STRATEGI KEBUDAYAAN INDONESIA
Daftar Isi
Mukadimah …………………………………………………………………………………………………….. 1
Kebudayaan dan Kebangsaan …………………………………………………………………………… 2
Tantangan Pemajuan Kebudayaan Hari Ini ………………………………………………………….. 6
Jejak Langkah Menuju Strategi Kebudayaan ……………………………………………………… 13
Visi Pemajuan Kebudayaan Nasional ……………………………………………………………….. 17
Tujuh Agenda Strategis Pemajuan Kebudayaan …………………………………………………. 18
Mukadimah
Kebudayaan nasional Indonesia adalah keseluruhan proses dan hasil interaksi antar-kebudayaan yang hidup dan berkembang di Indonesia. Setiap rakyat Indonesia memiliki kemerdekaan untuk memiliki pendirian kebudayaannya sendiri dan menyatakan pendirian tersebut dalam aneka rupa ungkapan nyata. Namun pendirian seseorang bisa saja bertentangan dengan pendirian orang lain, ekspresi kebudayaan suatu kelompok bisa saja berbenturan dengan ekspresi kebudayaan kelompok lain. Sebab publik tidak tunggal; publik yang satu bisa bersilang-sengketa dengan publik yang lain tanpa keduanya duduk bersama sebagai republik. Maka tantangan pokok kebudayaan nasional Indonesia bukan semata perkara menjamin kemerdekaan masyarakat untuk berkebudayaan, tetapi juga soal mengelola kemerdekaan bagi perbedaan budaya di masyarakat. Di sini kehadiran negara memainkan peranan penting.
Konstitusi Republik Indonesia mengamanatkan pada negara sebuah tugas penting untuk menjamin pemajuan segenap buah usaha budinya rakyat Indonesia di tengah pergaulan kebudayaan-kebudayaan dunia sambil mempertahankan kemerdekaan bagi perbedaan budaya di masyarakat. Pasal 32 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 dengan terang menyatakan: “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.” Agar amanat ini terlaksana, diperlukan suatu platform dialog di mana kita semua, kelompok-kelompok budaya yang beraneka ragam, dapat duduk sama rendah, berdiri sama tinggi, dan mengikatkan diri dalam pembantingan tulang bersama untuk memajukan kepentingan republik. Kita membutuhkan platform dialog di mana kita semua hadir bukan hanya sebagai publik, tapi lebih penting lagi: sebagai republik.
Kongres Kebudayaan Indonesia adalah platform dialog untuk mempertemukan harapan publik dengan tujuan republik. Di atas platform itu, harapan segenap publik bertukar-tangkap dengan lepas dan mengejawantah ke dalam tujuan pengelolaan kebudayaan bersama. Pengejawantahan itu adalah strategi kebudayaan, sebuah ikrar bersama untuk memajukan kebudayaan nasional dan mempertahankan tamansari keberagaman budaya Indonesia.
Kebudayaan dan Kebangsaan
Strategi kebudayaan adalah sebuah dokumen masa depan. Strategi kebudayaan berbicara tentang arah budaya bangsa dua puluh tahun ke depan. Akan tetapi, setiap masa depan punya masa lalu. Maka dari itu, strategi kebudayaan pun mesti berangkat kesadaran penuh akan warisan masa lalu.
Indonesia adalah negeri bekas jajahan dan segala pembicaraan tentang sejarah kita mestilah didasari oleh perhatian pada situasi historis ini. Dalam hubungannya dengan kebudayaan, ada tiga hal pokok yang diwariskan kolonialisme pada kita.
