Quantcast
Channel: Bayt al-Hikmah Institute
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1300

Dedi Mulyadi Dianugerahi Penghargaan dari 2 Presiden: Presiden RI dan “Presiden FTI”

$
0
0

Jakarta – Malam Penganugerahan Federasi Teater Indonesia (FTI) kembali digelar. FTI tahun ini memasuki usia ke-10 tahun.

Acara ini digelar di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat. Ada dua tokoh yang menerima penghargaan ini, pertama adalah pejuang religius teater Indonesia yaitu Akhudiat dan kedua adalah budayawan yang pemimpin yaitu Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi.

“Malam ini sangat spesial sekali karena kami akan memberikan kepada dua tokoh yang fenomenal. Acara ini sekarang mirip acara yang dihadiri presiden. Ada panser dimana-mana. Jadi kita mesti berbangga dengan pengamanan yang luar biasa,” kata Penanggung Jawab FTI X Radhar Panca Dahana di TIM, Senin (28/12/2015).


“Yang pertama kami akan berikan penghargaan Tokoh FTI 2015 kepada pejuang religius teater Indonesia Bapak Akhudiat. Kemudian yang kedua kami akan berikan kepada budayawan yang pemimpin Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi sebagai Maecenas FTI 2015,” lanjutnya.

Namun, Radhar menambahkan, kedua tokoh tersebut tidak bisa menerima penghargaan secara langsung. Akhudiat menurut Radhar tidak bisa menerima penghargaan secara langsung karena masalah kesehatan yang menurun, sedangkan Dedi Mulyadi tidak bisa menerima penghargaan secara langsung karena masalah keamanan.

“Sebenarnya Pak Dedi Mulyadi sudah berada di ruangan di TIM ini. Namun sekonyong-konyong TNI dan Polri masuk ke dalam ruangan Pak Dedi Mulyadi. Kemudian mereka bertiga ngobrol gak tahu ngobrolin apa. Tapi tiba-tiba setelah itu Pak Dedi Mulyadi menghilang. Saya dengan Mas Sys NS sempat mencari namun ternyata tak ketemu,” ucap Radhar.

 

Budayawan Akhudiat dan Bupati Dedi Mulyadi Dapat Penghargaan FTI 2015

“Katanya pihak Polri berkata kalau Pak Dedi sudah diamankan di tempat yang aman. Ya baiklah kalau gitu. Saya sempat telepon ke Pak Dedi, beliau bilang sebentar lagi tiba. Lalu saya bilang kalau dua menit bapak gak sampai lokasi, kita akan berimajiner untuk memberikan penghargaannya,” tuturnya.Radhar pun kemudian memberikan penjelasan bahwa panitia acara sebenarnya telah menyiapkan pengamanan yang cukup ketat. Namun apa daya, ternyata pihak Polda Metro Jaya tetap tidak mengizinkan Dedi Mulyadi untuk hadir di acara FTI X ini.

Rencananya bila hadir, penghargaan untuk Dedi Mulyadi akan diserahkan oleh beberapa seniman terkenal Indonesia, antara lain yaitu Sys NS dan Slamet Rahardjo. Namun karena Dedi Mulyadi tak hadir maka kedua seniman tersebut melakukan imajinasi yang seolah-olah memberikan langsung kepada sang penerima penghargaan.

Sebelumnya, Forum Umat Muslim Jakarta mengecek setiap kendaraan yang masuk ke Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta. Mereka memeriksa apakah di dalam mobil ada Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi atau tidak.

Massa yang berjumlah seratusan orang dengan memakai pakaian putih-putih ini memang mendemo Dedi dan menolak kehadirannya di acara anugerah budaya.

“Kita kerahkan 200 kompi dari Polres dan Polsek supaya terhindar dari situasi yang tidak diinginkan. Sejauh ini mereka hanya minta Pak Dedi tidak hadir, dan saya sudah cek di dalam,” jelas Kapolres Jakpus Kombes Hendro Pandowo di lokasi.

