Catatan kebangsaan & budaya (1)
KEBUDAYAAN INDONESIA DALAM DIMENSI KEKINIAN & PERSPEKTIF MASA DEPAN
ADA studi bahwa Indonesia merupakan sebuah negara namun belum terbentuk bangsanya. Tentunya bila dibandingkan dengan beberapa negara barat seperti Amerika, Perancis, Inggeris, Spanyol. Betulkah? Saya kita perlu ada beberapa kajian ilmiah.
Menarik mengikuti seminar dua hari -disponsori oleh Kemendikbud & Lemhanas- yg membicarakan masalah kebangsaan & kaitannya dengan budaya. Seminar besar ini diadakan untuk mencari jawaban atas munculnya kekuatan transnasional yg berusaha mengubah Pancasila padahal ideologi ini adalah azas kebangsaan Indonesia.Tema transnasional ini dibahas oleh Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo.
Gubernur Lemhanas Jenderal Agus Widjojo menegaskan bangsa Indonesia bersifat majemuk, terbuka & memilih Pancasila berdasarkan kajian saintifik.
Kepala Bekraf Triawan Munaf menyampaikan bahwa ekonomi kreatif adalah bagian dari kebudayaan bersifat kekinian & memiliki perspektif masa depan. Baginya ekonomi kreatif tidak tumbuh di lahan intoleran.
Bagi Sukmawati Soekarno tidak mungkin kebudayaan akan maju bila tidak diberikan bantuan pendanaan dari pemerintah. Begitu juga pendapat dari seorang Raja dari Cerbon di forum itu.
Karena itu, kata Jenderal Sidarto Danusubroto sudah semestinya di Kabinet y.a.d ada Kementerian Kebudayaan yg akan mengkelola dana abadi untuk berbagai kegiatan kebudayaan sebesar Rp5 trilyun yg dijanjikan Presiden.
Beliau juga menyarankan agar Presiden tidak lagi dipilih secara langsung tetapi oleh lembaga seperti MPR. Ada pun Gubernur & Bupati dipilih oleh DPRD.
Sistem yg sekarang membuat Indonesia terpecah, memungkinkan orang yg punya uang mengontrol partai & membuat pasal-pasal yg menguntungkan pemilik modal. Seminar yg menarik ini dilanjutkan besok.
Catatan kebangsaan & budaya (2)
oleh Nasir Tamara
MENDENGAR GENERASI MILLENIAL BICARA DIMENSI KEKINIAN BUDAYA & MASA DEPAN
BUDAYAWAN tradisional sering berdebat tentang definisi & problem kebudayaan.
Pada hari kedua Seminar Kebudayaan peserta yg mendengar generasi milenial yg sukses dalam usia muda.
Pendiri Go-Jek Nadim Makarim bercerita tentang bagaimana ia mendirikan perusahaannya. Berbekal pengetahuan manajemen & bisnis sebagai
MBA dari Harvard University ia berani mengambil resiko mendirikan perusahaan. Ia sukses membuat unicorn pertama di Indonesia (kini ada empat dg valuasi trilyunan USD) berbasis aplikasi karena memiliki critical thinking & selalu melihat setiap masalah dari dua sisi. Selain itu karena di Indonesia ada budaya gotong royong yg mendukung. ‘Di USA, orang miskin kelaparan & tanpa hunian dibiarkan hidup di jalanan. Di Indonesia selalu ada yg membantu memberi makan & tempat tidur’, katanya.
Pembicara berikutnya Nadina Nasution yg berjilbab bicara tentang suksesnya menjadi perancang mode yg meskipun membuat modest fashion tidak melupakan kebutuhan fashion untuk non Muslim.
Diteruskan oleh Direktur NU Online yg merujuk pada riset lembaga PEW dari USA bahwa agama penting bagi orang Indonesia sehingga ia membuat situs untuk komunitas Islam berbasis NU. Karena Indonesia tidak memiliki sejarah pemikiran & karya-karya sastera seperti di Barat maka ia tidak percaya pada bahwa tradisi sekuler -pemisahan antar negara & agama- bisa diterapkan di Tanah Air.
P
embicara terakhir bicara tentang tren pendidikan anak merdeka & demokratis terinspirasi oleh KH Dewantara & para pemikir Barat. Kurikulumnya berbasis pada art & science diajarkan dg memperhatikan kebutuhan anak didik dalam lingkungan sekolah yg mengajarkan creative thinking.
Anak-anak muda ini berani mengambil resiko berfikir out-of-the-box. Ketika bicara mereka percaya diri & optimis. Mereka ingin Indonesia yg maju, demokratis, plural, humanis & religius juga.
Ketika BEKRAF hanya sanggup menekuni enam sektor (kuliner,kriya, fashion, musik, film, games) dari 16 bidang ekonomi kreatif maka tampaknya keperluan memiliki sebuah Kementerian Kebudayaan yg bertaring menjadi mutlak. Tentunya dipimpin oleh menteri yg mumpuni. Di Perancis dulu ada penulis besar namanya Andre Malraux yg dekat dg Presiden de Gaulle. Ia mempunyai visi besar tentang kebudayaan sehingga menjadi kekuatan ekonomi di samping industri modern negeri itu.