
Peneliti sosial dan politik dari Pergerakan Civic Islam Indonesia AE. Priyono menilai, saat ini Indonesia membutuhkan sebuah studi kebudayaan di setiap Suku Bangsa. Tujuannya adalah untuk mencari solusi dari kebuntuan demokratisasi politik melalui elan vital kebudayaan.
“Praksis demokrasi selama ini bukanlah demokrasi substansial. Demokrasi substansial senantiasa berakar dan berorientasi pada pengembangan kapasitas kewargaan demi memajukan kehidupan publik dalam maknanya yang hakiki,” terangnya kepada Katakini.com, Sabtu, 3/4/2016.
AE Priyono juga menambahkan relasi kekuasaan pada level praksis juga menyeret proses-proses demokrasi masuk ke dalam jalan buntu (impasse) mekanisme elektoral-prosedural yang rentan dibajak kekuatan besar oligarki. Padahal, demokrasi yang telah sedemikian rupa terbajak hanya mempertegas kegagalan partisipasi publik dalam proses politik, serta hanya menumpulkan peran substansial lembaga-lembaga politik representatif yang semestinya aspiratif. Menurut AE Priyono, demokrasi dengan realitas buruk semacam itu, sebagaimana telah terrepartoarkan selama ini, justru terkukuhkan menjadi benalu dalam politik perekonomian nasional dan dalam sistem politik secara keseluruhan.
“Karena itu kami dari Civic-Islam bermaksud menawarkan tindakan dengan ide merehabilitas atau merebut kembali sebagai milik hakiki rakyat mutlak berpangkal dari revitalisasi kapasitas dan kapabilitas kewarganegaraan. Nah, langkah pertamanya tentu dengan riset yang sungguh-sungguh karena revitalisasi kewarganegaraan hanya bisa dikerjakan dengan mempertimbangkan secara saksama basis revitalisasi nilai-nilai sosio-kultural yang endap dalam khazanah kebudayaan masyarakat,” terangnya.
SUNDA PERLU DITELITI
AE. Priyono menimbang, Suku Bangsa Sunda termasuk yang paling penting diteliti karena Sunda punya semangat basis-basis kebudayaan yang cukup senafas dengan demokrasi. Dalam Sunda menurutnya ada relevansi dan signifikansi kearifan lokal yang bisa diletakkan dalam proyek pengembangan demokrasi substansial, untuk terciptanya alternatif bagi demokrasi elektoral-prosedural yang dilanda krisis itu.
“Apakah nilai-nilai budaya Sunda memiliki elan vital untuk pengembangan demokrasi alternatif? Inilah yang harus digali serius. Yang selama ini kita diskusikan dengan melibatkan banyak pakar, sejarahwan dan budayawan beberapa modal sudah terhampar,” jelas AE Priyono.
AE. Priyono memberikan contoh, kearifan lokal Sunda punya beberapa elemen penting yang bisa dikuak lebih dalam untuk kepentingan demokratisasi seperti nilai-nilai keterbukaan dan transparansi; kesederajatan, kesetaraan dan egalitarianisme; kebersamaan; keterlibatan kewargaan untuk membicarakan masalah-masalah kemasyarakatan; keberpihakan kepada nasib rakyat banyak; serta penghormatan dan pilihan pada kemaslahatan publik, adalah nilai-nilai yang mencolok dalam kebudayaan Sunda.-Intan/Ahadi
– See more at: http://www.katakini.com/berita-demokrasi-kita-buntu-kearifan-lokal-sunda-perlu-digali.html#sthash.cWOIGPWX.WjL0OsIm.dpuf
Sumber:http://www.katakini.com/berita-demokrasi-kita-buntu-kearifan-lokal-sunda-perlu-digali.html