(yds/rvk)

http://www.beritasatu.com/budaya/336362-berjasa-di-dunia-teater-dua-dramawan-raih-penghargaan.html

Selasa, 29 Desember 2015 – 08:01
federasi teater ind

[Purwakarta] – Kepedulian Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi terhadap seni dan budaya mendapatkan apresiasi dari Federasi Teater Indonesia (FTI). Bupati yang selalu mengenakan pakaian khas sunda ini mendapatkan penghargaan sebagai Maecenas Teater FTI 2015 di Taman Ismail Marzuki, Senin (28/12) Jakarta.

Maecenas adalah gelar budaya yang diberikan kepada masyarakat atau tokoh yang secara tidak langsung bekerja di dunia seni tetapi telah memberikan sumbangsih yang sangat signifikan pada dinamika dan perkembangan kesenian seperti seni pertunjukan secara khusus maupun kebudayaan secara umum. Dewan juri yang menilai penghargaan FTI 2015 ini diantaranya adalah para aktor dan aktris kawakan seperti Ratna Riantiarno, Jajang C. Noer, Slamet Rahardjo, sedangkan menurut salah satu juri Amorosoo Katamsi mengungkapkan bahwa diberikannya gelar maecenas terhadap Dedi Mulyadi, karena sumbangsih Dedi terhadap perkembangan budaya dan seni. “Kita bisa lihat sendiri bagaimana seorang dedi mulyadi  yang memberikan sumbangsih besar dalam perkembangan seni dan budaya ditanah air dan hal ini  yang mendasari kita sebagai juri  untuk memberikan apresiasi kepada dirinya.”, ujarnya ,

Sedangkan salah satu juri Penghargaan Federasi Teater Indonesia, Radhar Panca Dahana, Dedi Mulyadi terpilih sebagai  tokoh ‘Maecenas’ karena kecintaan dan kontribusi besar terhadap seni dan budaya meskipun Dedi bukan pelaku langsung. “Kita memberikan apresiasi karena dia seorang pemimpin daerah yang mencintai seni dan budaya karena ia memberikan ruang bagi pelaku seni dan budaya tradisi yang sementara didaerah lain dipinggirkan.”, tuturnya.

Dewan juri juga menilai bahwa Dedi Mulyadi memberikan kontribusi besar terhadap kehidupan seni dan budaya terutama budaya Sunda. Dedi pernah menggelar drama kolosal ‘Citra Resmi’ yang bercerita tentang perjuangan wanita Sunda dalam mempertahankan diri dan kehormatan bangsa Sunda dalam Perang Bubat. Tidak hanya itu, berbagai acara yang diprakarsai oleh Dedi Mulyadi selalu dikemas dalam bentuk teaterikal baik dalam acara pemerintahan maupun non pemerintahan juga dinilai memiliki andil besar dalam perlindungan terhadap khasanah seni dan budaya.

Menanggapi gelar Maecenas dari FTI, Dedi mengucapkan terima kasih dan apresiasi mendalam. Menurutnya, kegiatan kebudayaan yang sering ia lakukan adalah upaya pembentukan ruang interaksi budaya. “Saya ucapkan terima kasih atas apresiasi FTI, kita hidup di tanah Nusantara sudah seharusnya kita memelihara dan mengamalkan nilai luhur kebudayaan Nusantara. Karena saya orang Sunda maka saya gunakan kebudayaan Sunda untuk membangun transendensi itu,” kata Dedi

Selain kepada Dedi Mulyadi, Federasi Teater Indonesia juga memberikan penghargaan Tokoh FTI 2015 kepada Akhudiat sebagai Dramawan. Akhudiat yang kini berusia 69 tahun merupakan tokoh teater  senior yang tiada henti mengabdi dan berkontribusi terhadap pertumbuhan teater Indonesia.

Humas Setda Purwakarta

http://purwakartakab.go.id/web2/dedi-mulyadi-dianugerahi-penghargaan-maecenas-dari-federasi-teater-indonesia/

FTI 2015 memilih dua dramawan sebagai peraih penghargaan di Graha Bakti Budaya,Taman Ismail Marzuki, Senin, 28 Desember 2015.

JAKARTA-Penghargaan Federasi Teater Indonesia (FTI) tahun ini diberikan kepada Akhudiat selaku dramawan dan sastrawan asal Surabaya, sebagai Tokoh FTI 2015 dengan karya seninya di bidang teater. Tak hanya dari bidang seni, penghargaan ini pun diberikan kepada Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, sebagai Maecenas FTI 2015.

