Kajian Ilmiah & Spiritual
“KEBANGKITAN SPIRITUAL SEBAGAI LANDASAN MEMBANGUN PERADABAN/TATANAN BARU”
Oleh: #kaP
“Intisari dari sebuah Peradaban dan Tatanan Baru adalah: Kemanusian (Humanisme). Bagaimana Memanusiakan manusia dengan penuh Cinta, tanpa memandang Agamanya Apa, sukunya apa, warna kulitnya apa, dan dari bangsa mana”. Kebangkitan Spiritual atau Kesadaran spiritual adalah sebuah kondisi dimana pikiran kita mendapatkan input informasi langsung dari Percikan Cahaya Tuhan ( SPIRIT ) yang ada di dalam diri, dalam kondisi ini sering juga disebut kita sedang mendapatkan Pencerahan Ruhani.
Dalam berproses menuju Tuhan, jiwa kita harus dapat melampaui kesadaran fisik menuju kesadaran Jiwa suci, untuk selanjutnya sampai pada kesadaran Ruhani.
Kebangkitan / Kesadaran spiritual adalah sebuah jembatan bagi kita untuk menggapai sang Pencipta, dan Semesta-Nya.
Kita dan alam semesta melalui Kita. Ini adalah ciptaan, dan Kita adalah bagian dari ciptaan itu dan sekarang Kita memahami ciptaan melalui perspektif Kita. Kesadaran manusia yang termaktub dalam Kitabullah, ternyata dianggap sangat penting oleh Tuhan.
Penting, karena manusia sudah dinobatkan sebagai wakil-Nya di muka bumi.
Hanya manusialah yang mampu menampilkan hampir seluruh sifat-sifat (kualitas-kualitas) ketuhanan.
Sudah dititipkan potensi kualitas-kualitas-Nya dalam diri manusia. Built in; yaitu fitrah (primordial nature).
Tidak seperti batu yang sebatas menampilkan kualitas kuat dan keras, tanaman sebatas kualitas hidup dan tumbuh, juga binatang sebatas kualitas gerak dan marah; misalnya.
Tugas pokok manusia adalah terus menaiki langit-langit kesadaran berikutnya. Bukan terperangkap dalam langit kesadaran materi saja.
Hidup hanya sebatas perjalanan horizontal untuk melampaui lorong ruang dan waktu, yang setelahnya mati menjadi bangkai.
Melampaui langit kesadaran (awal) jasmani; selesai dengan persoalan kematerian, kemelekatan pada kematerian jauh berkurang. Kemudian naik ke perjalanan berikutnya, langit kesadaran (tengah) jiwa, kesadaran pada pemahaman dan pendalaman makna-makna kehidupan.
Melampaui langit kesadaran tengah; selesai dengan persoalan diri sendiri, mampu membangun dan menjaga keharmonisan hidup dengan alam semesta.
Kemudian naik ke perjalanan berikutnya, langit kesadaran (tinggi) ruhani, memahami hakikat kehidupan dan penciptaan, kesadaran pada kualitas-kualitas ilahiah yang melampaui batas-batas pikiran dan jiwa manusia.
Tidak banyak yang mengurai lapisan langit kesadaran tertinggi (ruhani); beberapa agama mengungkapnya dengan simbol-simbol. Jabarut, Malakut, Mulk dalam tradisi Islam; Bur, Bwah, Swah dalam tradisi Hindu; Langit Atas, Tengah, Bawah dalam tradisi Marapu Sumba.
Namun, setipis apapun jejak-jejak perjalanan naik, tetap akan ditemukan oleh manusia yang mau dan bersungguh-sungguh menempuhnya. Itu keniscayaan. Siklus kehidupan akan terus berjalan. Sebuah Sunatullah setiap masa akan ada perubahan jaman (Era) baru.
Begitupun dengan adanya Pademi Covid-19, terkandung satu Hikmah (Cara Allah mengingatkan pada kita, untuk menuju sebuah Era Baru / Tatanan Budaya Baru).
Gagasan FSSN Foundation tentang STBB (Sambut Tatanan Budaya Baru), menjadi babak baru dalam hidup dan berkehidupan.
Satu kata kunci adalah: mengaplikasikan nilai-nilai Spiritual dalam kehidupan sehari-hari.
Namun ada satu hal yg perlu kita ketahui, bahwa Tatanan Baru Nusantara telah menjadi ketetuanNYA akan terjadi, Era baru Nusantara yg semoga akan jauh lebih baik dari saat ini.
