IQBAL DALAM HATI HAIDAR BAGIR

Hasil gambar untuk muhammad iqbalCatatan: Tulisan singkat-padat tetapi bernas ini ditulis oleh Nur Hayati Aida. Saya mengunggahnya di sini karena, pertama, tulisan ini berasal dari wawancara—wawancara antara penulisnya dengan Dr. Haidar Bagir. Kedua, tulisan ini berhasil mengubah gaya wawancara menjadi sebuah tulisan deskriptif yang indah, mengalir, dan tertata. Ketiga, materi yang disampaikan—yang bertumpu pada cara Iqbal menggunakan intuisi dalam berfilsafat—merupakan materi yang canggih. Selamat menikmati. (Tulisan ini pertama kali diterbitkan di www.mizan.com pada 7 September 2016).
Dari sekitar dua puluh satu buku yang ditulis oleh Iqbal, hanya dua yang berbentuk prosa, selebihnya adalah puisi dan sajak. Dua buku yang berbentuk prosa milik Iqbal itu adalah The Reconstruction of Religious Thought in Islam dan Development of Metaphysics in Persia: A Contibution on The History of Muslim Philosophy. (Kedua buku ini telah diterbitkan oleh Mizan dalam bahasa Indonesia. Yang pertama berjudul Rekonstruksi Pemikiran Religius dalam Islam [Juni 2016] dan Metafisika Persia: Suatu Sumbangan Untuk Sejarah Filsafat Islam [1988]). Namun tak bisa dimungkiri, nama Muhammad Iqbal tetap masuk dalam jajaran pemikir yang punya andil besar dalam pembangunan intelektual Islam. Meski dalam kerja intelektualnya Iqbal lebih banyak menulis tentang puisi atau sajak.
Tapi mengapakah Iqbal perlu dan patut dimasukkan dalam kategori pemikir? Haidar Bagir memberikan tanggapan mengenai hal ini, “puisi Iqbal bukan sekadar mengandung estetika, tetapi juga pemikiran filosofis”. Puisi dan sajak yang ditulis oleh Iqbal sarat dengan nilai filosofis dan gagasan filsafat, Iqbal tidak hanya bermain kata dan olah diksi. Puisi Iqbal bukan hanya memiliki keindahan estetika belaka.
Sastra menjadi medium yang digunakan oleh Iqbal dalam menyampaikan gagasan filosofisnya. “Kita bisa melihat puisi yang ditulis oleh Jalaluddin Rumi atau Nurudin Abdurahman al-Jami. Di sana kita akan temukan sebuah pesan filosofis yang tak kalah hebat dari filsafat yang ditulis oleh Ibn Arabi dalam bentuk prosa. Namun, orang yang memelajari Rumi tidak akan gagal mendapatkan pelajaran filsafat dalam bentuk prosa Ibn Arabi,” ungkap Haidar saat menunjukkan sastra juga digunakan oleh ulama Islam terdahulu dalam menyampaikan gagasan. Seperti kita diketahui, Rumi bisa jadi adalah lakon dalam dunia Barat dari Islam dengan puisi-puisinya. Melalui Matsnawi, Rumi membawa nilai-nlai cinta dari risalah damai Islam. Jelas bahwa yang dimaksudkan dalam pemikiran bukan hanya soal medium yang digunakan oleh pemikir, melainkan karena pesan dan makna yang ingin disampaikan.
Sastra sebagai medium untuk mengungkapkan gagasan memang tidak bisa menjangkau seluruh lapisan. Sastra sebagai “jembatan” penghubung dari penyampai gagasan ke penerima gagasan bahkan akan memilih atau menyeleksi pembacanya sendiri. Dengan sendirinya, seperti hukum alam, sastra memilih siapa pembacanya. Sekali lagi, bahasa dan pilihan diksi tentu akan memengaruhi apresiasi. Hal ini disampaikan juga oleh Haidar, “Memang apresiasinya akan lebih sulit pada puisi, karena puisi lebih lugas (terbatas) dan prosa bisa berpanjang-panjang.”
Jika dilihat memang tidak semua ulama menggunakan bentuk prosa dalam menyampaikan gagasannya. Ini bisa dilihat dari karya Attar, Manthiq al-Thair, yang menggunakan sirah burung sebagai medium. Fabel menjadi pilihan Fariduddin Attar, sebuah medium yang tak popular pada masanya.
Sebelum buku The Reconstruction of Religious Thought in Islam terbit dan menjadi salah satu bukti inetelektualitas Iqbal dalam bidang filsafat, terlebih dahulu Iqbal menulis buku yang berisi kumpulan puisi berjudul Asrar-i Khudi dan Rumuz-I Bekhudi yang mengulas tentang salah satu konsep fundamental filsafal Iqbal, yakni khudi (pribadi, individu, atau ego). Bahkan menurut Haidar, buku Development of Metaphysics in Persia: A Contibution on The History of Muslim Philosophy, yang merupakan disertasi doktoral Iqbal, banyak berisi Syarh Manzhumah milik Sabziwari. Seperti kita ketahui, Syarh Manzhumah adalah ringkasan yang berbentuk syair.
Memaknai Kembali Definisi Pemikir
Selain itu, menurut Haidar, istilah pemikir harus dimaknai sebagai orang yang menggunakan rasio dan hatinya sekaligus. Bahkan menurut Haidar, sebuah pemikiran akan lebih kaya jika digali dengan intuisi atau dzauq. Definisi pemikir yang seperti ini dinilai Haidar tepat, karena sesungguhnya seorang pemikir bisa mengungkapkan pemikirannya baik dalam prosa ataupun puisi. Medium penyampai pesan tak menjadi soal dan masalah.
Nyatanya, dalam konsep filsafat yang dibangun Iqbal memang seperti yang dituturkan oleh Haidar. Iqbal adalah filsuf yang menurut Haidar secara geneologi pemikiran dekat dengan Mulla Shadra. Bukan hanya karena menggunakan puisi dalam penyampaian gagasannya, melainkan karena menggabungkan hati dan akal dalam komposisi jalur penerimaan pengetahuan kebenaran. Hal semacam ini sering disebut dengan filsafat Isyraqiyyah (Iluminasi), satu sistem filsafat yang mengkritik dominasi akal dan mengembalikan posisi intuisi. Lalu belakangan, Mulla Shadra meramu kembali pertentangan kaum Paripatetik (Masyaiyyah) dan Iluminasi dengan sebuah konsep filsafat Hikmah Muta’aliyah; yakni sebuah bangunan filsafat yang mecoba memberikan alternatif perdebatan-perdebatan yang tak terselesaikan dari Paripatetik dan Iluminasi.
Pada akhirnya, Iqbal disebut sebagai filsuf yang mengkritik tasawuf dan sufi yang mengkritik filsafat. Ia menggunakan akal dalam penjelajahan kebenaran tentang Tuhan dalam tasawuf, dan membuktikan rasionalitas intuisi dalam filsafat. Menurut Haidar, Iqbal menolak dipertentangkannya akal dan hati. Untuk hal ini bisa dilihat saat Iqbal mengkritik Imam al-Ghazali dan Immanuel Kant yang kedua-duanya terlalu mengagungkan salah satu di antara hati dan akal atau tasawuf dan filsafat. “Dalam buku The Reconstruction of Religious Thought in Islam, kita lihat bahwa Iqbal menolak dipertentangkannya akal rasional dan tasawuf. Atau saat Iqbal memuji Imam al-Ghazali, yang seperti Immanuel Kant menunjukkan keterbatasan-keterbatasan rasio, pada saat yang sama Iqbal juga mengkritik Imam al-Ghazali yang mendikotomikan antara akal dan dzauq (intuisi),” tambah Haidar.
Dzauq (Intuisi) dalam Filsafat Iqbal
Inti utama dalam filsafat Iqbal adalah khudi (pribadi). Namun, untuk mengetahui keberadaan Khuda (Tuhan), intuisi menjadi jalan yang digunakan oleh Iqbal. Filsafat yang dibangun oleh Iqbal menempatkan intuisi sebagai jalur alternatif dari hegemoni akal yang waktu itu banyak digunakan oleh filsuf, terutama kalangan Skolastik dengan argumen yang menurut Iqbal lemah dan mudah terpatahkan. Tidak juga argumen ontologis yang dipakai, ataupun kosmologi dan juga teleologi, ketiga argumen itu menurut Iqbal lemah.
Menurut Iqbal, watak sejati realitas adalah spiritual. Oleh karenanya harus ditangkap dengan sesuatu yang sifatnya melampaui indra, yakni dengan intuisi atau Iqbal sering mengaitkannya dengan pengalaman religius. Ini tentu berbeda dengan manisfestasi lahiriah yang bisa ditangkap melalui indra. Intuisi untuk jalan pengetahuan kebenaran memang tidak bisa dirunut kembali atsar-nya, karena intuisi bersifat pribadi dan personal. (Nur Hayati Aida)
5 Komentar
Komentar
Bambang UdoyonoBambang Udoyono Ijin share ya mas Her.
Hernowo Hasim membalas · 1 balasan
Resmiarni AzmiResmiarni Azmi kayaknya dgn 8 gb, untuk start up sudah cukup lho mas…
Ahmad Yanuana Samantho
Tulis balasan…
Chesa ArstiayudaChesa Arstiayuda Mohon izin untuk share Om Owo. Artikel yang sangat baik untuk disimak. Pada zaman sekarang, Islamic Spiritual adalah ilmu yang sangat jarang orang bisa paparkan sebagaimana briliann-nya Muhammad Iqbal.
Hernowo HasimHernowo Hasim Silakan, dengan senang hati, Chesa. Benar sekali, tradisi pemikiran Islam sangat kaya dalam mendekati Tuhan. Memahami Kebenaran dapat menggunakan banyak sekali potensi ruhani. Saya sendiri masih sangat gagap dengan potensi bernama intuisi ini. Apakah itu hati? Hati yang berada di mana dan berfungsi seperti apa?


Legenda Kanjeng Ratu Kidul dan Nyi Roro Kidul: Imperium Maritim Nusantara Kuno

$
0
0

Sekadar untuk memperluas wawasan ttg alam semesta ciptaan Allah SWT, Mungkin mitos dan legenda ini memiliki nilai simbolisme metaforis (siloka) Kedigayaan Imperium Maritim Nusantara tempo dulu seperti kata mas Radhar Panca Dahana. Kita tak sendirian di planet bumi ini. Laa hauwla wa laa Quwwata illa billahi Aliiyil Adzim.

https://ahmadsamantho.wordpress.com/2012/06/04/hubungan-bencana-tsunami-dengan-legenda-nyi-roro-kidul/

https://ahmadsamantho.wordpress.com/2014/07/02/ketika-soekarno-berbicara-ttg-atlantis/

 

Hubungan Bencana Tsunami dengan Legenda Nyi Roro Kidul 

Peneliti tsunami dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) DR Eko Yulianto mengaku penasaran pada cerita Nyi Roro Kidul, legenda yang menurut dia juga pernah dibahas dalam kongres paranormal di Paris pada 1980an.

Dalam pertemuan di Eropa itu, para paranormal umumnya tertarik pada fakta bahwa legenda itu berkembang di kalangan masyarakat sepanjang selatan Indonesia, bukan hanya pantai selatan Jawa. Suatu kawasan yang sangat panjang. Itu pula yang menjadikan peneliti “paleotsunami” (tsunami purba) itu penasaran pada legenda tersebut.

Menurut Eko, kawasan tempat mukim masyarakat yang mewarisi legenda Nyi Roro Kidul itu, yang dikenal sebagai kawasan pantai selatan, berhadapan dengan Samudera Indonesia, yaitu daerah zona subduksi lempeng bumi.

Subduksi ialah proses menghujamnya lempeng Benua yang bermassa lebih besar ke lempeng benua yang ada di bawahnya. Proses subduksi yang berlangsung terus-menerus itu yang menciptakan negeri kepulauan Indonesia beserta kesuburannya. Tapi, proses itu pula yang memberikan berbagai bencana, letusan gunung berapi, gempa bumi, dan tsunami.

Dalam kaitan itu, Eko memperlihatkan lukisan Nyi Roro Kidul yang merekam legenda tersebut. Di sana digambarkan seorang ratu yang mengendalikan kereta kuda dalam balutan ombak besar yang bergulung-gulung. “Jangan-jangan legenda itu sebenarnya pesan bahwa pernah ada tsunami di sana?” katanya.

Itu dikuatkan dengan legenda ratu pantai selatan tersebut yang digambarkan sering meminta tumbal dengan mengirimkan ombak besar jauh ke daratan. Kemudian, sebagian korbannya dikirim kembali ke darat sebagai pesan dari Nyi Roro Kidul. Persis kejadian tsunami.

Bagi Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Herry Harjono, mengaitkan legenda Nyi Roro Kidul dengan sejarah tsunami merupakan ide “aneh” yang berpotensi untuk mengungkap sejarah kejadian tsunami. Dia mengatakan, bantuan ilmuwan sosial untuk mengungkap asal-muasal legenda itu juga diyakini bisa membantu penelitian sejarah kejadian tsunami.

“Pikiran yang sekarang berkembang ialah, boleh jadi pernah ada kejadian besar yang sangat membekas masyarakat jaman dahulu. Kejadian itu terekam dalam legenda Nyi Roro Kidul,” katanya dalam sebuah workshop paleotsunami, di Bandung. Persoalan yang ingin diungkap dalam paleotsunami, antara lain sejarah terjadinya tsunami dan berapa besarannya. Untuk itu, menurut Herry, ada pertanyaan yang ingin diungkap, “Kapan legenda itu mulai berkembang?”

Kisah seperti itu, misalnya, akan memperkuat hasil penelitian geologi yang mencari jejak tsunami purba. Misalnya mengenai bukti gempa dan endapan tsunami yang terjadi pada 400 tahun lalu di Cilacap dan Pangandaran yang diyakini jauh lebih besar ketimbang yang terjadi pada 2006.

Dalam sebuah poster yang dipamerkan di workshop disebutkan, empat kandidat endapan tsunami ditemukan di tebing sungai Cimbulan Pangandaran. Salah satunya berupa lapisan pasir tebal hingga 20 cm yang diendapkan di atas lumpur mangrove dan ditutupi endapan banjir.

Pasir itu mengandung cangkang “fora minifera” yang biasanya hidup di laut lepas. Analisis pentarikhan umur terhadap dua sampel yang diambil dari dua tempat berbeda menunjukkan lapisan pasir tsunami itu diendapkan 400 tahun lalu.

“Mungkinkah kejadian tsunami ini terkait dengan asal mula legenda Nyi Roro Kidul?” demikian pertanyaan dalam buku berjudul “Selamat dari Bencana Tsunami” yang berkisah tentang orang-orang yang sintas dari tsunami Aceh dan Pangandaran. Buku itu juga membahas sejumlah cerita tradisional yang diyakini terkait dengan peristiwa tsunami.

Bagi Herry, dukung-mendukung ilmuwan sosial dan peneliti geologi itu suatu saat akan memberikan hasil yang bisa memberikan data untuk menjawab pertanyaan “seberapa sering tsunami terjadi di pantai selatan?”

Jawaban atas pertanyaan itu akan memberikan banyak konsekwensi, setidaknya bisa mengubah pandangan hidup masyarakat di kawasan itu bahwa mereka hidup dalam daerah yang rawan tsunami?

Kalau itu tercipta, maka masyarakat akan mudah diajak untuk hidup akrab dengan tsunami, mudah mengajak mereka untuk selalu bersiaga menghadapi bencana, hingga mudah untuk mengajari mereka untuk melakukan tindakan penyelamatan diri dengan benar ketika bencana itu akhirnya tiba.

Pengetahuan lokal

Bagi Eko, memperlakukan legenda sebagai pesan dari nenek moyang mengenai tsunami juga mengangkat kembali harkat legenda itu dari berbagai bungkus yang selama ini menutupinya.

Soalnya, kata dia, banyak cerita turun-temurun di sejumlah daerah, yang jika dicermati, bisa dicocokkan dengan kejadian tsunami. Dari perjalanannya ke sejumlah daerah yang pernah dilanda tsunami, dia mendapati cerita yang sebenarnya merupakan pengetahuan lokal untuk menyelamatkan diri dari bencana terjangan gelombang besar.

Dia menemukan itu mulai dari Majene, Lombok, Mentawai, dan Simeulue, walaupun yang masih mengingat pengetahuan tradisional itu sebagai kiat untuk menyelamatkan diri dari terjangan tsunami itu hanya di Simeuleu. Pengetahuan itu disebut oleh masyarakat setempat sebagai “smong”.

Bagi peneliti tsunami, Simeulue, pulau di Barat daya Aceh, merupakan laboratorium sempurna mengenai tsunami. Di sana, peneliti mendapati banyak endapan tsunami, catatan gempanya lengkap, dan ada pesan nenek moyang tentang tsunami yang terus dipatuhi masyarakatnya.

Dalam buku “Selamat dari Bencana Tsunami” disebutkan bahwa Pulau Simeulue berada paling dekat dengan pusat gempa bumi 26 Desember 2004. Namun hanya tujuh orang yang meninggal akibat sapuan gelombang tsunami. Itu berkat “smong”.

“Smong” memuat pesan sederhana, namun masih dipatuhi warga Simeulue. Pesan itu berbunyi: “Jika terjadi gempa bumi kuat diikuti oleh surutnya air laut, segeralah lari ke gunung karena air laut akan naik”.

Pengetahuan tradisional itu muncul setelah tsunami 1907. Disebutkan, seringnya tsunami sebelum 1907 di pulau itu memiliki Andil bagi bersemainya pengetahuan tersebut. Catatan sejarah dan penelitian geologi menunjukkan pulau itu terlanda tsunami pada 1797, 1861, dan 1907.

Menurut dia, pengetahuan serupa juga dimiliki masyarakat Mentawai, Sumetera Utara. Banyak orang di pulau itu yang masih hafal pengetahuan yang diturunkan dalam bentuk syair. Namun, syair itu umumnya tidak lagi dipahami sebagai warisan untuk menghadapi tsunami. Itu karena kata “teteu”, judul syair tersebut, diartikan sebagai “kakek”, walau bisa juga diartikan sebagai “gempa bumi”.

Jika diartikan dalam bahasa Indonesia, syair itu berbunyi: Teteu, sang tupai bernyanyi/Teteu, suara gemuruh datang dari atas bukit-bukit/Teteu, ada tanah longsor dan kehancuran/Teteu dari ruh kerang laut sedang marah/karena pohon baiko telah ditebang/Burung kuliak bernyanyi/Ayam-ayam berlarian/Karena di sana teteu telah datang/Orang-orang berlarian.

Di sana, kata “teteu” lebih diartikan sebagai “kakek”, sehingga maknanya jauh dari bencana. Sedangkan, jika “teteu” diganti dengan “gempa bumi”, maknanya akan lebih kuat.

Terbungkusnya pesan inti yang terkandung dalam pengetahuan lokal di Mentawai itu disebut sebagai kecenderungan yang ada di banyak daerah. Salah satu faktornya, tidak ada catatan yang bisa diwariskan oleh generasi yang lahir jauh hari setelah tsunami terjadi.

Apalagi, tsunami raksasa umumnya terjadi ratusan tahun sekali, sehingga cerita turun-temurun yang diwariskan berubah menjadi legenda yang penafsirannya bisa berbeda dari maksud semula. Ketika tsunami raksasa datang suatu kali, tidak ada lagi orang yang pernah mengalaminya, sehingga syair turun-temurun itu diturunkan sekadar warisan.

Menurut Eko, mengaitkan pengetahuan lokal dengan penelitian tsunami purba merupakan kesengajaan yang dilakukannya. Soalnya, selama ini catatan sejarah yang dimiliki Indonesia sangat pendek, dan tidak ada catatan yang menyebut gelombang raksasa yang terjadi 400 tahun lalu, misalnya. Yang banyak ditemukan justru cerita turun-temurun yang bisa ditafsirkan sebagai pesan tentang tsunami.

Dengan mengumpulkan dan mempelajari pengetahuan tradisional, diharapkan membantu analisis kejadian tsunami di masa lalu. Mengetahui tsunami masa lalu, katanya, akan membantu masyarakat sekitar untuk bereaksi secara tepat ketika menghadapi bencana serupa pada masa datang.

Eko mengatakan, penelitian tsunami di Meulaboh dan Thailand selatan menghasilkan temuan yang mengejutkan. Temuan yang dipublikasikan secara bersamaan dalam terbitan jurnal ilmiah internasional “Nature” edisi Oktober itu menunjukkan bahwa tsunami raksasa serupa dengan yang terjadi pada 2004 pernah terjadi di Aceh beberapa ratus tahun yang lalu.

Seandainya temuan itu sudah terungkap sebelum tahun 2004, katanya, maka usaha untuk menekan jumlah korban jiwa dan kerugian mungkin dapat dilakukan.

Untuk menekan kerugian seperti itu pula, menurut Eko, upaya penelitian paleotsunami harus ditingkatkan kapasitasnya. Upaya itu tidak lain untuk mengambil pelajaran dari kejadian masa lalu, termasuk dari penggalian daerah tsunami dan pengetahuan tradisional yang melingkupinya,

Menurut dia, selama ini penelitian serupa tidak sebanding dengan jumlah tsunami yang pernah terjadi di negeri ini. Hal itu bisa dilihat dari jumlah peneliti yang terjun dalam penelitian tsunami yang masih sedikit.

Maka, selain menggali tanah di daerah-daerah yang pernah dilanda tsunami untuk mencari bukti tsunami purba, Eko pun rajin menggali cerita lokal, yang mungkin ada kaitannya dengan gelombang besar yang senang masuk ke daratan itu.


“Manunggaling Kawulo lan Gusti” dari Realitas “Bhineka Tunggal Ika, Tan Hanna Dharma Mangrwa”,ur’an “Laaa

$
0
0
Bahasa kitanya, inilah “Manunggaling Kawulo lan Gusti” dari Realitas “Bhineka Tunggal Ika, Tan Hanna Dharma Mangrwa”, juga hadist “Anna inda dzani abdii.. (Aku (Tuhan) berada/akan menjadikan sesuatu sesuai dengan persangkaan Hamba-KU kepada-KU), atau Ucapan Firman Allah Ta’ala Dalam Hadits Qudsi,
“Aku Adalah Pendengarannya Yang Dia Gunakan Untuk Mendengar.”
dan makna ayat al Qur’an “Laa Hauwa wa laa Quwwata illa billhi Aaliyiil Adzim

You are a vibrational and energy being that came to this reality in a physical form; this energy stems from The Source that created your body. You deactivate your divine manifestation when you doubt. The Source can only respond to a Pure and Coherent desire not tainted by doubt and contradiction. Do you know that you create by your thoughts and manifest by your emotions and feelings. There is an inner energy; human emotions have the ability to change the shape of the DNA.

