Quantcast
Channel: Bayt al-Hikmah Institute
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1300

LAPORAN KEGIATAN KELOMPOK DISKUSI TERARAH (KDT) MENUJU TEMU AKBAR MBI III 2018

$
0
0

 

 

LAPORAN KEGIATAN

KELOMPOK DISKUSI TERARAH (KDT)

MENUJU TEMU AKBAR MBI III 2018

 

Untuk ketiga kalinya Mufakat Budaya Indonesia (MBI), sebuah forum terbuka bagi para cendekiawan, baik ilmuwan (saintis), rohaniwan, budayawan/seniman atau tetua adat senior dari seluruh Indonesia akan menyelenggarakan Temu Akbar pada awal (2-5) Agustus 2018. Perencanaan Temu Akbar MBI III ini sejak awal sudah dikomunikasikan dan mendapatkan persetujuan serta dukungan dari anggota-anggota senior MBI (yang akhirnya membentuk Tim Kecil terdiri dari: Radhar Panca Dahana, Azyumardi Azra, KH Masdar Mas’udi, GKR Hemas, Meuthia Hatta, Busryo Muqoddas, Hendri Saparini, Komaruddin Hidayat dan SriEdi Swasono) juga beberapa pimpinan lembaga seperti Ketua DPR, Ketua dan pimpinan Wantimpres, Mensesneg, Menag, Menlu, Ketua BPIP, beberapa pimpinan majelis agama serta terakhir dari Presiden Republik Indonesia yang mengambil inisiatif meminta penyelenggaraan dipercepat di awal Agustus 2018 mengambil tempat di Istana Bogor.

Temu Akbar (TA) III ini merupakan kelanjutan dari dua TA sebelumnya (2009 dan 2014) yang berhasil memufakatkan beberapa isyu utama dalam kehidupan bernegara di Indonesia. Antara lain mufakat tentang bentuk, sifat atau karakteristik dasar dari kebudayaan Indonesia yang merupajan budaya Bahari (TA 1) dan bagaimana mengimplementasikan kebudayaan tersebut dalam kerja-kerja pemerintahan (TA II). Kali ini TA III, yang akan mengundang 250-an cendekiawan senior dari seantero negeri, akan membincang atau lebih tepatnya merenung dan memikirkan ulang pikiran, gagasan atau visi para Bapak-Ibu bangsa tentang eksistensi baru dari negara dan bangsa Indonesia. Mungkin melakukan semacam revitalisasi bisa jadi renaisansi dari visi dan gagasan-gagasan tersebut agar lebih bisa digunakan secara adekuat untuk menghadapi kenyataan hidup (nasional-global) kontemporer yang kian tak terduga (unpredictable).

 

Dalam rangka itu, MBI menyelenggarakan FGD (Focus Group Discussion) atau Kelompok Diskusi Terarah (KDT) untuk menghimpun pikiran dan gagasan awal tentang tantangan dan jawaban kehidupan mutakhir dari sebagian cendekiawan senior Indonesia. Tiga KDT telah berhasil dengan baik dilaksanakan, masing-masing di:

 

 

  1. Jakarta (Hotel Century Senayan, 9-12 Mei 2018) dengan peserta dari 13 provinsi di Indonesia bagian Barat.
  2. Makassar (Hotel Novotel Makassar, 24-25 Mei 2018) peserta dari 11 provinsi Indonesia bagian Timur dan terakhir,
  3. Yogyakarta (Hotel Tentrem, 7-8 Juni 2018) peserta dari 10 provinsi Indonesia bagian Tengah.

 

Tidak kurang dari 68 cendekiawan senior, tidak hanya perwakilan geografis 34 provinsi, tapi juga mewakili etnik, ras dan agama-agama besar, termasuk rohaniwan (pimpinan majelis agama), ilmuwan atau saintis, budayawan atau seniman terpenting Indonesia terlibat dalam tiga KDT tersebut. Sebagian di antara mereka adalah perwakilan yang memiliki pandangan keras dan tegas, bukan hanya pada pemerintah, pusat, Jawa, kepentingan asing, bahkan juga pada makna dan istilah “Indonesia” itu sendiri.

 

Namun alhamdulillah, proses wacana atau pertukaran gagasan akhirnya bisa berlangsung kondusif, kreatif dan produktif ketika seluruh peserta mampu menampilkan kearifan dan kebijakan budaya adatnya dan mengemukakan kepentingan lebih besar, kepentingan nasional baik untuk negara maupun bangsa. Sehingga di akhir pertemuan (KDT) dapat tercipta ukhuwah wathoniyah yang dilandasi jiwa terbuka-menerima (akseptan lebih dari toleran), rasa kasih (rahmat) dan kebersamaan yang kokoh dalam menghadapi tantangan hidup bernegara saat ini.

