Sinopsis Buku
REVOLUSI MENTAL PANCASILA
WARISAN KEARIFAN PERENNIAL NUSANTARA DAN DUNIA
Karya: Ahmad Yanuana Samantho, MA, M.Ud
REVOLUSI MENTAL PANCASILA
Berdasarkan WARISAN KEARIFAN PERENIAL NUSANTARA DAN DUNIA
Daftar Isi
Bab 1. KRISIS DUNIA MODERN
- Pendahuluan: Situasi dan Kondisi Negara Bangsa NKRI saat ini,
- Krisis Multidimensi yang Disebabkan oleh Paradigma Ontologis–Epistemologis Barat Materialialisme-Sekuler dalam Ilmu dan Kebudayaan. (hal.4)
Bab 2. KELUAR DARI KRISIS MODERNISME
- Saran Seyyed Hossein Nasr:Kembali Ke Ilmu Pengetahuan Suci Tradisional dan Kearifan Abadi (Perennialisme) untuk Menyelesaikan Krisis Multidimensi Manusia Modern (hal. 46)
- Tasawuf (Irfan) Sebagai Modus Epistemologi Baru (hal. 98 )
Bab 3. KEPEMIMPINAN ILAHIAH DALAM KONSEP DEMOKRASI PANCASILA:
- Kajian Filsafat Islam Nusantara untuk Mengatasi Problem Utama Kebangsaan dan Kenegaraan (hal.104)
- Reaktualisasi Panca Sila: Pidato B.J. Habibie Tentang Reaktualisasi Panca Sila (hal. 115 )
- Bhineka Tunggal Ika Adalah Kalimat Tauhid (hal. 120)
- Perjalanan Hidup Manusia: Dari Tuhan Allah, Kembali Ke Allah, Falsafah Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. (hal. 122)
- Fitrah dalam Perspektif Al-Quran (hal. 128)
- Merenungkan Hanacaraka (hal. 143)
Bab 4. RUH KEBANGKITAN INDONESIA BARU
- Dinamika Muslim: Menuju Renaisans Indonesia (hal. 151)
- Tafsir Uga Wansit Siliwangi, Ramalan Jayabaya, dan Sabdo Palon Noyo Gengong atas Prediksi kebangkitan Nusantara (Indonesia Baru) (hal. 158 )
- Ajaran Islam dan Hindu-Budha dalam Kebudayaan Sunda ? Tinjauan Kritis atas Sejarah Proses Akulturasi dan Asimilasi Kebudayaan Sunda, Islam dan Hindu-Budha. (hal 174. )
- Peradaban Sundaland adalah Akar dari Seluruh Peradaban Dunia (hal 189 )
- Temuan Jejak Sejarah Para Nabi Allah di Nusantara dan Agama-agama Dunia (hal 192)
- Falsafah Ageman (Sahadat) Sunda Buhun/Sunda Wiwitan (hal. 205 )
- SUNDA itu adalah SU-NA-DA, Distorsi Sejarah dalam Perjalanan Waktu (hal. 213)
- Menguak Kosmologi Sunda Kuno (hal. 223)
- Apakah Sunda Pajajaran Adalah Kerajaan Hindu? (hal.237 )
- Indonesia/Nusantara Sumber Peradaban Vedha India? (hal. 245 )
- Kitab-Kitab Suci Hindu Menjelaskan Kedatangan Nabi Muhammad Saw (hal. 248 )
- Apakah Noah/Manu/Nabi Nuh: Nabinya Kaum Hindu ? (hal. 271)
- Titik Temu Kesamaan Hindu dan Islam (hal. 288 )
- Agama-agama Asli Nusantara yang Terpinggirkan (hal. 304 )
- Konsep Manusia Sunda di Tatar Sunda (hal. 311).
- Koneksi Kenabian di Nusantara: Hubungan Nusantara Kuno dengan Sejarah Para Nabi Allah Dan Agama-agama Besar Dunia serta Kearifan Tradisional-Perennial Lokal Nusantara (hal. 328)
- Melacak Jejak Leluhur Nusantara (hal. 344)
- Dewa Ruci: Perjalanan Sufistik Esoteris Manusia Nusantara (hal. 391)
- Batak Parmalim, Debata Mula Jadi Na Bolon, Dalian Na Tolu (hal. 403 )
- Kaharingan Dayak Borneo Kalimantan (hal. 418)
- To Manurung, Ila Galigo Sulawesi (hal 422. )
- Borobudur, Monumen Kearifan Asli Nusantara ( hal. 228 )
- Tangga Awal Pendakian Ziarah Spiritual dari Lantai Dasar Karmawibhangga Candi/Sandi Borobudur (hal. 450 )
Referensi (hal.454)
Biografi Penulis (hal.465)
Bab 1
KRISIS DUNIA MODERN:
LATAR KRISIS KEBANGSAAN AKIBAT MODERNISME-MATERIALISME-SEKULARISME DAN EKSTRIMISME+KEBODOHAN BERAGAMA
Pendahuluan:
Bismillahirahmanirrahim, Allahuma Shalli ala Muhammad wa ala ‘Aaali Muhammad wa ajjil farojahum,
Bangsa dan Negara kita dalam 50-20 tahun terakhir memang mulai menghadapi masalah serius dan bahaya yang mengancam kesatuan-persatuan bangsa dan NKRI serta ancaman kehancuran negara. Upaya perbaikan dan kemajuan bangsa dan Negara, pasca gerakan “reformasi 1998”, yang diharapkan akan muncul perbaikan reformatif –minimal atas kondisi sosial-politik-ekonomi bangsa—dan maksimalnya perbaikan menyeluruh dalam ipoleksosbud hankamnas, kini seolah terseok-seok berjalan ditempat dan terhambat.