Pertama, pemisahan bangsa-bangsa Nusantara dari sumber rujukan tradisinya. Penjajahan bukan semata soal penundukan ekonomi dan politik, tetapi juga suatu penghancuran atas sendi-sendi budaya masyarakat. Di bawah administrasi kolonial, tak terhitung banyaknya manuskrip dan berbagai peninggalan bersejarah bangsa-bangsa Nusantara yang dibawa pergi ke negeri-negeri Eropa. Sebagian atas nama pelestarian dan ilmu pengetahuan, sebagian lain demi kepentingan perdagangan. Tak terhitung banyaknya tradisi lisan, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional dan segenap wawasan hidup masyarakat Nusantara yang hancur lebur di bawah kolonialisme. Alhasil, bangsa-bangsa Nusantara kehilangan akses pada sumber-sumber rujukan tradisinya.
Proyek kebudayaan kolonial, dengan demikian, adalah menciptakan masyarakat tanpa
sejarah, suatu koloni pengungsi di mana sejarah nasional tak memiliki arti apapun selain
sebagai sejarah kolonial.
Kedua, kolonialisme menjalankan segregasi antar kelompok budaya di Nusantara.
Administrasi kolonial menjalankan segregasi dalam hukum dan tata ruang masyarakat
terjajah. Ruang hidup masyarakat dibagi-bagi ke dalam kelompok pemukiman yang
dipisahkan berdasarkan etnisitas. Perbedaan kelas sosial kian runcing akibat perbedaan
status hukum berbagai kelompok masyarakat di bawah administrasi kolonial. Semua ini
membiakkan prasangka rasial, etnosentrisme dan kecurigaan terhadap perbedaan
budaya di antara berbagai kelompok masyarakat sendiri. Dalam tatanan kolonial, benihbenih
bagi konflik suku, agama, ras dan antar golongan disemai dalam tubuh sosial
masyarakat Nusantara.
Ketiga, pengerasan identitas budaya dari masing-masing bangsa Nusantara.
Setelah merampas sumber rujukan tradisi bangsa-bangsa Nusantara dan membangun
sekat-sekat hukum dan ruang hidup bersama, kolonialisme mendorong tumbuhnya
primordialisme budaya Nusantara. Pengerasan identitas masing-masing bangsa
Nusantara terjadi lewat kanonisasi adat istiadat yang dirancang untuk mempertajam
perbedaan antar kelompok budaya. Maka dimulailah segala retorika tentang keaslian dan
kemurnian, segala wacana primordial tentang kebudayaan yang asli dan tidak asli yang
menutup ruang bagi persilangan, pengayaan keberagaman dan pada akhirnya
penyatuan kekuatan. Dengan demikian, administrasi kolonial menyuburkan
ketaksepahaman di antara bangsa-bangsa Nusantara. Sehingga satu kelompok budaya
merasa asing dari kelompok budaya lain dan tidak merasa menjadi bagian dari satu
bangsa yang sama-sama terjajah.
Namun sejarah Nusantara bukan hanya sejarah kolonialisme. Jauh sebelum itu,
sejarah Nusantara adalah sejarah persilangan budaya; suatu sejarah yang hiruk pikuk
oleh interaksi antar begitu banyak bangsa dan diwarnai oleh berbagai gelombang
peradaban dunia. Keanekaragaman budaya adalah hasil historis dari interaksi dinamis
dan saling pengaruh antar kebudayaan di Indonesia jauh sebelum kolonialisme datang.
Oleh karena fakta persilangannya, sejarah kebudayaan Nusantara tak mungkin tidak
berwatak plural. Hubungan antar bangsa yang menetap di Nusantara dan arus pelayaran
serta perniagaan di Asia Tenggara membentuk sebuah ruang hidup bersama, sebuah
kawasan bangsa-bangsa yang saling meminjam dan mengadopsi berbagai bentuk
budaya serta memperkayanya dalam menjawab tantangan hidup sehari-hari.
Bermodalkan kecerdasan dan kreativitas setempat (local genius) setiap pengaruh
budaya luar diolah dan diekspresikan kembali menjadi kekayaan budaya khas Nusantara.
Justru beragam interaksi antar budaya itulah yang membentuk kekayaan budaya yang
kita warisi sekarang ini.