 

Hasilnya? Adalah mufakat (yang ditandatangani) bersama tentang gagasan-gagasan penting yang berasal dari pengetahuan (logos) kebudayaan lokal, kearifan atau kebijakannya yang tertuang dalam nilai-nilai utama (luhur) yang dianggap bukan hanya menjadi penyangga utama (kesatuan) kebangsaan kita tapi juga modal utama dalam menciptakan jawaban bagi persoalan-persoalan mutakhir negeri. Semua mufakat yang tertuang dalam poin-poin gagasan itu, akan dibawa menjadi salah satu materi utama dalam TA MBI III mendatang.

 

Semua poin di atas nantinya akan dibahas dalam lima kelompok (clusters) diskusi yang masing-masing akan memusyawarahkan dan mencapai mufakat adekuat tentang lima dimensi terpenting dari realitas Indonesia: Kebudayaan, Kebangsaan, Ideologi, Konstitusi dan Kenegaraan. Tiap kelompok akan diisi oleh sekitar 40-60 peserta TA MBI III dan akan dipimpin sidang diskusinya oleh seorang pakar yang telah diakui kapasitas, integritas, dan kepentingannya yang mampu meng-atas-i sentimen-sentimen sektoral/individual.

 

Dalam penyelenggaraan tiga KDT di atas, MBI mendapat bantuan penuh dan tulus dari para aktivis muda MBI juga dukungan finansial dari Mensesneg (untuk FGD Jakarta), dari GKR Hemas dan Hendri Saparini (FGD II Yogyakarta) sera dari  Aburizal Bakrie dan Bambang Soesatyo (FGD III Makassar). Untuk itu MBI menyampaikan penghargaan dan terima kasih setulusnya karena semua bantuan itu bisa melengkapi kekurangan kapasitas finansial MBI yang (selama ini) mengandalkan semangat dan kapasitas pribadi yang terbatas.

 

Berikut dalam berkas-berkas terlampir dapat dilihat atau dipelajari lebih lanjut hasil-hasil mufakat dari tiga KDT di atas beserta daftar para peserta yang mengikutinya. Semoga semuanya menjadi maslahat bagi kita semua sebagai bangsa, dan mendapat berkahNya karena kesungguhan dan ketulusan yang telah diberikan oleh semua peserta.

 

 

Jakarta, 10 Juni 2018

Koordinator/Penanggungjawab

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN 1

 

 

Poin-poin Utama Hasil Mufakat FGD I

Pra-Temu Akbar Mufakat Budaya Indonesia III

Hotel Century, Jakarta, 9-12 Mei 2018

 

  1. Demokrasi elektoral justru menghasilkan segregasi sosial dalam banyak dimensi, peminggiran minoritas, dan pada akhirnya menghasilkan (elit) penguasa (cq pemerintah) yang bekerja –justru—menciptakan destruksi pada keseimbangan hidup (harmoni) masyarakat (tradisional) Indonesia, antara lain dengan sistem kenegaraan yang sentralistik. Alih-alih menjadi trouble shooter, sebagaimana dibayangkan, pemerintah malah menjadi trouble maker.

 

  1. Kebudayaan Indonesia merangkai inti-inti dari kebudayaan lokal dengan sistem berpikirnya (logos) masing-masing yang unik dan dibentuk dari semacam persilangan (hybridasi) kultur atau pelbagai budaya di luarnya serta terekspresikan dalam bentuk anyaman budaya (e.g. Ronggeng Melayu, Kisah Panji, dll).

 

  1. Rangkaian inti kebudayaan itu direkatkan oleh semacam “enzim-primordial” berupa spirit atau etik “kebersamaan” atau gerak mental masyarakat lokal untuk selalu mendahulukan keutamaan/kepentingan kolektif (komunal), seperti dalam ekspresi linguistik Baduy (Banten) dalam penyebutan persona: aing, sia, kami dimana ketiga sebutan dapat disebut (menjadi bagian) dari “urang” (kita) alias komunal. Atau dalam ekspresi sama di Melayu Riau, kata “den” (aku) dan kau berada dalam komprehensi “awak” (kita). Kau dan aku lebur, “ada kau dalam aku, ada aku dalam dirimu”, atau semacam paham “tat twam asi” dalam tradisi Bali. Dalam arti lain Kebudayaan Indonesia memiliki identitas yang karakter dasarnya diisi antara lain oleh kenyataan-alamiah (nature) sebagai homo communalis atau homo socius.

