Quantcast
Channel: Bayt al-Hikmah Institute
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1300

Islam Nusantara Hasil Persentuhan Budaya dengan Ajaran Islam

$
0
0

BERITA, BUDAYA, NASIONAL, SEJARAH, TASAWUF, UNCATEGORIZED,WARTA NU 0

10 Maret 2016,

Data Buku
Judul : Sejarah Islam di Nusantara
Penulis : Michael Laffan
Penerjemah : Indi Aunullah & Rini Nurul Badariah
Penerbit  : Bentang Pustaka, Yogyakarta
Cetakan : September 2015
Tebal : xx + 328 halaman
ISBN : 978-602-291-058-9
Perensensi: Naufil Istikhari Kr, Aktif di Lingkaran Metalogi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Sejarah Islam di Nusantara - Michael LaffanJAKARTA, ISLAMNUSANTARA.COM – Berikut adalah resensi dari buku “Sejarah Islam Nusantara” yang ditulis oleh Michael Laffan. Narasi besar Islam yang merentang selama ratusan tahun di bumi Nusantara harus diletakkan sebagai endapan ganjil dari pelbagai unsur yang hiruk. Islam yang kita saksikan sekarang merupakan hasil kloning sempurna dari kultur hibrida, dari lanskap budaya yang berbeda-beda.

Maka, ketika belakangan ini mencuat diskursus ‘Islam Nusantara’ yang diwedarkan sebagai bentuk capture identitas dalam konteks sosio-antropologis, argumen-argumen penolakan yang bersifat ambisius dan dadakan perlu segera diluruskan. Mengapa? Lewat Sejarah Islam di Nusantara, Michael Laffan menyediakan jawabannya.

Sinopsis

—-
Agama Islam tidak dilahirkan di Indonesia, namun justru negara inilah yang memiliki penduduk muslim dengan jumlah terbesar di dunia. Bagaimanakah cara agama ini masuk dan berkembang di antara suku dan budaya yang beragam di nusantara? Fondasi pertanyaan ini kemudian menggerakkan Michael Laffan, Profesor Sejarah di Universitas Princenton, untuk meneliti proses tumbuh kembangnya Islam di Indonesia yang memiliki corak dan ciri khusus. Dari aneka ragam sumberdaya, Laffan mereka ulang sejarah interaksi dan diskusi ihwal Islam di Asia Tenggara, khususnya Indonesia.

Islam di Indonesia kerap digambarkan bersifat moderat berkat peran yang dimainkan Sufisme mistis dalam membentuk pelbagai tradisinya. Menurut para pengamat Baratmulai dari para administrator kolonial, para cendekiawan orientalis Belanda, hingga para antropolog modern seperti Clifford Geertzpenafsiran Islam yang damai ala Indonesia terus-menerus mendapat ancaman dari luar oleh tradisi-tradisi Islam yang lebih keras dan intoleran.

Sejarah Islam Nusantara menawarkan sebuah penilaian yang lebih berimbang terhadap sejarah intelektual dan kultural Indonesia. Michael Laffan menyusuri bagaimana citra populer mengenai Islam Indonesia dibentukolehberbagai perjumpaan antara para cendekiawan kolonial Belanda dan para pemikir Islam reformis. Tak berhenti sampai di situ, Laffan juga menyuguhkan peran-peran tradisi Arab, Cina, India, dan Eropa yang telah saling berinteraksi sejak awal masuknya Islam. Hasil perkawinan lintas budaya dan intelektualitas inilah yang kemudian melahirkan Islam Nusantara.

“Sejarah Islam Nusantara merupakan kontribusi keilmuan yang mengesankan dan penting, mengandung informasi berlimpah dan sudut pandang kritis bagi para cendekiawan dan peneliti yang sebidang.
Christina Sunardi, American Journal of Islamic Social Sciences

Terlepas dari gaya berapi-api yang kadang jenaka, buku ini padat dan dapat menjadi bahan diskusi…. Menarik.”
Anthony H. Johns, Journal of Southeast Asian Studies

“Michael F. Laffan menulis buku yang gembur, sangat informatif, dan sangat inspiratif. Semua orang yang ingin menekuni Islam di Indonesia dan Orientalisme Belanda harus membacanya.”
Stephan Conermann, Sehepunkte

“Buku ini merupakan sumbangsih besar bagi Islam di Indonesia.
Barbara Watson Andaya, co-writer A History of Malaysia

Hasil riset profesor sejarah dari Universitas Princeton ini mendedahkan secara eksplisit bahwa ‘Islam (di) Nusantara’ memiliki akar-akar sejarah yang menghunjam jauh ke masa silam. Dengan lain kata, apa yang disebut sebagai ‘Islam Nusantara’ tak lain adalah salinan pucat dari sejarah Islam di Nusantara itu sendiri.

Di titimangsa ini, yang gamang mulai tampak terang: bahwa ‘Islam Nusantara’ bukanlah aliran sempal (firqah) yang mencoba memekarkan diri dari kelopak keislaman yang sudah menangkai lebih dulu. ‘Islam Nusantara’, seperti yang akan kita lihat, adalah ejawantah langsung dari relasi-relasi subtil antarmanusia, juga antarbangsa.