Kendati begitu, Nusantara tidak sama dengan Indonesia. Nusantara adalah
kawasan bangsa-bangsa yang hidup dalam kepulauan ini, sebelum dipersatukan menjadi
satu bangsa dalam ide tentang Indonesia. Di bawah kondisi kolonial, bangsa-bangsa
Nusantara hidup berdampingan tanpa merasa bagian dari satu bangsa yang sama.
Hilangnya rujukan tradisi, segregasi rasial dan kelas sosial, serta pengerasan identitas
primordial yang disuburkan oleh kolonialisme membuat bangsa-bangsa Nusantara sulit
melihat dirinya sebagai satu bangsa.
Nusantara menjadi Indonesia karena dipersatukan oleh gagasan kemajuan.
Perlawanan rakyat di awal abad ke-20 memperlihatkan bagaimana bangsa-bangsa
Nusantara ingin memajukan nasib bersama menentang segala bentuk penjajahan. Lewat
gotong royong bersama melawan kolonialisme tanpa mempedulikan latar etnisitas dan
keagamaan itulah gagasan tentang Indonesia lahir. Gagasan itulah yang mengejawantah
dalam semangat memajukan kebangsaan bersama. Lewat Sumpah Pemuda, sebuah
bangsa dilahirkan lewat kata-kata: “tumpah darah yang satu, bangsa yang satu, bahasa
persatuan”. Usaha pemajuan kebangsaan bersama ini kemudian dilanjutkan dengan
Polemik Kebudayaan pada dekade 1930-an yang pada hakikatnya adalah usaha
memajukan kebudayaan nasional: menetapkan dasar berpikir kebangsaan dan orientasi
hidup kebangsaan. Segenap gagasan kemajuan ini memuncak pada pergumulan di
seputar proklamasi yang merupakan sebuah usaha memajukan agenda kemerdekaan
Indonesia. Sehingga tepatlah bila dikatakan bahwa Indonesia adalah sebuah bangsa
yang dasar berdirinya adalah dialog antar budaya yang bersepakat untuk memajukan
nasibnya sebagai satu bangsa merdeka.
Menjadi jelas bahwa kebudayaan nasional sudah muncul sebelum adanya
Indonesia. Gotong royong bersama antar kelompok etnis dan agama untuk menentang
segala bentuk penindasan kolonial telah membentuk suatu budaya kebangsaan sebagai
ekspresi pertama kebudayaan nasional kita. Justru berkat budaya kebangsaan itulah
Indonesia mengejawantah sebagai gagasan hidup bersama dan sebagai realitas
kebangsaan kita. Indonesia adalah bangsa yang dimungkinkan oleh kesatuan kehendak
umum untuk berkebudayaan bersama secara merdeka. Inilah yang dikatakan oleh
Mohammad Hatta ketika ia menjadi ketua delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja
Bundar 1949, yakni bahwa Indonesia adalah Cultuurstaat sebelum menjadi Rechtstaat,
suatu realitas kultural sebelum menjadi realitas legal-formal.
Dengan demikian, menjadi jelas pula bahwa kebangsaan kita adalah hasil kerja
budaya, buah dari permufakatan umum untuk berkebudayaan bersama sebagai
masyarakat merdeka. Permufakatan umum itulah yang dirangkum dalam Undang-
Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Itulah sebabnya intisari Pancasila adalah gotong
royong, yakni kerjasama antar golongan tanpa mempedulikan kepentingan sektariannya
demi memajukan tujuan bersama bangsa Indonesia. Konstitusi kita adalah komitmen
bersama yang menerjemahkan Indonesia dari cita-cita menjadi realitas legal-formal, dari
Indonesia sebagai budaya kebangsaan melawan penjajahan menjadi sebuah kenyataan
politik dan hukum.
Strategi kebudayaan nasional berangkat dari landasan konstitusi dan mencermati
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai titik tumpu imajinasi kebudayaan
nasional masa depan. Dalam dokumen tersebut tertuang aspirasi tertinggi segenap
rakyat Indonesia yang merupakan suatu visi kebangsaan: “Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Untuk mencapai perwujudan dari visi tersebut,
dijabarkanlah keempat misi bangsa Indonesia: (1) “melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”, (2) “memajukan kesejahteraan umum”,
(3) “mencerdaskan kehidupan bangsa” dan (4) “melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Inilah misi dari
adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia, inilah misi kita semua.