Ancaman disintegrasi bangsa semakin menguat, akibat kelemahan internal bangsa kita sendiri, di samping adanya intervensi penggalangan oleh agen-agen intelejen asing dari negara-negara adidaya Barat dan para pengusaha kapitalis-neo-imperialis global, yang telah dan ingin terus mengambil banyak keuntungan dari kelemahan SDM (Sumber Daya Manusia) kita, seraya mengambil keuntungan maksimal atas kekayaan SDA (Sumber Daya Alam) kita yang berlimpah-ruah.
Jangan Lupakan Sejarah! Konspirasi Menuju Disintegrasi Bangsa:
Apa yang sekarang terjadi di Indonesia di akhir tahun 2016 sampai pertengahan tahun 2017 ini, tak lepas dari akar sejarah kita. Ini semua masih merupakan kelanjutan dari ekses pasca kolonialisme dan imperialisme, yang bermetamorfosa menjadi berbagai konflik sosial politik ekonomi yang masih kerap terjadi di Indonesia. Maka marilah kita merenung sejenak, menelisik kembali sejarah kontemporer paska Proklamasi kemerdekaan RI 1945.
Dari Pemberontakan PRRI-Permesta, Konflik Tolikara hingga Parade Tauhid Indonesia dan Demo 4-11 & 2-12 2016 serta berbagai aksi terorisme di Indonesia: adalah Program Konspirasi Menuju Disintegrasi Bangsa?
Salah seorang sahabat penulis, Almarhum Quito Riantori, 18 August 2015, setahun sebelum wafatnya, telah memposting tulisan Arya Penangsang di laman Facebooknya, sebagai berikut:
“Amerika Serikat dan Negara-negara sekutunya tetap punya kepentingan untuk mengendalikan pemerintahan Indonesia. Sejarah telah membuktikannya. Setiap kali rezim pemerintah RI tidak mau tunduk terhadap kepentingan dan kemauan politik “Paman Sam” (USA), maka dipastikan akan terjadi kerusuhan sosial di Indonesia. Kita bisa mengungkap kembali fakta sejarahnya.
Pertama, Era 1950-an. Pemberontakan PRRI/Permesta. Pemberontakan ini didalangi oleh Amerika Serikat. Bahkan tentara AS terlibat langsung di dalamnya. Terbukti dengan tertangkapnya seorang pilot AU AS, di Morotai, Maluku.
AS berkepentingan menjatuhkan pemerintahan Presiden Soekarno. Karena pemerintahan RI waktu itu berkiblat kepada poros Peking-Moskow yang kebetulan berhaluan komunis atau sosialis. Tragisnya pemberontakan terhadap Soekarno tersebut di lapangan dijalankan oleh partai Islam, Masyumi. Di dalamnya banyak terlibat tokoh-tokoh muslim modernis.
Kedua, GESTOK atau G-30-S/PKI tahun 1965. Banyak catatan sejarah yang membuktikan keterlibatan intelijen AS: CIA, pada peristiwa Gerakan 30 September, G30S-PKI. CIA bekerjasama dengan segelintir perwira TNI AD. Mereka berhasil menghancurkan 3 kekuatan RI sekaligus. Yakni loyalis Perwira TNI AD, pemimpin, kader dan anggota parpol PKI, serta Presiden Soekarno dan para pendukungnya.
Setelah itu AS menjadi penguasa yang sebenarnya atas negeri tercinta ini. Rezim Orde Baru Soeharto hanyalah boneka AS. Tak lebih dari itu. Selama 50 tahun lebih kekayaan sumber daya alam (SDA) Indonesia dieksploitasi dan dirampas oleh AS. Tragisnya mayoritas alim-ulama Indonesia dan ormas Islam tradisional tak menyadari akan hal ini. Mereka justru, sadar atau tak sadar, telah menjadi alat provokator CIA dan rezim Orba untuk menghancurkan komponen bangsa lainnya. Terjadilah penculikan, pembantaian, dan pembunuhan terhadap anggota PKI dan pemenjaraan dan isolasi-blokade sosial-politik-ekonomi terhadap para tokoh Sukarnois.