Positive emotions are hundred times more powerful than negative emotions. The happier you are the more DNA becomes relaxed and stronger. Your thoughts impact water as well. Always send positive thoughts and bless the water you drink. Let your state of being be love and joy. Be centered in your heart, always vibrate and practice these spiritual fruits: first Forgiveness, Gratitude, Appreciation, Happiness, Bliss ; all positive feelings of Kindness, Compassion, Love, Joy, Peace and Harmony.

Please watch full screen.

Blessings of the Cosmos

Gratitude to Manifestation Productions.

 

Apakah anda dapat menjelaskan hadits berikut ini? Allah Ta’ala berfirman, “Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku mengumumkan perang terhadapnya dari-Ku. Tidak ada yang paling Aku cintai dari seorang hamba kecuali beribadah kepada-Ku dengan sesuatu yang telah Aku wajibkan kepadanya. Adapun jika hamba-Ku selalu melaksanakan perbuatan sunah, niscaya Aku akan mencintanya. Jika Aku telah mencintainya, maka (Aku) menjadi pendengarannya yang dia mendengar dengannya, (Aku) menjadi penglihatan yang dia melihat dengannya, menjadi tangan yang dia memukul dengannya, menjadi kaki yang dia berjalan dengannya. Jika dia memohon kepada-Ku, niscaya akan Aku berikan dan jika dia minta ampun kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni, dan jika dia minta perlindungan kepada-Ku, niscaya akan Aku lindungi.”
Bagian yang ingin saya tanyakan adalah, “Aku adalah pendengaran yang dengannya dia mendengar dan penglihatannya yang dengannya dia melihat dan tangannya yang dengannya dia memukul dan kaki yang dengannya dia berjalan..”
Alhamdulillah
Makna dari potongan hadits tersebut adalah bahwa seorang hamba beriman, jika dia bersungguh-sungguh kepada Allah Ta’ala dalam menjalankan perbuatan-perbuatan yang diwajibkan, kemudian dia juga melaksanakan perbuatan-perbuatan sunnah, maka Tuhannya akan mendekat kepadanya dan mengangkat derajatnya dari derajat keimanan menjadi derajat ihsan.
Sehingga orang tersebut beribadah kepada Allah seakan-akan dia melihat-Nya. Hatinya penuh dengan mengenal Tuhannya, mencintai dan mengagunginya, takut dan gentar terhadap-Nya. Jika hatinya telah penuh dengan itu semua, maka hilanglah ketergantungannya terhadap segala sesuatu selain Allah dan tidak ada ketergantungan hamba terhadap sesuatupun berdasarkan hawa nafsunya. Tidak ada yang dia kehendaki selain apa yang dikehendaki Tuhannya.
Maka ketika itu, seorang hamba tidak berucap selain untuk mengingat-Nya, tidak bergerak selain dengan perintah-Nya. Jika dia berbicara, dia berbicara dengan Allah, jika dia mendengar, dia mendengar dengan Allah. Jika dia melihat, dia melihat dengan Allah. Maksudnya dengan taufik Allah kepada-Nya dalam semua perkara tersebut. Maka dia tidak mendengar selain apa yang Allah cintai, dia tidak melihat selain apa yang Allah ridhai. Tangannya tidak memukul dan kakinya tidak berjalan selain apa yang diridahi Allah sebagai Tuhannya.
Maknanya bukan Allah sebagai pendengarannya, Allah sebagai penglihatannya dan Allah sebagai tangan dan kakinya, Maha Suci Allah dari pemahaman tersebut, karena Allah Ta’ala berada di atas Arasy, dia Tinggi di atas seluruh makhluk-Nya. Akan tetapi maksudnya adalah bahwa Dia memberi taufiq dalam pendengaran, penglihatan, jalannya dan genggamannya. Karena itu, terdapat dalam riwayat lain, Allah Ta’ala berfirman,
فَبِي يَسْمَعُ وَبِي يُبْصِرُ وَبِي يَبْطِشُ وَبِي يَمْشِي
“Dengan-Ku dia mendengar, dengan-Ku dia melihat, dengan-Ku dia memukul, dengan-Ku dia berjalan.”
Maksudnya adalah bahwa Dia (Allah) memberinya taufiq dalam seluruh amal dan ucapannya, pendengaran dan penglihatannya. Inilah makna yang dimaksud oleh Ahlussunnah wal Jamaah. Ditambah pula bahwa Allah akan mengabulkan doanya, jika dia meminta, Allah akan memberikan permintaannya. Jika dia meminta tolong kepada-Nya, Allah akan menolongnya, jika dia minta perlindungan kepada-Nya, maka Dia akan melindunginya.” (Jami Ulum wal Hikam, 2/347, Fatawa Nurun Alad-Darb, kaset 10, Syekh Ibn Baz rahimahullah)
Siapa yang memberikan makna selain ini, dia telah berbuat maka dia telah berlaku zalim dan melampui batas terhadap kedudukan Allah serta bertentangan dengan apa yang dikenal dalam percakapan Arab serta apa yang mereka pahami untuk ungkapan seperti itu.
Syekh Ibnu Utsaimin berkata dalam Majmu Fatawanya (1/145), “Anda dapat saksikan bahwa Allah Ta’ala telah menyebutkan adanya yang menyembah dan yang disembah, yang beribadah dan diibadahi, pencinta dan yang dicinta, yang meminta dan yang diminta, yang memberi dan yang diberi, yang memohon perlindungan dengan yang memberikan perlindungan. Hadits ini menunjukkan ada dua pihak yang berbeda, yang satu bukan yang lain. Jika demikian halnya, maka zahir sabda beliau, “Aku adalah pendengarannya dan penglihatannya, tangannya dan kakinya.” Tidak menunjukkan bahwa sang pencipta adalah bagian dari makhluk, atau bagian dari sifatnya, maha suci Allah dari yang demikian itu.
Akan tetapi, hakekat yang tampak dari hadits tersebut adalah bahwa Allah Ta’ala mengarahkan seorang hamba dalam pendengaran dan penglihatan dan pukulannya. Maka pendengarannya karena Allah Ta’ala dengan ikhlas dan memohon pertolongan kepada-Nya, mengikuti syariat dan ajarannya, demikian pula dengan penglihatannya dan jalannya.”.
Orang yang mencintaiNYA (Waliyullah/Santo) adalah Co-Creator (yang alam semesta tunduk kepada-“NYA”, karena ia telah ter-sibghah/tercelup/ Fana-Baqo fillah/Moksa/Tilem/Ngahyang

Dijual Rumah 2 lantai di NAURA TOWN HOUSE Jl. Cimanggu Permai I, no 17 Bogor 16164 (BOOR)

$
0
0

Bantuin nih Pemasaran Town House (27 Unit, 2 sudah laku terjual. PT teman saya di tempat strategis Kota Bogor dekat pintu Toll Sentul Selatan. Akses Jalan Baru / KH Sholeh Iskandar, jalan masuk kompleks di depan Sekolah SDITdan SMPIT At-Taufiq. peminat boleh hubungi saya 0859 2512 9189

perspektif

gerbang-4-1

perspektif spherical-new front siteplan-bird-s1

www.nauratownhouse.com, 0251-765 6350whatsapp-image-2016-08-04-at-00-07-26-723x1024

14370136_10210584733324455_6003344689396158316_n 14457375_10210584731964421_8808444488329877746_n 14457494_10210584733964471_799067941630652421_n 14469571_10210584734244478_6941112294956964039_n 14291635_10209674630970084_2379063669925852624_n 14344976_10209674631170089_8324908593479524827_n


Fungsi lain mesin Mobil Land Rover series

$
0
0

Fungsi lain mesin Mobil Land Rover series: Penggera Mesin Potong Kayu

 


Sundalandia

$
0
0

Sundalandia

 by Dhani Irwanto
Penelitian oleh Dhani Irwanto, 27 Oktober 2015
Sun800px-Map_of_Sundalanddalandia adalah wilayah bio-geografi Asia Tenggara yang meliputi Paparan Sunda, bagian landas kontinen Asia yang terekspos selama Zaman Es terakhir. Periode Glasial Terakhir, dikenal sebagai Zaman Es Terakhir, adalah periode glasial terakhir dalam rangkaian panjang Zaman Es yang terjadi selama tahun-tahun terakhir Pleistosen, dari sekitar 110.000 sampai 12.000 tahun yang lalu. Sundalandia meliputi Semenanjung Malaya di daratan Asia, serta pulau-pulau besar Kalimantan, Jawa dan Sumatera, dan pulau-pulau sekitarnya. Batas timur Sundalandia adalah Garis Wallace, diidentifikasi oleh Alfred Russel Wallace sebagai batas timur kisaran daratan fauna mamalia Asia, dan juga sebagai batas zona ekosistem Indomalaya dan Australasia. Pulau-pulau di sebelah timur garis Wallace dikenal sebagai Wallacea, dan dianggap sebagai bagian dari Australasia. Perlu dicatat bahwa saat ini secara umum telah diterima bahwa Asia Tenggara adalah merupakan titik masuk migrasi manusia modern dari Afrika.

Nama “Sundalandia” pertama kali diusulkan oleh van Bemmelen pada tahun 1949, diikuti oleh Katili (1975), Hamilton (1979) dan Hutchison (1989), untuk menggambarkan sebuah inti benua Asia Tenggara yang membentuk bagian selatan lempeng Eurasia. Sundalandia berbatasan di sebelah barat, selatan dan timur dengan wilayah tektonik aktif yang ditandai dengan kegempaan dan aktivitas gunung berapi yang intensif. Zona tektonik aktif ini secara efektif merupakan sabuk pegunungan dalam proses pembentukannya, dan mengandung banyak fitur yang biasanya dianggap berhubungan dengan akresi pegunungan: terdapat subduksi aktif, transfer material pada batas lempeng, contoh tumbukan dengan fitur apung di lempeng samudera, busur dan benua dan banyaknya magmatisme.
Sabuk pegunungan yang ada sekarang terletak di persimpangan tiga lempeng utama: Lempeng Eurasia, Lempeng India, Lempeng Australia dan Lempeng Laut Pasifik-Filipina. Lempeng=lempeng ini mengelilingi Sundalandia dan membentang dari Sumatera ke Filipina melalui Indonesia timur. Karakteristik dan lebarnya berubah dari barat ke timur dan terdiri dari segmen-segmen yang berbeda atau jahitan-jahitan dengan karakter yang berbeda.
800px-Map_of_Sundaland
Gambar 1 – Peta Sundalandia
Laut Tiongkok Selatan dan daratan di sekitarnya telah diteliti oleh para ilmuwan seperti Molengraaff dan Umbgrove, yang mendalilkan sistem drainase kuno yang sekarang terendam. Daerah ini telah dipetakan oleh Tjia pada tahun 1980 dan dijelaskan secara lebih rinci oleh Emmel dan Curray pada tahun 1982 termasuk delta sungai, dataran banjir dan rawanya. Ekologi Paparan Sunda yang terekspos telah diselidiki dengan menganalisis inti bor dasar laut. Serbuk sari yang ditemukan didalam inti telah menunjukkan ekosistem yang kompleks dan berubah dari waktu ke waktu. Penggenangan Sundalandia telah memisahkan spesies yang pernah menempati lingkungan yang sama seperti ikan surau air tawar (Polydactylus macrophthalmus, Bleeker 1858; Polynemus borneensis, Vaillant 1893) yang pernah berkembang dalam sistem sungai yang sekarang disebut “Sungai Sunda Utara” atau “Sungai Molengraaff”. Ikan ini sekarang ditemukan di Sungai Kapuas di pulau Kalimantan, serta di Sungai Musi dan Batanghari di pulau Sumatera.
Periode Glasial Terakhir, atau Zaman Es Terakhir, dianggap oleh para ilmuwan sebagai peristiwa glasiasi (pencairan es) terbaru dalam serangkaian Zaman Es yang lebih panjang, yang dimulai lebih dari dua juta tahun yang lalu dan telah mengalami beberapa glasiasi. Dalam periode ini, ada beberapa perubahan diantara gletser maju dan mundur. Glasiasi terluas dalam Periode Glasial Terakhir ini adalah sekitar 22.000 tahun yang lalu. Pola umum pendinginan dan gletser maju secara global adalah mirip, namun perbedaan lokal pengembangan gletser maju dan mundur dari benua ke benua yang terinci sulit untuk dibandingkan.
Dari sudut pandang arkeologi manusia, periode tersebut masuk kedalam periode Paleolitik dan Mesolitik. Saat peristiwa glasiasi dimulai, Homo sapiens hanya terdapat di Afrika dan menggunakan peralatan yang sebanding dengan yang digunakan oleh manusia Neanderthal di Eropa, Levant danHomo erectus di Asia. Menjelang akhir peristiwa tersebut, Homo sapiens menyebar ke Eropa, Asia, dan Australia. Gletser mundur memungkinkan kelompok orang Asia bermigrasi ke Amerika dan mempopulasikannya.
11924236_10206675964050464_8773787452159628519_n
Gambar 2 – Permukaan laut Pasca-Glasial
Stadial Dryas Muda, juga disebut Pendinginan Besar, adalah suatu kondisi geologi beriklim dingin dan kering yang singkat (1300 ± 70 tahun) dan terjadi antara sekitar 12.800 dan 11.600 tahun yang lalu. Stadial Dryas Muda diduga disebabkan oleh runtuhnya lapisan es di Amerika Utara, meskipun teori lain juga telah diusulkan. Stadial ini terjadi setelah interstadial Bølling-Allerød (periode hangat) pada akhir Pleistosen dan mendahului kelahiran Holosen Awal. Nama stadial ini diambil dari nama sebuah genus indikator, Dryas octopetala, bunga liar yang terdapat di tundra Pegunungan Alpin.
Stadial-stadial Dryas adalah periode-periode dingin yang menyelingi tren pemanasan sejak Maksimum Glasial Terakhir 21.000 tahun yang lalu. Dryas Tua terjadi sekitar 1.000 tahun sebelum Dryas Muda dan berlangsung sekitar 400 tahun. Dryas Tertua terjadi antara sekitar 18.000 dan 14.700 tahun yang lalu.
Slide2
Gambar 3 – Periode Glasial Terakhir berdasarkan pengukuran lapisan es di Greenland
Sundaland in the Last Glacial Period
Lihat di youtube

Batimetri dan Topografi

Sundaland - Last Glacial Maximum_75%
Gambar 4 – Sebuah peta yang menunjukkan Sundalandia pada sekitar Zaman Es Terakhir (21.000 tahun yang lalu) yang dihasilkan oleh penulis dari grid elevasi GTOPO30 yang diterbitkan oleh USGS. Muka air lautnya adalah sekitar 120 meter dibawah sekarang. Pola aliran sungai yang dibawah muka air laut sekarang digambar menggunakan grid tersebut dan perkiraan sedimentasi laut, transportasi sedimen pesisir, pembentukan delta, peristiwa meander, perubahan rezim sungai dan gerakan sungai. Sungai daratan sekaran digabungkan. Warna-warna selain biru menunjukkan elevasi permukaan tanah. Garis merah tipis adalah garis pantai sekarang.
Data topografi dan batimetri saat ini yang meliputi Paparan Sunda dalam proyeksi geografi (lintang dan bujur) telah diekstrak dari grid elevasi GTOPO30 yang diterbitkan oleh USGS. GTOPO30 meliputi resolusi spasial lintang dan bujur horizontal 30 detik busur (sekitar 0,9 km di dekat khatulistiwa) dalam bentuk berkas format model elevasi digital (digital elevation model, DEM). Grid serupa lainnya seperti GEBCO_8 yang diterbitkan oleh IHO dan IOC/UNESCO, dan ETOPO1 yang diterbitkan oleh NOAA juga digunakan sebagai referensi. Diterapka skema warna pada DEM dimana daerah dibawah -120 m diwakili oleh warna biru sehingga garis pantai pada periode Maksimum Glasial Terakhir dapat dengan mudah diidentifikasi.
Beberapa asumsi telah diterapkan dalam prosedur analitisnya (Sathiamurthy et al, 2006). Pertama, diasumsikan bahwa topografi dan batimetri daerah tersebut mendekati fisiografi yang ada selama rentang waktu dari 21.000 tahun yang lalu sampai sekarang. Namun, karena proses sedimentasi dan erosi telah mempengaruhi batimetri Paparan Sunda selama 21.000 tahun terakhir (Schimanski dan Stattegger, 2005), maka hasilnya adalah hanya perkiraan. Dengan demikian, harus ditekankan bahwa kedalaman dan geometri Paparan Sunda dan depresi-depresi yang sekarang terendam tidak mencerminkan kondisi masa lalu yang tepat.
Kedua, diasumsikan bahwa dasar laut yang sekarang adalah seperti yang ada pada periode Maksimum Glasial Terakhir dan sedikit dipengaruhi oleh erosi arus dasar laut, pelarutan kapur atau gerakan tektonik, seperti ditunjukkan oleh Umbgrove (1949), yang mungkin terjadi selama transgresi pada masa Pasca-Pleistosen awal. Dalam hal gerakan tektonik, Geyh et al (1979) menyebutkan bahwa Selat Sumatera adalah secara tektonik stabil setidaknya selama Holosen. Selanjutnya, Tjiaet al (1983), menyatakan bahwa Paparan Sunda telah sebagian besar secara tektonik stabil sejak awal Tersier. Namun demikian, Tjia et al (1983) menunjukkan bahwa kenaikan permukaan laut di wilayah ini dapat dikaitkan dengan kombinasi dari kenaikan permukaan laut yang sebenarnya dan gerakan kerak vertikal. Hill (1968) mengacu pada karya sebelumnya yang dilakukan oleh Umbgrove (1949), menyarankan kemungkinan solusi kapur sebagai modus pembentukan depresi (seperti dalam kasus lubang Lumut lepas pantai Perak, Malaysia), dan memberikan alternatif penjelasan, yaitu disebabkan oleh proses tektonik.
Data sedimentasi dasar laut adalah jarang tersedia namun pendekatan proses sedimentasi telah dibuat dalam menghasilkan peta topografi dan batimetri daerah Sundalandia. Dalam kondisi yang sama, proses-proses lain seperti transportasi sedimen pesisir, pembentukan delta, proses meander, perubahan rezim sungai dan gerakan sungai juga telah didekati dan dimasukkan pada peta. Danau kuno direkonstruksi dari DEM dan riwayat geologi yang ada. Pulau-pulau yang kecil dan tidak signifikan telah dihapus.
Selain peta topografi dan batimetri, garis pantai pada permukaan laut tertentu, kemiringan permukaan tanah, daerah aliran sungai dan pola aliran sungai juga dihasilkan dan menempatkannya pada layer-layer yang berbeda.
Sundaland - Watersheds_resized
Gambar 5 – Sebuah peta yang menunjukkan DAS utama Sundalandia di sekitar periode Maksimum Glasial Terakhir (21.000 tahun BP) yang dihasilkan oleh penulis menggunakan metode yang sama seperti pada gambar sebelumnya. Nama-nama sungai diberikan berdasarkan pada nama-nama laut, selat, teluk, pulau atau sungai saat ini yang ditempati oleh DAS.

Vegetasi

Cannon et al (2009) telah melakukan penelitian terhadap distribusi vegetasi di wilayah Sundalandia pada Maksimum Glasial Terakhir menggunakan model spasial eksplisit yang digabungkan dengan bukti-bukti geografi, paleoklimatologi dan geologi. Vegetasinya dibagi menjadi 3 macam, yaitu vegetasi pesisir dan rawa, vegetasi daerah rendah dan vegetasi daerah tinggi.
Vegetasi pesisir dan rawa mengalami sejarah biogeografi yang paling dinamis diantara ketiga macam vegetasi yang diteliti. Pada puncak Maksimum Glasial Terakhir, ketika permukaan laut turun dibawah garis pantai, hutan bakau terdapat didalam daerah yang sangat sempit di sepanjang pesisir. Namun, banyak rawa pesisir yang meluas sampai ke pedalaman ditumbuhi kerapah gambut dan kerangas yang berbagi dengan hutan rawa gambut pesisir. Ketika daratan mulai tergenangi, pada 11.000 – 9.000 tahun lalu, vegetasi pesisir dan rawa mengalami ekspansi yang dramatis tetapi relatif singkat. Pada sekitar 8.000 tahun lalu, vegetasi pantai telah kira-kira pada posisi yang sama dengan saat ini, dengan luasan bakau, aluvial air tawar dan rawa gambut ditentukan oleh pola progradasi masing-masing delta sungai yang mengikuti transgresi masa Holosen. Vegetasi pesisir dan rawa juga mengalami relokasi geografi yang tiba-tiba dan menyeluruh sampai ratusan kilometer selama penggenangan yang cepat.
Luasan vegetasi daerah rendah mencapai maksimum pada Maksimum Glasial Terakhir yang disebabkan oleh adanya daratan yang luas karena penurunan permukaan laut. Luasan vegetasi daerah tinggi juga mencapai maksimum pada Maksimum Glasial Terakhir. Secara umum, distribusi vegetasi daerah tinggi sangat sensitif terhadap interaksi antara perubahan suhu dan tingkat pertumbuhan vegetasi.
0809865106SI_Page_1 (Cropped)
Gambar 6 – Peta vegetasi Sundalandia pada Maksimum Glasial Terakhir berdasarkan data historis dari Bird et al (2005) dan beberapa penyesuaian, dengan skenario koridor terbuka (kiri) dan tertutup (kanan) (Cannon et al, 2009)
Last Glacial Vegetation of Sundaland
Lihat di youtube.