Di bidang kebudayaan, visi dan misi kebangsaan itu diterjemahkan dalam amanat
konstitusi tentang pemajuan kebudayaan. Inilah yang tercantum dalam Pasal 32 Ayat 1
UUD 1945: “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban
dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya.” Puluhan tahun berlalu tanpa adanya peraturan
turunan yang menjabarkan amanat konstitusi ini. Usaha ke arah sana sudah dimulai sejak
1982 dengan Rancangan Undang-Undang Kebudayaan yang tak putus-putusnya
diperdebatkan. Setelah 35 tahun dibicarakan, akhirnya pada 27 April 2017 DPR
mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Dalam Pasal 1 Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa “Pemajuan Kebudayaan
adalah upaya meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di
tengah peradaban dunia melalui Pelindungan, Pengembangan, Pemanfaatan, dan
Pembinaan Kebudayaan.” Inilah jalan kebudayaan yang digagas sebagai strategi untuk
mencapai visi dan misi bangsa Indonesia
Usaha bangsa untuk memajukan kebudayaan ini teramat penting karena saat ini
kita berhadapan dengan aneka tantangan abad ke-21. Di satu sisi, dunia tengah
memasuki tahap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak luas
pada seluruh tubuh sosial warga dunia, yakni Revolusi 4.0. Berkat perkembangan
teknologi digital, kecerdasan buatan, keterbukaan informasi dan sistem kerja yang
terdesentralisasi, kini semuanya serba terhubung. Setiap orang dengan cepat menjadi
bagian dari percakapan bersama di seluruh dunia. Manusia semakin terhubung dengan
sesamanya. Akan tetapi, di sisi lain, dunia juga semakin riuh oleh konflik akibat
pengerasan identitas primordial dan prasangka antar golongan. Fanatisme keagamaan,
rasialisme dan nasionalisme chauvinistik merebak di mana-mana. Ironisnya, semua itu
justru berbiak di dalam ruang terbuka yang dimungkinkan oleh Revolusi 4.0. Seakanakan
keterputusan justru dihasilkan oleh keterhubungan.
Selain itu, dunia juga tengah digulung dalam laju akumulasi kekayaan yang tak
mempedulikan kelestarian lingkungan dan kesetiakawanan sosial. Pengrusakan
ekosistem alam berjalan bergandengan dengan pengrusakan ekosistem budaya
masyarakat. Pengerukan hasil bumi besar-besaran meninggalkan kepunahan berbagai
spesies hewan dan tumbuhan serta menghancurkan ruang hidup masyarakat setempat.
Mereka yang terceraikan dari tanahnya, ditinggalkan oleh suara tradisi, tak mungkin
punya pilihan lain selain lari ke kota-kota besar dan bergelut dengan sesamanya.
Remuklah kesetiakawanan sosial, hancurlah orientasi kebudayaan masyarakat. Akan
tetapi, segala dampak negatif laju akumulasi kekayaan ini berjalan seiring dengan
menguatnya kantung-kantung budaya kreatif yang dengan segar menawarkan berbagai
bentuk pemanfaatan baru atas kekayaan budaya. Sehingga di tingkatan global, kita
dihadapkan pada penghancuran alam dan jejaring sosial akibat laju akumulasi kekayaan,
di satu sisi, tetapi sekaligus juga munculnya beraneka rupa inisiatif budaya kreatif di sanasini
yang turut berperan memajukan kebudayaan.
Keseluruhan situasi global ini meninggalkan jejak pula pada keadaan di
Indonesia. Tidak semuanya merintangi perwujudan cita-cita kebangsaan. Ada yang justru
menyediakan kesempatan untuk melesatkan upaya perwujudan cita-cita tersebut.
