Pelaut Nusantara Jauh Mendahului Cheng Ho dan Colombus
Seharusnya kita merasa bangga karena nenek moyang Negeri Nusantara adalah bangsa yang gemar menjelajahi penjuru bumi, mengarungi samudera hingga mampu menyebarkan berbagai peninggalan bersejarah yang sampai sekarang dapat dijumpai di berbagai wilayah Afrika. Jauh sebelum bangsa Eropa mengklaim bahwa bangsanya adalah yang terhebat di dunia karena berhasil melakukan perjalanan keliling samudera pada abad XVI, nenek moyang bangsa Nusantara sudah terlebih dahulu melakukannya. Bahkan seribu tahun lebih sebelum petualangan Cheng Ho dan Columbus. ![]() Cheng Ho (1405 – 1433)
Robert Dick -Read, peneliti asal Inggris menyatakan, berdasar pada sumber sejarah yang berlimpah, pelaut-pelaut Nusantara sudah menjejakkan kaki di Afrika sejak abad ke-5 Masehi. Jauh sebelum bangsa Eropa mengenal Afrika dan jauh sebelum bangsa Arab berlayar ke Zanzibar. Cheng Ho apalagi, pelaut China yang pernah mengadakan muhibah ke Semarang pada abad ke-14 M, ini jelas ketinggalan dari moyang kita. Penelitian Dick-Read tentang pelaut Nusantara ini awalnya adalah kebetulan. Ia datang ke Mozambik pada 1957 untuk meneliti masa lalu Afrika. Di sana. untuk pertama kalinya mendengar bagaimana masyarakat Madagaskar fasih berbicara dengan bahasa Austronesia laiknya pemukim di wilayah pasifik. Ia juga tertarik dengan perompak Madagaskar yang menggunakan kano (perahu yang mempunyai penyeimbang di kanan-kiri) yang mirip perahu khas Asia timur. Ketertarikannya memuncak setelah ia banyak menghadiri seminar tentang masa lalu Afrika, yang menyiratkan adanya banyak hubungan antara Nusantara dan sejarah Afrika. RAS AFRO – NUSANTARA Diantara bukti tersebut adalah banyaknya kesamaan alat-alat musik, teknologi perahu, bahan makanan, budaya dan bahasa bangsa Zanj (ras Afro – Nusantara). Di sana di ketemukan sebuah alat musik sejenis xilophon atau yang kita kenal sebagai gambang dan beberapa jenis alat musik dari bambu yang merupakan alat musik khas Nusantara. Ada juga kesamaan pada seni pahat patung milik suku Ife, Nigeria dengan patung dan relief perahu yang terpahat di candi Borobudur. ![]() Beberapa tanaman khas Indonesia yang juga tak luput hijrahke sana, semisal pisang raja, ubi jalar, keladi dan jagung. Menurut penelitian George Murdock, profesor berkebangsaan Amerika pada 1959, tanaman-tanaman itu dibawa orang-orang Nusantara saat melakukan perjalanan ke Madagaskar. Bukan itu saja, hipotesa Dick –Read cukup mengejutkan mengenai kehebatan pelaut Nusantara. Diantaranya adalah, rentang antara abad ke-5 dan ke-7 M, kapal-kapal Nusantara banyak mendominasi pelayaran dagang di Asia. Quote:
“Meskipun para pelaut Nusantara tidak meninggalkan catatan dan bukti-bukti konkret mengenai perjalanannya, sisa-sisa peninggalan mereka di Afrika jauh lebih banyak daripada yang diketahui oleh umum,” tulis Dick-Read dalam penelitiannya. Di afrika juga ada masyarakat yang disebut Zanj yang mendominasi pantai timur Afrika hampir sepanjang millennium pertama masehi. Lalu siapakah Zanj, yang namanya merupakan asal dari nama bangsa Azania, Zanzibar dan Tanzania? Tak banyak diketahui. Tapi ada petunjuk yang mengarahkan kesamaan Zanj Afrika dengan Zanaj atau Zabag di Sumatera. ![]() Dalam hal ini, Dick mengajukan dugaan kuat keterikatan