Quantcast
Channel: Bayt al-Hikmah Institute
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1300

Hakikat Islam-Nusantara

$
0
0

Hakikat Islam-Nusantara

 Wacana Islam Nusantara seperti sebuah bola liar. Tema itu dilontarkan para kiai dan cendekiawan Nahdlatul Ulama dalam Mukatamar NU ke 33 di Jombang 2015. Ada sejumlah pihak yang mendukung dan mengapresiasi. Ada juga yang menuding bahwa gagasan Islam Nusantara sebagai strategi Jaringan Islam Liberal (JIL), Barat, anti Arab atau bahkan secara terbaik menganggap sebagai pengusung muatan primordial.

Seharusnya bola itu sudah tertangkap oleh bangsa Indonesia terutama semangat dalam membangun etos kewargaan. Sebab, NU sendiri menggulirkan itu dengan tekad mempertahankan ciri keislaman yang ada di Nusantara itu toleran, moderat, dan damai. Sebuah ciri masyarakat Muslim yang dapat dijadikan rujukan model di dunia. Jika melihat kegaduhan Muslim di Timur Tengah. Seruan untuk menjadi Islam Rahmatanlilalamin pun tak dapat dielakan.
Dengan demikian, Islam Nusantara adalah akar yang berpijak kuat sekaligus dahan yang menjulang tinggi. Sebagai akar, ia tertanam ke dasar (dalam konteks sejarah), sebagai dahan, ia terus dtumbuh untuk menjangkau dunia.
Boleh dikatakan, bahwa Islam Nusantara adalah ijtihad dalam keilmuan keagamaan yang memiliki semangat mempertimbangan Urf (adat-istiadat) sekaligus dakwah akomodatif. Lebih dari itu, Islam Nusantara punya rujukan dari fakta historis dan ekletisme kultural sekaligus. Dengan itu, sejumlah wacana besar dan panjang ini mestinya harus mampu diperpendek dengan beberapa kata kunci. Misalnya, Indonesia pascakolonialisasi, fikih, sejarah Islam di Indonesia, Islam, Kewargaan dan Kebangsaan dan perkembangan globalisasi—dalam laju aktualitas Islam dunia termasuk timur tengah.
Sejumlah kiai dan cendekiawan Nahdlatul Ulama memandang bahwa konsepsi ini mengacu pada fakta sejarah bahwa dakwah Islam di nusantara datang dengan adab santun dan tidak melakukan dakwah dengan pemberangusan terhadap budaya setempat, melainkan justru dengan merangkul dan menyelaraskan Islam. Organasi sosial keagamaan terbesar se Indonesia ini merujuk kepada contoh contoh dakwah Wali Sembilan.
Buku berjudul Islam Nusantara: Dari Ushul Fiqh Hingga Paham Kebangsaan (Mizan, 2016) ini menghimpun sejumlah catatan penting. Dari mulai fakta historis perkembangan Islam di Nusantara sampai perumusan fikih oleh sejumlah ulama.
Buku ini pula mengimpun tulisan lama seperti tulisan Abdurahman Wahid berjudul “Pribumisasi Islam”, “Paham Kebangsaan NU” dan Nurcholish Madjid “Islam Indonesia Menatap Masa Depan: Aktualisasi Ajaran Ahlusunnah Waljama’ah.” Sebenarnya, dua tulisan ini sebagai penyerta dari alur sejarah Islam Nusantara, sebab dalam dua gagasan besar itu mengandung analisa menarik tentang pertemuan Islam dengan sebuah bangsa. Sebuah gagasan dari dua pemikir Muslim Indonesia yang perlu dibaca kembali.
Oleh karena itu, Islam Nusantara bukan lagi wacana namun bisa dipandang sebagai fakta sejarah pertemuan Islam di Nusantara. Bukan pula, angan-angan kosong, ia juga bisa dipakai sebagai metodelogi penetapan hukum sekaligus aktualias dalam sikap perdamaian.
Selain itu pula, untuk kajian fikih ditulis KH Sahal Mahfud, KH Afifudin Muhajir dan Prof Dr. Amin Abdullah. Pada sisi historis, cendekiawan Azyumardi Azra cukup menarik karena mengurai “Jaringan Ulama Nusantara”.
Kenapa Islam Nusantara? Pertanyaan itu kerap muncul seiring kontroversi yang terjadi ketika Muktamar NU di Jombang, bahkan setelah itu pun istilah ini pun menjadi semacam gosip dalam laju peradaban Islam di Indonesia.
Jelasnya, Islam Nusantara itu bukan hal baru. Sebab, nama ini sudah menyejarah. Dari konteks historis, kita bisa melihat kaitan antara dakwah Walisongo yang lebih akomodatif terhadap tradisi sehingga perkembangan ajaran Islam sangat luar biasa diterima masyarakat melalui proses yang bijaksana dan penuh dengan toleransi. Sebagaimana kita ketahui, bahwa Islam mulanya hadir di Arab, kemudian sampailah di Indonesia. Rentang waktu itu bukan main-main. Perjalanan dakwah yang cukup panjang.
K.H Mustafa Bisri dalam tulisan berjudul, “Islam Nusantara, Makhluk Apa Itu?” menyebutkan bahwa Islam Nusantara, menurut ilmu, adalah bentuk idhofah. Idhofah tidak punya makna lam, tapi bisa juga bermakna fii atau min.
Selain itu pula, buku Islam Nusantara ini mengurai beberapa aspek penting untuk dijadikan metodelogi dalam kerja kebangsaan. Sehingga dapat memperluas khazanah terkait Islam di Indonesia, baik berupa pola perilaku atau wilayah fikih.
Secara keseluurhan, isi buku ini bukan wacana yang baru saja lahir kemarin sore. Namun, sejumlah ijtihad, pemikiran dan aktualitas dalam jaringan Islam di Indonesia. Bagi sebagian orang tidak akan asing, namun bagi sebagian lagi akan membantu memahami kerangka dasar Islam Nusantara untuk peradaban Indonesia dan Dunia.  Layak dibaca bukan saja oleh agamawan,melainkan juga oleh para seniman, mahasiswa, budayawan, dan pegawai negeri. (Pungkit Wijaya)
DATA BUKU:
Judul: Islam Nusantara Dari Ushul Fiqh hingga Paham Kebangsaan.
ISBN: 978-979-433895-7.
Cetakan I Agustus 2015.
Tebal: 344 Halaman
Penerbit Mizan Media Utama

– See more at: http://www.katakini.com/berita-hakikat-islamnusantara.html#sthash.E8LEu8Ni.dpuf



Viewing all articles
Browse latest Browse all 1300