Strategi kebudayaan dirancang untuk memetakan segenap aspek kenyataan hari ini dan
memastikan jalan yang baik agar cita-cita kemerdekaan dapat terwujud. Untuk itu,
diperlukan pembacaan yang cermat dan teliti atas segala aspek permasalahan
kebudayaan kita hari ini.
Tantangan Pemajuan Kebudayaan Hari Ini
Dewasa ini kita berhadapan dengan sejumlah permasalahan yang merintangi
upaya bangsa untuk memajukan kebudayaan. Berbagai permasalahan itu terjadi di
lapangan maupun pada tingkat kelembagaan. Untuk membangun rumusan strategi
kebudayaan yang kokoh, seluruh permasalahan tersebut perlu kita analisis.
Berdasarkan analisis atas kepelikan masalah-masalah tersebut, dapat dipetakan
tujuh isu atau permasalahan pokok yang menjadi tantangan pemajuan kebudayaan hari
ini. Tujuh masalah tersebut, ringkasnya, adalah sebagai berikut:
1. Pengerasan identitas primordial dan sentimen sektarian yang menghancurkan
sendi budaya masyarakat
2. Meredupnya khazanah tradisi dalam gelombang modernitas
3. Disrupsi teknologi informatika yang belum berhasil dipimpin oleh kepentingan
konsolidasi kebudayaan nasional
4. Pertukaran budaya yang timpang dalam tatanan global menjadikan Indonesia
hanya sebagai konsumen budaya dunia
5. Belum terwujud pembangunan berbasis kebudayaan yang dapat menghindarkan
penghancuran lingkungan hidup dan ekosistem budaya
6. Belum optimalnya tata kelembagaan bidang kebudayaan
7. Desain kebijakan budaya belum memudahkan masyarakat untuk memajukan
kebudayaan
Ketujuh permasalahan ini merupakan hasil pengelompokan atas ratusan masalah
bidang pemajuan kebudayaan yang telah diidentifikasi pada tingkat kabupaten/kota,
provinsi dan pada tiap-tiap sektor kebudayaan di Indonesia. Agar duduk perkaranya
dapat terlihat lebih jelas, ketujuh permasalahan tersebut akan diuraikan secara terperinci.
Pengerasan Identitas Primordial dan Sentimen Sektarian yang
Menghancurkan Sendi-Sendi Budaya Masyarakat
Permasalahan ini adalah salah satu permasalahan kebudayaan yang mengemuka
hampir merata di tiap daerah. Di mana-mana merebak konflik sosial berbasis etnis,
keagamaan atau perbedaan cara dan orientasi hidup. Konflik-konflik itu kerap kali juga
diwarnai oleh sentimen yang menolak kepentingan kebangsaan dan lebih
mengunggulkan kepentingan kelompok atau golongan sendiri. Permasalahan ini
mengemuka antara lain karena lima sebab pokok.
Pertama, terlalu lama wawasan kebangsaan dibiarkan memudar. Wawasan
kebangsaan tidak selamanya berdiam dalam diri tiap-tiap warga bangsa. Wawasan itu
harus terus-menerus disegarkan dan dikenangkan kembali. Masalahnya, kerap kali
metode penguatan wawasan kebangsaan itu tidak efektif karena tidak berhasil
menyentuh dasar imajinasi masyarakat hari ini. Oleh sebab itu, kesadaran warga negara
sebagai bagian dari satu bangsa semakin merosot. Memudar pula kesadaran geografis
warga negara; kita semakin kesulitan membayangkan keluasan Indonesia. Semua ini
memicu kecenderungan sebagian masyarakat untuk mulai berpikir dalam perspektif
golongan daripada dalam perspektif bangsa, melihat kenyataan dari sudut pandang
kepentingan golongan ketimbang kepentingan nasional.