 

  1. Karakter budaya itulah antara lain yang bisa menjadi indikator atau ciri dari kebudayaan Bahari; budaya yang menciptakan manusia-berintegrasi (integrated-man) karena pertautan alamiah dan kultural setiap individu pada dunia komunalnya, komunal tidak hanya dalam arti lingkungan manusia, tapi lingkungan makhluk hidup serta tak hidup lainnya, lebih eko-sentrik ketimbang antropo-sentrik. Manusia tidak akan survive atau menjadi lebih mulia, tanpa juga mempertahankan hidup dan memuliakan makhluk-makhluk di sekitarnya; manusia adalah bagian organik dari kenyataan ilahiahnya.

 

  1. Secara imperatif, setiap (suku) bangsa atau kesatuan etnik/tradisi di kawasan Nusantara (Bahari) meminta setiap anggotanya untuk melakukan semacam kesalehan sosial, keikhlasan komunal, atau akhlak budaya yang tinggi untuk mencapai keluhuran hidup bersama.

 

  1. Dengan sendirinya, munculnya varian-varian budaya (kebhinekaan kultural) adalah keniscayaan (nature) dalam kebudayaan Bahari. Dan kebhinekaan itu menjadi kekuatan (potensial) yang luar biasa, karena dalam proses transmisi dan pembudayaan yang khas semacam anyaman budaya di atas, menghasilkan karakter hybrid yang kaya, penuh kemungkinan, sarat daya kreatif, egaliter, bersaudara (gotong royong), dsb.

 

  1. Perlu usaha yang baik dan tekun untuk menemukan fakta historis dan arkeologis tentang asal muasal bangsa Indonesia, baik secara genetik maupun kultural. Menimbang banyak fakta mutakhir dari berbagai temuan ilmiah yang sesungguhnya menolak pra-anggapan umum (global) yang menempatkan manusia-manusia awal Indonesia hanya menjadi lanjutan atau filial dari bangsa-bangsa tetangganya (eg. Taiwan, Vietnama Utara, bahkan Afrika tengah, menurut teori “out of Taiwan” dan “out of Africa”).

 

  1. Imperasi lain kepada sidang-sidang Temu Akbar MBI 3 untuk juga menelusuri dan mempertegas jejak beberapa kebudayaan/bangsa nomaden besar dunia di Nusantara, seperti: Yahudi, Parsi, Armenia dan Arya, yang tapak dan pengaruhnya jelas namun data dan risetnya masih samar.

 

Hasil ini dimufakati bersama semua peserta FGD I di Hotel Century Jakarta,  11 Mei 2018.

 

 

 

DAFTAR PESERTA FOCUS GROUP DISCUSSION I

HOTEL ATLET CENTURY PARK, JAKARTA,  09-12 MEI 2018

 

NO NAMA ASAL DAERAH NO. KONTAK
1 Acep Zamzam Noer Jabar O812 2162 695
2 Al-Azhar Riau 081378449551
3 Ansori Djausal Lampung ‘082375293031, 081977958718
4 KH Chudori Sukra Banten 081316502945
5 Hasanuddin Sumbar 085264370813
6 Hendri Saparini DKI Jakarta 08161609971
7 Husnizar Hood Kepri 08117711777
8 Jakob Soemardjo Jabar 082126404200
9 Masdar F Marsudi DKI Jakarta 0811837573
10 Prof. Saldi Isra Sumbar 08126619853
11 Suhadi Sendjaja DKI Jakarta 081317098817
12 Taufik Wijaya Sumsel 082179555256
13 Teuku Kemal Fasya Aceh 085277134765
14 Prof. Dr. M.A. Tihami Banten 08111822240
15 Dr. Yenrizal Tarmizi Sumsel 081373000531
16 Yudi Latif DKI Jakarta 087884468008
17 Prof. Yusny Saby Aceh 0811687476
18 Rizaldi Siagian Sumut 081380504550
19 Radhar Panca Dahana Jakarta 08161948365
20

 

 

 

LAMPIRAN 2

 

 

Poin-poin Utama Hasil Mufakat FGD II

Pra-Temu Akbar Mufakat Budaya Indonesia III

Hotel Novotel Grand Shayla Makassar,  24-25 Mei 2018

 

Nilai-nilai Utama (Dasar) dalam (penyusun) kebudayaan Bahari Indonesia

  1. “(ke)bersesama(an)” yang muncul misalnya dari tradisi “kitorang basodara” = tat twam asi = di ria lai padaurane, dimana aku bereksistensi melalui modus mengintegrasikan dirinya dengan kamu: kamu adalah aku, ada aku dalam dirimu. Manusia adalah bagian dari kesatuan organik lingkungannya. Dari modus eksistensial inilah terproduksi sikap saling mempersaudarakan (mutualistic brotherhood=fraternite) dan pada akhirnya menciptakan nilai  gotong royong.