- 2020-2024 membangun Run WAY (landasan) menuju Tatanan Baru Nusantara), di awali dengan New Normal / STBB: Sambut Tatanan Budaya Baru.
2025 tatanan baru Nusantara, menuju Masa Keemasan, Gilang gemilang, Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Insha Allah, Aamiin… Ajaran Tasawuf menjadi jawaban sebagai satu untuk Kebangkitan atau Kesadaran Spiritual.
Sebuah landasan utama dalam membangun peradaban dan tatanan baru yang lebih baik. Dari kegelapan menjadi terang gemilang penuh cahaya.
Cahaya yang datang dari Yang Maha Pemilik Cahaya. Cahaya yang mampu menerangi kegelapan hati, kekelaman nurani. Dengan cahaya cinta-Nya jiwa menjadi terasa tentram, dendam kesumat dan ketamakan akan duniawi menjadi tenggelam.
Berjalan dengan hati, bukan dengan kaki. Merasa dengan kedalaman nurani, bukan dengan nafsi-nafsi.
Itulah yang namanya tasawuf, jalan spiritual. Jalan untuk menggapai cinta Tuhan dengan kesadaran diri terdalam akan kedudukan sebagai insan yang penuh kesungguhan.
Dengan tasawuf kedekatan pada Ilahi tak lagi diukur dengan pendekatan fikih yang amat formal. Tak lagi melihat ritual peribadatan sebagai beban kewajiban. Tak ada pamrih, tak ada lagi pikiran tentang untung dan laba.
Ibadah dilakukan atas dasar rasa cinta terhadap Sang Khalik. Cinta sesungguhnya diekspresikan dengan semangat memberi dan mengabdi, bukan lagi meminta dan menerima.
Sebagaimana doanya Rabiah Al-Adawiyyah—sufi perempuan termashur; “Ya Allah, jika aku beribadah padamu karena takut terhadap neraka, maka masukkanlah aku ke dalamnya. Jika aku beribadah karena ingin mendapatkan surga, maka jauhkanlah aku darinya. Aku hanya ingin beribadah padamu karena cinta, karena aku yakin engkaulah Zat Yang Maha Pencinta.”
Tasawuf adalah jalan ruhani (Spiritual), jalan menuju cinta sejati, jalan menuju Zat yang hakiki. Jalan tasawuf tak lagi melihat sesuatu dengan perangkat syariah yang banyak memberi batasan, aturan dan rukun-rukun yang harus dijalani.
Seseorang yang berjalan dengan tasawuf telah melewati aturan syariah. Jalan syariah adalah jalan tahap awal, jalan seperti seorang bayi yang baru pandai berjalan. Jalan tasawuf adalah jalan terjal ruhani untuk menggapai puncak cinta Ilahi. Jalan tasawuf adalah jalan penyerahan diri sepenuhnya pada Ilahi Rabbi. Penyerahan diri dengan keikhlasan dan ketulusan sepenuhnya. Bukan jalannya fikih yang penuh dengan tekanan kewajiban.
Tepatlah sebuah pengandaian dalam sejarah Islam. Jika hanya berpijak pada fikih, maka sahabat Nabi Abu Bakar hanya akan meyerahkan hartanya dua setengah persen, tapi, karena dasar cintanya pada Allah, Nabi dan umat Islam, maka ia rela meyerahkan hampir seluruh hartanya.
Itulah penghayatan sesungguhnya akan tasawuf. Yang berkobar pada diri seorang sufi hanyalah rasa cinta dan semangat untuk selalu memberi, memberi dan memberi. Dengan jalan tasawuf akan terbuka pintu hati yang lama tertutupi oleh nafsu dan syahwat semata.