Lantas, apa pertimbangan para dewan juri yang terdiri dari Slamet Rahardjo, Ratna Riantiarno, Jajang C. Noer, Amoroso Katamsi, dan Radhar Panca Dahana ini memberikan penghargaan kepada Bupati?

“Pak Dedi sendiri, saya melihat dia sebagai tokoh yang menghidupkan budaya. Saya melihat dia berusaha untuk menjadi (orang) Sunda yang baik, Sunda yang baik ya Indonesia yang baik,” ucap Slamet yang ditemui usai acara FTI di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, Senin, 28 Desember 2015 malam.

Slamet menambahkan, kinerja Dedi tak diragukan lagi dalam hal melestarikan seni dan budaya asli daerahnya tersebut. Penghargaan Maecenas ini yang diberikan FTI khusus kepada seluruh lapisan elemen masyarakat yang tidak bekerja di bidang seni, namun dianggap berperan dan memberikan sumbangan nyata kepada kesenian, khususnya seni pertunjukan. “Mengenai kriteria mas Dedi, saya enggak terlalu dekat, tapi saya kira dia berusaha menjadi anak Sunda yang baik yang menghargai leluhurnya,” ungkapnya.

Seperti diketahui, sebelum Akhudit dan Dedy Mulyadi, penghargaan FTI sempat diberikan kepada beberapa tokoh yang berkecimpung di pentas seni Tanah Air, seperti WS Rendra (2006), Putu Wijaya (2007), Nano Riantiarno (2008), Slamet Raharjo Djarot (2009), Wisran Hadi (2010), Saini KM (2011), Rahman Arge (2012), Bakdi Soemanto (2013), dan Danarto (2014).

Dan untuk penghargaan Maecenas FTI memberikannya kepada Jakob Oetama (2011), Sri Sultan Hamengkubuwono X (2012), Victor Hartono (2013), dan Sapta Nirwandar (2014).

“Malam ini sangat spesial sekali karena kami akan memberikan kepada dua tokoh yang fenomenal. Acara ini sekarang mirip acara yang dihadiri presiden. Ada panser dimana-mana. Jadi kita mesti berbangga dengan pengamanan yang luar biasa,” kata Penanggung Jawab FTI X Radhar Panca Dahana di TIM, Senin (28/12/2015).

“Yang pertama kami akan berikan penghargaan Tokoh FTI 2015 kepada pejuang religius teater Indonesia Bapak Akhudiat. Kemudian yang kedua kami akan berikan kepada budayawan yang pemimpin Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi sebagai Maecenas FTI 2015,” lanjutnya.

Namun, Radhar menambahkan, kedua tokoh tersebut tidak bisa menerima penghargaan secara langsung. Akhudiat menurut Radhar tidak bisa menerima penghargaan secara langsung karena masalah kesehatan yang menurun, sedangkan Dedi Mulyadi tidak bisa menerima penghargaan secara langsung karena masalah keamanan.

“Sebenarnya Pak Dedi Mulyadi sudah berada di ruangan di TIM ini. Namun sekonyong-konyong TNI dan Polri masuk ke dalam ruangan Pak Dedi Mulyadi. Kemudian mereka bertiga ngobrol gak tahu ngobrolin apa. Tapi tiba-tiba setelah itu Pak Dedi Mulyadi menghilang. Saya dengan Mas Sys NS sempat mencari namun ternyata tak ketemu,” ucap Radhar.

Radhar pun kemudian memberikan penjelasan bahwa panitia acara sebenarnya telah menyiapkan pengamanan yang cukup ketat. Namun apa daya, ternyata pihak Polda Metro Jaya tetap tidak mengizinkan Dedi Mulyadi untuk hadir di acara FTI X ini.

“Katanya pihak Polri berkata kalau Pak Dedi sudah diamankan di tempat yang aman. Ya baiklah kalau gitu. Saya sempat telepon ke Pak Dedi, beliau bilang sebentar lagi tiba. Lalu saya bilang kalau dua menit bapak gak sampai lokasi, kita akan berimajiner untuk memberikan penghargaannya,” tuturnya.