Sebenarnya secara tak langsung peristiwa di atas mungkin terjadi karena kelengahan kebijakan Presiden Soekarno sendiri pada awal kemerdekaan RI. Tepatnya pada saat perundingan KMB 1949. Delegasi Indonesia bersedia menyepakati pasal yang sangat berbahaya, yakni memasukkan mantan perwira tentara kolonial Belanda: KNIL, ke dalam tubuh perwira TRI yang kemudian menjadi TNI. Sedangkan sebagian tentara TRI yang sudah terbukti loyal terhadap negara, justru mengalami proses rasionalisasi (pemberhentrian dari TRI-TNI). Artinya terjadi demiliterisasi sebagian anggota TRI. Akhirnya terjadilah G30S/PKI dan Supersemar. “Senjata makan tuan”. “Revolusi memakan anak kandungnya sendiri”. Bahkan menelan korban orang tua kandungnya sendiri. “Cerita Joko Tingkir menyingkirkan Sultan Trenggono kembali terjadi dalam pentas sejarah Indonesia modern.” Begitu tulis Arya Penangsang.
Ketiga, Kerusuhan Mei 1998 menjelang “Reformasi”, Gerakan demonstrasi yang diprakarsai oleh para mahasiswa ini berhasil melengserkan Presiden Soeharto. Ditengarai kuat CIA juga terlibat dalam peristiwa ini. Karena arah suksesi kepemimpinan nasional yang dipersiapkan Soeharto, tak sesuai dengan keinginan Negeri Paman Sam (USA). Oleh karena itu Presiden Soeharto serta penggantinya harus merasakan akibatnya (dijatuhkan).
Awal kerusuhan Mei 1998 terjadi kerusuhan di universitas Trisakti, Jakarta. Aparat TNI menembak mati beberapa mahasiswa. Sesaat kemudian terjadilah penjarahan oleh massa. Provokasi anti pribumi dan kerusuhan anti China dihembuskan oleh mulut-mulut setan yang haus kekuasaan. Orang pintar juga tahu siapa setan yang dimaksud. Dialah dalang kerusuhan Mei 1998. Seseorang yang sangat berambisi ingin menjadi Presiden RI. Namun tak pernah tercapai hingga kini. Dia sebenarnya hanya boneka yang dikendalikan intelijen AS, CIA.
Keempat, Kerusuhan SARA di Maluku dan Palu. Peristiwa ini terjadi pada tahun 2004. Sesaat setelah Susilo Bambang Yudoyono dan M Jusuf Kalla menjabat sebagai presiden dan wapres RI. Konflik SARA ini juga buatan CIA. Guna menekan rezim SBY agar tunduk terhadap kemauan pemerintah Paman Sam dan Zionisme internasional. Faktanya konflik pun berhenti setelah rezim SBY melakukan MOU dengan perusahaan multinasional asal AS yang menanamkan modalnya dan mengeruk kekayaan alam Indonesia. Leluasalah mereka kembali merampas emas, minyak bumi, dan SDA lainnya. Kita semua tahu akan hal ini.
Kelima, konflik Tolikara-Papua. Kerusuhan ini juga rekayasa CIA. Demi menekan rezim Jokowi agar mau tunduk kepada kepentingan Barat dan AS. Untuk menegur pemerintahan Jokowi yang mulai bermesraan dengan RRC, Rusia dan Iran. Ini peringatan pertama. Peringatan kedua, segera menyusul.
Apa skenarionya? Berbagai “Parade Tauhid Indonesia” banyak disusupi agen Muslim ekkstrem takfiri. Sudah jelas arahnya. Yakni ingin menciptakan kebencian antar etnis dan agama. Memfitnah kaum Nasrani yang cinta damai. Memfitnah Muslim Syiah dan NU yang berhaluan madzab cinta dan rahmatan lil-’alamin. Tampaknya skenario ini juga akan gagal. Presiden Jokowi cukup cerdas. Dan tetap tak mau bergeming. Tak mau tunduk kepada arogansi Paman Sam. Benar-benar si kerempeng (Presiden Joko Widodo) yang bermental jenderal.
Inikah yang namanya merdeka? Inikah yang namanya negara yang bermartabat dan berdaulat? Salah siapakah ini?
Ini jelaslah salah para elite penguasa sebelumnya, dan para calon penguasa yang haus kekuasaan dan ingin menumpuk kekayaan pribadinya. Kedzaliman dan penjajahan terjadi di negeri Muslim karena “ulamanya” dan “Habibnya” takut mati dan cinta dunia. Namun ini juga kesalahan seluruh rakyat Indonesia. Mengapa demikian…?
Karena kita hanya pandai berkoar-koar. Hanya lantang meneriakkan yel-yel merdeka, reformasi, bermartabat, berdaulat atau berdikari. Namun tak siap menanggung konsekuensinya. Kita tak siap diembargo. Kita tak siap dikucilkan oleh dunia internasional. Tak siap menjalani hidup susah sepanjang tahun. Tak siap hidup miskin dan sederhana selama puluhan tahun. Kita benar-benar lemah dan cengeng! Tidak setegar rakyat Republik Islam Iran dan Korea Utara!
Mana mungkin bisa tahan lapar, jika badannya tambah tambun. Para pimpinan politisi oposan sebagian berusia muda, namun perutnya tambah buncit saja. Si kerempeng (Jokowi, Pen) yang menerapkan pola hidup sederhana malah dicaci-maki. Pelakunya justru para habaib, ustadz, dan kiyai, yang cinta dunia saat ini. Apakah aksi ini jujur bertolak dari hati nurani kalian…? Lantas, di mana kejujuran dan keberanian kalian terhadap kedzaliman rezim Orba selama 32 tahun?