 

  1. “Keberagaman dalam kesatuan”, perbedaan adalah hal yang terberi (given) juga kerjasama di antaranya tak terelakkan (taken for granted), terwujud dalam beberapa prinsip primordial, misalnya “Tan Hana Dharma Wangrwa” (terpecah-pecahlah itu, tak ada kebaktian yang mendua, tetapi satu jualah kesetiaan itu, tak peduli asal muasal), bhinneka tunggal ika, atau “aporomu yinda posaangu, apogaa yinda koolota” (berkumpul tidak bersatu, berpisah tidak ada antara).

 

  1. “Akseptansi” menggantikan nilai “toleransi” karena yang terakhir masih menyimpan limit atau batas yang tidak boleh dilampaui, sementara yang pertama tidak terbatas ketika seseorang atau orang lain (the other/liyan) diterima totalitas dirinya ke dalam diri yang lain. Penerimaan total itu menjadi dasar gerak kehidupan dalam memanusiaskan yang lain. Ini nampak dalam pandangan orang Melayu, “semua (apapun darimanapun) berhak hidup bersama”, yang membuat kebudayaan kita tidak mengenal sikap-sikap chauvinistik dalam kelokalan atau xenophobic dalam menyikapi dunia luar. Seperti “Tau Mopotau Lo Tau” (manusia memanusiakan manusia), “Si Tou Mou Tu Mou Tou” (manusia memanusiakan orang lain)

 

  1. Rasa malu sebagai ekspresi kehalusan budi (budaya) bangsa Indonesia yang muncul dari sikap merasa bersalah, karena dengan nilai ini harkat dan martabat seorang manusia Indonesia dapat dipertahankan/ditingkatkan.

 

  1. Berbagi kasih, sebagai landasan keadilan bagi semua, tak hanya manusia tapi juga lingkungan

 

  1. Religiusitas dalam berbudaya atau “Ketuhanan yang berkebudayaan” (Soekarno)

 

  1. Praktik “demokratis” dimana pemimpin dipilih oleh sebuah dewan/majelis yang mewakili rakyat (para tetua, sesepuh, arif-bijaksana) berdasar asas/prinsip meritokratik tanpa peduli garis keturunan, asal muasal, agama, gender, dan lainnya (lintas etnik dan wilayah). Meritokratik/ natiokratik, tempokratik. Pemimpin didasari pada kapasitas dan kemaslahatan bagi rakyat. Tidak peduli siapa, dari mana, lahir di mana

 

  1. Pendidikan harus dibangun kembali dari dasarnya sebagai sebuah proses pembudayaan, dinamika budaya lokal menjadi basis utamanya dan tingkat literasi yang ditumbuhkan bukan hanya memakai bahan-bahan skriptural dengan memori sebagai basis keilmuan, tapi sejarah mental dan data spiritual menjadi basis perilaku atau tindakan sebagai hal lebih utama ketimbang ingatan (dalam filosofi dan praktik keilmuan Kontinental).

 

  1. Melakukan revivalisasi) kekuatan “daerah” berbasis pada kekuatan lokalnya, karena “daerah” selama ini telah “dibunuh” oleh sistem (negara) yang sentralistis à sementara kegagalan daerah menjadi kontributor kegagalan negara.

 

  1. Kecerdasan kita menjadi artifisial memunculkan intelektual ter(keliru) (fake intellectuals) à akibat adanya imperalisme pemikiran sejak PAUD yang merobotisasi manusia.

 

  1. Produk-produk kebudayaan Indonesia mutakhir perlu ditingkatkan kuantitas/kualitas/intensitasnya untuk mengatasi produk budaya baru yang merusak/destruktif.

 

  1. Demokrasi diterapkan secara asimetris, sebagaimana terjadi dalam praktik administrasi pemerintahan, dengan cara memberi ruang pelaksanaan demokrasi pada logos dan pengetahuan budaya masing-masing lokal.