Kondisi Saat ini

Sundaland - Tectonic Plates_resized 75%
Gambar 7 – Sesar aktif utama di Sundalandia pada zona konvergensi Lempeng Sunda, Eurasia, Filipina, India dan Australia. Lempeng Timor dan Laut Banda yang lebih kecil (bagian dari Lempeng Sunda), Maluku (bagian dari Lempeng Filipina) dan Andaman (bagian dari Lempeng Eurasia) juga ditampilkan. Panah besar menunjukkan gerakan mutlak lempeng. Segitiga merah adalah gunungapi.
Sundaland - Earthquake (USGS)_75%
Gambar 8 – Plot kejadian gempa besar yang pernah tercatat beserta intensitasnya dalam skala Mw. Perhatikan bahwa Sundalandia dikelilingi oleh deretan rawan gempa. (Sumber: USGS)
Sundaland - Tsunami_75%
Gambar 9 – Plot sumber tsunami yang pernah tercatat beserta akibat kenaikan airnya. Perhatikan bahwa tsunami sering terjadi di Laut Banda dan Laut Sulawesi yang dapat mempengaruhi pulau-pulau bagian dalam. (Sumber: NOAA)
Sundaland - Volcano Eruption_resized_75%
Gambar 10 – Plot letusan gunungapi yang pernah diketahui beserta intensitasnya dalam Volcanic Explosivity Index (VEI). Perhatikan letusan skala besar Tambora pada tahun 1815 dan letusan-letusan Krakatau yang sering terjadi, terbesar pada tahun 1883. (Sumber: NOAA)

Migrasi Manusia

Menurut teori sebelumnya, nenek moyang masyarakat Austronesia modern di kepulauan Melayu dan wilayah yang berdekatan diyakini telah bermigrasi ke selatan, dari daratan Asia Timur ke Taiwan, dan kemudian ke seluruh kepulauan Asia Tenggara. Namun, temuan terakhir menunjukkan bahwa Sundalandia yang sekarang terendam adalah merupakan awalmula peradabah: disebut sebagai teori “Keluar dari Sundalandia”.
Stephen Oppenheimer menempatkan asal Austronesia di Sundalandia dan daerah-daerah diatasnya. Penelitian genetik yang dilaporkan pada tahun 2008 menunjukkan bahwa pulau-pulau yang merupakan sisa-sisa Sundalandia kemungkinan besar dihuni sedini 50.000 tahun yang lalu, bertentangan dengan hipotesis sebelumnya (Bellwood dan Dizon, 2005) bahwa daerah tersebut dihuni paling lambat 10.000 tahun yang lalu dari Taiwan.
Sebuah studi oleh Universitas Leeds yang dipublikasikan dalam Molecular Biology and Evolutionpada tahun 2008, yang meneliti garis keturunan DNA mitokondria, menunjukkan bahwa manusia telah mendiami pulau-pulau di Asia Tenggara dalam jangka waktu yang lebih lama dari yang diyakini sebelumnya. Penyebaran penduduk tampaknya telah terjadi pada saat yang sama dengan naiknya permukaan laut, yang telah mengakibatkan migrasi dari Kepulauan Filipina ke utara menuju Taiwan dalam 10.000 tahun terakhir. Migrasi penduduk yang paling mungkin adalah karena didorong oleh perubahan iklim – sebagai efek tenggelamnya sebuah benua kuno. Naiknya permukaan laut dalam tiga pulsa besar mungkin telah menyebabkan banjir dan perendaman di Sundalandia, menciptakan Laut Jawa dan Laut Tiongkok Selatan, dan ribuan pulau yang membentuk Indonesia dan Filipina kini. Berubahnya permukaan laut menyebabkan manusia tersebut untuk menjauh dari kediaman pantai dan budaya mereka, dan berpindah ke pedalaman di seluruh Asia Tenggara. Migrasi paksa ini menyebabkan manusia untuk beradaptasi dengan lingkungan hutan dan pegunungan baru, mengembangkan pertanian dan domestikasi, dan menjadi pendahulu manusia masa depan di wilayah ini.
Penelitian dan studi oleh HUGO Pan-Asian SNP Consortium pada tahun 2009, yang dilakukan dalam dan antara populasi yang berbeda di benua Asia, menunjukkan bahwa keturunan genetik sangat berhubungan dengan kelompok-kelompok etnis dan bahasa. Terdapat peningkatan yang jelas dalam keragaman genetik dari utara ke selatan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada satu aliran migrasi utama manusia ke Asia yang berasal dari Asia Tenggara, bukan beberapa aliran dalam dua arah selatan-utara seperti yang diusulkan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa Asia Tenggara merupakan sumber geografi utama populasi Asia Timur dan Asia Utara. Populasi Asia Timur terutama berasal dari Asia Tenggara dengan kontribusi kecil dari kelompok Asia Tengah-Selatan. Penduduk pribumi Taiwan berasal dari Austronesia. Hal ini berlawanan dengan teori bahwa Taiwan merupakan “tanah air” leluhur bagi populasi di seluruh Indo-Pasifik yang berbicara bahasa Austronesia.
clip_image002
Gambar 11 – Panah-panah berwarna yang menggambarkan meningkatnya diversifikasi genetik manusia setelah bermigrasi ke timur di sepanjang yang sekarang disebut pantai India dan berpencar menjadi beberapa kelompok genetik yang berbeda yang bergerak di seluruh Asia Tenggara dan bermigrasi ke utara ke Asia Timur (Sumber: HUGO Pan-Asian SNP Consortium)
Pada tahun 2012, Stephen Oppenheimer menunjukkan, berdasarkan bukti genetik, iklim dan arkeologi, bahwa manusia modern dari Afrika menyebar melalui jalur tunggal ke Sundalandia. Semua kelompok non-Afrika saat ini adalah keturunan dari penyebaran ini, dengan pengecualian beberapa autosom (7% atau kurang) yang berasal dari campuran dengan beberapa kelompok non-Afrika kuno. Terbukti bahwa terdapat penyebaran cepat melalui pantai Samudera Hindia ke Kalimantan dan Bali di ujung Paparan Sunda. Permukaan laut yang rendah pada Zaman Es memungkinkan penyebaran berikutnya ke Paparan Sahul, yang kemudian terisolasi cukup lama karena naiknya permukaan laut sampai masa pasca-glasial dimana para pelayar dari kepulauan Asia Tenggara menemukannya.
clip_image002
Gambar 12 – Peta yang menunjukkan jalur migrasi selatan tunggal dari Afrika dan jalur migrasi pantai dari Laut Merah di sepanjang pantai Indo-Pasifik ke Australia, termasuk kecenderungan ekstensi ke Tiongkok, Jepang dan Papua. Vegetasi yang tampak adalah pada Maksimum Glasial Terakhir. (Sumber: Oppenheimer, 2013)
Lihat Jurney of Mankind oleh The Bradshaw Foundation.

Pada tahun 2012, Jinam et al menentukan 86 urutan genom DNA mitokondria (mtDNA) lengkap dari empat masyarakat adat Malaysia, bersama-sama dengan analisis ulang terhadap data autosomal tunggal nukleotid polimorfisme (SNP) di Asia Tenggara untuk menguji kewajaran dan dampak model migrasi. Tiga kelompok Austronesia (Bidayuh, Selatar, dan Temuan) menunjukkan frekuensi tinggi haplogrup mtDNA, yang berasal dari daratan Asia 30,000–10,000 tahun lalu, tetapi terdapat frekuensi yang rendah penanda “Keluar dari Taiwan”. Analisis komponen utama dan analisis filogenetik menggunakan data SNP autosomal menunjukkan dikotomi antara kelompok Austronesia benua dan pulau. Mereka berpendapat bahwa baik mtDNA dan data autosomal menyarankan migrasi “Rangkaian Awal” yang berasal dari Indocina atau Tiongkok Selatan sekitar masa akhir-Pleistosen sampai awal-Holosen, yang mendahului, tetapi belum tentu mengecualikan, ekspansi Austronesia.

Karafet et al (2014), melalui sebuah studi Y-DNA, mendukung hipotesis bahwa Asia Tenggara adalah pusat diversifikasi garis keturunan haplogrup K di Oseania dan menggarisbawahi pentingnya potensi Asia Tenggara sebagai sumber variasi genetis untuk populasi Eurasia. Struktur filogenetis haplogrup K-M526 menunjukkan peristiwa percabangan yang berturut-turut (M526, P331 dan P295), yang tampaknya telah secara cepat terdiversifikasi. Kecuali P-P27, semua garis keturunannya saat ini terdapat Asia Tenggara dan Oseania. Struktur filogenetis haplogrup K-M526 dibagi menjadi empat subklade utama (K2a-d). Yang terbesar dari subklade ini, K2b, dibagi lagi menjadi dua kelompok: K2b1 dan K2b2. K2b1 menggabungkan haplogrup sebelumnya yang dikenal dengan M, S, K-P60 dan K-P79, sedangkan K2b2 terdiri dari haplogrup P dan sub haplogrupnya, Q dan R.
Menariknya, kelompok monofiletis yang dibentuk oleh haplogrup Q dan R, yang membentuk mayoritas garis keturunan patrilinial di Eropa, Asia Tengah dan Amerika, merupakan satu-satunya subklade K2b yang ternyata tidak terbatas secara geografis di Asia Tenggara dan Oseania saja. Perkiraan interval waktu peristiwa percabangan antara M9 dan P295 menunjukkan proses diversifikasi awal K-M526 yang cepat, yang kemungkinan terjadi di Asia Tenggara, yang kemudian mengekspansi ke arah barat menjadi nenek moyang haplogrup Q dan R. Menariknya lagi, bukti DNA purba menunjukkan bahwa haplogrup R1b – garis keturunan yang dominan saat ini di Eropa Barat – mencapai frekuensi yang tinggi setelah periode Neolitikum Eropa seperti yang ditunjukkan oleh Lacan et al dan Pinhasi et al.
Tatiana 1
Gambar 13 – Filogeni haplogrup K (Karafet et al, 2014)
Karafet
Gambar 14 – Penyebaran keturunan haplogrup K2 (Karafet et al, 2014)

Brandão et al dalam sebuah makalah yang diterbitkan oleh Human Genetics pada tahun 2016 menyatakan bahwa penyebaran keramik Neolitik dan bahasa Melayu-Polinesia di kepulauan Asia Tenggara yang menunjukkan penyebaran pertanian keluar dari Taiwan 4.000 tahun yang lalu adalah masih menjadi perdebatan. Mereka kemudian melakukan studi menggunakan analisis DNA mitokondria (mtDNA) untuk mengidentifikasi kelompok garis keturunan utama yang paling mungkin telah tersebar dari Taiwan ke kepulauan Asia Tenggara, dan menyimpulkan bahwa penyebaran tersebut memiliki dampak yang relatif kecil pada struktur genetik yang masih ada di kepulauan Asia Tenggara, dan bahwa peran pertanian dalam perluasan bahasa Austronesia adalah kecil. Apabila dibandingkan antara penyebaran “Keluar dari Taiwan” pada pertengahan Holosen dengan penyebaran pasca-glasial dari kepulauan Asia Tenggara pada awal Holosen, hanya sekitar 20% garis keturunan mtDNA di kepulauan Asia Tenggara saja yang merupakan hasil penyebaran “Keluar dari Taiwan” dan selebihnya adalah hasil penyebaran pasca-glasial dari kepulauan Asia Tenggara, terutama karena naiknya permukaan laut pada Maksimum Glasial Terakhir. Migrasi dari Asia daratan ke Taiwan terjadi sekitar 6.000 – 7.000 tahun yang lalu dan tetap menjadi penduduk asli yang berbeda sampai dengan penyebarannya ke kepulauan Asia Tenggara.

Analisis rinci yang menggabungkan data DNA mitokondria (mtDNA), kromosom-Y dan genome dalam studi yang dilakukan oleh Soares et al dari University of Minho di Portugal dan diterbitkan dalam jurnal Human Genetics pada 2016, menunjukkan rangkaian peristiwa yang jauh lebih rumit. mtDNA dan kromosom-Y yang ditemukan di Kepulauan Pasifik telah ada di kepulauan Asia Tenggara jauh lebih awal dari 4.000 SM, yang menimbulkan keraguan yang serius terhadap teori “Keluar dari Taiwan”. Soares et al berpendapat bahwa lanskap dan permukaan laut yang berubah sekitar 11.500 tahun lalu menyebabkan ekspansi yang signifikan dari Indonesia 8.000 tahun lalu. Ekspansi ini, yang merupakan penemuan tim, menunjukkan bahwa populasi di seluruh Asia Tenggara dan Kepulauan Pasifik berbagi mtDNA dan kromosom-Y yang sama. Hasil studi tim tersebut juga menunjukkan adanya gelombang minor migrasi yang mungkin mengarah pada penyebaran bahasa Austronesia.

Edwina Palmer (2007) telah melakukan studi bahwa penggenangan Sundalandia pasca-glacial telah mendorong sebagian penduduknya untuk bermigrasi pada sekitar 10.000 – 11.000 tahun yang lalu, mengikuti sabuk hutan lucidophyllous yang meluas dan akhirnya menetap di Jepang sekarang pada periode Jomon. Orang-orang ini mungkin penutur bahasa Austronesia. Selanjutnya, ia berpendapat bahwa migrasi penutur bahasa Austronesia “Keluar dari Taiwan” bisa terjadi kemudian sebagai migrasi balik pada periode Holosen akhir, dan bahwa skenario migrasi “Keluar dari Sundalandia” ke Jepang pada periode Jomon belum tentu sepenuhnya kompatibel dengan teori “Keluar dari Taiwan” tersebut.

Migrasi dari Asia Tenggara ke Madagaskar telah dibuktikan dengan studi hubungan linguistik antara bahasa Madagaskar dengan bahasa Barito Kalimantan dan telah dikonfirmasi dengan penelitian genetik. Analisis genetik serupa juga telah diterapkan pada tanaman, dan dengan mempelajari terminologi nama-nama yang digunakan juga telah menunjukkan migrasi tersebut (Claude Allibert, 2011). Migrasi orang-orang Asia Tenggara ke Madagaskar berasal dari bagian selatan Sulawesi (Bugis) dan Kalimantan (Maanyan). Kemiripan karakteristik antropologi budaya dan agama, seperti keyakinan tentang kembaran anak dan hewan, dan juga praktek penguburan ganda (terdapat di Filipina), menguatkan indikator kaitan genetik dan linguistik mereka.

Peradaban Sungai

Sungai menyediakan aliran dan pasokan air yang terus menerus atau yang selalu dapat diandalkan untuk transportasi, pertanian dan bahan makanan bagi manusia. Sungai-sungai tersebut bersama dengan iklim, vegetasi, geografi dan topografi menjadikan awal berkembangannya peradaban sungai. Selain itu, sementara masyarakat dari peradaban tersebut bergantung pada sungai, sungai juga menjadi tempat awalmulanya inovasi baru dan perkembangan teknologi, ekonomi, kelembagaan dan organisasi. Budaya sungai adalah tempat lahirnya peradaban maritim.
Sungai-sungai besar dengan lahan yang subur terdapat di Sundalandia pada Zaman Es. Besar kemungkinan bahwa peradaban di Sundalandia berawal di sungai-sungai tersebut. Karena laut juga tidak dapat terpisahkan dari kehidupan mereka, maka tumbuhnya peradaban hingga menjadi besar adalah di sekitar muara sungai. Kenaikan permukaan laut dan bencana banjir atau tsunami yang berulang-ulang menyebabkan mereka untuk berpindah ke tempat yang lebih tinggi, di pegunungan. Sarana transportasi yang ada pada waktu itu hanyalah sungai, sehingga mereka berpindah ke daerah-daerah hulu sungai. Peradaban kuno dan yang masih berlanjut sampai sekarang telah diamati dan mereka berada di daerah-daerah hulu sungai besar.
Sundaland - Riverine Civilizations (2)
Gambar 15 – Peradaban sungai di Sundalandia

Pembudidayaan

Penelitian-penelitian yang sudah ada menunjukkan bahwa pembudidayaan beberapa tanaman pertanian dan hewan peliharaan pertama kali dilakukan di Sundalandia dan wilayah-wilayah sekitarnya yang erat kaitannya dengan penyebaran penduduk dari Sundalandia. Namun demikian, penelitian-penelitian tersebut terbatas pada penemuan-penemuan yang ada pada saat ini saja. Di Sundalandia, kedua pembudidayaan tersebut tidak terlepas dari lingkungan air, baik itu sungai maupun laut, yang keduanya bertemu di muara sungai. Dengan demikian dapat diduga bahwa pusat-pusat peradaban awal adalah dimulai dari lingkungan muara sungai, seperti telah dibahas diatas. Namun, muara-muara sungai besar di Sundalandia pada masa Zaman Es Akhir saat ini berada dibawah permukaan laut. Dapat diduga bahwa bukti-bukti pembudidayaan yang paling tua belum dapat ditemukan karena berada di dasar laut dan bukti-bukti yang ada saat ini adalah di daratan yang lebih tinggi sehingga usianya lebih muda. Selain itu, Sundalandia memiliki aktifitas gunung berapi yang tinggi sehingga daratan yang ada saat ini telah tertutup abu volkanik yang sangat tebal, yang menjadi hambatan yang cukup serius untuk menemukan bukti-bukti arkeologinya.

Kelapa

Analisis DNA terhadap lebih dari 1.300 buah kelapa dari seluruh dunia mengungkapkan bahwa kelapa (Cocos nucifera) pada awalnya dibudidayakan di dua lokasi terpisah, yaitu di sekitar Samudera Pasifik dan Hindia (Baudouin et al, 2008; Olsen et al, 2011). Selain itu, genetika kelapa juga tercatat dalam rute perdagangan pra-sejarah dan kolonisasi Amerika. Di sekitar Samudera Pasifik, kelapa pertama kali dibudidayakan di kepulauan Asia Tenggara, yaitu Filipina, Malaysia, Indonesia, dan mungkin juga di daratan Asia. Di sekitar Samudera Hindia, kemungkinan pusat budidayanya adalah pinggiran selatan India, termasuk Srilanka, Maladewa dan Lakadewa. Kelapa dari sekitar Samudera Pasifik diperkenalkan ke sekitar Samudera Hindia beberapa ribu tahun lalu oleh masyarakat penutur Austronesia kuno yang membangun jalur perdagangan yang menghubungkan Asia Tenggara dengan Madagaskar dan pesisir Afrika timur.

Baca juga: Kelapa

Padi

Dalam buku Eden in the East (1998), Stephen Oppenheimer mengklaim bahwa budidaya padi bukan dimulai di Tiongkok tetapi di Semenanjung Malaya, 9.000 tahun lalu. Butiran beras telah ditemukan, yang berusiakan antara 7.000 sampai 5.000 SM, di Semenanjung Malaya. Periode ini adalah beberapa ribu tahun lebih tua dari kedatangan orang-orang Austronesia dari Taiwan yang diduga telah membawa teknologi pertanian ke Asia Tenggara.

Ada empat varietas utama padi: japonica, berbutir pendek yang tumbuh di Jepang, Korea dan Tiongkok timur; indica, berbutir panjang yang umum di India, Pakistan dan sebagian besar Asia Tenggara; aus, tumbuh terutama di Banglades; dan beras wangi, yang meliputi varietas yang lebih eksotis seperti basmati di India dan melati di Thailand. Para ilmuwan terutama memfokuskan padaindica dan japonica karena temuan arkeologi menunjukkan keduanya memiliki sejarah budidaya yang panjang. Para peneliti umumnya sepakat bahwa japonica telah dibudidayakan di Tiongkok selatan atau Asia Tenggara antara 8.200 dan 13.500 tahun lalu. Lokasi yang tepat masih diperdebatkan.
Para ahli masih memperdebatkan asal pembudidayaan indica. Peter Civáň dari University of Manchester, Inggris dan timnya pada 2015, dengan membandingkan DNA dari 1.083 varietas padi modern dengan 446 sampel padi yang diambil dari seluruh Asia Selatan, telah melacak kembali sejarah tanaman tersebut menjadi tiga jenis padi yang berbeda. Japonica, yang disukai di Jepang, ditelusuri kembali dari tengah Lembah Yangtze di Tiongkok Selatan. Tim tersebut telah melacak kembali kelompok indica ke lembah Sungai Brahmaputra yang mengalir dari Himalaya, sementara kelompok aus berasal dari wilayah yang sekarang India dan Banglades.
Namun demikian, penelitian tentang asal pembudidayaan padi masih terus berjalan. Dapat diduga bahwa bukti-bukti budidaya padi yang paling tua belum dapat ditemukan karena berada di dasar laut dan bukti-bukti yang ada saat ini adalah di daratan yang lebih tinggi sehingga usianya lebih muda. Bukti-bukti di daratan juga belum tentu mencerminkan kondisi yang sebenarnya karena daerah Sundalandia adalah pada umumnya tertutup oleh abu volkanik yang sangat tebal.n.

Pisang

Pisang (Musa spp) diyakini berasal lebih dari 10.000 tahun yang lalu dan beberapa ilmuwan percaya bahwa pisang adalah buah-buahan yang pertama kali dibudidayakan. Pisang yang ada saat ini jauh lebih baik daripada buah liar asli yang berisi banyak biji yang besar dan keras dan rasanya kurang enak. Dua varietas pisang liar, Musa acuminata dan Musa baalbisiana telah dipersilangkan sehingga menghasilkan pisang tanpa biji seperti yang ada saat ini.

Pisang diperkirakan pertama kali tumbuh di daerah yang mencakup Semenanjung Malaya, Indonesia, Filipina dan Papua. Dari sini, para pedagang dan penjelajah membawanya ke India, Afrika dan Polinesia. Sebuah kitab Buddha, dikenal sebagai Pali Canon, kira-kira pada 600 SM, mencatat pedagang India yang melakukan perjalanan melalui wilayah Melayu telah memakan buah tersebut dan membawa pulang tanaman itu. Pada 327 SM, ketika Alexander Agung dan pasukannya menyerbu India, ia mendapati tanaman pisang di lembah India. Setelah mencicipi buah yang tidak biasa ini untuk pertama kalinya, ia memperkenalkan penemuan baru ini kepada dunia Barat.
Pisang telah menyebar ke Tiongkok pada sekitar 200 M. Menurut sejarawan Tiongkok Yang Fu, pisang hanya pernah tumbuh di wilayah Tiongkok selatan. Pisang di Tiongkok tidak pernah benar-benar populer sampai abad ke-20 karena dianggap sebagai buah yang asing, aneh dan eksotis. Pisang mulai dikembangkan di Afrika sekitar 650 M.
Diperkirakan bahwa pedagang dari Arab, Persia, India dan Indonesia mendistribusikan pisang ke sekitar daerah pesisir Samudera Hindia antara abad ke-5 dan ke-15. Pelaut Portugis mendapatkan pisang di Afrika Barat dan perkebunan pisang didirikan pada abad ke-15 di lepas pantai negaranya, di Kepulauan Kanaria. Antara abad ke-16 dan ke-19, pisang diperdagangkan di Amerika dan perkebunan-perkebunan didirikan di Amerika Latin dan Karibia. Tanaman pisang pertama kali tiba di Australia pada tahun 1800-an.

