ARYA TANTRA
“Arya” adalah kaum Çaka leluhur Nusantara,tertulis pada relief dasar Vhwãnã Çakã Phãlã/Borobudur dengan teks literasi kata Māhéçãkyã ,Bangsa Çãkyã/Şàkyà/Saka/Aryān yang Agung,di sebut “Schytia” oleh sejarawan eropa,Kaum “Çaka”sudah ada lebih dahulu jauh dari 78 M dari saat menaklukan Raja “Salivahana” india,Angka tahun 78 M ini yang di salah tafsirkan untuk menghitung awal tahun Saka di prasasti.
Di masa Pra Srivijaya awal kadatuan di pimpin oleh yang bernama “Candra Nago” ada suku/selain dari Soko utama dari ini anaknya “Tumenggung” beranak perempuan yang bersuami kepada cerdik pandai bernama “Perpatiah” kemudian mempunyai anak perempuan dalam sistem kekeluargaan “Materinial” bernama : Malay,Muni,Jambak dan yang bungsu bernama “Pito” atau Dewi Pito
Pada masa Adityawarman,masa setelah penjajahan “Chola” di bentuklah persukuan,pada pihak laki laki di sebut “Datuok Patih”,Pada pihak istri di sebut “Bodi Caniago” dan adik nya 4 perempuan menjadi nama suku :
1.Malay menjadi Malayu
2.Muni menjadi Muniliang
3.Pito menjadi Pitopang
4.Jambak (Tetap)
Wilayah “Kadatuan” yang “Kota Suci” di pimpin oleh yang bernama “Candra Nago” wilayah nya di sebut “Naghori” dengan bahasa “Nagori/Nagari” ibu dari bahasa Nasional/Internasional saat itu bahasa “Sansekerta” dengan pusat pujanya “Mongtakui” dan pusat pemerintahan nya di bukit “Katangka” di daerah wilayah nya pada radius 75 km yang kini disebut dengan “Koto” yang memakai “Angka”yaitu :
● Tiga Belas koto,Kampar
● Lima koto
● Tapung enam koto
● Subayang 12 koto
● Kapur 9
● Pangkalan 6 koto
● Gelugu 6 koto
● Rokan 4 koto
● Rajo 5 Selo
● Andiko 44
Ada daerah di masa Pra Srivijaya sebelum tahun 78 Masehi dari pusat puja di kota suci “Mongtakui” kini terpublikasi menjadi situs “Muara Takus”,….jika saat ini berkendara 77 km atau 1,53 Jam melewati daerah “Kuok”
Literasi dua kata “Arya” dan “Tantra”,terekam menjadi satu kata yang kini di sebut daerah “Aliyantan” ,Jalan dari arah Aliyantan menuju bukit suligi masih terdapat “Goa Garuda” dan “Goa Hanoman” tempat para Arya melakukan “Kontemplasi/Samadhi” mempelajari “Tantra”
Disinilah di daerah “Aliyantan” para Arya dengan metode pembelajaran “Tantra” menjadikan “Manusia” nya menjadi berkemampuan melebihi orang biasa/sakti…karena ilmu rahasia yang bernama “Tantra” di kemudian hari di bawa oleh pelajar Atisha ke tibet menjadi Tantrayana/Vajrayana mazhab Buddhism Mahayana
Di Aliyantan ada Raja/Vatsal/Vanua yang bernama “Datuok Suri Maharajadiraja Indo” masyarakat lokal aliyantan sebut dengan singkat “Datuk Majindo”,…Aliyantan adalah pintu gerbang utama bagian utara untuk menuju “Kota Suci” dimulai dari Siak Hulu,Pencerminan/Pantai cermin kurang lebih 100 km untuk masuk ke pusat kota kadatuan,harus melewati jalan yang kini di sebut “Timbun Tulang”,nama ini tersiar karena dahulu di kanan kiri terdapat tumpukan tulang belulang manusia
Panglima pemimpin jalan dan pintu gerbang ini bernama “Shang Hyang Datuok Panglimo Bujang Ombun” yang terkenal ganas dan menyita harta nya terhadap para pendatang yang berniat tidak baik yang akan masuk ke “Kota Suci” harus melewati jalan yang kini di sebut “Timbun Tulang”
Panglima pemimpin di aliayantan bagian dalam kerajaan “Suri Maharajadiraja Indo” ada 2 tokoh :
1.Shang Hyang Datuok Panglimo Khampuo atau di sebut panglima “Campo”
2.Shang Hyang Datuok Panglimo Sikubin,dari trah ayahnya yang berada di pusat kadatuan bernama “Shang Hyang Datuok Maharajadiraja Sikubin”,dan nama para putranya inilah yang di sebut “Tantra”
Literasi teks “Tantra” berasal dari kata “Tan” artinya “Memaparkan kesaktian/kekuatan Dewa” atau bisa diartikan sebagai intisari, esensi, atau asal ajaran (Ajaran ini yang kemudian berkembang di india )
Ketika terjadi peperangan antara bangsa/Kaun Arya melawan Dravida bangsa asli india,lahirlah “Sadashiva”, artinya “Dia yang selalu terserap dalam kesadaran”,kemudian dikenal sebagai Shiva (Siwa),Sumbangan terbesar kaum “Arya” bagi peradaban adalah pengenalan konsep “Dharma”,inilah konsep ajaran leluhur Nusantara dan kumpulan kitab tanya jawab tentang “Ilmu Rahasia” dikenal sebagai “Tantra Shastra”