 

  1. Kejujuran adalah nilai tertinggi yang mengangkat harkat dan martabat manusia, karena itu menciptakan rasa saling percaya di mana kebersesamaan menjadi konsekuensi lanjutannya.

 

  1. Meningkatkan kesadaran waktu dan ruang (historik dan teritorial) untuk menghindari generasi milenial dari pernyakit dislokasi-disorientasi.

 

  1. Nilai kasih sayang bahkan pada musuh sekalipun.

 

 

Hasil ini dimufakati bersama semua peserta FGD II di Novotel Grand Shayla Makassar,  25 Mei 2018.

 

 

 

DAFTAR PESERTA FOCUS GROUP DISCUSSION II

NO NAMA ASAL DAERAH KONTAK
1 Prof Dr Qasim Mathar MA Makassar 0811463990
2 Prof. Dr. Rasyid Asba. Makassar 0813.10301354
3 Dr. Munsi Lampe, MA. Makassar 0823.43459890
4 Prof. Dr. Hamka Naping Makassar 082140408010
5 Prof. Dr. La Niampe Kendari 081343959470

081245779970

6 Dr. Waode Sifatu Kendari 081341762438
7 Mohammad Ridwan Alimuddin Mamuju 081355432716
8 Idwar Anwar Sulbar Luwu/Mamuju 081343755711
9 Prof. Dr. Gazali Lembah Palu 0813.32484844
10 Dr. Rizali Djaelangkara, M.Si. Palu 081341224412
11 Kamajaya al-katuuk Manado 081242282266
12 Dr. Ivan RB Kaunang, SS., M.Hum. Manado 081353173999
13 Nani Tuloli, Prof. Dr. Gorontalo 08124409877
14 Basri Amin, PhD. Gorontalo 081243492127
15 Ishak Ngeljaratan Sulsel 081342694790
16 Dr. Hasbollah Toisuta Maluku 081343002000
17 Rudy Fofit Maluku 082187716948
18 Dr. Marcel Robot NTT 081337611442
19 Adolof Tapilatu, S.Sos Papua 081290109595
20 Prof. Dr. Sri Edi Swasono Jakarta    08159533852
21 Prof. Dr. Meutia Hatta Jakarta    082110769459
22 Radhar Panca Dahana Jakarta    08161948365
23 Aslan Abidin Makassar    081242244700
24 Asia Ramli Makassar    08124251135

HOTEL NOVOTEL GRAND SHAYLA MAKASSAR, 24-25 MEI 2018

 

LAMPIRAN 3

 

 

Poin-poin Utama Hasil Mufakat FGD III

Pra-Temu Akbar Mufakat Budaya Indonesia III

Hotel Tentrem, Yogyakarta, 7-8 Juni 2018

 

 

  1. Kebudayaan Indonesia memiliki kemampuan untuk berdialog dengan budaya-budaya asing dengan cara alamiah, menyaring elemen-elemen buruk/destruktif dan menggunakan elemen-elemen positifnya untuk menjadi bagian identitas diri dengan pemaknaan yang berbeda dari aslinya.

 

  1. Ada nilai luhur/mulia dari spiritualitas (agama) dalam kebudayaan kita yang bersifat universal dan harus dipertahankan, walau dapat didaur ulang bentuk/produk-produk kebudayaannya mengikuti perkembangan zaman.

 

  1. Spiritualitas kita memiliki keyakinan yang sama pada Yang Maha Kuasa, Dzat yang Ilahiyyah.

 

  1. Kebudayaan itu seperti pendulum yang membumikan kembali turbulensi kehidupan karena pengaruh-pengaruh asing, dengan memosisikannya sebagai pusat dari kehidupan bernegara.

 

  1. Kebudayaan adalah sebuah modal atau kekuatan kita yang memiliki kemampuan untuk membuat turbulansi (kehidupan) – tidak menyebabkan pesawat jatuh, keutuhan bangsa rubuh.

 

  1. Pemetaan kebudayaan perlu dilakukan untuk kemudian disistematisir hingga ia menjadi integral → untuk menghindar dari konflik-konflik yang didesain oleh aktor-aktor elite/kekuatan asing.

 

  1. Tatanan (sistem/struktur sosial, politik, dll) dari hidup bernegara saat ini di banyak bagian telah menghancurkan realitas kultur bangsa Indonesia yang damai dalam kehidupan multikulturalnya.

 

  1. Perlu menginventarisasi dan mengkodifikasi apa yang disebut sebagai logos atau sistem berpikir atau hikmah kebijaksanaan (tradisi/budaya) kita.