Peran Ordo Sufi

Seperti halnya kebanyakan sejarawan, Michael Laffan percaya bahwa kesuksesan Islam menapak bumi Nusantara sangat ditentukan oleh peran penting ordo-ordo sufi yang memiliki reputasi baik sejak awal kedatangannya. Namun ia masih ragu mengenai faktor paling dominan dalam proses islamisasi yang mencengangkan tersebut.

Namun yang pasti, sufi-sufi yang berdatangan dari seberang seperti Persia, India dan Afrika Utara kadang-kadang merupakan pedagang yang sekaligus juru dakwah Islam. Di abad-abad pertama milineum kedua, mudah sekali kita temukan sosok sufi yang nyambi jadi petani, pedagang, hakim, dan “profesi duniawi” lainnya.

Para penyebar Islam yang umumnya multitalenta itu, telah mengejutkan dan membuat decak kagum orang-orang pribumi sehingga mereka cepat sekali beradaptasi. Uniknya, dalam temuan Michael Laffan, untaian kearifan-kearifan kaum sufi dengan mudah menjadi tren dan diadopsi oleh penguasa setempat (hal, 27).

Hal ini tidak lepas dari yang namanya -dalam istilah Michael Laffan- “gravitasi kecendekiaan” yang bersumber dari Mesir, Baghdad, Damaskus hingga Turki Utsmani. Terma-terma sufistik yang menjadi tren di Timur Tengah, lewat persilangan-persilangan mencengangkan, lalu dibawa dan akhirnya menjadi tren juga. Tren sufisme di abad-abad lampau sama pentingnya dengan tren mode zaman sekarang (hal, 253-254).

Antara abad 15 hingga 18, ordo-ordo sufi dengan leluasa keluar-masuk istana. Tampaknya, penetrasi lembut antara ajaran sufi dan politik kekuasaan menjadi penyokong utama langgengnya agama Islam di Nusantara. Pola-pola semacam itu lazim terjadi di Asia Tenggara, terutama di sekitar poros Patani-Malaka-Jawa.

Islam yang Terus Berubah

Abad-abad berikutnya semakin rumit dan musykil. Ketika pondasi Islam boleh dibilang sudah kukuh, sengkarut yang silang menyilang gencar terjadi. Ordo-ordo sufi mulai menarik diri dari istana. Sementara itu, gerakan-gerakan revivalisme Islam mulai tumbuh dan langsung mengambil jalur politik-kekuasaan.

Di sisi lain, katup kolonialisme yang kian menganga turut membawa dampak buruk bagi posisi Islam Nusantara. Sejak itu, polarisasi dalam Islam tidak dapat dihindari lagi. Muncullah Wahhabisme, Pan-Islamisme, dan seterusnya.

Sementara Islam bersusah payah menghadapi perpecahan yang menggerogoti tubuhnya sendiri, dari luar tengah mengarah serbuan getol dari misionaris Kristen yang dibonceng pemerintah Hindia Belanda. Bab 6 dan 7 secara khusus memotret perseteruan dan perebutan panggung yang dramitis itu.

Dalam konteks yang lebih serius dan rumit, Christiaan Snouck Hurgronje hadir sebagai eksemplar yang sangat menentukan terhadap narasi Islam di dunia yang lebih modern kelak. Michael Laffan mencurahkan perhatiannya pada segmentasi ini secara detail di bab 8, 9, dan 10.

Pada bab-bab berikutnya, Michael Laffan menyoroti setiap perubahan di dalam sejarah ‘Islam Nusantara’ yang arkaik dan tumpang tindih dengan pelbagai dimensi kecil namun penting. Dengan tetap meyakini bahwa sejarah tidak pernah final, Michael Laffan juga berkesimpulan bahwa ‘Islam Nusantara’ juga bukan adonan yang persis bulat dan final.

Sejak awal Michael Laffan mengingatkan bahwa yang khas bagi ‘Islam Nusantara’ justru karena ia tidak benar-benar khas (sejauh khas diidentikkan dengan orisinal). Sebab, ‘Islam Nusantara’ merupakan hasil tungkus-lumus, persentuhan, perpaduan dari ajaran, perilaku, budaya dan citarasa yang aduhai jamaknya. Dan itu mustahil dikrop untuk menjadi satu warna.

Apa yang ditulis Michael Laffan dalam buku ini, pada dasarnya, sekadar patahan-patahan sumir, potongan-potongan kecil, atau celah-celah mungil yang terjadi di dalam lipatan-lipatan sejarah yang enggan dibahas oleh sejarawan lain.Pembaca tidak akan menemukan keutuhan, misalnya, sebagaimana buku-buku M.C. Ricklefs.

Tetapi justru di situ nilai plusnya. Dengan gaya penulisan yang tidak konvensional, Michael Laffan berhasil memetakan serpihan-serpihan penting sejarah ‘Islam Nusantara’ ke dalam narasi yang enak dibaca. Hanya, pembaca yang belum tahu secara persis anatomi sejarah Indonesia, jelas akan kesulitan mencerna konteksnya. (ISNU)

Sumber:

NU Online/http://www.islamnusantara.com/islam-nusantara-hasil-persentuhan-budaya-dengan-ajaran-islam/



Viewing all articles
Browse latest Browse all 1300