Kedua, kurang meluas dan kurang meratanya akses masyarakat pada
keanekaragaman budaya. Dewasa ini keberagaman budaya tidak selalu menjadi bagian
dari pergaulan hidup sehari-hari bangsa Indonesia. Orang-orang bergaul di dalam
kelompok budayanya sendiri, enggan berbaur dengan kelompok budaya yang lain. Pola
pemukiman pun makin tersekat-sekat berdasarkan identitas rasial, keagamaan dan kelas
sosial. Akibatnya, pengalaman akan keberagaman budaya pun menjadi kian abstrak bagi
sebagian orang Indonesia. Masalah pokoknya di sini adalah akses. Karena faktor
ekonomi, hanya sebagian orang yang dapat mengakses jenis kesenian tertentu. Karena
faktor kesenjangan pembangunan, hanya sebagian orang yang dapat mengakses
museum dan berbagai objek kebudayaan. Isunya, dengan demikian, terletak pada
ketakluasan dan ketakmerataan akses pada cagar budaya, keragaman objek pemajuan
kebudayaan serta kurangnya keterpaparan pada perbedaan cara hidup antar kelompok
budaya yang berbeda. Kurangnya keterpaparan pada keanekaragaman budaya ini
tercermin antara lain dalam data SUSENAS MSBP 2015 yang diperoleh BPS: hanya
6,49% anggota rumah tangga berusia 5 tahun ke atas yang pernah mengunjungi
peninggalan sejarah/warisan budaya dalam satu tahun terakhir. Padahal, berdasarkan
data dari 300 kabupaten/kota se-Indonesia, terdapat 10.662 cagar budaya yang sudah
maupun belum memperoleh status penetapan dan 5.546 cagar budaya yang dikelola
pemerintah pusat serta daerah.
Ketiga, belum terwujud mekanisme pengelolaan kebudayaan yang memperkuat
peran kaum minoritas dan penyandang difabilitas sebagai pelaku aktif bidang
kebudayaan. Selama ini, kaum minoritas dan difabel masih kerap mengalami
diskriminasi. Mereka belum diberi kesempatan yang adil untuk bisa menampilkan
ekspresi budayanya. Bahkan mekanisme pelindungan terhadap pendirian kebudayaan
mereka belum terwujud secara memadai. Oleh karena itu, kaum minoritas dan
penyandang difabilitas belum bisa tampil sebagai pelaku kebudayaan yang berperan aktif
dalam pemajuan kebudayaan.
Keempat, kurang optimalnya dialog antar tata nilai yang berbeda, khususnya
antara penganut agama, penghayat kepercayaan dan pelaku budaya tradisi. Di berbagai
tempat dan sektor kebudayaan, dijumpai keprihatinan yang serupa dalam perkara ini.
Sering terjadi benturan antara keyakinan keagamaan, di satu sisi, serta kepercayaan
para penghayat dan ekspresi budaya tradisi, di sisi lain. Benturan ini tidak hanya terjadi
pada tataran perbedaan pendapat, tetapi juga mengarah pada konfrontasi fisik. Seperti
di dalam setiap konflik, mayoritas akan tampil sebagai pihak yang dominan dan
mengintimidasi keyakinan dan praktik kelompok lain. Situasi ini terjadi karena belum
terselenggaranya mekanisme dialog yang efektif antar tata nilai yang berbeda.
Kelima, masih kerap terjadi diskriminasi berbasis prasangka tentang asal budaya
tempatan. Di mana-mana mengemuka dikotomi dan pembelahan antara budaya asli dan
budaya pendatang. Segala ekspresi budaya kelompok pendatang tidak dianggap
sebagai bagian dari budaya setempat. Hal ini memperlihatkan bagaimana diaspora antar
kelompok budaya di Indonesia sendiri belum dapat dikelola dengan baik. Padahal
dikotomi antara budaya asli dan pendatang itu hanyalah dikotomi semu sebab pada
kenyataannya muncul berbagai objek budaya baru yang tercipta berkat hibridisasi atau
percampuran antara unsur budaya setempat dan unsur budaya yang datang dari tempat
lain.