 

  1. Etos “bakumpai” di mana kita memiliki kapabilitas untuk belajar pada apa dan dari siapapun yang memiliki kelebihan, juga belajar untuk menerima yang berbeda, sehingga dengannya kita dapat membangun identitas yang tidak konfliktual dalam dirinya.

 

  1. Perlu ada rekonstruksi pemahaman kemanusiaan kita yang berbasis pada masyarakat multikultural seperti yang telah disebutkan di atas.

 

  1. Pancasila memiliki kekuatan untuk mempersatukan perbedaan yang muncul dalam masyarakat karena agama, suku, adat, budaya, dan lainnya.

 

  1. Tetua adat dan rohaniawan tidak berpolitik praktis karena dia telah memiliki semuanya dan tidak boleh dimiliki oleh siapapun.

 

  1. Perpaduan nasionalisme-religius adalah kekuatan/jatidiri bangsa yang bisa menjadi solusi terbaik dalam penciptaan kepemimpinan di tingkat lokal hingga nasional.

 

  1. Kepemimpinan Indonesia mesti didasarkan pada proses pengkaderan yang membuat dia menjadi seorang Ksatria yang tak terbelenggu lagi oleh kekayaan (fasilitas/materi), karena negara sudah memeliharanya.

 

  1. Pembangunan ekonomi Indonesia telah banyak mengingkari nilai-nilai paling dasar atau fundamental dari kebudayaan bangsa kita (gotong royong, kesetaraan, kemandirian, keadilan), karenanya harus dikembalikan pada nilai-nilai penentu itu.

 

  1. Perbaikan, dalam ekonomi misalnya, sekurangnya harus kembali pada marwah dan ketentuan konstitusi pra amandemen di mana nilai-nilai luhur kebudayaan terepresentasikan.

 

  1. Indonesia dalam sejarahnya tidak mengenal kata miskin atau kelaparan à manusia bahagia dalam posisi dan tujuan sosialnya masing-masing.

 

  1. Kita bahagia bila kita bisa membuat orang lain bahagia (Angawѐ sukaning wwang lѐn)

 

  1. Transmisi nilai-nilai luhur pada (antar) generasi berikut harus diselenggarakan segera, untuk mengisi kekosongan rohaniah generasi baru, lewat cara yang mengacu pada kearifan pola-pola pengajaran di khazanah tradisi kita.

 

Hasil ini dimufakati bersama semua peserta FGD III di Hotel Tentrem Yogyakarta,  08 Juni 2018.

 

 

 

 

 

DAFTAR PESERTA FOCUS GROUP DISCUSSION III

HOTEL TENTREM YOGYAKARTA, 07 – 08 Juni 2018

 

NO NAMA ASAL DAERAH KONTAK
1 Prof.Ir. Wiendu Nuryanti, M.Arch., Ph.D Yogya 0811267485
2 Nasirun Yogya O87839361410
3 Romo DR. F.X. Baskara Tulus Wardaya, SJ Yogya 081328729136
4 KH. Muhammad Jadul Maula Yogya +62 812-2763-802
5 Prof. Sahid Teguh Widodo, S.S., M.Hum. Jateng +62 822-2000-9042
6 Joko Pekik Jogja
7 Sutanto Mendut Jateng O8156808839
8 Prof. Dr. Ramlan Surbakti, MA Jatim 082114167742
9 KH. Agus Sunyoto Jatim +62 878-5905-1197
10 Prof. Dr. Abd. A’la,  M.Ag. Jatim 08113505330
11 Prof. Dr. Syarif Ibrahim Alqafrie, M.Sc. Pontianak 0811562192
12 Nasrullah Banjarmasin 081349596929
13 Syafruddin Pernyata Samarinda +62 821-5162-8828
14 Pdt. Dr. Marko Mahin, S.Th, MA. Palangkaraya 081349427771
15 Tuan Guru Haji Tamim Ali Aqso Lombok Barat +62 878-6519-1287
16 Warih Wisatsana Bali O8123621853
17 Ida Pedanda Gede Kekeran Bali 085935115999
18 Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet Bali O811397267

dude7@indo.net.id

19 H. Dinullah Rayes Sumbawa/NTB 081339513893
20 Prof. Dr. Ki Supriyoko, M.Pd. Yogya 0818272024
21 Radhar Panca Dahana Jakarta 08161948365
22 DR. Hendri Saparini Jakarta
23 M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum. Yogya

 


Viewing all articles
Browse latest Browse all 1300