Apakah dosa dan kedzaliman “si Kerempeng” yang baru berkuasa 2 tahun ini lebih besar dari Jendral Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun…? Mana tulisan kritis kalian terhadap rezim Soeharto…? Mana aksi people-power kalian pada tahun 1998…? Di mana jutaan massa kalian…? Mengapa tak berdemo di Senayan bergabung dengan mahasiswa pada tahun 1998..? Di mana kalian saat itu…? Kalian tak berani menunjukkan batang hidungnya. Tak ada orasi dari kalian untuk menentang thagut di gedung DPR/MPR. Inikah namanya laskar mujahidin…? Hanya teman-teman mahasiswa yang turun berdemonstrasi ke jalan hingga mengepung gedung DPR/MPR. Kalian tak ada di sana saat itu. Justru kalian mencemooh kalangan demonstran saat itu. Padahal kini kalian yang menikmati hasil reformasi. Kami hanya menjadi tulang berserakan yang tak berarti.
Antar komponen bangsa saling sikut. Saling tendang. Saling melaknat dan mengumpat. Saling memfitnah. Dan akhirnya menghalalkan pembantaian dan pembunuhan.
Mayoritas justru menindas minoritas. Memfitnah PKI. Memfitnah non-pribumi. memfitnah etnis China. Memfitnah Syiah sesat dan halal darahnya…! Memfitnah kaum Nasrani. Memfitnah kaum minoritas lainnya. Demi tegaknya Tauhid…? Demi ukhuwah Islamiyah…? Demi silaturahim dan halal-bihalal….? Demi memperingati kemerdekaan Republik…? Namun penuh fitnah dan provokasi di dalamnya. Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun…
Kalian justru melupakan musuh sejatimu. Yakni setan besar Amerika Serikat dan Zionis Yahudi. Batang hidung kalian tak tampak pada hari al-Quds. Kemana massa kalian yang anti Zionis, pada hari pembebasan Palestina? Kalian tak sudi bergandengan tangan dan merapatkan barisan demi menghancurkan musuh. Ketidakpedulian kalian terhadap ketertindasan rakyat Palestina adalah kemenangan propaganda Israel dan setan besar Amerika.
Menuju Skenario Ketiga
Kita sebagai umat Islam Nusantara dan komponen utama bangsa Indonesia harus cerdas membaca strategi musuh. Tetap menjaga persatuan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta asas Bhineka Tunggal Ika. Kita wajib menghilangkan sentimen perbedaan suku, ras, dan agama. Meredam perbedaan madzab. Pihak minoritas kaum Takfiri jelas tak sudi akan hal ini. Tapi, ingatlah..! Mayoritas umat dan bangsa ini cinta damai dan persatuan. Bangsa kita memanglah multi kultur. Namun bukan berarti mudah untuk dipecah-belah. Sangat berbeda dengan kondisi bangsa Timur Tengah yang mono kultur. Namun mereka mudah terprovokasi oleh isu perbedaan madzab. Seruan fitnah dan perpecahan yang dihembuskan oleh kaum Takfiri saat ini di Indonesia tak akan berhasil. [1]
Intelijen Amerika tentunya segera merancang skenario ketiga. Yakni menciptakan krisis moneter dan krisis ekonomi. Dimulai dari menekan rupiah sehingga mata uang dollar Amerika terus naik meroket. Kemudian mereka menciptakan demonstrasi mahasiswa, dan menciptakan kerusuhan sosial. Jika skenario ini juga gagal, maka CIA menerapkan senjata pamungkasnya. Yakni memprovokasi segelintir elit perwira TNI yang haus kekuasaan agar mau melakukan kudeta militer.
CIA ingin mengulang kesuksesannya di Mesir melalui strategi kudeta militer. Yakni menyetir Jenderal Abdel Fattah as-Sisi untuk melakukan kudeta terhadap Presiden Mohammed Morsi yang berhaluan Islam fundamentalis. Rupanya CIA belum menemukan bahan bakar bonekanya di dalam tubuh TNI. Kalaupun ada, namun wayang tersebut sudah lama pensiun dari TNI.
Inilah medan tempur dan jalan peperangannya. Kita benar-benar bertaruh dan berharap banyak dengan kecerdasan dan ketangguhan rezim Jokowi untuk mematahkan skenario busuk tersebut. Ada secercah harapan. Rupiah masih kokoh bertahan dari gempuran kenaikan dollar. Mutasi, promosi dan penguatan doktrin kebangsaan di jajaran perwira tinggi TNI yang sangat loyal terhadap negara juga wajib ditingkatkan. Bila perlu mengarah kepada terbentuknya jiwa perwira TNI yang ultra nasionalis…! Rezim Jokowi benar-benar bekerja keras menahan serangan dari 2 arah yang mematikan ini.
