SEJARAH KATA AGAMA
Oleh Agus Wirabudiman
Dilihat dari perspektif agama, umur agama setua dengan umur manusia. Tidak ada suatu masyarakat /manusia yang hidup tanpa suatu bentuk agama.
Agama ada pada dasarnya merupakan aktualisasi dari kepercayaan tentang adanya kekuatan gaib dan supranatural yang biasanya disebut sebagai Tuhan dengan segala konsekuensinya. Atau sebaliknya, agama yang ajaran-ajarannya teratur dan tersusun rapi serta sudah baku itu merupakan usaha untuk melembagakan sistem kepercayaan, membangun sistem nilai kepercayaan, upacara dan segala bentuk aturan atau kode etik yang berusaha mengarahkan penganutnya mendapatkan rasa aman dan tentram.[1]
Seiring berjalannya waktu ke waktu, jaman ke jaman, kehidupan manusia pun berkembang membentuk satuan kelombok bersar maupun kecil yang disebut dengan Bangsa dan Suku. Begitu pun dengan perkembangan Agama, terus berlangsung yang disampaikan dan diaplikasikan sesuai kondisi lingkungan masyarakat (kumpulan manusia baik bangsa/suku) sesuai dengan bahsasa, cara /atau metode (Syari’at)nya masing-masing.
Hubunganya dengan Budaya /atau Kebudayaan, E.B. Tylor mengemukakan bahwa kebudayaan ialah keseluruhan kompleks yang meliputi Pengetahuan, Kepercayaan, Kesenian, Moral, Hukum dan kemampuan-kemampuan lainnya serta kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat (Garna, 2001: 157).[2]
Sedangkan anggota masyarakat secara spesisifik yang disebut dengan Bangsa adalah suatu kelompok manusia yang dianggap Nasional memiliki identitas bersama, dan mempunyai kesamaan bahasa, agama, ideologi, budaya, dan sejarah.[3] Mereka umumnya dianggap memiliki asal usul keturunan yang sama.[4]
Di Bangsa Nusantara sendiri, kata AGAMA telah dikenal dan digunakan sebagai sebuah Sitem Kepercayaan Leluhur Nusantara jauh sebelum Indonesia merdeka yang lahir tahun 1945 M, terdapat dalam Naskah Sunda Kuna Kropak 632, Petuah Leluhur Sunda, Raja Sunda (1175-1297 Masehi) Prabu Darmasiksa, atau disebut juga Naskah “Amanat” Galunggung, sebagai berikut :
(a). MELAKSANAKAN AGAMA : III rekto (*“../jaga isos di carek nu kwalyat, nga- lalwakon Agama nu nyusuk na Galunggung, marapan jaya pran jadyan tahun, hobol nyewana, jaga makeyana patikrama, paninggalna sya seda,/..”.*).
Artinya : (*“../Tetaplah mengikuti ucap (Ajaran) orang tua (Leluhur), melaksanakan Agama yang membuat parit pertahanan di Galunggung, agar unggul perang, serba tumbuh tanam-tanaman, lama berjaya panjang umur, sungguh-sungguhlah mengikuti patikrama warisan dari para suwargi./..”. *).
(b). MENJAGA KESEMPURNAAN AGAMA : II verso . (*“/-/sa- II verso 1. pa ta wruh ri puncaknya, asing wruh iya ta wruh inya patingtiman, wruh di carék aki lawan buyut, marapan kita jaya prang höböl nyéwana, jaga kita miprangkön 2. si tepet si bener, si duga si twarasi, iya tuhu sirena janma (d)ina bwana iya kahidupanana urang sakabéh, iya pawindwan ngaranya kangken gunung panghiyangana urang, pi(n)dah 3. ka cibuntu ngaranya, pindah ka l(e)mah pamasarran , gosana wwang ngéyuhan kapanasan, jaga rampésna Agama, hana kahuripana urang sakabeh, mulah kwaywa moha di 4. carékna kwalwat pun.”*).
Artinya : (*“/-/Si – II verso : apa (Siapa) yang mengetahui puncaknya? Siapa pun yang mengetahuinya, ya tahulah akan ketentraman, tahu akan nasihat kakek dan buyut, agar kita unggul perang dan lama berjaya. Janganlah kita memperebutkan (bertengkar) tentang: yang tepat (lurus), yang benar, yang jujur, yang lurus hati; ya sungguh-sungguh tenteram manusia di dunia, ya kehidupan kita semua, ya ketenteraman namanya ibarat gunung kahiyangan (bagi) kita, beralih ke telaga (bening) namanya, beralih ke tanah pusara, tempat orang berteduh dari kepanasan. Pelihara kesempurnaan Agama, pegangan hidup kita semua, jangan luput atau bingung terhadap ajaran para leluhur./”*)
(c). TIDAK AKAN HINA TERSESAT DARI AGAMA : V verso (*“/…nanya ka nu karwalwat, mwa téo(h) sasab na Agama pun, na sasana bwat kwalwat pun, Hana nguni hana mangké, tan hana nguni tan hana mangké, aya ma böhöla aya tu ayöna, hantö ma böhöla hantö tu ayöna, hana tunggak hana watang, tan hana tunggak tan hana watang, hana ma tunggulna aya tu catangna, …/”*).