Zanj, Swarnadwipa dan Sumatera. Swarnadwipa yang berarti Pulau Emas merupakan nama lain Sumatera. Hal ini dapat dilihat dalam legenda Hindhu Nusantara. Dick menduga, banyaknya emas di Sumatera ini dibawa oleh Zanj dan pelaut Nusantara dari Zimbabwe, Afrika. Karena Dick juga menemukan bukti yang menyatakan tambang-tambang emas di Zimbawe mulanya dirintis oleh pelaut Nusantara yang datang ke sana. Sebagian tak kembali dan membentuk ras Afro-Nusantara. Mungkin ras inilah yang disebut Zanj. Para petualang Nusantara ini bukan hanya singgah di Afrika. Mereka juga meninggalkan banyak jejak di kebudayaan di seluruh Afrika. Mereka memperkenalkan jenis-jenis tanaman baru, teknologi, musik, dan seni yang pengaruhnya masih bisa ditemukan dalam kebudayaan Afrika sekarang. Beberapa hipotesis yang cukup mengejutkan di antaranya adalah ; Antara abad ke-5 dan ke-7, kapal-kapal Nusantara mendominasi pelayaran dagang di Asia. Pada abad-abad itu, perdagangan bangsa China banyak bergantung pada jasa para pelaut Nusantara. Teknologi kapal jung bangsa China dipelajari dari pelaut-pelaut Nusantara, bukan sebaliknya. Lalu dari manakah asal emas berlimpah yang membuat Sumatera dijuluki Swarnadwipa (Pulau Emas) ? Mungkinkah dari Zimbabwe? Mungkinkah tambang-tambang emas kuno di Zimbabwe dibangun oleh para perantau Nusantara ? Dan masih banyak lagi data sejarah yang dipaparkan Dick – Read, yang pasti akan banyak mengubah pandangan kita tentang kehebatan peradaban Nusantara pada masa kuno. Para penjelajah laut dari Nusantara diperkirakan sudah menjejakkan kaki mereka di benua Afrika melalui Madagaskar sejak masa-masa awal tarikh Masehi. Jauh lebih awal daripada bangsa Eropa mengenal Afrika selain Gurun Sahara-nya dan jauh sebelum bangsa Arab dan Zhirazi dengan perahu dhow mereka menemukan kota-kota eksotis di Afrika, seperti Kilwa, Lamu, dan Zanzibar. Terlepas dari percaya atau tidak, nyatanya penelitian Dick -Read telah menjabarkan banyak bukti yang menceritakan kehebatan pelaut Nusantara. Hal ini tentu menjadi kebangaan tersendiri bagi kita sebagai keturunannya. Kalau penelitian Dick – Read benar, itu dulu. Sekarang kita harus malu dan harus berbenah diri jika faktanya dunia kemaritiman kita saat ini jauh dari kehebatan mereka. Yang kita lihat sekarang, ikan kita banyak dicuri, banyak penyelundupan melalui laut, sedang armada dan peralatan kelautan kita tidak mencukupi untuk menjaga keamanan. Yang terparah, kredibilitas bangsa pun ikut kalah, ini bisa kita cermati dari kasus Ambalat dan ekstradisi Indonesia-Singapura yang merugikan kita. Ironisnya lagi, setelah 68 tahun Indonesia merdeka, setelah PBB mengakui Deklarasi Djuanda (1957) yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan, deklarasi itu seolah dilupakan . Kini, kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat nelayan masih dijumpai di banyak tempat, sementara di sisi lain, kekayaan laut kita terus dikuras entah oleh siapa. Adalah tugas kita semua sebagai bangsa Indonesia untuk kembali menegakkan kejayaan kemaritiman yang pernah diraih oleh nenak moyang kita. Agar kita bisa berdaulat di lautan sendiri. |
#2
|
||||
|
||||
![]() Jasad Fir’aun, Raja Mesir Kuno, dapat tetap awet berkat bahan pengawet yang di datangkan dari Nusantara, yaitu kapur barus (Dryobalanops aromatic).