Doa kami, rakyat yang cinta damai dan anti kekerasan, semoga Presiden Jokowi dan jajaran pemerintahannya berhasil menghantarkan negara Indonesia yang bermartabat, berdikari, dan berdaulat penuh. Hingga menjadi macan Asia. Bisa mensejajarkan diri dengan Iran dan RRC.
Dirgahayu Republik Indonesia ke 70. Jayalah Indonesia tercinta.”[2]
Di atas itulah kajian kritis dari Arya Penangsang yang penulis setujui kebenarannya, walau sangat kontroversial dan mungkin cukup banyak orang yang tak tahu. Namun masalah-masalah di atas bukan tanpa dasar pemikirian (mindset/paradigma) yang mengendalikannya. Oleh karena itu kita selayaknya menelisik dan menyelidiki secara lebih mendalam, agar kita kita tahu persis akar permasalahannya, sehingga akan lebih mudah mencari solusi atas masalahnya secara menyeluruh/komprehensif, sangkil dan mangkus (efisien dan efektif).
Potensi konflik sosial berbahan bakar SARA masih menyala titik apinya, dan asapnya masih mengepul belum terpadamkan. Simak amatan saya dan sahabat saya Karyawan Faturahman, mantan wakil Bupati Bogor, berikut ini:
“Aksi damai” (Demo ) 4-11, 2-12, tahun 2016 untuk kepentingan siapa?
Bermula dari statement politik Presiden Joko Widodo pada Peringatan Konperensi Asia Afrika di Bandung (2015) yang menyatakan Palestina harus “Merdeka”, dan berbagai kebijakan Presiden Jokowi soal Freeport, dll. telah membuat Amerika dan Israel berang. Jokowi dianggap telah berani melawan dan membangkang terhadap kepentingan Amerika sehingga dianggap sebagai musuh besar Amerika yang harus segera dilengserkan. Maka dirancanglah berbagai skenario operasi intelejen dengan target maksimal Jokowi jatuh pada tahun ketiga pemerintahannya (2017), atau minimal tidak akan terpilih lagi pada pilpres di masa keduanya.
Amerika yang bersekutu dengan NATO dan negara-negara persemakmuran (bekas negara jajahan Inggris) seperti Australia, Malaysia, Singapura yang bertetangga langsung dgn Indonesia, telah merancang gerakan militer untuk menekan untuk menekan Jokowi. Agen-agen asing, bertebaran melakukan rekrutmen kepada golongan barisan sakit hati dari kalangan bumi putra untuk melakukan perlawanan dari berbagai sektor: buruh tani, nelayan, santri, rakyat daerah sebagai bais wong cilik yang dijadikan alat demo menentang kebijakan Jokowi. Sistem perbankan, hukum, perdagangan, pemerintahan diacak-acak melalui antek mereka yg terdiri dari oknum-oknum bangsa kita sendiri. Boikot, penghadangan, penggagalan, demo, isue-isue, cemoohan, ledekan, cibiran dan fitnah dilakukan secara sistemik, bahkan oleh lembaga DPR RI.[3]
Kini isue SARA telah diledakkan yg berdampak besar kepada banyak “ulama dan agamawan tertentu” terprovokasi untuk menyatakan “Jihad”, padahal faktanya dari data yang kita dapatkan bahwa pada tanggal 4 November 2016 lalu, armada kapal induk Amerika berikut 26.000 marinirnya telah terkonsentrasi di perairan lepas Australia (Samudra Hindia: Pulau Christmas) dengan moncong senjata berat dan rudal diarahkan ke istana negara yang hanya berjarak tempuh rudal 1 jam dengan jarak +/- 5000 km ke Jakarta. Maka secara taktis hari itu Presiden memang harus tidak berada di Istana dengan tetap menjaga opini tetap tenang-aman-terkendali-kondusif dan biasa saja tidak ada yang istimewa, tidak membuat kepanikan masyarakat.
Langkah brilian Jokowi berikutnya adalah mendatangi markas-markas komando Kopassus, Marinir, Angkatan Udara, Brimob, Kostrad, merupakan untuk kekuatan dan jawaban bagi ancaman Amerika, bahwasanya kita sangat siap menghadapi mereka dengan kekuatan militer yang utuh, kompak, solid dan kuat dgn semangat bela negara yg tinggi. Jadi bukan untuk menjawab aksi damai tersebut.
Dengan indikasi kuat inilah Kapolri telah menyatakan adanya rencana MAKAR-Subversif (gerakan pengkhianatan) dari dalam negeri terhadap pemerintahan yang sah. Maka Panglima TNI menyatakan kita siap berjihad membela kedaulatan bangsa dan negara. Jadi sangatlah kecil dan dangkal jika ada tuduhan bahwa ketika Jokowi tak ada di Istana Negara pada Demo 4-11-2016, Jokowi melarikan diri untuk sekedar menghindar dari aksi damai 4-11 tersebut. Akan sangat disayangkan dan patut disesalkan ketika kedangkalan hati dan pikiran sebagian kecil umat terprovokasi untuk iku melakukan perlawanan bersama Amerika dan Israel terhadap NKRI tercinta.
