Jokowi diam-diam membuat publik kaget, pasalnya ketika isu tanda tangan kontrak PT. Freeport di perpanjang, Jokowi membuat kebrakan dengan mengancam PT. Freeport untuk mengikuti Kontrak IUPK. Kontrak Karya dihapus untuk PT. Freeport karena dinilai tidak sesuai konstitusi negara. Kita sebagai warga negara Indonesia hanya bisa menyaksikan, kumpulan emas dan tembaga yang lari ke Amerika, dan Indonesia hanya mendapatkan sedikit. Papua pun sebagai tuan rumah tidak mendapatkan hak mereka yang berarti, mereka tetap sama, mengalami kemiskinan, padahal wilayah mereka adalah wilayah emas dan tembaga dunia.

Gebrakan Jokowi tepat saat isu Ahok menjadi melebar ke luar DKI, seakan-akan Jokowi memangmemanfaatkan suasana ini agar Jokowi lebih terfokus ke PT. Freeport agar kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Serangan Jokowi terhadap PT. Freeport bukan hal yang tiba-tiba, sebelum memulai permainan, Jokowi harus mencari sekutu yang kuat untuk menghadapi PT. Freeport, karena tidak main-main, PT. Freeport adalah PT yang dikelolah oleh Amerika, negara yang kuat dalam politik internasional.

Jokowi adalah presiden yang lihai, Jokowi mulai bekerjasama dengan Putin, Beruang Eropa, negara yang berani secara terang-terangan melawan Amerika. Bahkan, Rusia tidak segan-segan membantu Suriah dalam memberantas terorisme. Sehingga, koalisi teroris di Suriah menjadi buyar, dan ambisi Barat menaklukkan Suriah melalui tangan takfiri gagal total. Tatkala Arab Saudi mengajak latihan tentara bersama, menteri luar neger menolak. Jokowi tahu, bahwa Arab Saudi adalah antek dari AS. Akhirnya, Jokowi dengan bangga bekerjasama dengan Iran. Iran telah mengirim minyak ke Indonesia, dan Indonesia menyambut itu.

Dalam bidang transportasi, Jokowi menggandeng Cina, sehingga secara tidak sadar, posisi Jokowi menegaskan, bahwa dirinya berada di pihak Timur dari pada pihak Barat. Hal ini bukan tanpa resiko, Barat dengan mudah menebarkan isu ke Indonesia agar Indonesia terpecah belah. Dimulailah isu Cina, Komunis dan Syiah. Bahkan Jokowi dianggap antek komunis dan wajib diturunkan. Isu Syiah dibuat berharap isu ini mampu membuat Indonesia porak-poranda seperti Suriah. Tetapi mereka lupa, Indonesia mempunyai dua sayap penyeimbang bangsa yaitu NU dan Muhammadiyah. NU dan Muhammadiyah sepakat untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, dan menolak segala bentuk terorisme. Jokowi pun kerap berdiskusi dengan keduan ormas tersebut, untuk mempertahankan bangsa dan negara. Bahkan, tatkala PT. Freeport dihabisi oleh Jokowi, GP. Ansor dan Pemuda Muhammadiyah siap bersama pemerintah. Bahkan Gus Yaqut mengultimatum GP. Ansor, siaga satu untuk membela bangsa dan negara, karena PT. Freeport mengajukan arbitrase ke mahkamah internasional.

Kemudian, dengan mengangkat Tito Karnavian dan Panglima Gatot lengkap sudah kekuatan Jokowi di dalam negeri. Kapolri dan Panglima TNI siap menjaga bangsa dan negara dari serangan luar dan dalam. Jokowi adalah petarung handal, meskipun dia bertubuh kurus, tetapi berjiwa jiwa. Bayangkan, Jokowi mampu mengancam PT. Freeport yang notabennya negara dalam negara. Jokowi ingin PT. Freeport tunduk kepada aturan RI. Jika tidak, apa kata Jokowi? “Silahkan pergi dari Indonesia!”

Andaikan ancaman dan kebijakan Jokowi berhasil kepada PT. Freeport, hal ini membuat pelajaran kepada para investor asing, bahwa jika ingin berinvestasi, taat pada hukum RI. Jika tidak, nasibnya akan sama dengan PT. Freeport.