Alexandria-Egypt, POL Quote:
Daerah di Sumatera yang sering disebut-sebut dalam berbagai sumber tertulis – manuskrip catatan tertua yang ditulis oleh Ptolemeus, seorang filsuf Alexandria pada abad I Masehi – adalah Barus, suatu kota kuno di pantai barat Sumatera, yang terletak antara Sibolga dan Singkel, yang sekarang masuk wilayah Sumatera Utara. ![]() Selain kapur barus, barang hasil bumi berharga dari Nusantara yang ditemukan di wilayah Timur Tengah adalah cengkih. Ketika menggali situs rumah seorang pedagang yang berasal dari tahun 1700 Sebelum Masehi (3700 tahun lalu) di Terga, Efrat Tengah, Iraq, Arkeolog Dr.Giorgio Buccellati terkagum-kagum dan seolah tak percaya pada penglihatannya sendiri, ketika menemukan wadah berisi benda seperti cengkih. Quote:
“Sisa-sisa tanaman yang kami sebut cengkih itu sekilas tidak seperti cengkih yang sesungguhnya, dan kesan yang sama juga dikemukakan oleh Prof.Kathleen Galvin, ahli paleobotani (Tanaman Purbakala) kami ketika itu. Tetapi , bagaimana jika hasil uji benda itu benar-benar cengkih? Mengapa hal tersebut luar biasa? Hal ini terjadi karena di muka bumi hanya ada satu tempat di mana cengkih dapat tumbuh kala itu, yaitu kepulauan Maluku, sebuah kepulauan kecil yang berada di Nusantara.” Ujar Dr.Giorgio Buccellati dalam E-mail kepada Robert Dick-Read pada 11 April 2002. Dimuat dalam buku Robert Dick-Read,Penjelajah Bahari, penerjemah Edrijani Azwaldi, (Bandung: Mizan, 2008), halaman 38. Bila di kawasan Timur Tengah ditemukan barang-barang dari Nusantara, ternyata di Pulau Timor ditemukan benda-benda dari Timur Tengah. Arkeolog Inggris, Dr.Julian Reade menemukan sisa-sisa fosil biri-biri di situs bekas pemu****n sekitar tahun 1500 SM, yang berjarak beberapa ratus mil sebelah selatan Kepulauan Maluku. Robert Dick-Read menggambarkan hipotesis Moh.Yamin: “Ada kemungkinan perdagangan lewat laut kemudian diteruskan lewat darat, antara Mediterania dan Nusantara yang sudah cukup mapan selama ribuan tahun. Hal ini terjadi, jauh dari aliran kegiatan antara Indus dan Babilonia, barang-barang dari Mesir secara pasti mencapai Efrat Tengah sejak 1700 SM, bahkan mungkin jauh lebih awal.” Menurut ahli genetika dari Universitas Oxford, Stephen Oppenheimer, asal pelaut Austronesia adalah dari Nusantara. Robert pada riset terbarunya, akhirnya menyebut hanya pelaut dari Nusantara yang mampu belayar di samudera luas, dengan kapal-kapal bercadik mereka yang kuat, karena terbuat dari kayu trembesi dan kayu jati, membatalkan teori lamanya yang dikenal Teori Hipotesis Out of Taiwan. Pendapat ini diakui pula oleh arkeolog Universitas Indonesia, Prof.Agus Aris Munandar melalui penelitian Situs Pasemah, Lembah Bada, dan Goa Made. Berdasarkan kronologi secara akurat, topeng perunggu yang ditemukan di Goa Made telah dibuat pada tahun 3000 SM (5000 tahun lalu), lebih tua dari kebudayaan perunggu Dong-son di Vietnam. Temuan arkeologi telah memecahkan hipotesis tentang bangsa Austronesia yang melakukan pelayaran dengan wilayah Timur Tengah. Mereka diidenfikasi berasal dari dua wilayah, yaitu Jawa dan Sumatera. Berdasarkan fakta ini, boleh disimpulkan bahwa: Tanpa pelaut Nusantara, tidak ada mummy Fir’aun dan Piramida Mesir. Kenapa demikian? Sebab jasad Fir’aun, Raja Mesir Kuno, dapat tetap awet berkat bahan pengawet yang di datangkan dari Nusantara, berupa kapur barus. Lalu apa gunanya Piramida Mesir tanpa adanya mummy raja-raja Mesir Kuno? |
#3
|
||||
|
||||
![]() Quote:
Di Indonesia memang tidak atau belum ditemukan peninggalan sejarah berupa piramid. Tapi secara konsep sebenernya Indonesia dari dulu udah punya yaitu PUNDEN BERUNDAK, yang dah ada dari jaman megalitik. Punden berundak merupakan bangunan yang tersusun bertingkat dan berfungsi sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang. Punden Berundak pada zaman megalitik selalu bertingkat tiga yang mempunyai makna tersendiri. Tingkat pertama melambangkan kehidupan saat masih dikandungan ibu, tingkat kedua melambangkan kehidupan didunia dan tingkat ketiga melambangkan kehidupan setelah meninggal. pada perkebangannya tingkatan ini bertambah. Sebagai ciri khas nenek moyang kita, budaya ini terus dipertahankan walaupun kebudayaan luar menyerbu seperti jaman Hindu Budha dan Islam. |