Tasawuf amat membantu mencairkan kebekuan nurani. Inilah salah satu bukti kekayaan ajaran Islam yang bukan sekadar agama yang berarti ketundukan tapi juga penghayatan akan kedalaman rasa cinta. Dengan tasawuf akan terasa bahwa kehidupan ini ternyata bukan hanya sekadar gejala fisik tapi juga adalah pergolakan dan ayunan spiritualitas. Tasawuf adalah tangga yang paling tepat digunakan untuk mendampingi keterbatasan sains dan ilmu pengetahuan untuk menggapai puncak kebenaran. Sebagaimana marak terjadi dalam puluhan tahun belakangan atau malahan seabad sampai saat ini, tasawauf diminati banyak kalangan terpelajar Muslim di Eropa dan Amerika. Bagaimana mungkin orang-orang yang hari-harinya bergelut dengan rasionalitas ternyata di saat yang sama mengisi hidupnya dengan jalan tasawuf. Tasawuf atau Spiritualitas jangan dipahami dalam pengertian tindakan pasif, sekedar larut dalam zikir. Tasawuf mestinya menjadi gerakan aktif dan positif untuk melawan ketidakadilan. Seorang sufi atau pejalan spiritual akan mencapai maqam spiritual tertinggi jika tidak memanifestasikan keimanan puncak dalam bentuk gerakan perbaikan kehidupan bermasyarakat dan membebaskan kaum tertindas dari rantai penindasannya. Itulah tasawuf, itulah cinta seorang sufi sesungguhnya. Tasawuf merupakan sikap moral dan sikap hati dalam mencari hakikat atau kebenaran yang sejati. Hakikat adalah hal yang tepenting dalam mengarungi kehidupan, tidak akan puas jika suatu amal hanya secara ceremoni atau dilakukan secara lahiriyah saja. Apalagi tasawuf mengajarkan bahwa tidak perlu adanya kekerasan dalam menyikapi sesama ciptaan Tuhan. Apalagi dalam menghadapi perbedaan, sikap toleran sangat baik dilakukan.
Dalam Islam nilai-nilai kemanusian harus dijunjung tinggi oleh umat manusia itu sendiri. Perbedaan keyakinan tidaklah menjadi alasan untuk tidak tetap menjaga persaudaraan. Perbedaan adalah sebuah anugerah untuk dapat dikelola oleh manusia tesebut. Tuhan menciptakan manusia tidaklah sekedar menciptakan, sedangkan dalam sufistik kata menciptakan tidak cocok untuk manusia. Paling cocok adalah menjadiakan, menginovasi, mewujudkan, menyusun dan sebagainya.
Tugas manusia di muka bumi ini, ada dua hal yang harus ditegakkan, yaitu berbuat adil dan tidak mengikuti hawa nafsu. Manusia diberi modal pengetahuan dalam kehidupan ini untuk mengelola semesta dan alam metafisika. Sebagai manusia yang dapat berfikir tentunya manusia harus dapat melakukan perubahan-perubahan untuk dapat mewujudkan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi.
Manusia terkhusus umat Muslim diwarisi oleh Nabi Muhammad SAW tiga aspek yang harus dilakukan. Jika aspek itu memiliki kesatuan dan keseimbangan yang tidak dapat dipisahkan. Tiga aspek tersebut adalah Islam, iman dan ihsan.
Aspek Islam adalah sebuah penyerahan atau sebuah sikap penyerahan terhadap Tuhan. Maksud aspek di sini bukan dilihat secara formalistik, hakikatlah yang terpenting.
Aspek iman adalah kepercayaan yang memberi rasa aman, tenteram dan ketenangan kedalam jiwa. Bukan pengertian iman yang dimaksud oleh para pakar teologis.
Aspek ihsan adalah ketajaman rasa dan intuisi dalam menghayati dalam menjalani kehidupan, terutama dalam beragama. Ihsan lebih mementingkan esensi dalam mencapai kepada Tuhan tidak harus terikat dengan aturan agama yang dilembagakan. Gus Dur merupakan satu simbol perjuangan dan pembaharuan yang harus diteladani. Gerakan tajdidnya dilakukan dalam berbagai bidang, seperti terhadap politik, demokrasi, anti kekerasan, pribumisasi Islam dan pluralisme.
Ajaran yang paling menonjolnya ialah konsep tentang humanisme dan pluralismenya. Dengan sikap keterbukaannya atau sikap pemikiran liberalnya, Gus Dur tidak hanya dihormati dan disegani oleh kalangan ummat Islam saja. Non Islam sangat menyayangi seorang Gus Dur, terutama agama minoritas yang sangat dilindungi oleh Gus Dur.
Dalam hidupnya Gus Dur memiliki banyak peran, termasuk sebagai agamawan, budayawan dan politisi. Sebagai agamawan, Gus Dur termasuk salah satu tokoh Cendikiawan Muslim. Banyak ajarannya yang disampaikan dan dilakukannya, Islam harus bangkit dan terbuka. Sebagai budayawan, Gus Dur sangat mencintai budaya-budaya Indonesia. Sebagai politisi, Gus Dur aktif dalam berbagai kegiatan sosial, termasuk aktif di Nahdhatul Ulama sampai menjadi Ketua Umum, pendiri PKB dan menjadi Presiden RI yang keempat.