Tebu

Tebu (Saccharum spp) kemungkinan pertama kali dibudidayakan oleh masyarakat Papua, sekitar 8.000 SM. Namun, teknik ekstraksi dan teknologi pemurniannya lalu dikembangkan oleh orang-orang yang tinggal di India. Setelah pembudidayaan tersebut, kemudian menyebar dengan cepat ke Asia Tenggara dan Tiongkok Selatan. Di India, dimana proses penyulingan sari tebu menjadi kristal butiran dikembangkan, sering dikunjungi oleh konvoi kekaisaran (seperti dari Tiongkok) untuk belajar tentang budidaya dan penyulingan tebu. Pada abad ke-5, budidaya tebu dan pengolahannya telah mencapai Persia; dan dari sana pengetahuan tersebut dibawa ke Mediterania oleh ekspansi Arab.
Eksplorasi dan penaklukan oleh Spanyol dan Portugis pada abad ke-15 membawa tebu ke baratdaya Iberia. Henry the Navigator memperkenalkan tebu ke Madeira pada 1425, sementara Spanyol, yang akhirnya dapat menaklukkan Kepulauan Kanaria, memperkenalkan tebu disana. Pada 1493, dalam perjalanan kedua, Christophorus Columbus membawa bibit tebu ke Amerika, khususnya Hispaniola.

Cabai

Penelitian yang ada menunjukkan bahwa cabai (Capsicum spp) dibudidayakan lebih dari 6.000 tahun lalu di Meksiko, di wilayah yang meluas dari Puebla Selatan dan Oaxaca Utara sampai ke Veracruz Tenggara, dan merupakan salah satu tanaman dengan penyerbukan sendiri yang dibudidayakan di Meksiko. Namun, cabai telah disebutkan dalam Siva Purana dan Wamana Purana, di India, yang berusiakan sekitar abad ke-6 sampai ke-8 M (Banerji, 1980). Nama Sansekerta-nya adalah marichi-phalam yang diterapkan untuk Capsicum annuum dan Capsicum frutescens (Nadkarni, 1914). Tanaman dan buahnya secara natural digambarkan dalam ukiran batu di sebuah candi Siwa di Tiruchirapalli, Tamil Nadu (Gupta, 1996). Sebuah ukiran tanaman cabai yang sangat eksplisit ditemukan pada panel dinding reruntuhan di kompleks Candi Prambanan, Jawa Tengah, yang berusiakan seribu tahun lebih.

Jagung

Penelitian yang ada menunjukkan bahwa jagung (Zea mays) dibudidayakan kurang lebih 10.000 tahun lalu oleh orang asli Meksiko. Namun, penyelidikan lapangan telah menemukan jenis jagung yang tidak biasa yang tumbuh di Asia (terutama di suku Sikkim di pedalaman Himalaya dan varietas “berlilin” di Myanmar, seluruh Tiongkok dan Semenanjung Korea), sebagian besar jauh dari daerah pesisir. Karakteristik dan distribusi jagung ini tidak dapat dijelaskan pada masa pasca-Columbus, karena varietas berlilin tidak dikenal di Amerika. Johannessen et al (1998a, 1989a) telah mendokumentasikan secara luas bahwa ukiran jagung – ratusan jumlahnya – terdapat pada dinding candi di Karnataka, India selatan. Seni ini biasanya berasal dari abad ke-11 sampai ke-13 M, tetapi beberapa buah adalah jauh lebih tua. Empat kata Sansekerta untuk jagung telah teridentifikasi, sedangkan Garuda Purana dan Linga Purana di India (abad ke-5 M) telah mencatat tentang jagung. Sebuah keramik yang ditemukan di Zhenghou, Tiongkok yang berusiakan sekitar 2.000 tahun menunjukkan bekas jagung yang tercetak sebelum dibakar. Sebuah ukiran tanaman jagung ditemukan pada panel dinding reruntuhan di kompleks Candi Prambanan, Jawa Tengah, di samping ukiran cabai, yang berusiakan seribu tahun lebih.

Ayam

Hasil analisis DNA purba yang dilakukan oleh Alice A Storey et al pada 2012 terhadap 48 tulang ayam yang berasal dari data arkeologi memberikan petunjuk tentang penyebaran ayam ternak oleh manusia pra-sejarah. Tanda genetis haplogrup E mtDNA menghasilkan petunjuk bahwa ayam terdapat di Eropa pada 1,000 tahun lalu dan di sekitar Pasifik pada 3.000 tahun lalu, yang menunjukkan beberapa dispersal pra-sejarah dari Asia. Kedua jalur penyebaran berkumpul di Amerika dimana ayam diperkenalkan oleh masyarakat Polinesia dan kemudian oleh orang Eropa.
Penelitian yang dilakukan oleh Martin Johnsson di Department of Physics, Chemistry and Biology Linköping University, Swedia pada 2015 menunjukkan bahwa ayam pertama kali dibudidayakan dari bentuk liarnya yang disebut ayam hutan merah (Gallus gallus), suatu spesies ayam yang masih terdapat secara liar di sebagian besar Asia Tenggara, kemungkinan dihibridisasi dengan ayam hutan abu-abu (Gallus sonneratii), yang dilakukan mungkin sekitar 8.000 tahun lalu. Penelitian tersebut menunjukkan kemungkinan adanya beberapa asal daerah yang berbeda di Asia Tenggara dan Selatan, termasuk Tiongkok Selatan dan Utara, Thailand, Myanmar dan India.

Anjing

Penelitian yang dilakukan oleh Mattias Oskarsson di School of Biotechnology, Royal Institute of Technology (KTH), Swedia pada 2012 menggunakan urutan DNA kromosom-Y menunjukkan bahwa anjing di Asia Tenggara di sebelah selatan Sungai Yangtze memiliki keragaman genetis yang tertinggi dan diturunkan dari sejumlah besar keturunan serigala. Ia menekankan bahwa penyebaran anjing pada masa awal adalah erat hubungannya dengan sejarah manusia dengan anjing sebagai bagian budaya mereka. Ia untuk pertama kalinya menyelidiki penyebaran anjing dari Asia Tenggara ke Polinesia dan Australia, dan hasilnya dapat digunakan sebagai bukti untuk menelusuri asal-usul masyarakat Polinesia yang telah sebelumnya terindikasikan dari studi arkeologi dan linguistis.
Peter Savolainen dari KTH-Royal Institute of Technology di Swedia dan Ya-Ping Zhang dari Kunming Institute of Zoology di Tiongkok pada 2015 secara bersamaan menunjukkan bahwa manusia pertama kali menjinakkan anjing di Asia Tenggara 33.000 tahun lalu, dan bahwa sekitar 15.000 tahun lalu subset nenek moyang anjing mulai bermigrasi kearah Timur Tengah dan Afrika. Penyebaran tersebut mungkin terinspirasi oleh sifatnya yang dapat bersahabat dengan manusia, tetapi mungkin juga bahwa mereka melakukan perjalanannya secara mandiri. Salah satu faktor pendorong yang mungkin adalah mencairnya gletser, yang mulai mundur sekitar 19.000 tahun lalu. Tidak sampai 5,000 tahun setelah mereka pertama kali mulai menyebar dari Asia Tenggara, anjing diduga telah mencapai Eropa. Sebelum akhirnya mencapai Amerika, salah satu kelompok di Asia telah berasimilasi dengan anjing yang telah bermigrasi kembali ke Tiongkok Utara.

Babi

Bukti arkeologi yang ada saat ini menunjukkan bahwa babi awalnya dibudidayakan setidaknya di dua tempat, di lembah Mekong dan di Anatolia, wilayah di Turki kini. Studi yang dilakukan pada 2007 terhadap materi genetis dari 323 babi modern dan 221 babi kuno di Eurasia Barat menunjukkan bahwa babi pertama kali datang ke Eropa dari Timur Dekat, tetapi Eropa kemudian menjinakkan babi hutan lokal, yang tampaknya menggantikan babi asli mereka.
Penelitian yang dilakukan oleh Laurent Frantz dari University of Oxford, Inggris dan Martien Groenen dari Wageningen University and Research Centre, Belanda beserta timnya menggunakan analisis komputer canggih terhadap 103 urutan genom keturunan babi hutan dan babi peliharaan dari seluruh Eropa dan Asia, yang diterbitkan dalam Nature Genetics pada 2015, menunjukkan bahwa babi memang berasal dua tempat berbeda tersebut. Tetapi babi Eropa moderen adalah campuran yang berasal dari beberapa populasi babi hutan. Beberapa materi genetis mereka tidak dapat ditemukan pada DNA babi hutan yang dikumpulkan oleh para peneliti tersebut, sehingga mereka berkesimpulan bahwa setidaknya nenek moyang mereka berasal dari salah satu kelompok yang telah punah atau dari kelompok lain di Asia Tenggara/Timur. Anomali ini menunjukkan bahwa babi telah dibawa dari satu tempat ke tempat lainnya, dimana mereka diasimilasikan dengan kelompok tersebut.

Gajah Kalimantan

Asal gajah Kalimantan (Elephas maximus borneensis) adalah kontroversial. Dua hipotesis yang bersaing berpendapat bahwa mereka adalah asli dari masa Pleistosen, atau dibawa dari tempat lain. Secara taksonomi, mereka telah diklasifikasikan sebagai subspesies yang unik atau ditempatkan dibawah subspesies India atau Sumatera. Prithiviraj Fernando et al pada 2003 telah melakukan penelitian terhadap DNA mitokondria gajah Kalimantan dan gajah yang terdapat di seluruh Asia. Ia menemukan bahwa gajah Kalimantan secara genetis adalah berbeda, dengan indikasi molekul yang divergen pada kolonisasi masa Pleistosen sekitar 300.000 tahun lalu. Pada waktu kenaikan permukaan laut di Zaman Es terakhir yang memisahkan Pulau Kalimantan dari daratan Asia, gajah di pulau ini menjadi terisolasi dari sepupu mereka di daratan Asia dan Sumatera dan kemudian berkembang menjadi sub-spesies gajah Asia yang berbeda. Gajah Jawa (Elephas maximus sondaicus) yang sekarang telah punah adalah identik dengan gajah Kalimantan.

Teori Atlantis di Sundalandia

Beberapa penulis telah secara khusus menyatakan hubungan yang jelas antara Sundalandia dan Atlantis-nya Plato. Dataran bawah laut Sunda adalah cukup cocok dengan deskripsi Plato tentang Atlantis. Topografi, iklim, flora dan faunanya bersama-sama dengan aspek mitologi lokal, semuanya menjadi hal yang meyakinkan untuk mendukung ide ini.
CW Leadbeater (1854-1934), seorang teosopis ternama, adalah mungkin yang pertama menunjukkan adanya hubungan antara Atlantis dan Indonesia dalam bukunya, The Occult History of Java. Peneliti-peneliti lain telah menulis tentang prasejarah daerah tersebut, diantaranya yang paling dikenal adalah mungkin Stephen Oppenheimer yang dengan tegas menempatkan Taman Eden di wilayah ini, meskipun ia hanya menyebut sedikit referensi mengenai Atlantis. Robert Schoch, bekerjasama dengan Robert Aquinas McNally, menulis sebuah buku dimana mereka menunjukkan bahwa bangunan piramida mungkin memiliki asal-usul dari sebuah peradaban yang berkembang di bagian-bagian Sundalandia yang kini terendam.
Buku pertama yang secara khusus mengidentifikasi Sundalandia dengan Atlantis ditulis oleh Zia Abbas. Namun, sebelumnya telah ada setidaknya dua publikasi internet yang membahas secara rinci perihal Atlantis di Asia Tenggara. William Lauritzen dan almarhum Profesor Arysio Nunes dos Santos keduanya mengembangkan situs internet secara luas. Lauritzen juga telah menulis sebuah e-book yang tersedia dalam situsnya, sementara Santos mengembangkan pandangannya tentang Atlantis di Asia melalui bukunya, Atlantis: The lost continent finally found. Dr Sunil Prasannan membuat sebuah esai yang menarik didalam website Graham Hancock. Sebuah situs yang lebih esoteris juga menyampaikan dukungan mengenai teori Sundalandia.
Dukungan lebih lanjut tentang Atlantis di Indonesia terjadi pada April 2015 dengan penerbitan buku,Atlantis: The lost city is in Java Sea oleh seorang pakar hidrologi, Dhani Irwanto, yang berupaya untuk mengidentifikasi fitur kota yang hilang dalam rincian narasi Plato dengan suatu lokasi di Laut Jawa lepas pantai pulau Kalimantan.

Referensi

Stephen Oppenheimer, Out-of-Africa, the peopling of continents and islands: tracing uniparental gene trees across the map, Philosophical Transactions of The Royal Society B (2012) 367, 770–784
Andreia Brandão, Ken Khong Eng, Teresa Rito, Bruno Cavadas, David Bulbeck, Francesca Gandini, Maria Pala, Maru Mormina, Bob Hudson, Quantifying the legacy of the Chinese Neolithic on the maternal genetic heritage of Taiwan and Island Southeast Asia, Human Genetics, April 2016, Volume 135, Issue 4, pp 363-376
Tatiana M Karafet, Fernando L Mendez, Herawati Sudoyo, J Stephen Lansing and Michael F Hammer, Improved phylogenetic resolution and rapid diversification of Y-chromosome haplogroup K-M526 in Southeast Asia, European Journal of Human Genetics (2015) 23, 369–373
Pedro A Soares et al, Resolving the ancestry of Austronesian-speaking populations, Human Genetics Volume 135, Issue 3, pp 309-326, March 2016
Timothy A. Jinam, Lih-Chun Hong, Maude E Phipps, Mark Stoneking, Mahmood Ameen, Juli Edo, HUGO Pan-Asian SNP Consortium and Naruya Saitou, Evolutionary History of Continental Southeast Asians: “Early Train” Hypothesis Based on Genetic Analysis of Mitochondrial and Autosomal DNA Data, Society for Molecular Biology and Evolution 29(11):3513–3527,  June 2012
Martin Johnsson, Genomics of chicken domestication and feralisation, IFM Biology, Department of Physics, Chemistry and Biology, Linköping University, Sweden, 2015
Storey AA, Athens JS, Bryant D, Carson M, Emery K, et al, Investigating the Global Dispersal of Chickens in Prehistory Using Ancient Mitochondrial DNA Signatures, PLoS ONE 7(7): e39171, 2012. doi:10.1371/journal.pone.0039171
Mattias Oskarsson, Analysis of the origin and spread of the domestic dog using Y-chromosome DNA and mtDNA sequence data, Division of Gene Technology, School of Biotechnology, Royal Institute of Technology (KTH), Stockholm, Sweden, 2012
Peter Savolainen et al, Out of southern East Asia: the natural history of domestic dogs across the world, Cell Research 26:21-33, 2015 doi:10.1038/cr.2015.147
Laurent A F Frantz, Joshua G Schraiber, Ole Madsen, Hendrik-Jan Megens, Alex Cagan, Mirte Bosse, Yogesh Paudel, Richard P M A Crooijmans, Greger Larson & Martien A M Groenen,Evidence of long-term gene flow and selection during domestication from analyses of Eurasian wild and domestic pig genomes, Nature Genetics Volume 47 Number 10, Oktober 2015
Prithiviraj Fernando, TNC Vidya, John Payne, Michael Stuewe, Geoffrey Davison, Raymond J Alfred, Patrick Andau, Edwin Bosi, Annelisa Kilbourn, Don J Melnick, DNA Analysis Indicates That Asian Elephants Are Native to Borneo and Are Therefore a High Priority for Conservation, PLoS Biology, Volume 1, Issue 1, 2003, pp 110 – 115
Peter Civáň, Hayley Craig, Cymon J Cox dan Terence A Brown, Three geographically separate domestications of Asian rice, Nature Plants 1, Article number: 15164, 2015, doi: 10.1038/ nplants.2015.164

Dhani Irwanto, Atlantis: The lost city is in Java Sea, Indonesia Hydro Media, 2015

***
Hak cipta © 2015-2016, Dhani Irwanto
Berdasarkan naskah asli Sundaland

Du’nga (Doa) Pantun Bogor

kipas angin dc multi fungsi (Keppe Motor Sangat Hemat Energi)

$
0
0

kipas angin dc multi fungsi

 melihat dari judulnya kipas ini punya kelebihan extra nampaknya hehehe..tapi memang betul kipas sederhana ini multi fungsi dan mempunyai kelebihan diantaranya ..

1-tentunya bisa nyejukin badan donggg
2- bisa menghasilkan energy
3=bisa berfungsi sebagai generator dc  pengganti solar panel
4- mampu mencharger accu motor/mobil sampai 8buah di parallel
5-bisa menyalakan lampu led (lumayan buat penerangan saat padam listrik)
6- kipas ini bisa dihidupin terus menerus tampa  khawatir kipas menjadi panas karena kipas ini menngunakan tenaga dc jadi pengoprasiannya tidak panas .dah terbukti selama 10 hari saya hidupkan kipas ini motor tetap dingin .untuk sementara hanya sebatas itu yang pernah saya coba .

mungkin klo dikembangkan lagi motor ini bisa berfungsi lebih banyak lagi dan klo kipas ini dikemas seperti kipas milik keppe motor mungkin tampilannya lebih menarik dan lebih kerren tentunya hehehe..
kipas ini saya buat menggunakan tehnik gabungan seperti window motor,keppe motor,dan bedini motor,
di bawah ini adalah contoh gambar kipas multi fungsinya. beserta sedikit tayangan videonya.

videonya bisa lihat dibawah ini..dan maaf klo berantakan coz bikinya dadakan dan sengaja dibikin video pendek maklum saya langganan internet yang murah uploadnya susah hihih…
dan buat para master atau  penggemar tehnology motor Dc  atau generator bagi-bagi ilmu/tehnik dongg karena saya masih membutuhkan bimbingan dan saran untuk menambah pengalaman..

https://www.youtube.com/watch?v=siog1AWGCb8

oke mungkin sampai disini dulu jumpa kita dan sampai ketemu di postingan berikutnya… jika ada saran dan masukan silahkan di bahas di kotak komentar..
terimakasih

http://ipoenkblb.blogspot.co.id/2015/10/kipas-angin-dc-multi-fungsi.html

 



Kapitayan AGAMA PERTAMA di Nusantara,Bukti bahwa Para Nabi Pernah diutus di Nusantara

$
0
0

SEBENARNYA AGAMA APA YANG ADA PERTAMA KALI BERKEMBANG DI NUSANTARA?

Agama yang paling awal berkembang di Nusantara adalah Kapitayan.

Sebuah kepercayaan yang memuja sesembahan utama yang disebut, “Sanghyang Taya” yang bermakna hampa atau kosong. Orang Jawa/Sunda Wiwitan mendefinisikan Sanghyang Taya dalam satu kalimat, “tan kena kinaya ngapa” alias tidak bisa diapa-apakan keberadaannya. Untuk itu, supaya bisa disembah, Sanghyang Taya mempribadi dalam nama dan sifat yang disebut “Tu” atau “To”, yang bermakna “daya gaib”, yang bersifat adikodrati.

Dalam bahasa Jawa kuno, Sunda kuno juga Melayu kuno, kata “taya” artinya kosong atau hampa namun bukan berarti tidak ada. Ini adalah istilah yang digunakan untuk mendefinisikan sesuatu yang tidak bisa didefinisikan, tan kena kinaya ngapa, sesuatu yang tidak bisa dilihat, juga tidak bisa diangan-angan seperti apapun. Ia ada tetapi tidak ada.



BAGAIMANA DASAR PEMAHAMAN AJARAN TERSEBUT?Dalam sistem ajaran Kapitayan yang begitu sederhana waktu itu, Sanghyang Taya tidak bisa dikenali kecuali ketika muncul dalam bentuk kekuatan gaib yang disebut “Tu”. “Tu” adalah bahasan kuno yang artinya benang atau tali yang menjulur. “Tu” inilah yang dianggap sebagai kemungkinan pribadi Sanghyang Taya.Tu” kemudian diketahui mempunyai sifat utama yaitu sifat baik (positif) dan sifat tidak baik (negatif). Yang baik bersifat terang dan yang tidak baik begitu gelap namun dalam satu kesatuan. “Tu” yang baik disebut Tuhan, dan “Tu” yang tidak baik disebut Hantu.“Tu” bisa didekati ketika dia muncul di dunia dalam sesuatu yang terdapat kata-kata ‘tu’. Seperti wa-tu, tu-gu, tu-nggak, tu-nggul, tu-ban, dan sebagainya, yang menyiratkan adanya kekuatan ghaib dari “tu” yang bersemayam. Biasanya orang-orang memberikan sesajen. Ini jaman purba sekali.

DALAM MENYEBARKAN AGAMA ISLAM APAKAH WALISONGO MENGADOPSI KAPITAYAN?

Memang Kapitayan ini diadopsi oleh Wali Songo untuk menyebarkan Islam. Karena selama 850 tahun Islam tidak bisa masuk pada kalangan pribumi yang mayoritas penganut Kapitayan. Karena apa? Karena para saudagar muslim Arab (yang belum paham ilmu tafsir dan takwil Al-Qur’an secara lengkap), menceritakan bahwa Allah itu duduk di atas singgasana bernama Arsy. Lho, itu kan seperti manusia?. Orang-orang pribumi yang memahami Kapitayan tidak bisa menerima logika seperti itu. Bagaimana Tuhan duduk, itu kan sama seperti manusia?

LALU PRINSIP AJARANNYA BAGAIMANA ?

Dalam ajaran Kapitayan tidak mengenal dewa-dewa seperti Hindu dan Budha. Nah, pada jaman Wali Songo, prinsip dasar Kapitayan dijadikan sarana untuk berdakwah dengan menjelaskan kepada masyarakat bahwa Sanghyang Taya adalah laisa kamitslihî syai’un, berdasarkan dalil al-Quran dan Hadis yang artinya sama dengan tan kena kinaya ngapa, sesuatu yang tidak bisa dilihat, juga tidak bisa diangan-angan seperti apapun.

Wali Songo juga menggunakan istilah ‘sembahiyang’ dan tidak memakai istilah shalat. Sembahiyang adalah menyembah ‘HYang’. Di mana? Di sanggar. Tapi, bentuk sanggar Kapitayan kemudian diubah menjadi seperti langgar-langgar di desa yang ada mihrabnya. Dilengkapi bedhug, ini pun adopsi Kapitayan. Tentang ajaran ibadah tidak makan tidak minum dari pagi hingga sore tidak diistilahkan dengan ‘shaum’ karena masyarakat tidak ngerti tapi menggunakan istilah ‘upawasa’ kemudian menjadi puasa.