Artinya : (*“/…Bertanyalah kepada orang-orang tua, (niscaya) tidak akan hina tersesat dari Agama, yaitu hukum buatan leluhur. Ada dahulu ada sekarang, Tidak ada dahulu tidak akan ada sekarang; ada masa lalu ada masa kini, bila tidak ada masa lalu tidak akan ada masa kini; ada pokok kayu ada batang, tidak ada pokok kayu tidak akan ada batang; bila ada tunggulnya tentu ada catangnya; …/” *).
Adapun istilah kata “Agama” yang digunakan sebagai bahasa Indonesia sekarang, adalah merupakan asal kata serapan dari Bahasa Sang Saka Kreta (Sangsekerta /Sangskrit). Dalam kamus Zoetmulder kata “agama” dibubuhi dengan (skt) menandakan serapan dari bahasa sangsekerta. Agama memiliki beberapa arti seperti doktrin (Ajaran suci) turun temurun, aturan/Hukum, prilaku, sumber pengetahuan, adat, sebagai berikut :
//– āgama 23:6 (Skt) doktrin tradisional suci atau ajaran, koleksi doktrin tersebut, pekerjaan suci.
//. āgamajña 23:7 (Skt) mengetahui Agama.
// āgamapramāṇa 23:8 (Skt) Agama sebagai sarana pengetahuan, memperoleh pengetahuan, kesaksian kitab suci.
// āgamarasa 23:9 (Skt) esensi dari kitab-kitab suci.
// āgamaśāstra 23:10 (Skt) karya sakral.
// āgamawidhi 23:11 (Skt) aturan (hukum) dari tradisi suci.//.
Purbacaraka mengatakan bahwa tujuh puluh sampai delapan puluh persen bahasa Jawa kuna adalah Bahasa Sangsekerta murni.[5] Yang dimaksud dengan bahasa Jawa kuna /atau Bahasa Sangsekerta murni adalah bahasa sebelum ada pemisahan antara bahasa Sunda dan Jawa seperti sekarang. Artinya Bahasa Sangsekerta murni milik Leluhur Bangsa Indonesia (Nusantara).
Dengan demikian, apabila kata “Agama” berasal dari serapan Bahasa Sangsekerta, serta meperhatikan pengertian “Agama” yang merupakan //– āgama 23:6 (Skt) doktrin (turun temurun) tradisional suci atau ajaran, koleksi doktrin tersebut, pekerjaan suci.//, maka semestinya penggunaan nama kata Agama hanya diperuntukan bagi Masyarakat Indonesia yang masih menjalankan kepercayaan, aturan, hukum, ajaran Leluhurnya sendiri yang kemudian disesuaikan dengan wilayah hukum adat dan budayanya masing-masing, seperti Agama Bali (lebih sering disebut sebagai Hindu Bali), Agama Aluk Todolo (Tanah Toraja), Agama Sunda Wiwitan (Kanekes, Banten), Agama Djawa Sunda (Kuningan, Jawa Barat), Agama Buhun (Jawa Barat), Agama Kapitayan, Agama Kejawen (Jawa Tengah dan Jawa Timur), Agama Parmalim (Sumatera Utara), Agama Kaharingan (Kalimantan), Agama Tonaas Walian (Minahasa, Sulawesi Utara), Agama Tolottang (Sulawesi Selatan), Agama Wetu Telu (Lombok), Agama Naurus (pulau Seram, Maluku) dan sebagainya.
Sementara itu, Sistem Kepercayaan (aturan, hukum, budaya, konsep Tuhan) yang secara FAKTA HISTORIS (fakta sejarah) berasal dari Luar wilayah kepulauan Nusantara, dapat disebutkan sebagai sebuah Aliran Kepercayaan yang sama-sama dilindungi Undang-undang Dasar 1945. Misalnya seperti Aliran Kepercayaan Yahudi, Zoroaster, Nasrasi (Kristen, Katolik), Islam, khong Cu (Confusius), Sikh (India), Hindu India, Budha yang semua sistem kepercayaan tersebut memiliki LATAR BELAKANG SEJARAH diwilayahnya masing-masing (luar Nusantara).