Gus Dur memiliki semangat kritis terhadap perkembangan sosial. Pada masa Orde Baru memiliki pembangunan yang teknokratis. Antara birokrasi dan rakyat memiliki kesenjangan dalam ideologi. Dimana masa ini pemerintah membungkam bagi yang mengkritik dan para oposisi. Namun Gus Dur tidak memiliki rasa takut dan gentar menghadapi beberbagai kecaman, termasuk pemerintahan Orde Baru demi terwujudnya negara demokrasi.
Gus Dur memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi dan luas yang diakibatkan perjalanan dan pengalaman intelektualnya. Ia selalu terbuka dengan berbagai ilmu yang ditemuinya, tidak memandang ilmu itu dari siapa pun. Ia selalu menyempatkan membaca buku ilmu-ilmu dari barat.
Gus Dur dalam pemikiran dan prakteknya mengandung nilai-nilai sufistik, seperti para sufi. Seperti konsep pluralisme, yang banyak dipraktekkan oleh Gus Dur. Karena sudah menjadi anugerah Tuhan bahwa dalam kehidupan ini memiliki banyak perbedaan. Manusia di hadapan Tuhan sama, yang paling mulia adalah menusia yang memiliki tingkat takwa yang paling tinggi. Dan Gus Dur sangat keras untuk menolak kekerasan yang terjadi atas nama hak azasi manusia.
Gus Dur juga mengajarkan tentang kejujuran, ketulusan, berjuang dan menghargai orang lain. Lebih dari itu Gus Dur mempraktekkan bukan sekedar menghargai dan menghormati manusia yang berbuat baik, melainkan menyambutnya dengan hangat. Menentang siapa saja yang selalu menindas dan merendahkan martabat manusia. Selalu membela kemanusiaan dan adanya hak yang sama. Karena manusia diciptakan oleh Tuhan dengan penuh kecintaan, hal yang wajar jika manusia harus mencintai sesama manusia karena Tuhan pun sangat mencintai dan memuliakan manusia. Pemikiran inilah yang dikenal dengan konsep humanisme Islam.
Dalam dunia politik Gus Dur tidak hanya mampu memberi sumbangan pemikiran saja. Beliau terjun langsung dapat merubah paradigma sosial. Di mulai perubahan terhadap tubuh NU sampai menjabat sebagai presiden. Setelah memiliki jabatan yang terpenting Gus Dur tidak lupa diri, beliau tetap kepada pribadinya yang kita kenal sebagai bapak pluralisme.
Hal tersebut Gus Dur telah melakukan apa yang dilakukan para sufi. Karena para sufi walaupun dalam keadaan apapun tetap hatinya terkoneksi kepada Allah. Tasawuf mengajarkan untuk tidak cinta dunia. Bukan berarti tidak boleh memiliki dunia dan tidak boleh kaya raya. Boleh menjadi orang yang kaya raya akan tetapi tidak boleh untuk mencintainya denga berlebihan.
Tasawuf juga menekankan agar manusia tidak cinta jabatan. Maksudnya bukan tidak boleh menjadi seorang pejabat. Boleh menjadi seorang pejabat tetapi jangan cinta terhadap jabatan tersebut hingga membuat lupa diri. Akhlak inilah yang diterapkan oleh Gus Dur dalam kehidupan sehari-harinya. Beliau adalah orang yang besar bagi bangsa ini, yang berperan penting dalam perubabahan baik agama maupun negara. Walaupun beliau memiliki gelar dan jabatan akan tetapi tidak terlena dengan gelar dan jabatan tersebut.
Terhadap yang pro, yang mencintai Gus Dur, tentunya harus lebih giat dalam memahami dan mengamalkan serta mengajarkan kepada sesama manusia tanpa harus perbedaan agama. Karena #kaP melihat dari fakta saat ini banyak yang tidak saling menghargai antar sesama sehingga timbul perpecahan.
Terhadap yang kontra, ini sangat disayangkan oleh #kaP. Mereka yang mencaci dan membenci Gus Dur. Harus dicatat juga bahwa Gus Dur mencoba untuk melakukan hasil pemikiran yang gemilang yang dilakukan dalam prilakunya yang dianggap kontroversi.