Orang-orang dahulu jika ingin masuk Islam cukup mengucapkan syahadat, setelah itu selamatan pakai tumpeng. Jadi, Kapitayan selalu menyeleksi atas semua yang masuk. Jangan harap bisa diterima oleh Kapitayan bila ada agama yang Tuhannya berwujud seperti manusia. Karena, alam bawah sadar mayoritas masyarakat Nusantara akan menolak.

Hindu pun ketika masuk ke Nusantara juga diseleksi. Ajaran Hindu yang paling banyak pengikutnya waktu itu adalah Waisnawa, pemuja Wisnu. Namun karena terdapat ajaran yang menyatakan bahwa Wisnu bisa muncul dalam sosok manusia akhirnya ajaran itu habis tergusur, digantikan ajaran Siwa yang berpandangan bahwa Tuhan tidak bisa mewujud sebagaimana manusia.

MENURUT PERSEPSI ANDA, APA YANG DISEBUT KEJAWEN?

Kata Kejawen secara gramatika kebahasaan saja sudah salah. Dalam bahasa Jawa, tidak ada
kata Kejawen. Sebetulnya Kejawen diberikan kepada kelompok hasil reformasi yang dilakukan oleh Syaikh Lemah Abang di daerah pedalaman. Reformasi dari masyarakat “kawulo” yang artinya budak menjadi masyarakat merdeka sehingga menimbulkan konflik dengan elite Kesultanan Demak.

Syaikh Lemah Abang (Syekh Siti Jenar) membentuk banyak sekali Desa Lemah Abang, dari daerah Banten sampai daerah ujung timur Jawa. Para pengikut Syaikh Lemah Abang umumnya menentang tradisi Ritual dan Fiqh Kesultanan Demak.

99137-syekh_siti-jenar-abnsDalam buku Negara Kerta Bumi disebutkan bahwa Syaikh Lemah Abang pernah tinggal di Baghdad selama tujuh belas tahun. Oleh karena itu, pemahaman dia terhadap sistem kekuasaan banyak terpengaruh oleh sistem kekuasaan di Baghdad. (Syeik lemah Abang senetulnya kelahiran Persia/Iran dan merupakan ulama Sufi keturunan Nabi (Itrah Nubuwah,  https://ahlulbaitnabisaw.blogspot.com/2016/07/berdasarkan-riwayat-islam-syaikh-siti.html 

Ketika balik ke Nusantara, dia melihat realita Kesultanan Demak yang masih meneruskan pola kekuasaan Majapahit. Jika ada masyarakat yang akan menghadap sultan atau raja diharuskan nyembah dulu yang oleh Syaikh Lemah Abang dianggap tidak benar. Sebab ketika Syaikh Lemah Abang menghadap sultan maupun raja, dia tetap dengan posisi berdiri, tidak nyembah, dan sejak itu dia melarang masyarakat menyembah jika menghadap sultan.

Pokok ajaran KAPITAYAN:

Hamemayu Hayuning Bawono: Menata Keindahan Dunia”.

Kapitayan, Agama Universal Dari Tanah Jawa (Sundaland).
Wahai saudaraku. Jauh sebelum era perhitungan Masehi dimulai, khususnya di tanah Jawa sudah ada satu keyakinan pada Ke-Esaan Tuhan. Para leluhur kita dulu SUDAH SADAR DIRI, jauh sebelum ajaran agama baru yang di import dari Timur Tengah, India dan China hadir di Nusantara. Para beliau merasa bahwa KEYAKINAN itu adalah untuk DIPERCAYA dan DILAKUKAN ajarannya, bukannya menjadi bahan perdebatan atau malah dicarikan eksistensinya lalu menjadi sumber pertikaian dan peperangan. Oleh sebab itu, nenek moyang orang Jawa sudah membekali dirinya dengan pengetahuan tentang Dzat (kenyataan) Tertinggi serta tentang bagaimana bisa menemukan-Nya.
Ya. Orang Jawa dan Sunda dan  pada umumnya suku lain di Nusantara seperti Batak Parmalim, Kaharingan Dayak Borneo, To Manurung-Ila Galigo di Sulawesi, dll, di masa lalu telah percaya akan keberadaan suatu entitas yang tak kasat mata namun memiliki kekuatan Adikodrati yang menyebabkan kebaikan dan keburukan dalam kehidupan dunia. Mereka tidak pernah menyembah selain kepada Tuhan Yang Maha Agung. Meskipun ia adalah seorang Dewa atau Bhatara sekalipun, semua itu tetaplah mereka anggap sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan dan tentunya tidak layak untuk disembah sebagaimana Dzat Yang Maha Kuasa sendiri. Tuhan-lah yang orang Jawa yakini dan mereka sembah, yang telah mereka pahami sebagaimana yang disebut kemudian dengan istilah Sang Hyang Taya.
Memang pada masa itu orang Jawa belum memiliki Kitab Suci, tetapi mereka telah memiliki bahasa sandi yang dilambangkan dan disiratkan dalam semua sendi kehidupannya dan mempercayai ajaran-ajaran itu tertuang di dalamnya tanpa mengalami perubahan sedikitpun karena memiliki pakem (aturan yang dijaga ketat). Kesemuanya merupakan ajaran yang tersirat untuk membentuk laku utama yaitu Tata Krama (Aturan Hidup Yang Luhur) dan untuk menjadikan orang Jawa sebagai sosok yang hanjawani (memiliki akhlak terpuji).
Karena itulah, masyarakat Jawa yang cair (ramah dan santun), juga menerima dengan baik ajaran agama yang dibawa oleh kaum migran (Hindu, Buddha, Islam, Nasrani dan lainnya) selama mempunyai konteks yang sama dengan ujung MONOTHEISME (Tuhan yang satu). Sebab inilah banyak agama yang dibawa kaum migran lalu memilih basis dakwahnya dari tanah Jawa.
Sungguh, leluhur Jawa dulu selalu melihat bahwa agama itu sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi dengan sejumlah laku (mirip dengan “ibadah”). Ajaran mereka biasanya tidak terpaku pada aturan yang ketat dan menekankan pada konsep “keseimbangan”. Mereka hampir tidak pernah mengadakan kegiatan perluasan ajaran, tetapi melakukan pembinaan secara rutin. Simbol-simbol “laku” berupa perangkat adat asli Jawa, seperti keris, wayang, pembacaan mantera, penggunaan bunga-bunga tertentu yang memiliki arti simbolik, dan sebagainya itu menampakan kewingitan (wibawa magis), bukan inti ajarannya. Namun memang tidak bisa dipungkiri telah banyak orang (termasuk penghayat Kejawen sendiri) yang dengan mudah memanfaatkan ajaran leluhur itu dengan praktik klenik dan perdukunan, padahal sikap itu tidak pernah ada dalam ajaran para leluhur dulu.

Kemudian jauh sebelum agama Islam masuk, di Nusantara terdapat agama kuno yang disebut Kapitayan – yang secara keliru dipandang sejarawan Belanda sebagai Animisme dan Dinamisme. Agama ini adalah perkembangan dari ajaran dan prinsip keyakinan kepada Sang Hyang Taya sebelumnya. Dimana Kapitayan ini adalah suatu ajaran yang memuja sesembahan utama yang disebut Sang Hyang Taya, yang bermakna Hampa atau Kosong atau Suwung atau Awang-uwung. Dia-lah Dzat Yang Maha Kuasa dan Pencipta segala sesuatu.

Perlu diketahui bahwa konsep Hyang adalah asli dari sistem kepercayaan masyarakat Nusantara, khususnya di tanah Jawa, bukan konsep yang berasal dari ajaran Hindu atau Buddha dari India. Kata Hyang dikenal dalam bahasa Melayu, Kawi, Jawa, Sunda dan Bali sebagai suatu keberadaan kekuatan Adikodrati yang supranatural. Keberadaan spiritual ini bersifat Ilahiah yang mencipta, mengatur dan mempengaruhi segala sesuatu yang ada di alam jagat raya. Sesuatu Yang Absolut yang tidak bisa dipikir dan dibayang-bayangkan (Niskala). Tidak bisa didekati dengan panca indera. Orang Jawa lalu mendefinisikan Sang Hyang Taya dalam satu kalimat “Tan kena kinaya ngapa” alias tidak bisa diapa-apakan keberadaan-Nya. Untuk itu, agar bisa disembah, Sang Hyang Taya mempribadi dalam nama dan sifat yang disebut TU atau TO, yang bermakna “daya gaib” yang bersifat Adikodrati.
Perlu diketahui juga bahwa TU atau TO adalah tunggal dalam Dzat, Satu Pribadi. TU lazim disebut dengan nama Sang Hyang Tunggal. Dia memiliki dua sifat, yaitu Kebaikan dan Kejahatan. TU yang bersifat Kebaikan disebut TU-han disebut dengan nama Sang Hyang Wenang. TU yang bersifat Kejahatan disebut dengan nama Sang Hyang Manikmaya. Demikianlah, Sang Hyang Wenang dan Sang Hyang Manikmaya pada hakikatnya adalah sifat saja dari Sang Hyang Tunggal. Karena itu baik Sang Hyang Tunggal, Sang Hyang Wenang dan Sang Hyang Manikmaya bersifat gaib, tidak dapat didekati dengan panca indera dan akal pikiran. Hanya diketahui sifat-Nya saja.
Lalu, oleh karena Sang Hyang Tunggal dengan dua sifat paradoks itu bersifat gaib, maka untuk memuja-Nya dibutuhkan sarana-sarana yang bisa didekati panca indera dan alam pikiran manusia. Itu sebabnya, di dalam ajaran Kapitayan dikenal keyakinan yang menyatakan bahwa kekuatan gaib dari Pribadi Tunggal Sang Hyang Taya yang disebut TU atau TO itu ‘tersembunyi’ di dalam segala sesuatu yang memiliki nama TU atau TO. Para pengikut ajaran Kapitayan meyakini adanya kekuatan gaib pada wa-TU, TU-gu, TU-lang, TU-nggul, TU-ak, TU-k, TU-ban, TU-mbak, TU-nggak, TU-lup, TU-rumbuhan, un-TU, pin-TU, TU-tud, TO-peng, TO-san, TO-pong, TO-parem, TO-wok, TO-ya. Dalam melakukan bhakti memuja Sang Hyang Taya, orang menyediakan sesaji berupa TU-mpeng, TU-mbal, TU-mbu, TU-kung, TU-d kepada Sang Hyang Taya melalui sesuatu yang diyakini memiliki kekuatan gaib.
Kalau dalam Islam ada tingkatan-tingkatan ibadah seperti Syari’at, Thariqah, Hakikat dan Makrifat, maka di Kapitayan praktek di atas adalah proses ibadah tingkatan syari’at yang dilakukan oleh masyarakat awam kepada Sang Hyang Tunggal. Untuk para ‘ulama’-ulama’ sufi’ nya Kapitayan, mereka menyembah langsung kepada Sang Hyang Taya dengan gerakan-gerakan tertentu, pertama melakukan Tu-lajeg (berdiri tegak) menghadap Tutuk (lubang) sambil mengangkat kedua tangan dengan maksud “menghadirkan’ Sang Hyang Taya di dalam Tutu-d (hati). Setelah merasa sudah bersemayam di hati, langkah selanjutnya adalah tangan diturunkan dan didekapkan di dada yang disebut swa-dingkep (memegang ke-aku-an diri). Setelah dirasa cukup proses Tu-lajeg ini, kemudian dilanjutkan dengan Tu-ngkul (membungkuk menghadap ke bawah), lalu dilanjutkan lagi dengan Tu-lumpak (duduk bersimpuh dengan kedua tumit diduduki), dilanjutkan proses terakhir yaitu To-ndhem (bersujud). Sedangkan tempat ibadahnya disebut Sanggar, yaitu bangunan persegi empat beratap tumpak dengan lubang di dinding sebagai lambang kehampaan. Kalau Anda kesulitan membayangkan tempatnya, maka modelnya tidak jauh berbeda dengan langgar/musholla di desa-desa pada umumnya.
Untuk itu, seorang hamba pemuja Sang Hyang Taya yang dianggap shaleh akan dikaruniai kekuatan gaib yang bersifat positif (TU-ah) dan yang bersifat negatif (TU-lah). Mereka yang sudah dikaruniai TU-ah dan TU-lah itulah yang dianggap berhak untuk menjadi pemimpin masyarakat. Mereka itulah yang disebut ra-TU atau dha-TU (cikal bakal gelar Ratu dan Datu bagi para pemimpin kerajaan Nusantara).
Mereka yang sudah dikaruniai TU-ah dan TU-lah, gerak-gerik kehidupannya akan ditandai oleh PI, yakni kekuatan rahasia Ilahi Sang Hyang Taya yang tersembunyi. Itu sebabnya, ra-TU atau dha-TU, menyebut diri dengan kata ganti diri: PI-nakahulun. Jika berbicara disebut PI-dato. Jika mendengar disebut PI-harsa. Jika mengajar pengetahuan disebut PI-wulang. Jika memberi petuah disebut PI-tutur. Jika memberi petunjuk disebut PI-tuduh. Jika menghukum disebut PI-dana. Jika memberi keteguhan disebut PI-andel. Jika menyediakan sesaji untuk arwah leluhur disebut PI-tapuja lazimnya berupa PI-nda (kue tepung), PI-nang, PI-tik, PI-ndodakakriya (nasi dan air), dan PI-sang. Jika memancarkan kekuatan disebut PI-deksa. Jika mereka meninggal dunia disebut PI-tara. Sehingga seorang ra-TU atau dha-TU, adalah pengejawantahan kekuatan gaib Sang Hyang Taya. Seorang ra-TU atau dha-TU adalah citra Pribadi Sang Hyang Tunggal.
Sesajen yang melambangkan konsep-kosep ketuhanan yangf Maha Esa dalam ajaran kapitayan/Sunda Wiwitan

Sesajen yang melambangkan konsep-konsep ilahiyah Ketuhanan Hyang Maha Esa (Sang Hyang Tunggal) dalam ajaran Kapitayan/Sunda Wiwitan

Dengan prasyarat-prasyarat sebagaimana terurai di atas, kedudukan ra-TU dan dha-TU tidak bersifat kepewarisan mutlak. Sebab seorang ra-TU atau dha-Tu dituntut keharusan secara fundamental untuk memiliki TU-ah dan TU-lah, tidak bisa diwariskan secara otomatis pada anak keturunannya. Seorang ra-TU harus berjuang keras menunjukkan keunggulan TU-ah dan TU-lah, dengan mula-mula menjadi penguasa wilayah kecil yang disebutWisaya. Penguasa Wisaya diberi sebutan Raka. Seorang Raka yang mampu menundukkan kekuasaan raka-raka yang lain, maka ia akan menduduki jabatan ra-TU. Dengan demikian, ra-TU adalah manusia yang benar-benar telah teruji kemampuannya, baik kemampuan memimpin dan mengatur strategi maupun kemampuan Tu-ah dan TU-lah yang dimilikinya. Konsep kekuasaan RaTu dan DaTu ini mirip dengan konsep “:King Philosopoher”-nya Plato dari Yunani abad3 SM, atau mungkin saja justru Plato dengan Bukunya Republic ini justrui terisnpirasi oleh ajaran Kapitayan/Sunda Wiwitan dari Atlantis Nusantara (SUNDALAND). Konsep ini juga yang sebenarnya merupakah ruh dari konsep falsafah dan ideologi politik Pancasila yaitu sila ke-4 ; “Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan-Perwakilan.” serta Sila 1: “Ketuhanan Yang Maha Esa”
Tapi kemudian, pengaruh Kapitayan dalam sistem kekuasaan Jawa dengan konsep ra-TU dan dha-TU, mengalami perubahan ketika pengaruh Hinduisme terutama ajaran Bhagavatisme yang dianut oleh para pemuja Vishnu masuk ke Nusantara.
Ajaran Bhagavatisme dianggap lebih mudah dalam pelaksanaan ditambah sistem kepewarisan tahta kekuasaan raja yang bersifat kewangsaan, telah memberi motivasi bagi raja-raja Nusantara yang awal untuk menganut Vaishnava. Hanya saja, sekalipun pengaruh sistem kekuasaan Hindu dengan konsep rajawi dianut oleh penguasa-penguasa di Nusantara, namun sistem lama yang bersumber dari ajaran Kapitayan tidak hilang. Keberadaan seorang raja atau maharaja misalnya, selalu ditandai oleh kedudukan ganda sebagai ra-TU atau dha-TU. Sehingga seorang raja, dipastikan memiliki tempat khusus yang disebut ‘keraton’ atau ‘kedhaton’ di samping bangsal dan puri. Selain itu, seorang raja selalu ditandai oleh kepemilikan atas benda-benda yang memiliki kekuatan gaib seperti wa-TU, TU-nggul, TU-mbak, TU-lang, TO-san, TO-pong, TO-parem, TO-wok, dll. Karena memang dulu sistem kekuasaan di Nusantara mensyaratkan keberadaan ra-TU atau dha-TU dengan benda-benda yang ber-TU-ah.
Namun zaman pun berganti dan keadaan dunia juga berubah sangat drastis. Dan ironisnya agama Kapitayan sebagai tuan rumah pernah di tekan hebat oleh para tamunya. Contohnya ketika zaman kerajaan Kadhiri, penganut agama Hindu yang mampu merangkul penguasa saat itu menekan golongan Kapitayan sehingga mereka harus naik ke gunung Klothok dan gunung Wilis (artefak peninggalan Kapitayan banyak tersebar disana, sebagian dibawa kaum penjajah ke Leiden dan berkembang menjadi aliran kepercayaan Hasoko Jowo yang justru bermarkas di Leiden-Belanda sana).
Lalu di zaman kerajaan Tumapel/Singosari kejadiannya pun sama, penganut agama Hindu-Buddha menekan hebat kelompok ini hingga mengungsi ke pesisir selatan tanah Jawa. Selanjutnya di zaman kerajaan Demak, penganur agama Islam  yang melakukan penetrasi bahkan hingga sekarang ini. Dan yang terakhir di zaman Kolonial, penganut agama Nasrani mendapat tempat elite di sosial kemasyarakatan dan lainnya.
Sungguh, jika Anda mau bertanya seberapa ramah dan besarnya pengorbanan suatu peradaban menerima perobahan? Itu hanya milik peradaban tanah Jawa di Nusantara. Andai saja mereka bersikukuh pada keyakinannya dan mengabaikan nilai universal yang dipahaminya, saya amat yakin bahwa TIDAK AKAN ADA AJARAN AGAMA IMPORT BEGITU MUDAHNYA MASUK DI TANAH JAWA, bahkan tanpa pertumpahan darah. Justru yang belum yakin itulah yang bertanya dan kearifan tanah ini menjawab dengan bahasa semesta. Ketika agama Buddha dipahami dari sudut pandang Jawa, kita memiliki Borobudur yang dikagumi seluruh dunia dan dijadikan tempat pendidikan kelas dunia di masanya. Hal yang sama juga terjadi pada agama Hindu dengan candi Prambanan dan masyarakat Balinya. Kemudian agama Islam bahkan dengan pendekatan kebudayaannya telah menjadikan Walisongo sebagai ulama kelas wahid di Asia Tenggara dan lainnya, dan kini timbullah dengan apa yang dikenal dunia kini dengan sebutan Islam Nusantara.
Tapi, ketika semua dijalankan dengan kaku dan harus seperti aslinya di mana agama itu diturunkan, maka terjadilah benturan yang nyata. Dan ketika ada orang yang menganggap adalah sempurna bila agama dijalankan sejurus dengan adat di mana ia diturunkan. Maka JAWABANNYA ADALAH SALAH BESAR, karena tata nilai agama itu bersifat universal, sedangkan adat dianugerahkan pada suatu komunitas dan kekhususan lokasi. Sehingga jangan bermimpi untuk bisa hidup sempurna jika memaksakan sesuatu – terutama keyakinan – tanpa menyatupadukan dengan kultur dan karakter bangsa setempat.
Sebab, getaran semestanya (nyata dan gaib) akan melawan dengan hebat. Akan ada hukuman bagi siapa saja yang keliru dan bersikap tidak adil dan tidak bijaksana kepada sesama. Dan Tuhan itu adalah Sang Maha Kuasa, Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, lantas mengapa masih saja ada orang yang berani mengkerdilkan keperkasaan-Nya itu dengan mengatakan “Tuhan hanya paham bahasa atau cara kami saja”?. Sungguh aneh.
“Akan tiba waktunya di tanah Nusantara ini bangkit kembali ajaran kuno yang pernah berjaya di masa silam. Bukan hanya di tanah Jawa, tetapi membawa pengaruh bagi seluruh dunia. Ajaran itu sangat indah karena di dalamnya terdapat aturan hidup yang menuhankan Tuhan Yang Satu, mengabdi kepada Dzat Yang Maha Mulia, dan tunduk hanya kepada Dia Yang Maha Kuasa. Sebagaimana yang telah dikabarkan di dalam kitab suci semua agama besar dunia”
Wahai saudaraku. Semoga kita tetap bisa menjadi pribadi yang tidak berpikiran picik atau fanatik yang buta, karena itu hanya akan menyusahkan. Bahkan jika terus dipertahankan, maka kehidupan pun akan semakin kacau, karena kepicikan dan fanatik itu sendiri adalah sumber dari kebodohan. Bersikaplah bijaksana disertai hati yang lapang, dengan begitu tujuan hidup di dunia akan tercapai.
Artikel ini diadaptasi dan diedit oleh Ahmad Yanuana Samantho dari berbagai sumber (antara lain: Atlas Walisongo, Karya Agus Sunyoto dan 

 


Kebangkitan Seni Budaya dan Spirit Egalitarian Pakuan Pajajaran Anyar untuk Dunia

$
0
0

12 jam ·

Asyura Keluarga Besar Pakuan Pajajaran Bogor, Malam Doa, Munajat, Fikr dan Dzikir, Olah Rasa (Intuition) dan Rahsa (Intellectual & Heart Intuition) 1 – 10 Muharram, for the sake of Humanity, Indonesia Nation and Earth Salvation (Rajah Pamunah) / or Istighosah in NU Traditions, or Ruwatan Bumi (Ngertakeun bumi lamba) in harmonize with Sunda art and cultures performance as a spiritual and intellectual media enlightenment, base on Uga Wangsit Siliwangi: Welcoming Pray for The New Golden Age of The World (Pajajaran Anyar).Doa Shalawat pembuka acara oleh Habib Fahmi Zidane ( Mehdy Zidane) Tommy Sawyer, dan Ayah (Jaro…) dari Kanekes (Baduy Dalam ? Banten) sangat menggetarkan qalbu. Syukron ya Habib… Rajah Pamunah diiringi musik Sunda Akustik Bambu (Calempung, Suling, Kacapi), dll. by Kang Gola Gzhoulla Barghawazd dan Ginanjar Akil and Team. Suporting by all Prabu Siliwangi and Pakuan Pajajaran Imperium Lovers, and khususon by Mama Haji Mukawwa Ali, dan alam syahadah wal ghaib.
Foto Ahmad Yanuana Samantho.
Grup Musik Sunda Buhun Calempung Kang Gola  Bhagarzwadz dan Kang Ginanjar Akil
Foto Ahmad Yanuana Samantho.