Prinsip-prinsip “Tantra” terdapat dalam “Nigama”,sedangkan praktik-praktiknya ada dalam buku “Agama”,Kitab-kitab yang memuat Tantrayana ada 64 diantaranya: Maha Nirwana Tantra,Kularnawa Tantra, Tantra Bidhana,Yoginirdaya Tantra,buku-buku kuno itu hilang dan sebagian lagi tak dapat dimengerti karena tertulis dalam tulisan rahasia untuk menjaga kerahasiaan Tantra terhadap mereka yang awam
Panca Ma (Lima M) adalah:Madya,Mamsa, Matsya,Mudra, dan Maithuna. Ajaran tersebut lebih diarahkan kepada konsep Karma marga,Bakti yoga, dan Jnana marga,Praktika “Tantrayana”,Yaitu “Maka”, “Kama” dan “Pancaka” atau di kenal dengan “Panca Ma” atau “Malima” sering disalahartikan menjadi “Molimo” yang buruk
1. Mada/Madya(Tengah), artinya lebih kepada jalan tengah,tidak terlalu banyak atau kurang, tidak terlalu keras atau lemah, yang kemudian ditafsirkan menjadi mabuk minuman atau tidak sadar
2. Mamsa (mam=aku, sa= pertiwi/tanah), artinya lebih kepada memadamkan nafsu dan keinginan,Mematikan semua indra,yang kemudian ditafsirkan menjadi mematikan hewan,memakan daging dan meminum darah
3. Matsya (nyaman, luwes, mengalir) artinya lebih kepada keluwesan pergerakan, merasakan empati dan simpati, tidak kaku (dalam Samadhi/Yoga, disebut Pranayama, yang bertujuan agar pikiran menjadi tenang dan mudah bermeditasi), yang kemudian ditafsirkan menjadi memakan ikan kembung beracun
4. Mudra(bayu, tekad, jiwa), adalah penjiwaan yang mendalam,penuh tekad,pelaksanaan tindakan dan pembuktian, yang kemudian ditafsrikan menjadi melakukan gerak-gerik tangan dan tarian hingga lelah
5. Maithuna(persatuan, menghancurkan), yakni menyatukan pikiran kepada kosmis, menghancurkan pikiran, tenggelam kepada kehampaan,mencapai kebebasan pikiran, yang kemudian diartikan sebagai persetubuhan massal
Selanjutnya “Tantrayana” mempengaruhi ajaran Buddhism,aliran Mazhab Mahayana yang menitik beratkan kepada usaha saling membantu antar pengikutnya dalam mencapai kebebasan jiwa yaitu “Nirvana” dalam “Dharmic Original” ini disebut “Svargga”,Tantrayana yang melebur di Mahayana disebut “Tantra Vajrayana” atau “Tantra Mahayana”..artinya adalah ajaran Tantra berasal dari Nusantara,bukan india/Tibet
Ilmu Rahasia” dikenal sebagai “Tantrayana” inilah yang di pelajari “Adityawarman” untuk melawan para penyerang yang sudah sejak abad 9 M ingin merebut “Kota Suci” dengan pusat pujanya “Mongtakui” dimasa setelah bernama Srivijaya baru bisa di kuasai pada oleh Raja Chola Mandala,bersamaan dengan pulangnya pelajar dari tibet “Atisha Diphamkara Srjanana” ke negrinya membawa”Tantra” menjadi Tantrayana/Vajrayana mazhab Buddhism Mahayana
Atiśa Dīpaṃkara Śrījñāna adalah Nama asli,nama lain nya Otish dipônkorsriggan tokoh penyebaran Mahayana dan Vajrayana gelombang kedua ke Tibet abad ke-11 ,Terlahir dari Prabhabati Devi & Srikalyan thn 980 M
Pada tahun 1013 M,Atisha melakukan perjalanan bersama 125 orang berlayar mengarungi samudera dan badai menuju daerah yang di sebut “Bhoga” sebuah negri yang pada waktu tertentu jika matahari tepat di atas kepala menghasilkan efek “Tanpa Bayangan” adalah equinox di situs muara takus bukan Palembang atau Srilangka
Dari 21 pemuda yang dikirim hampir semuanya meninggal dalam perjalanan dan hanya tertinggal 2 pemuda Rinchen-Zangpo dan Legshay yang sudah menguasai bahasa Sanskerta,sepulang nya dua pemuda tersebut menyampaikan kepada raja bahwa yang tepat mengajar di Tibet adalah Atisha
Atiśa Dīpaṃkara Śrījñāna tinggal selama 12 tahun di Nusantara Svarnadvipa belajar kepada Guru Besar bernama”Serlingpa Dharmakirti” atau Svarnadvipa Dharmakirti,kembali ke negrinya mengajar di Tibet selama 3 tahun dan wafat thn 1054 di Nyêtang,Tibet
Jadi ….”Ilmu Rahasia” dikenal sebagai “Tantrayana” adalah bagian dari konsep “Dharma” yaitu “Dharmic Original” ,konsep ajaran leluhur Nusantara Indonesia yang di kemudian hari mendasari lahir dan berkembangnya ajaran Hindu,Buddha & Jaina di india,yang hingga kini tersimpan sempurna di Bali dan tergambar di Borobudur masa dahulu berawal di Svarnadvipa…..
…Jangan terbalik….Leluhur kitalah yang mewarnai 3/4 muka bumi,di antara nya tanah india…ini fakta akademik bahwa ….Sejarah tidak pernah “Bohong” kepentingan penulisanlah yang menjadikan “Catatan Sejarah” menjadi Bohong…..
INDONËSIARYĀ
By : Santo Saba