Rencananya bila hadir, penghargaan untuk Dedi Mulyadi akan diserahkan oleh beberapa seniman terkenal Indonesia, antara lain yaitu Sys NS dan Slamet Rahardjo. Namun karena Dedi Mulyadi tak hadir maka kedua seniman tersebut melakukan imajinasi yang seolah-olah memberikan langsung kepada sang penerima penghargaan.

Sebelumnya, Forum Umat Muslim Jakarta mengecek setiap kendaraan yang masuk ke Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta. Mereka memeriksa apakah di dalam mobil ada Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi atau tidak.

Massa yang berjumlah seratusan orang dengan memakai pakaian putih-putih ini memang mendemo Dedi dan menolak kehadirannya di acara anugerah budaya. “Kita kerahkan 200 kompi dari Polres dan Polsek supaya terhindar dari situasi yang tidak diinginkan. Sejauh ini mereka hanya minta Pak Dedi tidak hadir, dan saya sudah cek di dalam,” jelas Kapolres Jakpus Kombes Hendro Pandowo di lokasi. (viva.co.id/dtc)

http://www.beritasatu.com/budaya/336362-berjasa-di-dunia-teater-dua-dramawan-raih-penghargaan.html

Zulhas: Dalam Budaya Ada Rasa Toleransi & Saling Menghargai

 Bahwa kebudayaan sekarang telah dimatikan.

ketua-mpr-ri-zulkifli-hasan_663_382

Sejumlah budayawan seperti Radhar Panca Dahana, Bambang Widodo Umar, Teguh Esha dan Suhadi Sendjaja, menyambangi Ketua MPR Zulkifli Hasan. Mereka yang terhimpun dalam Mufakat Budaya Indonesia (MBI) itu diterima oleh Zulkifli Hasan di ruang kerjanya, Lt. 9, Gedung Nusantara III, Komplek Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Rabu 20 Januari 2016.

“Terima kasih atas kesediaan Bapak menerima kami,” ujar Radhar.

Sebagai seorang budayawan yang sering berceloteh, penyair itu mengatakan seharusnya yang datang ke ruangan ini 16 orang namun separuhnya lagi sakit. “Saya heran di hari Rabu ini kok pada sakit semua,” ujarnya sambil tersenyum.

Dalam kesempatan itu, Radhar mengadu kepada Zulkifli Hasan atas apa yang terjadi dalam kegiatan yang diselenggarakan di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta, beberapa waktu yang lalu. Dalam acara itu, para budayawan memberi penghargaan kepada para Kepala Daerah yang mengembangkan budaya lokal.

Namun Radhar bersama budayawan yang lainnya mengeluh pada sikap FPI yang melakukan tindakan arogan yang men-sweeping Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang pada saat itu mendapat penghargaan atas pengembangan budaya Sunda di Purwakarta.

Radhar bersama budayawan lainnya, juga tidak mengerti sikap polisi yang membiarkan aksi yang dilakukan oleh FPI. Dalam kesempatan itu Radhar menyalahkan sikap polisi.

Kepada Zulkifli Hasan, Radhar mengungkapkan bahwa kebudayaan sekarang telah dimatikan. Untuk itu Radhar yang memandang Ketua MPR sebagai salah satu figur bangsa untuk ikut peduli dan memberi pengarahan kepada elit untuk menempatkan kebudayaaan pada posisi yang sepantasnya. Menurut Radhar, kebudayaan merupakan sebuah kritik dan jawaban terhadap keadaan.

“Tanpa budaya hidup ini kering,” ujarnya.

Bambang Umar dalam kesempatan itu mengatakansaat ini kita tidak mempunyai metode untuk mengimplementasikan nilai-nilai yang ada sehingga apa yang disampaikan itu menjadi kosong. Untuk itu budayawan siap membantu pikiran-pikiran yang ada untuk dirumuskan dan diaplikasikan.

Zulkifli Hasan menyimak semua apa yang disampaikan oleh budayawan itu. Diakui selepas era reformasi tahun 1998 hingga saat ini, rasanya hidup ini kering. Sudah hampir 71 tahun  Indonesia merdeka nilai-nilai Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika hanya menjadi retorika dan basa-basi. Untuk itu dirinya mengharap agar nilai-nilai di atas tak sekadar menjadi kata-kata namun harus menjadi budaya.