Menurut #kaP bahwa golongan yang kontra ini terlalu asyik dengan hal-hal yang syari’at saja, jadi jika tidak memahami pemikiran yang tak sesuai dengan keilmuannya maka harus dipelajari dan dipahami. Jangan dengan mudahnya menuduh langsung seseorang kafir dengan alasan tak sesuai dengan ajaran Islam dan tidak masuk akal. Harus diketahui bahwa Gus Dur adalah seorang sufi, karena ia mendepankan nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana yang diajarkan dalam Tasawuf. Gus Dur adalah orang yang bersahaja, selalu menerima anugerah Tuhan yang diberikan kepadanya. Ia tak pernah gelisah dengan kehilangan kehormatan, kedudukan yang dimilikinya.
Gus Dur percaya bahwa Tuhan akan menjamin kehidupannya, jadi tidak segan-segan untuk memperjuangan hak-hak manusia dan menantang terhadap orang-orang yang merendahkan martabat manusia. Walaupun ia tahu banyak yang akan mencintai dan membencinya.
Sebagimana yang sudah dikatakan bahwa Gus Dur memiliki jiwa sufistik. Beliau sering mendapatkan ilham untuk menjadi petunjuk hidupnya. Kejiwaan sufistiknya ada dua faktor yang mempengaruhinya, yaitu beliau hidup dari latar budaya jawa dan pesantren. Gus Dur yang penuh sikap kontroversinya karena di kalangan tokoh dan kiai memiliki pandangan yang berbeda dalam memahami tasawuf. Tasawuf Gus Dur dipengaruhi oleh tasawuf modern sedangkan tasawuf para kiai masih tradisional. Banyak pernyataan dan perilaku Gus Dur yang dianggap kontoversi. Juga dianggap nyeleneh oleh orang-orang yang mempertahankan kepentingan politiknya dengan mengatasnamakan ideologi Islam.
Pemikiran dan perilaku tersebut merupakan perjuangan yang dilakukan oleh Gus Dur dalam menyamakan hak-hak manusia. Tidak peduli label apapun yang dimiliki oleh manusia di mata Gus Dur semuanaya sama. Sikap toleransi adalah sikap yang sangat ditonjolkan oleh Gus Dur. Gus Dur sangat menghargai keragaman. Menurutnya bahwa keragaman adalah sebuah keniscayaan ciptaan Tuhan dan anugerah.
Akan tetapi masih banyak orang-orang yang belum memahami Gus Dur. Gus Dur dibenci, dicaci maki dan dikafirkan oleh mereka yang memiliki intelektual secara matang. Atau oleh mereka yang yang memiliki pemikiran formalistik, yang hanya yakin mutlak terhadap teks-teks keagamaan yang membuat ia lupa akan substansi. Para tokoh sufi / pejalan Spiritual dalam sejarahnya banyak mengalami dibenci dan dicaci maki oleh orang-orang yang belum paham dengan pemikirannya termasuk para tokoh yang tergantung pada hal-hal formalistik.
Al-Hallaj contohnya harus berakhir hidupnya di tiang gantungan. Eksekusi kematiannya karena fatwa ulama yang berkoalisi dan bekerjasama dengan penguasa. Para penguasa membodohi masyarakatnya dengan atas nama kemurnian ajaran agama lalu menyesatkan pemikiran al-Hallaj.
Hal ini terjadi juga pada tokoh-tokoh sufi lainnya yang gencar dalam memperjuangkan kebenaran. Contoh satu lagi Ibnu ‘Arabi yang harus meneriama cemoohan yang mengganggapnya seorang kafir dan sudah gila.
Dalam membela kebaikan dan perubahan tentu harus menghadapi berbagai macam rintangan termasuk segala hinaan dari orang-orang sekitar. Ini juga menimpa seorang filsuf, Socrates dan juga Yesus mereka harus rela menanggung luka dan nestapa. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa kita tak perlu untuk takut dalam membela kebenaran. Seperti Gus Dur lakukan, beliau tidak takut dengan hujatan yang diterimanya walaupun hujatan itu datang dari kelompok tersendiri. Gus Dur tetap fokus terhadap tujuannya yaitu menjaga hak-hak manusia yang tertindas.
Kharisma Gus Dur sangat dirasakan oleh semua orang, berbagai golongan dan agama. Orang banyak yang mengatakan bahwa Gus Dur adalah seorang wali, hal tersebut harus disepakati, karena dalam kehidupan sehari-harinya Gus Dur memiliki akhlak seperti para sufi.
Wassalamu’alaikum.Wr.Wb.
kaP
Insiator / Penggagas & Ketum FSSN Foundation (Forum Silaturahmi Spiritual Nusantara).