Menteri Jonan pun membantu Jokowi dalam kebijakan dengan PT. Freeport. Jonan tahu, bahwa usaha untuk menguasai PT. Freeport tidak mudah, karena mereka bercokol sudah lama di Papua. Dengan UU ESDM yang baru, menteri Jonan berhasil menekan PT. Freeport dengan mudah, jika mereka mengancam ingin mengajukan arbitrase ke mahkamah internasional, menteri Jonan bukannya takut, bahkan akan mengancam balik PT. Freeport.

Itulah Jokowi, presiden yang awalnya dituduh antek asing, justru dialah orang yang berani mengancam dinasti PT. Freeport. Jokowi bukanlah orang yang suka beretorika anti asing tetapi dia lebih suka menunjukkan bahwa dirinya anti asing, tegakkan kedaulatan di dalam negara sendiri. Akankah PT. Freeport akan tunduk atau kembali kepangkuan ibu pertiwi? Marilah kita bantu perjuangan Jokowi.

 58897 total views, 58897 views today
 
FOKUS

Jonan: Freeport Cuma Kasih Sedikit Buat Negara Aja Rewel

Selasa, 21 Februari 2017 – 18.31 Wib,

SALAFYNEWS.COM, MALANG – Geger PT Freeport dengan pemerintah Indonesia mendapat komentar pedas dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, dia menyatakan, penerimaan negara dari PT Freeport Indonesia sangat sedikit dibanding dengan penerimaan dari sektor lainnya. (Baca: Denny Siregar: Jonan Hajar Freeport)

Pernyataan itu disampaikan Jonan menanggapi ancaman Freeport McMoran Inc yang berniat menggugat Pemerintah Indonesia ke arbitrase internasional.

Perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu menganggap Pemerintah Indonesia berlaku tak adil lantaran menerbitkan aturan yang mewajibkan perubahan status kontrak karya (KK) ke izin usaha pertambangan khusus (IUPK). (Baca: PERMAINAN JOKOWI SANG ‘RAJA HUTAN’)

“Penerimaan negara dari cukai rokok itu tahu enggak? Cukai rokok di Indonesia berapa sekarang? Rp 139,5 triliun satu tahun. Nah, Freeport ini yang bayar Rp 8 triliun saja rewel banget,” katanya saat mengisi Kuliah Tamu dan Workshop Capasity Building Energi Baru Terbarukan oleh Pemuda Muhammadiyah di Hall Dome Universitas Muhammadiyah di Malang, Selasa (21/2).

Jonan menyebutkan, PT Freeport Indonesia telah membayarkan royalti dan pajaknya ke negara sebesar Rp 214 triliun selama 25 tahun. Dengan begitu, Freeport memberikan kontribusi Rp 8 triliun per tahun untuk penerimaan pemerintah.

Jonan juga membandingkannya dengan devisa negara dari tenaga kerja Indonesia (TKI) yang mencapai Rp 144 triliun pada tahun 2015. Angka itu, menurut dia, jauh lebih tinggi dibanding dengan yang didapat dari Freeport.

Ia juga membandingkannya dengan PT Telkom yang menyumbang penerimaan negara sebanyak Rp 20 triliun. (Baca: Yusuf Muhammad: Duet Maut dari “Duo Koppig” Jonan dan Arcandra Tahar)

“Kalau PT Telkom bayar ke negara, pajak dan sebagainya itu Rp 20 triliun. Freeport hanya bayar Rp 8 triliun. Jadi, tolong kalau diprotes-protes, saya terima kasih. Bapak-bapak, Saudara-saudara, kita juga kasih tahu ke Freeport, tolong kalau ribut yang proporsional,” ujarnya.

Jonan juga menyampaikan nilai jual Freeport yang tidak lagi mahal. Menurut dia, nilai jual Freeport dengan segala tambang yang ada di seluruh dunia hanya sebesar 20 miliar dollar AS.

Angka itu jauh lebih rendah dibanding nilai jual PT Telkom Indonesia yang mencapai 29 miliar dollar AS dan Bank Central Asia yang memiliki nilai jual yang sama. Ia juga membandingkannya dengan nilai jual BRI yang mencapai 21 miliar dollar AS. (Baca: )

“Freeport sudah tidak besar. Ini bukan menistakan lho ya. Ini fakta,” ujarnya. (SFA/Kompas)