Mari kita kembali renungkan siapa sebenarnya jati diri bangsa kita? Siapa lawan atau kawan kita yang sebenarnya? Patriot atau pengkhiat NKRI dan Pancasila-Bhineka Tunggal Ika? MERDEKA !!! ( ini Info dari Ki Sunda dan Ki Ageng Selo)”.
Pola pikir dan sikap tindak para ekstrimis islamist yang anti Pancasila dan anti NKRI pro “Khilafah” atau “Negara Islam Indonesia”, menurut terawangan saya adalah disebabkan oleh kesalahpahaman mereka dalam konsep teologis dan kosmologisnya.
Paradigma dan konsep Tauhid atau ketuhanan ala wahabi dan saudara-saudaranya menjadi sebab kerancuan berfikir mereka sekarang. Hal yang sama juga dulu 30 tahun yg lalu pernah saya alami ketika saya baru saja mengalami puber akidah yg terlambat dan salah asuhan. Ideologi atau manhaj fikriyah ala Hizbut Tahrir atau Wahabiyin Persis, Al Irsyad, NII, DI-TII, ikhwanul muslimin dan berbagai OTB Islamist garis keras lainnya, mulai mewabah di kampus-kampus pada tahun 1980-an, sebagai kelanjutan perjuangan eks NII-DI TII dan para pejuang Masyumi tahun 1950-an yang pernah memperjuangkan Pancasila ala Piagam Jakarta, yang sila pertamanya adalah “Ketuhanan YME dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya.” Sekarang yang terbaru adalah Kasus ISIS, Terorisme atas nama Islam, HTI dan Gerombolan pemberontak makar atas nama “Bela Islam” anti PKI anti Cinaisasi oleh kaum Islamist (“ngislam”).
Kaum Islamist tersebut menganggap bahwa Pancasila yang kemudian sekarang berlaku secara sah de jure dan de facto, adalah belum atau tidak Islami. Sehingga perlu diganti dengan Syariat Islam, khalihah, NII-DI. Cara pandang seperti ini antara lain karena mereka memahami Islam secara banal harfiah atau letterlijk formalis fiqhiyah syar’iyah saja.
Mayoritas kaum Islamist tersebut belum memahami Islam dan pesan-pesan utama Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW secara kaffah (komprehensif-holistik) dari semua dimensinya, baik Aqidah, Syariah, Tarikat, Hakikat dan Makrifatnya. Karena mayoritas kaum islamist tsb, tak menyukai kajian tasawuf dan irfan (Islamic Mysticism). Maka sudut pandangnya begitu formalis banal/dangkal. Mereka masih secara dikotomis diskriminatif diametral membedakan secara tegas antara agama langit yang berdasarkan wahyu scriptural, dengan agama bumi yang dibangun melalui akal budi atau budaya peradaban manusia. Seolah antara yang berasal dari Tuhan (Yang Ilahi) dan manusiawi itu selalu dalam anggapan dikotomis diametral. Mereka tak menyadari bahwa ayat-ayat Tuhan YME itu tak hanya hadir di dalam Kitab Suci Wahyu Ilahi yang diturunkan dari Langit. Tetapi ayat-ayat Tuhan yang tersebar di alam semesta dan di dalam diri-diri manusia (ayat kauniyah dan insaniyah/aqal), ditolaknya. Padahal ayat-ayat tanziliyah wahyu dalam kitab Suci pun, secara tersirat maupun tersurat, telah menjelaskan adanya ayat-ayat yang lain dari Tuhan , yang tersebar di ufuk langit dan bumi (alam semesta) serta di dalam diri-diri Manusia, makhluk-NYA yang paling sempurna, yang mewujud dalam bentuk ilmu pengetahuan dan hikmah kebijaksanaan serta budaya dan peradaban umat manusia. Ayat-ayat Kauniyah ini, tak pernah dianggap suci oleh mereka, dan dianggap tak penting, bahkan dianggap bertentangan dengan Kehendak Tuhan Allah SWT.
Cara berfikir dikhotomis dualistis tersebut menurut guru-guru saya, sebenarnya adalah sesat pikir yang menjurus kepada kemusyrikan yang samar. Hal ini mungkin tak disadari oleh para penganutnya. Namun tentunya ini secara sadar dan sengaja dibuat oleh para konseptornya, yaitu para orientalis imperialis Inggris seperti Hemper dan Lawrence of Arabia yang membina Wahabisme Saudi Arabia, dan Snouck Hurgronye yang menyusup ke Mekkah dan kalangan pesantren di Nusantara serta merumuskan ideologi islam baru yang menguntungkan kolonialis Belanda.
Namun tak hanya itu.
Cara berfikir ideologis literal harfiah ekstrim tersebut, memang punya akar sejarah yang panjang. Paling tidak sejak peristiwa Perang Siffin antara Imam / Khalifah Rasulullah Syaidina Ali Bin Abi Thalib dengan pasukan Muawiyah bin Abi Sofyan di abad 7 M. Berlanjut kepada Imam Hasan dan Imam Hussein bin Abi Thalib, cucunda Nabi Muhammad SAW, yang terbantai di Padang Karbala Irak oleh Yazid bin Muawiyah. Juga Al Halaj dan Ibn Arabi yang terzalimi oleh sebagian ulama Fiqh pada zamannya.