Meredupnya Khazanah Tradisi Dalam Gelombang Modernitas
Seiring dengan masuknya berbagai ekspresi budaya modern dan perubahan tata
kehidupan sosial menuju masyarakat modern, berbagai unsur budaya tradisi kehilangan
khasiat dan relevansinya dalam menjawab tantangan hidup sehari-hari. Maka
modernisasi menjadi detradisionalisasi. Situasi ini menimbulkan disorientasi kebudayaan
yang merupakan gejala dari setiap masyarakat yang berada pada tahap transisi antar
kebudayaan. Kehilangan akar, kebingungan menentukan sikap, tidak tahu kemana mesti
bertanya; semua itu adalah gejala dari meredupnya cakrawala tradisi. Permasalahan ini
mengemuka antara lain karena tiga sebab pokok.
Pertama, kurangnya pelindungan terhadap keberagaman ekspresi budaya dan
hak berkebudayaan masyarakat. Berbagai aspek budaya tradisi seperti ritus, adat
istiadat, seni dan bahasa perlahan-lahan hanyut ditelan berbagai aspek budaya modern
yang lebih relevan dalam menjawab kebutuhan sehari-hari. Menurut data SUSENAS
MSBP 2015, persentase rumah tangga yang pernah terlibat dalam pertunjukan/pameran
seni dalam tiga bulan terakhir hanya mencapai angka 4,9%. Artinya, 95,1% rumah tangga
Indonesia menghabiskan hari-harinya dalam rutinitas kerja tanpa terpapar pada
pengalaman berkesenian. Namun modernitas tidak sepenuhnya bisa dipersalahkan.
Walau bagaimanapun, setiap orang memiliki hak untuk berkebudayaan, termasuk di
dalamnya hak untuk menjadi modern. Oleh karena itu, persoalannya adalah bagaimana
memastikan distribusi hak berkebudayaan masyarakat itu dapat terlaksana secara adil
dalam semangat menjamin keberagaman ekspresi budaya, baik itu budaya tradisi dan
modern.
Kedua, belum adanya mekanisme pelindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
komunal yang berbeda dari HKI individual yang bias-budaya modern, khususnya
berkaitan dengan pengetahuan dan teknologi tradisional. Padahal jumlah pengetahuan
dan teknologi tradisional yang dimiliki Indonesia sangat besar: 7.444 pengetahuan
tradisional dan 4.652 teknologi tradisional menurut perhitungan sementara di 279
kabupaten/kota di Indonesia. Salah satu sebab mengapa budaya tradisi tergerus oleh
modernitas adalah karena budaya tersebut belum dikelola untuk menjamin pembagian
manfaat bagi masyarakat umum. Kendalanya karena berbagai ekspresi budaya tradisi itu
tercipta dari interaksi khalayak ramai dan bukan buah kreativitas individu. Masalahnya,
sistem pengelolaan HKI yang dikenal di Indonesia baru sebatas HKI individual, sehingga
berbagai ekspresi budaya tradisi tersebut tidak dapat dilindungi hak kekayaan
intelektualnya.
Ketiga, belum optimalnya pemanfaatan budaya modern dalam pemajuan budaya
tradisi. Modernitas bukanlah sesuatu yang dapat dihidupkan dan dimatikan sekehendak
hati. Modernitas adalah fakta yang tak terelakkan lagi. Oleh karena itu, sikap kita dalam
mendudukkan budaya tradisi dan modern bukanlah memilih satu sambil mengorbankan
yang lain. Tantangan kita adalah bagaimana menerapkan berbagai aspek budaya
modern untuk melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan budaya tradisi. Hanya
dengan menjawab tantangan itu, budaya modern dan tradisi dapat hidup berdampingan
dan saling memperkaya.