Dalam budaya, menurut Zulkifli Hasan ada rasa toleransi dan saling menghargai. “Demokrasi kan intinya freedom. Dalam demokrasi orang bebas beraktivitas dan berkreatifitas. Bukan seperti yang terjadi di Taman Ismail Marzuki tadi,” ujarnya.

Untuk itu Zulkifli menegaskan kembali bahwa nilai-nilai yang disosialisasikan MPR, Empat Pilar, tak boleh hanya menjadi bahan ceramah namun harus diimplementasikan dalam kehidupan. “Saya kira mulainya dari situ. Nilai-nilai itu sudah menjadi konsensus,” ujarnya.  | ferd

Sumber:   https://ferdfound.wordpress.com/2016/01/20/zulhas-dalam-budaya-ada-rasa-toleransi-saling-menghargai/

Presiden Joko Widodo Menyerahkan Penghargaan ‘Kepala Daerah Pro Budaya’ Kepada Dedi Mulyadi

Selasa, 9 Februari 2016 – 14:26
20160208202239

[Lombok] – Presiden Joko Widodo hari ini Selasa (9/2) menghadiri puncak peringatan Hari Pers Nasional di Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dalam kegiatan tersebut turut hadir para kepala daerah yang akan menerima penghargaan sebagai ‘Kepala Daerah Pro Budaya’ oleh DPP Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Kepala Daerah yang menerima penghargaan tersebut diantaranya adalah Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang dikenal publik sebagai kepala daerah yang membangun dengan menggunakan spirit budaya. Selain Dedi, penghargaan tersebut diberikan kepada Bupati Wakatobi Hugua, Walikota Sawah Lunto Ali Yusuf, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Annas, Bupati Belu Wilhelmus Foni, Bupati Tegal Enthus Susmono, Walikota Tomohon Jimmy F Eman dan Walikota Bandung Ridwan Kamil.

Dalam keterangan persnya Ketua DPP Persatuan Wartawan Indonesia Margiono menjelaskan tentang alasan pemberian penghargaan pro budaya kepada beberapa kepala daerah. Menurutnya selama ini kepala daerah bergelut dengan aneka macam tantangan dalam rangka menjaga ruh kebudayaan bangsa Indonesia. “pertama kepala daerah itu harus melek kebudayaan, lalu yang kedua mereka berjuang sekuat tenaga menjadikan kebudayaan sebagai asas pembangunan”. Jelas Margiono

Ketika ditanya mengapa Dedi Mulyadi turut mendapatkan penghargaan, Margiono menjelaskan bahwa Dedi Mulyadi merupakan salah satu yang paling concern terhadap isu kebudayaan bahkan bukan sekedar isu melainkan arah kebijakan kabupaten Purwakarta murni berdasarkan asas kebudyaaan. “Kami memilih Dedi Mulyadi karena beliau mampu menjadikan kebudayaan sebagai ruh kebijakan publik yang ia terapkan dan yang paling penting ia konsisten melakukan revitalisasi kebudayaan tradisional menjadi nilai-nilai aplikatif untuk semua generasi”. Kata Margiono menjelaskan.

Dedi Mulyadi saat ditemui ditempat acara mengucapkan terima kasih atas apresiasi terhadap kebudayaan sunda, lebih lanjut ia mengatakan bahwa kebudayaan daerah adalah ruh kebudayaan nasional. sebab kebudayaan itu bukan kesenian an sich tetapi lebih dari itu ia nilai aplikatif untuk kehidupan kita maka dengan dimensi aplikatif ini dirinya merasa yakin Indonesia akan mampu bersaing pada tatanan global” Jika ingin NKRI tetap utuh dan bersaing dalam arena globalisasi maka setiap daerah harus berpijak pada kebudayaan masing-masing”. Kata Dedi Singkat

Sehari sebelumnya Bupati Purwakarta menjadi Keynote speaker dalam diskusi kebudayaan yang juga diselenggarakan oleh DPP Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Dalam diskusi tersebut Dedi Mulyadi mengusulkan kepada Pemerintah dan DPR agar segera dilakukan penyusunan Undang-undang Ketahanan Budaya. (*)

Humas – Setda Purwakarta

Hits: 167
3


Viewing all articles
Browse latest Browse all 1300