Episode selanjutnya dari konflik antara kaum Mukminin-Muslimin dengan kaum neokhawarij Islamisist terjadi juga pada konflik antara Prabu Brawijaya V dan Raden Patah Sultan Demak Bintoro dengan ajaran budhi pekertinya para Ulama Sabdo Palon Noyo Genggong. Juga hal sama terjadi konflik dan perang antara Prabu Siliwangi dan keturunanya para Raja Pakuan Pajajaran dengan Sultan Banten Maulana Yusuf di abad 15-16 M. Tragedi kemanusiaan religous juga terjadi pada kasus konflik berdarah antara Syekh Siti Jenar dengan para ulama pengusung Kesultanan Islam Demak Bintoro. Syekh Siti Jenar diancam dibunuh.
Sampai kini kaum Muslim dan non Muslim para pecinta Panca Sila Bhineka Tunggal Ika di Indonesia juga selalu diserang kaum islamisit ekstrim tersebut, sebagaimana yang terjadi belum lama ini pada rangkaian “Aksi Bela Islam” yang diusung kaum wahabiyin di FPI, FUI, HTI, JT, GNPF MUI, PKS, serta gerombolan politisi busuk dan konglomerat sisa para pendukung rezim orde baru Suharto dukungan USA. Isue dan sentimen keagamaan islamist begitu dieksploitasi untuk menutupi dan memuluskan ambisi politik ekonomi profan mereka.
Yang paling Mutakhir mungkin akan terjadi besok 20 Mei 2017, akan ada Demo besar-besar para mahasiswa (BEM) se-Indonesia untuk menggulingkan Presiden RI yang Sah Joko Widodo, Jelas-jelas ini tindakan makar subversif. Naudzu billah min Dzalik. Istaghislana ya Allah, Fanshurna ala kaumin munafikin, kafirin wa musyrikin. Amin ya Rabb al alamin.
Strategi politik penjajahan neokolonialis dan neoimperialis masih menggunakan strategi “devide et impera”, pecah belah (sehingga lemah), lalu jajah (kuasai) secara paksa. Konflik dan ancaman disintegrasi (perpecahan) bangsa, sebagaimana yang sebagian kecil saja tadi sudah diungkap, itu masih sangat potensial dengan menggoreng isu SARA (kesukuan, agama dan rasialisme). Fakta sosio-antrologis kebhinekaan dengan mudah menjadi musuh berbagai upara pemaksaan kehendak penyeragaman keyakinan dan hukum (‘fiqh-Syariat) parsial sekelompok kecil umat beragama, yang merasa dan mengklaim diri (sepihak) sebagai kaum mayoritas pemilik negeri ini.
Nah, untuk memahami dan mencari solusi menyeluruh atas problem kebangsaaan kenegaraan tersebut, maka tulisan saya dan berbagai tulisan nara sumber lainnya yang saya kutip dalam buku ini, berusaha mengajukan analistis deskriptif yang mendalam tentang penyebab krisis dunia modern – dalam bingkai sejarah modernisme dan post modernisme: materialisme-sekularisme.
Juga, buku ini menyodorkan salah satu alternatif solusi utama sebagaimana yang ditawarkan oleh Seyyed Hoosein Nasr, agar kita kembali merujuk kepada kearifan filosofis tradional suci-perennial wisdom.
Menurut penulis, analisis dan pendekatan solusi Seyyed Hossein Nasr sangatlah relevan dan dapat kita temukan erat kaitannya dengan berbagai kearifan lokal tradisional suci bangsa kita di Sundaland-Nusantara (Asia Tenggara).
Mengapa Sundaland atau Nusantara dan Indonesia khususnya menjadi harapan baru datangnya zaman keemasan (golden age) umat manusia yang akan menyelamatkan dunia ? Jawaban singkatnya adalah karena peradaban Nusantara punya keunikan dan keunggulan tersendiri dari segi kesejarahan, kelimpahan kekayaan sumber daya alam maupun falsafah kehidupannya, yang berbeda diametral dengan falsafah dunia Barat yang didominasi materialisme-isme bahkan atheism anti tradisi Suci. Nusantara masih menyimpan warisan kearifan perennial abadi, nilai-nilai suci-sakral manunggal Tri Tangtu: Ketuhanan-Kemanusiaan-Alam Semesta dan pandangan dunia kosmologis-ekologis yang ilahiyah (divine) ber-Ketuhanan Yang Mahaesa. Realitas Tuhan-Manusia dan Alam semesta masih dipandang sebagai sesuatu Realitas yang Unitiv (Manunggal, Tauhidi) secara eksistensial, sebagaimana tergambar dan falsafah-ideologi Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika,
Yang saya maksud dengan revolusi mental di dalam buku ini adalah revolusi pemikiran (paradigma) dan perasaan (cipta & rahsa) dan sikap budaya (karsa) secara cepat (revolusioner) progresif, dari kondisi mental bangsa terjajah, mental bangsa lemah-pesimis, mental bangsa yang selalu minder tak punya harga diri, tak punya self estem dan tak punya rasa percaya diri, tak tahu diri, lupa ingatan/lupa jati dirinya, pemalas, materialis-hedonis-koruptif dan bodoh, menjadi bangsa yang sepenuhnya sadar diri, cerdas, tahu identitas eksistensi diri sejatinya, ingat sejarahnya sebagai induk peradaban dunia sumber kebaikan agama-agama dunia, berniat dan bermental juara, punya national pride (kebanggan nasional), sadar bahwa dirinya adalah berasal dari Tuhan YME dan akan kembali kepada-Nya, mampu mewakili (mandatoris) dan memperjuangkan sifat-sifat-Ketuhanan Yang Maha Esa-NYA (Cinta kasih-sayang kemanusiaan, kejujuran, keadilan, keindahan, persaudaraan semesta, Rahmatan lil-alamin (Hamemayu Hayuning Bawono) dan lain-lain kehendak-kehendak-NYA, menjadi mercusuar, kompas dan teladan kepemimpinan dunia, berbudaya unggul dan berperadaban paripurna, menjadi contoh dan guru bagi bagi bangsa-bangsa lain seperti dulu zaman Kejayaan Peradaban Lemuria-Atlantis-Punt, Vedha Sanatha Dharma di anak benua Sundaland Nusantara.