Mengenai Sejarah, ahli sejarah Ahmad Mansur Suryanegara mengatakan bahwa menoleh kembali kemasa lalu, bertujuan untuk memahami masa yang akan datang, yang merupakan tiga dimensi waktu yang selalu berkaitan dan akan menemukan informasi pengalaman yang lebih teruji [6]. Berikut dibawah ini TABEL ringkasan Sejarah Peradaban Negara Taraju Jawadwipa (dari berbagai Sumber) :
Tabel Ringgasan Nagara Taraju Djawa Dwipa /Jawadwipa (GALUNGGUNG)
Penjelasan dari tabel di atas mengenai keberadaan Negara Taraju Jawadwipa, penulis susun dalam judul : PRABU SILIWANGI DAN KISANTANG, KISAH NAGARA TARAJU JAWADWIPA 526 M–1521 M (995 TAHUN) (Nama Lain Nagara Pajajaran Dahulu) Download : https://sukapura.files.wordpress.com/2017/10/prabu-siliwangi-dan-prabu-kisantang3.pdf
Selanjutnya, bagaimana Menurut Ajaran Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW pada masa ABAD 6-7 Masehi di JAZIRAH ARAB itu terhadap Keberadaan AJARAN AGAMA di NUSANATARA? : MILLAH = AD-DIN = KEIMANAN/KEYAKINAN/KEPERCAYAAN diterjemahkan menjadi AGAMA : QS. Al-Maidah : 48. Artinya : “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu…”.
QS.Al-Baqarah : 130. Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim (MILLAH IBRAHIM), melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.
QS. Al-Baqaroh, 135. Dan mereka berkata: “Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk”. Katakanlah : “Tidak, bahkan (kami mengikuti) agama Ibrahim (MILLAH IBRAHIM) yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik“.
RASULULLAH (RASUL ALLAH) = UTUSAN TUHAN (HYANG)
a). QS.Ibrahim:4. “Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa (Lisan) kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka.,…”.
b). QS.An-Nisa:164. “…dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu…”.
c). QS.Al-Mu’min:78. “…ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu..”.
d). QS.Al-Maidah:48. “Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.(Syir’atan Waminhajan)”.
e). QS.Al-Baqaroh:148. “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya…”.
f). QS.Al-Baqaroh, 135. “…Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. Hal ini sejalan dengan QS.Ali-‘Imran:19. MILLAH /AD-DIN artinya Agama, Allah artinya Hyang /Gusti /Tuhan [7], ISLAM artinya Salamet /Kasalametan. Maka terjemah dari QS.Ali-‘Imran:19. “Sesungguhnya Agama (Innad-Diina) di sisi Tuhan (‘inda-Allahi) hanyalah Keselamatan (Al-Islam)…”.
Sementara Nabi Muhammad SAW sendiri pada Abad 6-7 M ditegaskan dalam QS.An-Naml[27]:91. bahwa Artinya : “Aku hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan negeri ini (Mekah)”. Bukti tinggalan Arkeologi nya adalah bangunan Ka’bah disebut Baitullah (Rumah Allah) sebagai Kiblatnya, Allah adalah nama Tuhan di “negeri Mekah tersebut”. (Lafazd Allah [7])
Dari keterangan ayat-ayat Al-Qur’an di atas berikut point a) sampai f) menjelaskan SALAH SATU Hukum Al-Qur’an terhadap keberadaan AGAMA di NUSANTARA sekaligus mencerminkan bahwa Hukum Al-Qur’an sebagai Ajaran/HUKUM rahmatan lil’alamiin khusunya dalam perkara keberadaan MILLAH/AD-DIN/AGAMA di muka Bumi ini.
_______________________________
[1] Abdul Madjid, et.al, al-Islam, Jilid I, Pusat Dokumentasi dan Publikasi Universistas Muhammadiyah, Malang, 1989, hlm. 26.
[2] Deden Sumpena (Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung), Islam dan Budaya Lokal : Kajian terhadap Interelasi Islam dan Budaya Sunda., Jurnal Ilmu Dakwah Vol. 6 No. 19 | Edisi Januari-Juni 2012, Hal. 105
[3] Petrus Citra Triwamwoto.2004. Kewarganegaraan. Jakarta:Grasindo. Hal, 118
[4] Mely G.2008. Etnis Tionghoa di Indonesia. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia. Hal. 43
[5]According to Poerbatjoroko a well-known Javanese scholar, between seventy and eighty per cent of the words of Javanese language are either pure Sanskrit or of Sanskritic origin.(Quoted in Hindustan Standard (Calcutta), December 30, 1962.)
[6] Ahamad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah : Wacana Pergerakan Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan 1995), Cet, ke-2, hal.27.
[7] Lafazd Allah,
BACA JUGA :
GALUNGGUNG, FB : https://www.facebook.com/agus.wirabudiman/posts/10154591763689304
KAPITAYAN AGAMA PETAMA NUSANTARA? https://www.facebook.com/notes/agus-wirabudiman/kapitayan-agama-petama-nusantara/10154767026451394/
SEJARAH ISTILAH HINDU https://sukapura.wordpress.com/2017/10/08/sejarah-istilah-hindu/
TIDAK ADA KERAJAAN HINDU DI TATAR SUNDA https://sukapura.wordpress.com/2016/11/03/tidak-ada-kerajaan-hindu-di-tatar-sunda/
Apa itu Sunda Wiwitan? https://ahmadsamantho.wordpress.com/2017/10/18/sunda-wiwitan/