Source http://medanbisnisdaily.com
MedanBisnis – Jakarta. Indonesia memiliki 40% potensi panas bumi atau yang terbesar di dunia. Namun hingga sampai saat ini baru 4% yang termanfaatkan. Salah satu hambatannya kurangnya tenaga kerja untuk pengeboran dari dalam negeri.
“Kita itu masih kurang dalam drilling engineer dan reservoir engineer. Sehingga meskipun ada roadmap, tetapi Sumber Daya Manusia (SDM) tidak ada yang percuma. Siapa yang akan menjalankan,” kata Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo dalam diskusi jelang pertemuan Indonesia EBTKE ConEX 2014 di Hotel Pullman, Jakarta, Kamis (20/3).
Ia mengatakan, hal ini bukan hanya menjadi permasalahan pemerintah, tapi juga bagi kalangan pengusaha. Sebab, investasi yang diharapkan memberikan keuntungan bisa akan sulit tercapai bila tidak ada tenaga kerja yang mencukupi.
“Karena nggak peduli berapa besar potensi, investasi, kalau nggak ada orang yang bisa garap, nggak akan bisa kembangkan. Kita punya masalah teknis. Jadi kalau ada roadmap, kita bersama, akan train SDM untuk penuhi kebutuhan,” jelasnya.
Susilo menambahkan, apalagi pada 2015 akan ada Masyakat Ekonomi ASEAN (MEA) nantinya tenaga kerja asing dipermudah untuk bekerja di negara lain. Ia menyayangkan, jika nanti untuk tenaga kerja, Indonesia juga impor dari negara lain.
“Sebentar lagi MEA, masa operator kita ambil dari negara lain. Kita punya SDM, lulusan SMA terbaik diambil, kita latih mereka, on job training, dalam 1-2 tahun kita akan punya operator mumpuni yang bisa dipakai semuanya. Dan nggak ada alasan untuk tidak berhasil,” imbuhnya.
Tidak hanya masalah tenaga kerja yang andal, masalah utama pengembangan panas bumi di Indonesia adalah masalah perizinan.
Pasalnya, lokasi panas bumi sebagian besar berada di kawasan hutan, karena panas bumi sampai saat ini digolongkan sebagai kegiatan pertambangan, sehingga dilarang melakukan pengeboran di dalam hutan konservasi.
Saat ini pemerintah dan DPR sedang merampungkan revisi UU nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, salah satu poin utama yang diubah adalah menghapus kategori panas bumi sebagai kegiatan pertambangan.
Akibat belum selesainya revisi aturan tersebut, beberapa PLTP misalnya PLTP Sarulla3 x 110 MW yang tertunda lebih dari 20 tahun dan PLTP Rajabasa juga tertunda, karena tidak keluarnya izin dari Kementerian Kehutanan.
Dalam agenda Indonesia EBTKE ConEX 2014 yang akan digelar Juni mendatang akan mempertemukan pengembang dan produsen serta akdemisi sektor EBTKE dunia. Ada ruang diskusi untuk membahas kebijakan yang tepat dalam pengembangan EBTKE.(dtf)
http://www.iigce.com/index.php?menu=content&sub=detail&id=11