Di sisi lain, perkembangan pemikiran umat manusia di dunia ini, Alhamdulillah, pada kenyataannya tidaklah statis dan stagnan. Walaupun mungkin belum menjadi trend yang mainstream (arus utama) dalam prosesnya, namun perkembangan positif itu dan para pemikir tecerahkan mulai lahir sejak akhir abad 20 dan berlanjut kini pada awal abad 21.
Sebagaimana kita ketahui, dan ini juga yang dijelaskan ulama intelektual Asy-Syahid Murthada Mutahhari, bahwa arus sejarah dan perkembangan peradaban umat manusia dan bangsa-bangsa, sangatlah tergantung dari bagaimana pola pemikiran dan cara pandang dunia (worldview, weltanshaung) atau falsafah-ideology dan moral-mental-ideology yang hidup dan beroperasi pada mayoritas warga bangsa atau elit dominan pembangun peradaban tersebut. Pola tindakan dan berbagai peristiwa sejarah, tak mungkin terlepas dari pola pikir para pelaku sejarah tersebut, yang menghasilkan peristiwa, aksi dan berbagai fenomena, baik sosial, politik ekonomi, seni-budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, pengelolaan lingkungan hidup ekologis, dll.
Secara umum, filsafat, yang merupakan fondasi dasar dari system ilmu pengetahuan, budaya dan peradaban manusia, terdiri dari 3 bagian pokok, yaitu: 1) Ontology, yang membahas tentang hakikat dan asal-usul atau akar mendasar segala sesuatu, Di dalamnya terkandung bahasan mengenai theology (ilmu ketuhanan), dan Cosmology (ilmu alam semesta); 2). Epistemology, yang membahas sumber-sumber dan struktur ilmu pengetahuan dan cara atau metode memperoleh ilmu pengetahuan, cara menguji kebenaran ilmu pengetahuan (verifikasi/pembenaran atau falsifikasinya/pembuktian kesalahannya); 3). Axyology, yang membahas ilmu pengetahuan terapan (aplikasi imu pengetahuan) seperti ilmu politik, etika dan estetika, ekonomi, Humaniora, science dan technology, dll.
Bagaimanakah bentuk dan model aksiologi atau ilmu pengetahuan (pemikiran/brainware) yang menjadi software dan atau brainware dari sebuah entitas budaya dan peradaban umat manusia, akan selalui terkait-terhubung erat dengan jenis ontologi dan epistemologinya. Ketiganya saling berkait-kelindan tak bisa dilepaskan, karena ontologi akanmembentuk espistemologi dan pada gilirannya epistemologi tertentu akan memberi corak dan membentuk aksiologi, serta system ilmu pengetahuan yang menjadi pedoman dan rujukan pembinaan dan pembangunan budaya dan peradaban umat manusia tersebut.
[1] Lampiran:
(Link Terkait: para “Kyai dan Ustadz” Provokator Agen Amerika binaan Jendral Kivlan Zein?)
http://www.suara-islam.com/read/index/8558/Ulama-Kharismatik—Hati-hati-ada-118-Orang-PKI-di-DPR-
[2] Tangerang, 17 Agustus 2015
Arya Penangsang
[3] http://www.beritaislam24h.net/2016/11/kivlan-zen-inikah-aktor-makar-yang.html
[4] http://idnnkri.com/sisa-harapan-jokowi-atas-ahok-dan-mimpi-makar-kubu-biru-hijau/
http://www.beritakita.id/22579/news/mengejutkan-panglima-tni-sebut-penyebar-berita-provokasi/
http://idnnkri.com/sisa-harapan-jokowi-atas-ahok-dan-mimpi-makar-kubu-biru-hijau/
http://www.beritakita.id/22579/news/mengejutkan-panglima-tni-sebut-penyebar-berita-provokasi/