Ki Lengser ti Cihideung Pamoyanan Gunung Salak secara simbolik menyerahkan 500 bibit Pohon tanaman keras kepada para Pinisepuh Keluarga Besar Keturunan Pakuan Pajajaran Bogor untuk ditanam di DAS Ciliwung dan Cisadane supaya Jabodetabek tidak Banjir Bandang ke depannya.

Foto Ahmad Yanuana Samantho.

Ki Ahmad Yanuana Samanto (Budayawan-Sejarawan-Filosof/Resi?), Kang Gingin (Pandita-Seniman-Budayawan)  dan TB Syani (“Kean SanTang nu kadua?”)

Foto Ahmad Yanuana Samantho.

Mama Ki Haji Mukawwa Ali (Sesepuh Pemelihara Aset Pakuan Pajajaran)

dsc_0017Ayah…….. Jaro Baduy Kanekes Banten

dsc_0030


padepokan-pakuan-pajajaran

img_0410

copy-of-kujang1.jpg

Komentar

Ahmad SahidinAhmad SahidinMohon diceritakan sedikit Pak biar semua memahami
Senin, 03 Oktober 2016

Sambut Bulan Muharram, Mengapa Masyarakat Jawa Menyebutnya ‘Suro’?

 023089800_1414150654-tapa-bisu-20141024-johan

IslamIndonesia.id – Sambut Bulan Muharram, Mengapa Masyarakat Jawa Menyebutnya ‘Suro’?

Tadi malam (2/10), sebagian masyarakat Yogyakarta mengikuti prosesi tradisi ‘Mubeng Benteng’ yang menandakan masuknya bulan Suro atau Muharram dalam kalender Hijriah. Berbeda dengan suasana menyambut tahun baru Masehi, Mubeng Benteng yang berjalan  tanpa alas kaki itu dilakukan dengan suasana sunyi, tidak boleh bicara.  Tidak seperti Sapar (Safar), Rejeb (Rajab), Ramelan (Ramadhan), yang namanya indentik dengan nama-nama bulan Hijriah, nama bulan  ‘Suro’ (sura) tidak demikian. Mengapa bulan tahun baru disebut oleh orang Jawa dengan Suro (Sura)?

Lalu, mengapa pada tahun 1625 Masehi (1547 Saka), Sultan Agung, – pemimpin kerajaan Mataram Islam –  mengeluarkan dekrit untuk mengganti penanggalan Saka yang berbasis perputaran matahari dengan sistem kalender kamariah atau lunar (berbasis perputaran bulan)?

Uniknya lagi, angka tahun Saka tetap dipakai dan diteruskan, tidak menggunakan perhitungan dari tahun Hijriyah (saat itu 1035 H). Hal ini menguatkan fakta sejarah bahwa Islam yang menyebar pertama kalinya di Jawa ialah Islam yang tidak anti-budaya, toleran dan terbuka.

Memasuki bulan Muharram atau Suro dalam kalender Jawa, di Yogyakarta misalnya, sejumlah tradisi atau ritual mulai digelar. Seperti tapa brata atau tapa bisu mubeng beteng  yang berarti berjalan mengelilingi beteng keraton di malam atau 1 Suro. Tidak hanya itu, beberapa hari setelahnya diikuti oleh sejumlah ritual seperti sajian bubur suro,siraman pusaka, labuhan dst.

“Tradisi menyambut Muharram atau “bulan Suro” merupakan hal yang menjadi salah satu budaya penting bagi masyarakat Muslim Jawa, baik yang berdomisili di Jawa maupun yang sudah hijrah (transmigrasi dan bermukim di pulau lain),” kata KH. Muhammad Sholikhin, tokoh Nahdlatul Ulama asal Boyolali.

Seperti diketahui, sebagian masyarakat masih meyakini ‘efek mistis’ bulan ini seperti larangan atau pantangan melakukan pernikahan, apalagi kegiatan yang bersifat ‘pesta’. Sedemikian sehingga bulan yang dianggap sakral ini, nyaris diisi dengan ritual-ritual keprihatinan.

“Namun mengenai kekeramatan bulan Suro bagi masyakat Islam-Jawa, lebih disebabkan oleh faktor atau pengaruh budaya kraton, bukan karena “kesangaran” bulan itu sendiri” kata Kiyai Solikhin

[Baca: Benarkah Dimensi Mistis Islam Jawa dari Hindu?]

Karena itu, asal usul tradisi ini pun, menarik dikaji lebih mendalam. Dari mana dan bagaimana bisa sampai diperingati secara khas dan turun-temurun oleh masyarakat Jawa, khususnya Yogyakarta, meskipun kini terlihat tenggelam oleh zaman yang dikatakan modern ini.

Menurut Kiyai Solikhin, kata “Suro” sebenarnya berasal dari kata “Asyuro” dalam bahasa Arab yang berarti “sepuluh”, yakni tanggal 10 bulan Muharram. Ditetapkannya 10 Muharram atau Asyuro sebagai nama awal bulan dalam kalender Jawa memiliki arti yang sangat penting. Dari keseluruhan peribadatan dalam Muharram, yang paling populer adalah ritual pada hari Asyuro, atau hari kesepuluh bulan Muharram. Terkadang juga, kata Kiyai Solikhin, ditambah dengan satu atau dua hari sebelumnya (tarwiyah = 8, hari kedelapan dan tasu’a = 9 ), dan juga ditambah pula satu hari sesudahnya (tanggal 11).

Di sisi lain, menurut Budayawan Ki Herman Sinung Janutama, peristiwa 10 Muharram memiliki banyak peristiwa besar sejak ribuan tahun sebelumnya. Dari Nabi Adam sampai Nabi Isa, dan hijrah Nabi  Muhammad lalu akhirnya sampai peristiwa yang memprihatinkan, yaitu wafatnya cucu kanjeng Nabi dengan kesatria, Sayyidina Husain, di padang Karbala itu. Dalam lidah orang-orang Jawa dahulu, kedua cucu Nabi itu juga populer dengan sebutan Kasan (Hasan) dan Kusain (Husain).

Begitu pentingya pesan Asyuro sehingga, oleh Sultan Agung, bulan pertama dalam kalender Jawa dinamakan Suro. Disamping Suro sendiri, dalam bahasa Kawi, artinya “keramat” atau “sakti”, kata Ki Herman.

Ritual di bulan Suro bagi masyarakat Jawa terbilang cukup padat. Dari malam pertama bulan Suro hingga hari ke sepuluh termasuk setelahnya memiliki hari-hari yang memiliki nilai kesakralan. Di hari yang diyakini sakral itulah, masyarakat Islam Jawa, termasuk di Yogyakarta menyikapinya dengan berbagai ritual yang merupakan tradisi turun temurun. Dan salah satu yang paling populer adalah, tradisi bubur Suro.

Warga masyarakat di sekitar membantu memasak dan penyajian bubur Suran di Pura Pakualaman

Dalam karyanya, ‘Misteri Bulan Suro Perspektif Islam Jawa’ (2010), Kiyai Solikhin menjelaskan dua tafsir bubur Suro yang umumnya terdiri dari dua warna ini. “(Pertama) untuk mengenang kesyahidan, maka dibuatlah sedekah dalam bentuk bubur merah dan putih sebagai simbol keberanian Husain membela kebenaran. Ada juga yang menafsirkan bubur merah dan putih sebagai simbol dari Hasan-Husain sebagai cucu kesayangan Rasulullah sehingga dalam kenduri yang berhubungan dengan kelahiran anak, umumnya kedua macam bubur ini disajikan.”

Di sisi lain, peristiwa hijrahnya Kanjeng Nabi Muhammad yang lolos dari kejaran musuh merupakan peristiwa yang paling berpengaruh dalam tradisi Suro di Yogyakarta, sedemikian sehingga menurut Ki Herman Sinung Janutama, inti bulan Suro adalah keperithatinan atau ikut merasakan keperihatinan kanjeng nabi dan keluarganya.

Kembali pada “Mubeng Benteng” menyambut bulan Suro. Tradisi ini dilakukan berjalan kali dari dalam kraton ke pojok beteng wetan – pojok beteng kulon – kemudian kembali lagi ke dalam kraton. Saat melaksanakan Mubeng beteng, tidak boleh berbicara selama tradisi berlangsung sehingga tradisi ini disebut juga tapa brata atau tapa bisu. Menurut beberapa pendapat, masyarakat yang ikut dalam kegiatan ini percaya, jika berhasil (ritualnya) maka apa yang diharapkan terkabul.

Tembang Macapat yang merupakan lagu bahasa Jawa diambil dari ayat kitab suci menjadi pendahuluan prosesi baku Mubeng Benteng memperingati Tahun Baru Jawa, 1 Suro. Tembang macapat ini dilantunkan oleh dua orang prajurit pilihan Kraton Yogyakarta. Tembang ini untuk  memantapkan niat masyakarat yang ingin dan akan melakukan ritual  Mubeng. Ada beberapa surat Al Qur’an  yang ditembang khusus dalam bahasa Jawa. Prosesi laku Mubeng Benteng biasanya dimulai pukul 21.30 waktu setempat dengan prosesi pertama; melantunkan tembang.  Tepat pukul 00.00, para peserta prosesi Mubeng benteng mulai melangkahkan kakinya yang tanpa alas kaki itu bertepatan dengan pergantian tahun baru Jawa. []

[Baca: Jawa Sejati Muslim Sejati (Telaah 7 Tapa Ki Ageng Suryomentaram)]

Foto Profil Antonio Roberto
Antonio Roberto,   27 September pukul 18:52

THE AGE OF PARTNERSHIP MAY END COMPETITION

A-Salaam Alaikum – (Peace be upon you)
Wa-Alaikum-Salaam (and unto you, peace)

Shalom // Salaam // Peace

MAY PEACE BE UPON ALL OF EARTH>> Which, in Bond and purity, in JOY and UNION, shall receive this New Era in harmony.

It is, after all, the ERA of integration, and so shall be the ERA OF PEACE among the Nations //. among all mankind. Reunited into one common quest. SUSTAINABILITY.

It will be, even according to prophecies, one era of PEACE and of LIGHT – Wisdom.
Mankind will be, again, holding dear the true values. Those are sustainability, resources, sharing, peace.

And all Abrahamic (monotheistic) religions and all Multiple gods religion will again live togethre with their essence, Paganism.

This ultimate peace in this war that extends for millennia will be accomplished without fear and without prejudice, what undermines any relation, and communication.

In the past, it had destroyed this wold. And it continued inhabiting the darkness for ages… We are now REASCENDING into light, into Golden Age, back again!!

WHAT THE WORLD SEEKS IS SAME – CONSCIENCE

.. and the WORLD IS GAINING CONSICIENCE – even the animals and the machines are… Funny, this. Even we, ourselves, everyday, gaining conscience, awareness. And so, peace and resolution results, compromise. And the environment is saved.

as are all the other religions.. the othe languages of this DIVERSE world. Be it in peace under one // or many gods. – or even unfder ONE GOD WHO IS ALSO MANY...

As in PANCASILA teaches.. different views they are .. MAy they coexist for the COMPLETION — DIVERSITY – our major value…

Now, HEAR THIS all seekers of light. truth..wisdom..
The wise has no prejudice. We shall JUDGE in the end. after being in the know.

ALL RELIGIONS ARE GOOD> All superstitions are valid. All good intentions produce good deeds.

RELIGION _ REUNITES _ RECONNECTS

Through RELIGION /.we all are RECONNECTING ..(Religion – from Latin “religare”. = “reconnect”

and we all are gaining conscience.. evolving in this Process. in exchange, connection..>
we all benefit from COMPASSION, company, communication, communion, >> Community “Like one Unity”.. So be it.

the purpose of every religion is to REUNITE us in peace>>
to REUNITE us and integrate us to the DIVINE >

and they were made NOT to divide us., but to divinize us.. inspire. co-inspire.
not to “conspire”. Religion is good. some man are evil and may distort even the good things. our ignorance lets us see not . the THE WORLD IS GOOD> essentially. most of it ( 90%) religious, faithful…

PROPHETS AND SAVIOURS

Together we are in the QUEST FOR TRUTH THAT SHALL SETS US FREE like Jesus Christ said.

The Prophets of all times have always helped in returning the pack to the path….

Long Live the Prophet.

 ONE COMMON SOURCE

the most important thing is to know SOURCE> SOURCE is TRUTH .,. .
and truth is SOURCE IS SUNDA>>
and THE WORLD HAD ONE SINGLE SOURCE>>> which now lie sfragmented, waiting for RECONNECTION . of its particles into ONE body.

the common cradle / source of Humanity.. of all races and religions

as we know SOURCE .. we realize we ALL CAME FROM A SINGLE SPOT —SUNDA>> and SUNDA come sto free us all .. with INSTRUCTION and to avoid DESTRUCTION .

Sunda is the COMMON CRADLE of all races.. it is the true set of the Bible..
it is the cause of current disrupture in the world .
it is the source of current loss of memory.. ( ORIGIN = ORIENT )
So in need of ORIENTATION>. ( Orient – Origin – is what Orients us ..)

WE NEED HOME LAND . to orient us back again . we eneed ancestral wisdom., we need the FATHER / MOTHER LAND

the true cradle of all Abrahamic races.. .the true cradle of Abraham.. of Atlantis and of science SUNDA is the true model for the world and for the Muslims.. to REUNITE them into ONE PEOPLE >. and to reunite them further to the world ..

THE WORLD NEEDS ORIENTATION AND MODERATION

INDONESIA shall come forward as a MODEL of MODERATION>>>

as it is the ONE and TRUE source of our heritae, our wisdom, it should RECOMPOSE itself.. SHOW its true value. and DIRECTION ..
for the sake of the world .. yes.

Come on . INDONESIA> come forward. REUNITE / TEACH US HOW .

The MUSLIMS need an immediate orientation in the whole world ,. they need to learn ACCEPTANCE and value DIVERSITY and PEACE as Abraham intended – Long Live the Prophet.

Indonesia is a model of Republic, of politics, dfiplomacy and laws… as it created in the dawn of times… when it createed the profound concepts of SANGHYANG and of UNITY IN DIVERSITY>> of PANCASILA .. the many “Faces of Brahama”. and a concept so advanced tht can make for the whole world to recover / integrate /harmonyze…

One “MODEL” (PARADIGM) that allows for the ultimate PEACE> one WORLD PEACE> that MUST come from the Muslims and Jews together, in order to AVOID A NUCLEAR WAR that could take place in this world, again.

In the last nuclear war that decimated the world, divided and made it lose its memory, the one war that created the Great Flood and the separartion of INDONESIA a great CONTINENT into miryad of islands… .. was due to the wickedness of man the past… the wrath of the gods (Volcanoes) have caused a Mega Tsunami of World proportions and the end of the Ice Age…

and to KNOW THIS .. that the world has been destroyed in a Nuclear War, will save us from happening again… This knowl;edge of the past only will prevent this in our future.

such is the importance of knowing this story..
THE STORY OF SUNDA / ATLANTIS

WE ALL AIM FOR PEACE AND TRUTH

Now .. PEACE is what the Christians, Muslims and Jews claim in their preach..
PEACE BE UPON YOU = (Wa-Alaikum-Salaam) = (Shalom) = Pax

all these three religions, Muslims, Jews, Christians, desire essentiallty “PEACE” = ( PAX , SHALOM , SALAAM, etc…)

Now . this saying of millennary origin is the compliment that binds people ..
PEACE> YOU … YOU + PEACE>> it has been like this for many millennia.

PEACE BE UPON YOU… the raising of the White flag…

since early times .. there were only two options for man, or for Nations:
PEACE or WAR>>>> a matter of choice, of times.. of wisdom >
a matter of choice.. .partnership or competition… that went throgh the ages

And there were the two possible FLAGS to be raised> a WHITE FLAG of peace (water) and a red flag of war (fire) .

Only SUNDA is FIRE / WATER … .RED //WHITE >. SANGHYANG .. having COMPLETE diversity yet UNITED> REUNITED>

Only Indonesia has its Flag, esesntially superior Half Red (Fire) and inferior half White (water)… That is the same as the symbol of the Jews, the star composed of two inverted triangules, the portrait of God, jut like the Yin Yang, showing a dual essence…

 DUALITY AND RELIGION

now >..Where there is . FIRE and WATER .. we have the DRAGON and the TIGER >. or we have SANGHYANG >. the true marrying principles… of OPPOSITE FORCES >> (WAR and PEACE)

this is the very essnce of ALCHEMY .. the marrying of oppposite complementary principles..

times of war alternate with time of peace,..

ERAS

the ERA OF COMPETITION is over. We now enter the AGE OF PARTNERSHIP .. the Age of Share.. WE WIN!!!

and races bond..(for a RACE is a RUN while HUMANITY is “ONE UNITY” ).. and in time we converge to see. ALL OF US QUEST THE SAME and BOND is sure to happen
than when our intelligence integrates all again .. reintegrates ourselves. integrates the New Era.. the Planet evolves..

in time .. we ENCOUNTER ..PEACE .. and live together in harmony.. war ceases top be mandatory . we profit from PARTNERSHIPS> more than from WARS>>

Just as promissed by the Prophets.. a New Dawn to humanity.. a time of peace and consideration .. a time of truth and much learning ..

in the end.. .All gods are good. As they come and go .. in time.. Only the Supreme truth lasts ..and that is . .certainly. LOVE> and truth is source is one .. source is Sundfa..
Only thee we can find the lost love and end this quest for our common Paradise..

May Allah Blesss your ways enormously.

OBARAKATO – THANK YOU

 

Nurjanah LailaNurjanah Lailaasyura nusantara
Ginanjar AkilGinanjar Akilwish you there with me, Ahung, Rahayu suasti astu nirmala seda malilang ❤️🌹
Ahmad Yanuana SamanthoAhmad Yanuana Samantho, Doa Shalawat pembuka acara oleh Habib Fahmi Zidane ( Mehdy Zidane) Tommy Sawyer, dan Ayah (Jaro…) dari Kanekes (Baduy Dalam ? Banten) sangat menggetarkan qalbu. Syukron ya Habib… Rajah Pamunah diiringi musik Sunda Akustik Bambu (Calempung, Suling, Kacapi), dll by Kang Gola Gzhoulla Barghawazd dan Ginanjar Akil and Team. Suporting by all Prabu Siliwangi and Pakuan Pajajaran Imperium Lovers, and khususon by Mama Haji Mukawwa Ali, dan alam syahadah wal ghaib.
Foto Ahmad Yanuana Samantho.
 Lambang kerajaan Pakuan Pajajaran Anyar (?)
Foto Ahmad Yanuana Samantho.
Nurjanah Lailaasyura nusantara

 

Ginanjar AkilGinanjar Akilwish you there with me, Ahung, Rahayu suasti astu nirmala seda malilang ❤️🌹

 

Ahmad Yanuana SamanthoAhmad Yanuana SamanthoDoa Shalawat pembuka acara oleh Habib Fahmi Zidane ( Mehdy Zidane) Tommy Sawyer, dan Ayah (Jaro…) dari Kanekes (Baduy Dalam ? Banten) sangat menggetarkan qalbu. Syukron ya Habib… Dan Du’a (dunga) Rajah Pamunah diiringi musik  Akustik Bambu Sundadsc_0017(Calempung, Suling, Kacapi), dll by Kang Gola Gzhoulla Barghawazd danGinanjar Akil and Team. Suporting by all Prabu Siliwangi and Pakuan Pajajaran Imperium Lovers, and khususon by Mama Haji Mukawwa Ali, dan alam syahadah wal ghaib.
Mehdy ZidaneMehdy Zidane: ” Sesungguhnya makna tawasul itu mengundang nama2 orang yg disebutkan di dalamnya. Saya sendiri tidak punya arti apa-apa kang, maka itu supaya saya punya arti apa-apa maka selayaknya saya tawasul (mengundang) kehadiran para manusia pembebas kemanusiaan dari kemunafikan dan penindasan. Saya berharap semoga paguyuban urang sunda menjadi wadah yg diridhoi mereka alaihissolatu wassalam. Terutama wa bil khusus untuk Mama, Kang Ahsa, Kang Wawan, dan Kang Syany. Semoga pemikiran mereka yang akan mengembalikan kejayaan negeri pasundan. Amin”
Ahmad Yanuana SamanthoAhmad Yanuana SamanthoAhuung,,, Allahu Akbar, Subhanallah wa hamdulillah.
Suncana Diana PurbasariSuncana Diana PurbasariVery nice overview on Sacred Sunda Music Culture Kang Ahmad Yanuana Samantho Rahayu Sagung Dhumadi _/|\_ Hatur Nuhun
Mehdy ZidaneMehdy ZidaneSemoga Allah menjadi saksi, tadi malam ane seperti menemukan keluarga baru. Dengan semua corak warna penampilan tapi satu spirit yaitu kembali kepada hakikat kemanusiaan, kemanusiaan yg ane maksud bukan humanisme loh, tp lebih dari itu… karena humanisme belum bisa menjawab apapun pada akhirnya, humanisme masih meninggalkan PR besar, tapi kemanusiaan yg ane maksud adalah obat instat sejwnis penisilin bahkan lebih dahsyat, untuk mencegah manusia berubah menjadi setan (illuminati)
Suncana Diana PurbasariSuncana Diana PurbasariBeautiful Kang Mehdy Zidane#ALLHUMANUNITY Ahuung Tatya Ahuung 🙏🏼
Pontjo WidodoPontjo Widodo Pntn wengi teu tiasa ngiringan…Mugi acarana berjalan lancar sesuai target demi Kamaslahatan Umat. Aamiin YRA.
Pontjo WidodoSukses acaranya ya Toy …!?.
Herman W LennonHerman W Lennonnaon sih ieu? kegiatan Alumni nya? teu kabar2 ka sy euy…hehehe
Ahmad Yanuana SamanthoAhmad Yanuana SamanthoAlumni smpn2 1980 yg udah tersedot alam ghaib ruhiyah
Herman W LennonHerman W Lennonhahahaha…di alam dzohir geus teu diaku meureun Toy..jadi lumpat ka alam ghoib.
Ginanjar AkilGinanjar Akilhatur nuhun kang Ahmad Yanuana Samantho, urang tiasa tepung lawung, mugia teras urang ditangtayungan ku nu rahayu, Ahung tatya ahung 🙏
Ahmad Yanuana SamanthoAhmad Yanuana SamanthoPan alam ghaib (spiritual) yg menggeraknya dan menghidupkan alam dzahir kang Herman W Lennon, masa dikau lupa?
Ahmad Yanuana SamanthoAhmad Yanuana SamanthoPontjo Widodoo, insya Allah akan rutin
Pontjo WidodoPontjo WidodoInsha Alloh lain wkt ikutan Toy …

WilmurianWilmurianHeuheuheu sae pisan kang Ahmad Yanuana Samantho, mugia tradisi Sunda tiasa janten nafas kahuripan sadayana….

