Quantcast
Channel: Bayt al-Hikmah Institute
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1300

Disertasi Mengungkap Asal-usul dan Pembangun Borobudur

$
0
0

Ikon jumlah hit 5978 dibaca Ikon komentar 0 komentar

Candi Borobudur merupakan candi Buddha yang terletak di Jawa Tengah. Pada Mei 2004, dalam desertasinya, Hudaya Kandahjaya, mengungkap asal-usul, mengapa bangunan itu dibangun dan siapa pembangunnya. Hudaya meraih gelar PhD (Doctor of Philosopy) di Berkeley, California, Amerika Serikat.

Candi Borobudur
KOMPAS/EDDY HASBYCandi Borobudur

Menurut Hudaya, Candi Borobudur adalah tempat ibadah penganut agama Buddha dan bukannya istana raja. Candi itu dibangun oleh Raja Samaratunga dan putrinya, Pramodawarddhani, anggota kerajaan yang menyokong pembangunan Borobudur, dan selesai pada 26 Mei 824.

Borobudur merupakan sebuah struktur bangunan dari sebuah altar yang ditinggikan (altar panggung). Di atasnya terletak kediaman para Buddha yang menyerupai jari-jari sebuah altar yang dibentuk seperti sebuah roda.

Demikian pendapat Hudaya Kandahjaya, pria kelahiran Bogor, Jawa Barat, pada tahun 1952, dalam disertasi PhD di Graduate Theological Union, Berkeley. Dengan demikian, Hudaya menjawab keraguan tentang asal-usul Borobudur dan mengapa bangunan itu didirikan.

Selama ini, penelitian tentang Candi Borobudur sudah banyak dilakukan oleh para ahli, baik dari Indonesia, seperti Prof Nurhadi Magetsari, Prof Soekmono, dan Prof Satyawati Suleiman, maupun para ahli Belanda, seperti NJ Krom dan Th van Erp, pada kuartal pertama abad ke-20. Namun, penelitian tersebut yang jumlahnya sudah mencapai 500 buah belum bisa menjawab teka-teki candi Buddha terbesar di muka bumi ini secara tuntas.

Menurut Hudaya, pendapat dalam disertasinya itu banyak didasarkan pada prasasti Kayumwungan yang ditemukan tergeletak di kantor Residen Kedu sebelum akhirnya diboyong ke Museum Nasional Jakarta. Prasasti yang diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda pada tahun 1950 oleh Prof Casparis itu sebelumnya ditolak banyak pakar sebagai sumber informasi penting tentang Borobudur karena tidak didukung oleh cara dan bukti yang kuat.

Namun, Hudaya yang pernah jadi dosen agama Buddha di almamaternya, Institut Pertanian Bogor (IPB), membuktikan bahwa prasasti Kayumwungan sesungguhnya berisi informasi penting tentang Borobudur. Selama ini, penelitian para ahli lebih banyak dilakukan melalui relief-relief yang ada di dinding candi tersebut dan belum menyentuh prasasti yang dikenal juga dengan sebutan prasasti Karangtengah itu.

DALAM proses pembangunannya, Borobudur mengalami berbagai hambatan, yang kemudian memicu perubahan penting pada arsitektur Borobudur. Dua di antaranya adalah modifikasi bagian bawah oleh Raja Samaratunga serta perubahan pada bagian puncaknya oleh Pramodawarddhani.

content
Berdasarkan informasi yang terdapat dari prasasti Kayumwungan, Borobudur adalah sebuah biara yang mengandung berlipat-lipat kebajikan Sugata atau Buddha. Namun, istilah biara ini terasa janggal bila dipahami mengikuti pengertian tentang sebuah biara sebagaimana dikenal umum sekarang.
Wisatawan menikmati senja di antara stupa Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Candi yang diperkirakan berdiri pada abad IX di masa wangsa Syailendra ini merupakan monumen mahakarya peradaban budaya sekaligus ikon wisata Indonesia.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Perayaan Waisak Umat Buddha merayakan Waisak 2557 di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (25/5/13) malam.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Menurut Hudaya, istilah biara di sini sebenarnya merujuk ke istilah teknis lainnya yang memungkinkan orang memahami rancangan arsitektur Borobudur. “Istilah yang dimaksud adalah sebuah bentuk biara khusus yang dikenal sebagai sebuah bangunan-atap (kumagara), yang punya sejarah panjang dan mengalami banyak perubahan makna sepanjang sejarah agama Buddha,” katanya. Borobudur, tegasnya, adalah sebuah struktur tempat Buddha Sakyamuni tinggal selama berada di dalam rahim ibunya. Struktur itu terbentuk sebagai hasil dari berlipat-lipat kebajikan Sakyamuni (Buddha).

Selama ini ada anggapan bahwa pembangunan Borobudur dipimpin oleh para arsitek dari India, bukan oleh para arsitek pribumi. Menurut Hudaya, sampai saat ini belum bisa dipastikan bahwa para arsitek India yang memimpin pembangunan Borobudur karena penelitiannya masih belum dilakukan. Begitu juga mengenai jumlah tenaga kerjanya, masih harus diungkapkan lebih lanjut melalui penelitian yang saksama.

Katanya, para pendiri Borobudur melalui Borobudur bermaksud untuk membuat ajaran-ajaran Buddha tersajikan secara visual. Selain itu, para pendiri juga memberi sugesti tentang kehadiran Sakyamuni di Borobudur karena hanya dengan kesaktiannya orang baru mampu melihat bangunan ini.

Umat, para biksu dan pemuka agama Budha mengikuti penyalaan lampion setelah menjalani ritual detik-detik menyambut Waisak di Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Kamis (15/5/14) dini hari. Trisuci Waisak yang memperingati peristiwa agung Sang Buddha dari kelahiran, penerangan sempurna hingga wafatnya ini membawa pesan perdamaian bagi umat manusia.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASAUmat, para biksu dan pemuka agama Budha mengikuti penyalaan lampion setelah menjalani ritual detik-detik menyambut Waisak di Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Kamis (15/5/14) dini hari. Trisuci Waisak yang memperingati peristiwa agung Sang Buddha dari kelahiran, penerangan sempurna hingga wafatnya ini membawa pesan perdamaian bagi umat manusia.

Prasasti Kayumwungan yang menjadi sumber penelitian Hudaya juga menyebutkan ciri kemahakuasaan Buddha. Karena itu, di benak para pendirinya, “Buddha kosmis” yang memiliki kekuatan tanpa batas hadir di situ.

“Dengan dapat memperoleh lebih banyak sumber dan data, kajian selanjutnya tentang Borobudur akan bisa mengukuhkan penerangan atas monumen Buddha yang akbar, tetapi sampai kini masih penuh teka-teki itu,” katanya.

HUDAYA, yang saat berita ini ditulis bekerja di Numata Center for Buddhist Translation and Research di Berkeley, sejak muda punya hobi yang unik, yaitu belajar. Ia mengantongi tak kurang dari enam gelar kesarjanaan. Ia meraih gelar S1 dan S2 untuk Statistika dari IPB (1981), MBA (Master of Business Administration) dan MSIS (Master of Science in Information Systems) dari Hawaii Pasific University di Honolulu, Hawaii (1994). Di Graduate Theological Union, Berkeley, sebelum meraih gelar PhD, lebih dahulu dia menyabet gelar MA (Master of Arts) pada tahun 1998, juga dalam bidang agama Buddha.

(IRWAN GUNAWAN)

Sumber: Kompas, 10 Juni 2004



Viewing all articles
Browse latest Browse all 1300