Ahmad Yanuana SamanthoAhmad Yanuana SamanthoAhuung,,, Allahu Akbar, Subhanallah wa hamdulillah.
Suncana Diana PurbasariSuncana Diana PurbasariVery nice overview on Sacred Sunda Music Culture Kang Ahmad Yanuana Samantho Rahayu Sagung Dhumadi _/|\_ Hatur Nuhun
Suncana Diana PurbasariSuncana Diana PurbasariBeautiful Kang Mehdy Zidane#ALLHUMANUNITY Ahuung Tatya Ahuung 🙏🏼
Pontjo WidodoPontjo WidodoPntn wengi teu tiasa ngiringan…Mugi acarana berjalan lancar sesuai target demi Kamaslahatan Umat. Aamiin YRA.

Pontjo WidodoPontjo WidodoSukses acaranya ya Toy …!?.

Ahmad Yanuana SamanthoAhmad Yanuana SamanthoAlhamdulillah. Pada saat yang sdama siang hari 1 Muharam tahun 1950 Caka Sunda di Masyarakat Adat Sunda Wiuwitan di Cigugur Kuningan, ini laporan Kiriman Kang Tharyana Sastranegara



dan di Suklabumi di Padepokan Giri Tresna Wangi

 

 


Kejayaan Nusantara Ada dalam Ramalan Nabi “SIND adalah SUNDA-LAND NUSANTARA” Bukan Cina

$
0
0
Atas dasar membaca komen-komen dari para sahabat yang sering kali menyebutkan bahwa : “Tuntutlah ilmu sampai negeri China” maka saya berkehendak untuk menyampaikan :
“SHIND itu Nusantara!”
Pada kisaran abad ke VII, dunia sedang melalui salah satu masa kelamnya. Di benua Eropa pada saat itu sedang mengalami era ‘Dark Ages’ – Masa Kelam. Kerajaan Romawi yang dominan dengan sifat ekspansif disertai militernya yang terkenal tangguh sedang mengalami turbulensi diakibatkan oleh korupnya kepemerintahan dan tersandera oleh pemberontakkan domestik. Di belahan bumi lainnya yakni benua Amerika, suku-suku Indian juga saling bersaing menghancurkan sesamanya demi dapat diakui eksistensinya. Sedangkan di benua hitam Afrika dan jazirah Arab pada masa itu masih terbelakang dengan suku-suku nomadennya yang berpindah-pindah tempat mengikuti hembusan angin.
Jauh di sudut Selatan bumi yaitu benua Australia, dihuni oleh suku asli aborigin yang berbudaya primitif.
Di Asia, kita langsung saja ke China, tidak perlu disangsikan lagi bagaimana pada tempo itu sedang berkecamuk perang saudara besar-besaran diantara 5 dinasti yaitu Sui, Chen, Jian, Jin dan Tang yang telah memporak-porandakan seluruh dimensi dalam aspek kehidupan bermasyarakatnya. Jadi, adakah sekiranya yang patut dijadikan contoh suri tauladan diantara diatas?
Hadits : “Uthlubul ilmi walaw bi shind” / “Tuntutlah ilmu meskipun dengan SHIND”
SHIND dalam Sansekerta kuno memiliki arti NEGERI BERPERADABAN MAJU.
Kata Shind di sini bukanlah China tapi Hindia Timur (Nusantara).
Hadits ini disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW pada masa kenabian Beliau dimana kondisi dimuka bumi ini sedang dikonsumsi oleh demoralisasi secara masif yang bersifat jahilliyah (kebodohan) yang dapat berakhir kepada kemunduran bahkan kehancuran peradaban kemanusiaan itu sendiri. Sudah sepatutnya Beliau akan mereferensikan umat manusia untuk mengambil ilmu dari negeri-negeri yang maju dan layak dijadikan uswatun hasanah (contoh kebaikkan).
Syahdan, ada sebuah negeri yang memiliki kriteria gemah ripah loh jinawi termaksud, dimana iklim tropis nan bersahabat dilindungi oleh langit biru nan ceria yang dihiasi oleh banyak mahluk indah berwarna-warni beterbangan dan dilengkapi oleh dataran nan hijau subur kaya hayati maupun nabati disertai terbentang luasnya lautan nan biru penuh isi. Itulah negeri yang merupakan kepingan surga yang jatuh serta mendapat berkah dari langit maupun bumi dan disitulah Negeri Shind.
Menelaah jabaran kondisi di bumi yang berkontradiksi dengan saat itu dimanakah sekiranya alam Negeri Shind terlabuh? Di ujung Hindia bagian Timur!!! Di sanalah tempatnya, sebuah wilayah yang kita kenal sekarang dengan sebutan Nusantara. Pada era tersebut didominasi oleh sebuah kerajaan besar yang mendunia. Yang apabila disebutkan namanya niscaya akan menggetarkan hati lawan maupun kawan. Elok dan permai negerinya tapi jangan sekali-kali meremehkannya, serentak para ksatrianya akan meluluhlantakkan para musuh.
Julukan Lumbung Pangan Dunia digelarkan karena pencapaian keakbarannya dalam swasembada pangan, dengan disertai masyarakatanya yang taat hukum, berperadaban maju, tertata dalam bernegara dan sudah tentunya sebagai penguasa maritim dunia. Kerajaan ini dikenal dengan sebutan Kerajaan Sriwijaya dan era keemasan wilayah Negeri Shind ini dilanjutkan oleh Kerajaan Majapahit yang tidak kalah dahsyatnya.
Belum lagi kita bicarakan masa-masa jauh sebelum keemasan kerajaan-kerajaan diatas. Bila kita perhatikan dengan seksama di relief-relief yang terdapat di candi-candi yang ada di Nusantara, terpahat jelas bahwa peradaban leluhur kita semua adalah sangat tinggi. Manusia dari seluruh penjuru dunia datang untuk belajar dan tunduk kepada nenek moyang kita (Salah satu contoh : Relief Candi Penataran – banyak peradaban dari luar datang untuk ditatar/digurui).
Sejarah peradaban bangsa kita lebih tua dan jauh lebih maju dari peradaban manapun di dunia! Bukti, Gunung Padang dengan usia, mega stuktur dan segala kemisterian yang terkandung dirahimnya dan kita yakini bahwa masih banyak Gunung-gunung Padang lainnya yang belum terdeteksi.
Jadi, sangatlah benar sabda Nabi Muhammad SAW untuk merujuk ke Negeri Shind sebagai tempat pembelajaran dimana kita hidup sekarang ini. Sesungguhnya kitalah bangsa pemilik DNA yang berperadaban paling maju di dunia dalam segala bidang dan hal inilah yang sangat ditakuti oleh bangsa lain, yakni apabila bangsa Indonesia terbangun dan tersadarkan atas jati diri sesungguhnya. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita mensyukuri serta memahami bahwa leluhur kita hebat dan sudah waktunya pula kita membangun kembali kejayaan masa lalu itu untuk mengejar kemajuan hari ini dan anak cucu kita di masa hadapan.

Seorang budayawan dan ulama Nurcholish Madjid mencatat ada indikasi sejak zaman Nabi Sulaiman bahwa Arab mengimpor kapur untuk dibuat minuman tonic dari Barus (orang-orang Melayu di wilayah sumatera) sehingga menjadi perumpamaan kehidupan surgawi yang di abadikan dalam Al-Qur’an (wayusqauna biha ka’san kana mizajuha kafura).

Ada sebuah ayat dalam Al-Qur’an yang cukup menarik perhatian saya. Dalam surah al-A’raaf ayat 96 difirmankan, “Walau anna ahlal-quraa aamanuu wattaqau lafatahnaa `alaihim barakaatim minas-samaa’ i wal-ardhi” (jika para penduduk desa beriman dan bertakwa, niscaya Allah akan membukakan keberkahan dari langit dan bumi).

Hemat saya, sepertinya ayat ini tidak ditujukan kepada orang-orang Arab waktu itu yang menjadi pendengar Nabi Saw. Benar, memang Al-Qur’an itu bagi seluruh umat manusia, tetapi ayat ini secara khusus sedang membicarakan suatu kaum tertentu. Suatu bangsa yang telah mengenal peradaban yang tinggi, yang telah berbudaya, yang mengenal suatu sistem pemerintahan yang telah tertata.

Yang mendapatkan penekanan di ayat tersebut —menurut K.H. Maemun Zubair, salah seorang sesepuh Nahdlatul Ulama— adalah ahlal-quraa, yang artinya para penduduk desa. Ini menarik sekali, menurut saya penduduk “desa” atau “nagari” ini banyak sekali di Indonesia. Saat ini desa di Indonesia saja sudah mencapai ribuan jumlahnya. Bagaimana dengan di Jazirah Arab saat itu?

Menurut Kiai Sepuh itu dalam ceramahnya pada puncak Haul Pesantren Buntet Cirebon “Di Arab tidak ada desa. Adanya (waktu turun ayat itu) adalah suku Badui yang hidupnya (nomaden) seperti tawon, kalau kepala sukunya pindah mereka ikut pindah. Makanya, ayat ini untuk Indonesia”.

Jadi jelas pengertian desa yang menetapkan diri selamanya di suatu wilayah hukum, tidak sama dengan nomaden. Sebuah desa, dalam sistem pemerintahan Indonesia adalah tatanan kemasyarakatan yang diberi kewenangan mengatur dirinya sendiri sesuai

margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;”>budaya setempat, berbeda dengan kelurahan. Sebuah kelurahan tidak mengatur dirinya sendiri.

Ia setidaknya tidak mengikatkan hukum pada tradisi dan adat istiadat yang kental seperti pada sebuah desa. Di Cirebon misalnya, kepala desa lazim disebut Kuwu. Ia bukan seorang pegawai negeri, tapi yang dituakan, yang dihormati dan dinobatkan oleh warganya. Berbeda dengan kelurahan, seorang Lurah diangkat oleh pemerintahan yang lebih tinggi, ia seorang pegawai negeri.

Nomaden itu pola hidup berpindah-pindah, tidak menetap di suatu tempat. Jadi budaya yang mapan tidak tercipta dalam hidup nomaden seperti ini. Hukum yang berlaku masih sangat sederhana, seringkali kepala suku memerintah secara sewenang-wenang dan despotik aLa Genghis Khan. Nomaden itu boleh dibilang pola hidup yang masih primitif bila dinilai orang modern saat ini.

Nampak dalam ayat itu, Baginda Nabi memiliki visi yang jauh sekali. Seolah-olah Nabi ingin menyampaikan pesan kepada pengikutnya yang masih nomaden itu suatu ketika mereka mampu memiliki sistem pemerintahan yang tertata, yang beradab dan berbudaya.. yaitu masyarakat desa, masyarakat berbudaya yang beriman dan bertakwa, seperti disebut dalam ayat itu.

Dan, kriteria desa seperti itu adanya di bumi Nusantara yang masuk peradaban besar Shind/Indies. Kenapa? Karena Nabi sendiri bersabda,”belajarlah sampai ke negeri Shind”.

Amat logis, Nabi akan menganjurkan orang belajar ke negeri-negeri yang maju, yang pantas dijadikan teladan. Mungkin dalam pandangan Nabi, negeri Shind adalah negeri yang mendapat berkah dari langit dan bumi, sehinga pantas dicontohi oleh para pengikutnya.

Di kala Barat masih hidup di gua-gua, di kala Arab masih mukim di tenda-tenda, bangsa kita sudah mengekspor rempah-rempahnya dengan maskapai sendiri ke Afrika dan tempat2 lainnya di belahan dunia.

Ada juga hadis dari Ibu Aisyah ra bahwa saat haji perpisahan, tahallul dan ihram, tubuh Nabi diolesi Dzarirah (bedak wangi dari Shind/Indies) . Di sini tidak semata-mata Nabi menggunakan term ahlal-quraa, jika ia belum pernah melihat rupa desa atau nagari atau negeri sebelumnya. Mungkin saat berdagang semasa muda, Nabi pernah singgah di desa-desa di wilayah peradaban Shind.

Nabi ingin mewujudkan masyarakat madani, atau dengan kata lain, penguatan masyarakat sipil (civil society) seperti yang pernah ia saksikan di Shind selama perjalanan berdagang. Jangan lagi terjebak dalam konsep iman dan takwa yang formalistik ritual model agama tertentu, tetapi benar-benar diwujudkan dalam kesalehan sosial, dalam kasih terhadap umat manusia yang satu adanya sehingga tertata kehidupan yang damai, aman, tentram dan sejahtera (maslahah ‘ammah atau bonum commune).

Saya meyakini ayat dalam surah al-A’raaf ini relevan dengan bangsa Indonesia sejak turunnya yang kali pertama hingga kini. Utamanya bagi orang-orang awam di grass root yang hidup di desa-desa. Sekarang yang penting adalah desanya. Kunci keberkahan adalah desa, dan desa tidak lepas dari kehidupan budaya.
Desa, menurut saya adalah cagar budaya. Hatta setiap desa punya adat istiadat dan tradisi yang khas, namun mirip-mirip karena masih dalam lautan budaya NusantaraBudaya bangsa kita adalah suka hidup dalam damai. Apresiatif terhadap perbedaan. Kekerasan bukanlah budaya kita.

Sekarang terlihat jelas ada upaya kelompok agama yang mencuci otak warga bangsa ini hingga ke pelosok desa supaya ingkar budaya sendiri. Itu bertentangan dengan visi Nabi di atas.

Mengingkari budaya, menolak kebhinekaan berarti mendustakan ayat-ayat Tuhan adalah suatu perbuatan yang niscaya mengundang azab seperti disebutkan dalam surah Al-A’raaf berikutnya, “wa laakin kadzdzabuu fa akhadznaahum bimaa kaanuu yaksibuun”.

Nabi tidak menolak tradisi di Arab seperti tradisi thawaf, haji, puasa, dan lain-lain yang lazim diselenggarakan orang-orang Arab jauh sebelum kenabiannya. Nabi mengapresiasinya sebagaimana difirmankan, “wa kadzalika anzalnahu hukman `rabiyan (demikianlah Aku turunkan Al-Qur’an itu kepadanya berupa hukum-hukum yang telah berlaku dalam masyarakat Arab).

Oleh : Raymond

Peringatan Asyura dalam Manuskrip Nusantara

$
0
0

manuskrip-syiah_syiah-menjawab

October 3, 2016 Kajian, Sirah Leave a comment 2,370 Views

 Mereka yang membenci dan anti terhadap Muslim Syiah, mengklaim Asyura sebagai tradisi impor asal Iran pasca Revolusi Islam 1979. Namun, Sejarah peringatan Asyuro ternyata banyak terekam dalam hikayat maupun manuskrip-manuskrip kuno di Nusantara.

Peringatan Asyura Dalam Manuskrip Kuno Nusantarahikayat-nusantara_syiah-menjawab

Manuskrip kuno tentang syiah Peringatan Asyura di beberapa tempat
sempat dipermasalahkan sebagian orang yang menganggapnya sebagai ritual khusus milik Muslim Syiah. Lebih parah lagi, ada yang mengklaim Asyura sebagai tradisi impor asal Iran pasca Revolusi Islam 1979.

Namun fakta berkata lain. Koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, berjudul Hikayat Muhammad Ali Hanafiyyah, karya Muhammad Ikhram Fadhly Hussin, sejenis manuskrip dengan nomor panggil ML 446, yang terletak di lantai 5B, bercerita tentang bagaimana pada 10 Muharam atau Hari Asyura, cucu Nabi, Imam Husein telah syahid.

Tragedi Karbala Dalam Hikayat Melayu

f5470-247139_1759935758169_1232305668_31493693_5184801_nHikayat setebal kurang lebih 4 cm, lebar 17,5 cm, panjang 25,6 cm dan diperkirakan berumur sekitar 4 abad ini masih terawat rapi. Meski tampak lusuh namun isinya masih tetap dapat dibaca. Dengan menggunakan huruf Arab pegon dan bahasa Melayu, Hikayat dari abad ke 13-15 M ini menjadi bukti nyata bahwa peringatan Asyura dan kisah tentang kesyahidan Imam Husein telah ada di negeri kita sejak awal masuknya Islam ke Nusantara.

Saat berkunjung ke Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (23/10), melihat d
an membaca langsung Hikayat tersebut, Tim ABI Press mendapati kisah kesyahidan Imam Husein ketika 10 Muharam terdapat di halaman 186 baris ke enam hingga halaman 187.

Tertulis di sana bahwa pasukan Yazid lah yang telah membantai Imam Husein di padang Karbala.“Amir Husein di padang Karbala dikerubungi oleh segala kaum munafik. seperti orang memetik kembang, kepalanya pun diperceraikan daripada badannya.”

Sementara di halaman 190 Hikayat Muhammad Ali Hanafiyyah itu dikisahkan saat Imam Husein tiba di padang Karbala dengan paparan sebagai berikut:

“Diceritakan Amir Husein pun bertanya, hai tolongku apa nama padang ini? Maka kata segala sahabatnya,junjunganku padang inilah padang Karbala. Maka kata Amir Husein, wa
h inilah padang tempat kematianku itu, karena sabda Rasulullah saw, bahwa kematian Husein itu kepada padang Karbala, maka kata Amir Husein, qolu innalillahi wa inna ilaihi roji’un.“

Peringatan Asyura Dalam Hikayat Melayu

Bukan hanya cerita tentang Imam Husein yang syahid di padang Karbala saja, Hikayat ini pun menjelaskan tentang acara peringatan 10 Muharam atau Asyura pada masa itu di berbagai daerah di Nusantara yang dalam pelaksanaannya terbagi menjadi dua jenis.

Peringatan pertama yang lebih bersahaja dilakukan di sejumlah wilayah di Nusantara seperti di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi Selatan dan Aceh. Di Jawa dan Madura peringatan 10 Muharram atau Asyura disebut dengan Hari Suro atau Asuro. Sementara di Aceh, Asyura disebut dengan hari Hasan dan Husin, yang pada malam harinya diadakan pengajian atau majlis dengan mendengarkan pembacaan Hikayat Muhammad Ali Hanafiyyah yang menceritakan tentang tragedi Karbala.

Peringatan yang kedua adalah peringatan yang lebih mirip dengan di Iran atau India. Bentuk perayaan seperti ini dapat dijumpai di Sumatera Barat dan Bengkulu yang dimulai sejak abad ke-18 M, ketika Inggris menguasai Bengkulu dan membawa banyak warga Muslim Syiah dari daratan India.

Perayaan yang dilakukan dengan arak-arakan Tabut, melambangkan kesyahidan Imam Husein dengan diiringi rombongan musik yang melambangkan pasukan Imam Husein (Barkel 1975).

Maka Hikayat Muhammad Ali Hanafiyyah adalah salah satu fakta bahwa peringatan Asyura atau peringatan kesyahidan Imam Husein pada 10 Muharam telah lama ada bersamaan dengan masuknya Islam di Nusantara pada sekitar abad ke 13-15 M dan telah melekat, mendarah daging dengan Islam Nusantara.

Tapi, jika ternyata masih ada sebagian kelompok Islam di Nusantara yang berusaha untuk menyangkalnya, mungkinkah mereka tidak membaca sejarah?

Sumber:

http://www.syiahmenjawab.com/peringatan-asyura-dalam-manuskrip-nusantara/

 

 


Insan Tauhid by Wardah al-Katiri

$
0
0

1 Riset Sadra Edisi 1, Oktober 2016 Penasehat: Ammar Fauzi, Ph.D, M Shodiq MA, Redaksi: M Ma’ruf, MA, Nurhasanah MA Alamat: Jalan Lebak Bulus II No.2 Cilandak, Jakarta Selatan. Telpon +62 21 2944 6460. Redaksi menerima sumbangan artikel/kolom Filsafat Islam, Irfan dan tema-tema keislaman kontemporer. Tulisan tidak lebih dari lima halaman, dikirim ke- sadraresearch@gmail.com

buletin-edisi-1

—————————————————————————————————————- Pengantar Redaksi: Riset Sadra adalah nama buletin yang diproduksi oleh redaksi Riset STFI Sadra bekerjasama dengan departemen PR (Public Relation) STFI Sadra. Berisi transkip konten serial diskusi Forum Temu Pakar (Forum Temu Pakar) dan Forum Antar Pakar (Forum Antar Pakar). Forum Temu pakar adalah diskusi yang bertujuan menghidupkan atmosfir akademik, untuk memicu semangat keilmuan tanpa batas seluruh sivitas akademik-materi diskusi diambil terutama dari tesis mahasiswa/wi. Difokuskan untuk pemberdayaan intelektual internal kampus STFI Sadra. Sedang Forum Antar Pakar (FAP) adalah forum diskusi yang menghadirkan pembicara dari luar STFI Sadra. Bertujuan untuk tukar menukar gagasan antar ilmuan. Baik FTP dan FAP bertujuan untuk mengarahkan dan mengembangkan setiap potensi individu yang terlibat secara intelektual di lingkungan STFI Sadra agar menjadi pakar spesialis sesuai dengan fokus penelitianya.

DISKUSI Insan Tawhidi, A Spiritual Antropology of Islam

Jumat, 30/9/016

Riset STFI Sadra berkesempatan mengundang seorang peneliti, Wardah Alkatiri Ph.D, salah satu alumni paska ICAS Paramadina dalam diskusi Forum Temu Pakar (FTP). Berikut transkip diskusinya. Seperti biasa dalam sebuah sidang tesis dan disertasi, pertanyaan klarifikasi judul selalu menjadi diskusi pembuka sebelum membangun argumentasi lainya. Begitu juga dalam diskusi Forum Temu Pakar kali ini, seolah mengulang sidang tesis tahun 2008.

Wardah menjelaskan dengan semangat pertanyaan penting apa yang dimaksud InsanTauhidi sebuah kajian (A Spiritual Antropology of Islam). Menurut pemaparan Wardah, Insan Tawhidi adalah doktrin dalam mistisisme Islam tentang kualitas manusia yang dicapai melalui negasi ego seseorang, kedirian seseorang, dan dengan demikian menghasilkan keintiman (menyatu) dengan Tuhan dan penegasan memperoleh S besar “Self” dari transformasi s kecil “self”.

Setelah mencapai kualitas ini, seseorang akan memiliki kesadaran tentang titik pusat, seluruh realitas saling terhubung dan menyatu dalam ketunggalan. 2 Wardah menambahkan, doktrin Insan Tawhidi dilihat dari aspek Antropologi Islam dalam kasus psikologi diperlukan dalam program asuh dan pendidikan untuk berdiri teguh dalam menghadapi dunia yang komplek. Orang yang mempunyai kadar intelektual tinggi (anugerah dari tuhan dan berbakat) lebih mungkin mengalami depresi eksistensial. Depresi eksistensial adalah jenis depresi yang muncul ketika seseorang menghadapi masalah dasar tertentu tentang keberadaan, seperti takut kehilangan dan kekawatiran akan hidup yang sementara, problem kematian, kebebasan, keterasingan dan nirmakna.

Untuk kasus individu tersebut di atas, depresi bisa terjadi secara spontan. Sebagai solusi, psikolog James T. Webb berpendapat bahwa individu-individu berbakat memerlukan penanganan yang berasal dari sumber filosofis; pemikiran rasional, moral, disiplin, berdamai dengan dengan bencana dan masalah kejahatan. Wardah yakin Insan Tauhidi tidak hanya mumpuni untuk menjawab kasus depresi yang bersifat psikologi. Bahkan bisa dikembangkan dalam kontek sosiologis.

Untuk itu Wardah mengembangkan lebih lanjut menjadi disertasi untuk program Ph.D. Paparnya, “dalam disertasi PhD saya, konsep Insan Tawhidi merupakan instrumen untuk membantu Islamisasi Sosiologi. Dalam konteks ini, saya berpandangan bahwa Insan Tawhidi adalah kualitas manusia yang mampu menyelesaikan visi non-dualistik realitas. Sebuah pembebasan dari visi dualistik realitas adalah pra-syarat untuk ilmu-ilmu sosial dengan prespektif Islam (‘mengislamkan’).

Dengan kualitas Insan Tawhidi, seseorang dapat menyadari bahwa semua aspek kehidupan dan semua derajat manifestasi kosmik diatur oleh prinsip tunggal, bersatu dalam titik pusat tunggal – dan tidak ada yang diluar kuasa Tuhan, karena tidak mungkin ada dua kekuasan dalam satu realitas.” 3 Wardah menyadari bahwa untuk mengusulkan sebuah kajian Antropologi dengan prespektif Islam tidak bisa berdiri sendiri. Telah ada sejumlah teori Antropologi yang sudah mapan. Setidaknya Ibu tiga anak harus membawa konsep tauhid, spiritual, dan Islam berdialog dengan konsep Antropologi yang sudah mapan (colonial antropology). Ya,..dengan kepercayaan diri tersirat dikatakanya, definsi konsep kolonial perlu dipertanyakan lagi. Dalam bahasa singkat, Wardah mengatakan Western Anthroplogy adalah kajian antropologi dari sudut manusia fisikal, kultural dan saintifik. Kenapa saintifik? karena mengkaji potret manusia seperti makhluk hidup lainya, mengkaji manusia dari sisi biologis (manusia berdiri tegak, berjenjang setingkat lebih tinggi setelah monyet). Dalam kajian kontemporer, Antropologi mendorong pada kesadaran keterbatasan sains modern untuk menyelesaikan pertanyaan fundamental manusia yang berakar dari fenomenologi Husserl dan Kant (Characterized by ‘the existential attitude’, a sense of disorientation and confusion in the face of an apparently meaningless absurd world). Menekankan pada manusia dari aspek homo faber – the making animal, and hence focuses on human’s ability to create symbols and meaning. Manusia menjadi pusat mengukur segala sesuatu. Antropologi kontemporer membawa karakter epistemologis bahwa presepsi dan kebenaran dipandang relatif (relativity of perception and of truth), dan secara ontologis menganut paham nihilisme. Sedang dalam definisi Antroplogi klasik; manusia yang not limited to experience, empirical, and materialism, emphasized human as homo sapient – the thinking animal. Secara epistemologi menganut rationalisme, secara ontologi: Idealisme – human as rational animal. Dalam kasus psikologi, Wardah terinspirasi dengan kasus depresi eksistensial manusia altruis (manusia berjiwa membantu sesama tanpa pamrih) akan tetapi terhantui dengan problem depresi eksistensial. Dalam buku The Price of Altruism, Jose price, menggugat teori Survival of Fittest (yang menanglah yang kuat) dengan pertanyaan fundamental darimana datangnya altruisme?. Bagaimana dengan orang yang complete strangers yang tidak ada hubunganya sama sekali, seperti hubungan keluarga dan saudara-akan tetapi mempunyai keinginan yang besar untuk membantu sesama tanpa pamrih. Untuk memperoleh jawaban, Jose Price terlibat menjadi transpersonal research (transforming self and others through research). Jose berekperimen dengan dirinya sendiri, menyumbangkan gajinya untuk tunawisma bahkan pecandu alkohol diundang untuk tinggal di rumahnya. Namun akhirnya upaya Jose berbuah tragis, para tamu yang di undang malah melakukan tindakan yang buruk pada dirinya. Sang penelitipun akhirnya bunuh diri karena tidak mampu menjawab pertanyaan, kenapa orang yang sudah diperlakukan dengan baik malah berbuat jahat (problem of evil) pada dirinya. Kasus Antropologi dan Psikologi inilah yang menbuat Wardah membuat sebuah kesimpulan dalam abstrak tesisnya, 4 “Persons of higher intellectual ability (gifted and talented) are more likely to experience depression referred to as existential depression. Existential depression is a type of depression that arises when an individual confronts certain basic issues of existence, such as loss or the threat of a loss which highlights the transient nature of life, issues of death, freedom, isolation and meaninglessness. To the aforesaid individuals, the depression can happen spontaneously. As remedies, psychologist James T. Webb argues that talented individuals need something addressing philosophical sources of the issues including rational thought, morale, discipline, and coming to terms with the catastrophes and problem of evil.” Sebagai usulan akademik berbasis Islam, spiritual dan tauhid (prespektif Islam/Islamic human science), maka Wardah dengan usulan Insan Tauhidinya memulai dengan argumentasi pertanyaan who/what is human hence?. Wardah mengekplorasi lebih jauh pengertian Insan Tauhidi sebagai berikut: Pertama, Insan Tawhidi, adalah khalifah di muka bumi (defines human as the vicegerent of God in the world), secara epistemologi menggunakan revelation (wahyu) and Intellect (intelek) sebagai sumber kembar kebenaran (as the twin sources of truth). Secara ontologi manusia dan alam adalah satu, human and the universe are in unitive or Tawhidi terms relies on ontological and epistemological dimension of the Fall (story of Adam) Kedua, manusia yang sudah mencapai kualitas nir ego, intim dengan Tuhan, mempunyai kesadaran yang terpusat, bahwa segala sesuatu terhubung dengan yang satu. “Insan Tawhidi implies a quality of human that is achieved through the negation of one’s ego, own selfhood, and thereby: resulting in subsistence in God and the affirmation of the Self. Having achieved this quality, one will have a consciousness about the Centre, and that all existents are interconnected and united in single Oneness. “ Ketiga, secara fitrah manusia berdasarkan wahyu menyatakan bahawa manusia dan alam adalah satu, harmoni dan melengkapi, meneguhkan keindahan batin manusia yang merefleksikan seluruh ciptaan. (He primordial character of the Islamic revelation reinstates man and the cosmos in a state of unity, harmony and complementarity, reaffirming man’s inner bond to the whole creation” (Nasr, SH. “The Need for a Sacred Science”, p.124). Olehkarenya Insan Tawhdi mencukupi untuk menjawab pertanyaan fundamental manusia. Seperti bagaimana Tuhan berinteraksi secara saintifik dan teologis, apakah kita nyata atau hanya kebetulan, atau sekedar korban mata rantai teori evolusi? Bagaimana kejahatan dan penderitaan bekerja sementara Tuhan Maha kuasa dan Maha Mengetahui, bagaimana seluruh kebaikan bekerja?. Jika manusia adalah wakil Tuhan, bagaimana menjalaninya?. Kenapa manusia tidak boleh bunuh diri, meski dia tidak bisa menanggung beban hidupnya?. Kenapa terjadi paradox dalam segala sesuatu? Pemaparan Wardah ini di tanggapi oleh Beny Susilo Ph.D sebagai penanggap pertama, mengatakan “Saya berusaha memetakan pikiran saya sendiri, jika ingin mendevelop teori baru, pertama argumentasinya bagaimana?, kedua, apakah Insan Tauhid ini kita dapati dalam setiap diri manusia?. Ketiga, apakah ini bisa diterapkan secara universal? 5 Selanjutnya apakah konsep Insan Tauhidi ini bersifat ontologis? apakah manusia percaya atau tidak percaya, realitasnya ada dalam misdaq. Apakah semua dari kita adalah misdaq dari Insan Tauhidi tersebut?. Atau Insan Tauhidi ini bersifat epistemologis, hanya yang bisa mengalami secara berjenjang saja yang bisa memperoleh status Insan Tauhidi. Olehkarenanya mereka yang mengalami pengalaman tersebut harus ada medium, pembuktian argumentasi. Benny mengilustrasikan dengan contoh, Ahmad Sirhindi mengatakan; kita bisa mengalami pengalaman spiritual hanya sejauh kemanusiaan/ Wahdah Syuhudi (epistemologi), bukan Wahdah Wujudi (ontologi). Sejauh yang ditangkap Beny, penjelasan bu Wardah bersifat epistemologis. Kemudian, mungkinkah bisa diterapkan jika kita dalam posisi dipaksa untuk mengalami doktrin (husuli) misalnya dalam kontek ilmu pedagogi, tentu secara epistemologis anak kecil tidak memiliki pengalaman sebagaimana yang dialami para sufi. Wardah menjawab, bahwa kita bisa menanamkan pada anak pandangan hidupnya (world view) bukan pada level pengetahuan sufi. Wardah memberi ilustrasi, tentang fenomena anakanak tingkat dasar yang di jejali dengan mental kompetisi sehingga akhirnya berpengaruh hingga level negara. Salah satu satu contoh kasus lingkungan- bagaimana keinginan setiap negara untuk mengurangi emisi global dan solidaritas untuk memperhatikan bumi sebagai planet bersama runtuh karena berhadapan dengan kepentingan ekonomi setiap negara (ego individu-ego negara). Dalam pengamatan Wardah, kasus individu ini berkaitan erat kebijakan ekonomi politik di tingkat negara. Berbeda dengan Ammar Fauzi, Ph.D sebagai penanggap kedua melihat dari sisi lain. Mengatakan “kasus Insan Tauhidi ini sama persis dengan pertanyaan apakah Filsafat Islam bisa diturunkan sebagaimana Irfan (tasawuf) untuk menyelesaikan sains modern. Sehingga filsafat Parenial dalam pengertian filsafat hikmah (bukan definisi baku seperti irfan) bisa jadi rujukan. Ammar memberi ilustrasi dalam kitab Tatbirat illahiyah, penulis mengatakan “semua apa yang saya tulis berasal dari Tuhan, dan saya tidak menulis apa-apa yang bukan dari saya”. Dengan kata lain, “saya tidak peduli penguasa itu zalim atau pengusa baik, jika penguasa ada hubungan dengan saya, buat saya penting”. Ammar berpandangan, jika kita masih kekeh dengan pendapat Ibnu Arabi seperti ini, kita akan kesulitan untuk menyelesaikan problem sains modern (problem of evil). Menurut Ammar, Antropologi kontemporer adalah disiplin ilmu paling luas dan komplek, sehingga perlu hati-hati. Ammar mengafirmasi pendapat Wardah tentang pendapat evolusionis bahwa ras kulit putih adalah ras yang paling unggul, pararel dengan teori evolusi sebagai justifikasi Survival of Fittest sehingga menghasilkan produk mental imperialis. Akibatanya para agen-agen atropologi ini tidak mampu menjawab secara proporsional pertanyaan fundamental, apakah manusia itu?. Bahkan Erner Cesirer-agama dilihat dari sisi antropologi menjadi magical thinking. Inilah salah satu reduksi konsep manusia menurut Ammar (sekularisasi dalam antropologi). 6 Ammar mengusulkan menggeser ke level “dunia akherat” (eskatologi) bukan ke level Tuhan (teologi). Bagaimana anak didik diperkenalkan alam akherat dengan cara menghidupkan konsep fitrah, seperti mengarahkan konsep ego (mementingkan diri sendiri) dengan cara positif. Sebagai penguat, Ammar mengutip kata alqolbu masulun dalam konsep Ibnu Arabi, bahwa manusia harus sayang pada organ tubuhnya, sampai dia bertemu dengan Tuhanya. Ammar mengajak memahami secara utuh konsep diri dalam irfan, seringkali menurut hematnya kata-kata “mengenal diri maka mengenal Tuhan” dipahami hanya fokus diri individu, sedangkan diri tidak dipahami dalam bingkai sosial. Padahal diri sosial bisa mengenalkan pada Tuhan. Diskusi masih menyisakan sejumlah pertanyaan bagi penanggap dan jawaban lebih dari peneliti. Waktu berjalan terlalu cepat. Kontak intelektualpun belum cukup rampung. Diskusipun sementara diakhiri. Demikian sekilas cuplikan diskusi Forum Temu Pakar (FTF). Kesimpulan sementara dari redaksi Riset Sadra bahwa kegelisahan dalam tesis dan disertasi Wardah adalah potret problem sains modern. Imbas problem sains modern menghasilkan-depresi eksistensial, krisis lingkungan, intelectual imperialism. Banyak teori yang perlu dikritisi (terlanjur kuat) yang sudah mendarah daging di universitas di seluruh dunia begitu juga di Indonesia. Sekedar untuk berbeda prespektif saja diperlukan kerja keras apalagi berharap menjadi teori alternatif. Insan Tauhid (A Spiritual Antropology of Islam) adalah cara berpikir berbeda-sebuah upaya akademik menggali dari prespektif Islam (irfan) untuk disumbangkan ke disiplin Antropologi dan Sosiologi. Ilmuan untuk ilmuan, ilmu untuk ilmu, teori untuk teori. Pakem ini sepertinya tidak berlaku bagi Wardah. Manusia, alam, dan Tuhan (ibrahimik) adalah trilogi yang satu. Wardah mengalami secara batin teori itu, mempraktekkan teori itu dalam bundel “Insan Tauhidi”. Kata kuncinya adalah tanggung jawab (manusia khalifah). Sosok singkat Wardah adalah: menjadi ibu rumah tangga, ilmuan, pecinta lingkungan, membantu petani organik. Berawal dan bersama tanpa akhir pengalaman eksistensial (near to death) saat kecelakaan di Nederland menjadi energi untuk terus meneliti dan berbuat untuk sesama. Sampai jumpa ibu Wardah. 7 SOSOK PENELITI Data diri Nama lengkap Wardah Alkatiri. Lahir di Surabaya, 20 mei 1967. Tinggal di Jl. Lombok 17, Surabaya, Indonesia dan Apartment Gardenia Boulevard, GH-B1. Jalan Warung Jati No. 12, Pejaten, Warung Buncit, Jakarta Selatan. Menikah Mochamad Tafif Djoenaedi. Pendidikan PhD in Sociology, the University of Canterbury, New Zealand (2016). Postgraduate diploma in Social Sciences, the Department of Environment, Society and Design, Lincoln University, New Zealand (2010). Masters in Islamic Mysticism, Islamic College for Advanced Studies, ICAS International Institute of Philosophy, Jakarta, Indonesia (2008). Tesis: Unitive Man (Insan Tawhidi – the Spiritual Anthropology of Islam) and Education for Talented Individuals. Bachelor of science in Chemical Engineering, Institute of Technology Sepuluh Nopember Surabaya (ITS), Indonesia, (1990). Disertasi doktoral, Muhammad’s Nation is Called: The Potential for Endogenous Relocalisation in Muslim Communities in Indonesia. Karya Penelitian: 1.“Desperately Seeking Unity: A Postmodern Critique”, was accepted for the 3rd International Conference on Thoughts on Human Sciences in Islam, November, 2016, Jakarta, Indonesia. 2. “Sustainability Literacy: Some Challenges in Education in Developing Countries” in 9th ICAPA, 2016 (International Congress of Asian Philosophical Association) conference on Decolonization, Education, Arts & Humanities: and Higher Education Leadership in the Asian Community, July 20-24, Kuala Lumpur, Malaysia. The paper will be included in IJAPA (International Journal of Asian Philosophical Association) issue September, 2016. 3. “Contesting Human Dignity: Traditionalist, Reformist, Modernist Islam in Indonesia” is being reviewed for edited book “The Quest for Humanity – Contemporary Muslim approaches to the notion of human dignity in the context of Qurʾānic anthropology”, by Rudiger Braun and Huseyin I. Cicek, Erlangen Centre for Islam and Law in Europe, University of Erlangen-Nuremberg. 8 4. “The Winner Couldn’t Take It All – An Alternative Development in the Global South by Indonesian Muslim communities” was accepted in IUAES conference (the International Union of Anthropological and Ethnological Sciences) on Alternative or Imagined Development(s)? Exploring the Gap between Theory and Practices of Governance in the Global South: Actors, Dynamics and Resistances, in Dubrovnik, Croatia, on May 4-9, 2016. 5. “Theorizing Muhammad’s Nation. For a New Concept of Muslim in a Changing Global Environment” will be included in special issue of ‘Islam and Social Contract’ in Comparative Islamic Studies, Equinox, 2016. 6. “A Matter of Faith, a Matter of Meaning. The Need of Epistemological Pluralism”, in University of Waikato Islamic Studies Conference: Islam and its Relations with Others, 11- 12 November, 2015, Hamilton, New Zealand. The paper was recommended by the Chair of the conference to the journal Islam and Christian-Muslim Relations (Routledge/Taylor & Francis) 7. Tesis: “Muhammad’s Nation is Called. The Potential for Endogenous Relocalisation in Muslim Communities in Indonesia”, in the 2nd International Conference on Thoughts on Human Sciences in Islam, 18-19 November, 2015, Jakarta, Indonesia. 8. “When the World is Flat. Islamic Universalism and Environmental Contract” in the panel: ‘Islam and Social Contract’, in EASR (European Association of the Study of Religion) conference “Religion and Pluralities of Knowledge”, 11-15 May 2014, University of Groningen, The Netherlands. Aktifitas Aktifis sosial dan lingkungan. Tahun 1998 mendirikan ‘AMANI. AMANI adalah (eco-socio entrepreneurship’, a not-for-profit organization that aims to promote sustainability through the use of entrepreneurial creativities as instrument to support the activities that we believe are socially and environmentally responsible). The activities of AMANI include promoting sustainable agriculture in Indonesian rural communities and ecological life-ways among the Indonesian urbanites. Fokus Penelitian Penelitian di bidang Sosial Sains/lingkungan. Third World Poverty and Socio-Ecological Issues, Resilient and sustainable community development by Muslims, Sustainability-literacy education for the Madrasa (Islamic school) and Pesantren (traditional Islamic institute in Indonesia), Grass-root Islamic economic -ecological entrepreneurship and Islamic business ethos 9 Penelitian dalam ilmu Humaniora Islamic epistemology, Islamic ontology and Reconstruction of Knowledge, Sociology of Islam and Muslim Societie, Religion and Ecology, Qualitative Research Methods, including Hermeneutics. REVIEW BUKU Judul : The Price of Altruism: George Price and the search for the origins of kindness Penulis : Oren Harman Penerbit : W. W. Norton & Company Ltd. Castle House, 75/76 Wells Street, London W1T 3QT ISBN : 978-0-393-07923-4 Tahun : 2010 Survival of the fittest (yang kuatlah yang menang) atau yang paling baiklah yang menang? Sejak awal waktu- manusia telah merenungkan misteri altruisme, tapi seorang Darwinlah yang mengajukan pertanyaan paling jelas. Dari semut yang tulus hingga sengatan lebah atau seorang manusia yang menggantungkan hidupnya kepada orang asing, evolusi telah menghasilkan kebaikan namun secara teori tidak dijinkan. Berlatar kisah sekitar 150 tahun-telah terjadi upaya ilmiah untuk menjelaskan apa itu kebaikan, The Price of Altruisme mengatakan untuk pertama kalinya- cerita bergerak dari seorang eksentrik jenius Amerika George Harga (1922-1975), ketika ia berusaha untuk menjawab teka-teki terbesar evolusi. Sebuah buku potret asli dan menembus pemikiran abad kedua puluh, juga bersisi perjalanan sangat pribadi. Sebuah proyek Manhattan yang terinspirasi untuk menjelaskan pengertian altruisme dari rasa putus asa para gelandangan. Buku ini menantang paradoks teka teki Darwin. Kisah bunuh diri Jose yang tragis di flatnya 10 diantara gelandangan-dimana dia telah memberikan semua hartanya, memberikan perenungan utama tentang kemungkinan kebajikan yang original. Kisah dalam buku ini juga telah mengantarkan Wardah Alkatiri untuk mengembangkan riset dalam tesis dan disertasinya. Tidak hanya menjadi pengamat dari luar, Wardah juga inten bergulat dengan pengalaman traumatik kecelakaanya di Belanda untuk dijadikan refleksi dan metode menyatu dengan ekplorasi teori Insan Tauhidi. BROSUR Info!!!! Nantikan Diskusi selanjutnya. Kritik dan Saran sidang pembaca kami tunggu, kirim ke sadraresearch@gmail.com

buletin-edisi-1


Viewing all 1300 articles
Browse latest View live