Disrupsi Teknologi Informatika yang Belum Berhasil Dipimpin oleh
Kepentingan Konsolidasi Kebudayaan Nasional
Dewasa ini percakapan budaya kita banyak diramaikan oleh wacana tentang
bagaimana perkembangan teknologi informatika telah melakukan disrupsi atau
gangguan terhadap segenap hubungan sosial. Perkembangan teknologi informatika
merupakan tantangan sekaligus kesempatan. Di satu sisi, perkembangan itu
menggoyahkan tata kehidupan bersama dan mengubah secara drastis orientasi hidup
orang banyak. Di sisi lain, perkembangan itu juga memberikan peluang bagi kita untuk
meningkatkan daya jangkau dan akses masyarakat pada aneka rupa ekspresi budaya.
Permasalahan ini mengemuka antara lain dalam tiga isu pokok.
Pertama, keterhubungan yang dimungkinkan oleh Revolusi 4.0 malah menjadi
faktor penunjang kecurigaan antar kelompok budaya. Setiap harinya media sosial kita
dipenuhi dengan berbagai berita bohong, hasutan dan diskriminasi. Bahkan tak jarang
media sosial itu menjadi wahana penggalangan kekuataan yang intoleran terhadap
keberagaman budaya serta menjadi wahana penyebarluasan fanatisisme dan kecupetan
kita dalam memandang perbedaan pendapat.
Kedua, Indonesia masih berhenti sebagai pengguna teknologi, belum menjadi
pencipta. Berhadapan dengan perkembangan teknologi terbaru, kita kerapkali masih
kesulitan mengejar ketertinggalan. Ada berbagai ekspresi budaya kita, khususnya di
kalangan muda, yang dengan cepat menggunakan teknologi yang ada untuk mencipta
berbagai bentuk penerapan teknologi baru. Akan tetapi, hal yang sama belum bisa
dikatakan terjadi untuk masyarakat pada umumnya.
Ketiga, kita belum berhasil mengandalkan modal budaya sendiri sebagai basis
inovasi kreatif lewat teknologi informatika. Kita, misalnya, belum banyak mendayagunakan
khazanah manuskrip, permainan rakyat dan olahraga tradisional sebagai modal
untuk menghadirkan aneka bentuk ekspresi budaya baru lewat teknologi informatika.
Padahal potensi ke arah situ cukup besar, mengingat kekayaan budaya yang kita miliki.
Menurut data yang terhimpun di 300 kabupaten/kota se-Indonesia, kita memiliki 2.488
manuskrip, 3.865 permainan rakyat dan 1.404 olahraga tradisional.
Pertukaran Budaya yang Timpang dalam Tatanan Global Menjadikan Indonesia Hanya Sebagai Konsumen Budaya Dunia
Seperti halnya modernitas, globalisasi adalah fakta yang tak terhindarkan. Apa
yang kemudian terjadi adalah pertukaran yang timpang: negara maju terus mengekspor
budayanya, sedangkan negara berkembang hanya bisa mengimpor kebudayaan negara
maju. Permasalahannya bukan adanya globalisasi itu sendiri, melainkan pada
bagaimana kita hadir di tengah arus globalisasi tersebut. Persoalannya bukan menerima
atau tidak menerima globalisasi, melainkan bagaimana meningkatkan peran dan
pengaruh kebudayaan Indonesia di tingkat dunia. Situasi saat ini memperlihatkan bahwa
Indonesia masih menjadi konsumen budaya dunia dan belum berhasil tampil dengan
kepribadian budayanya sendiri dan ikut mewarnai peradaban dunia. Permasalahan ini
mengemuka antara lain dalam dua isu pokok.
Pertama, masih berlakunya paradigma pembangunan yang memandang kebudayaan sebagai beban, dan bukan sebagai investasi jangka panjang yang dapat menghasilkan peningkatan kesejahteraan umum. Hingga saat ini, kebudayaan masih dipandang sebagai sektor yang membebani anggaran negara sebab tidak menghasilkan pendapatan yang cukup besar atau hasil-hasil lain yang terukur. Paradigma ini merintangi usaha untuk meningkatkan peran dan pengaruh kebudayaan Indonesia di tingkat dunia.
Situasi ini diakibatkan oleh belum memprioritaskan paradigma yang menempatkan
kebudayaan sebagai investasi jangka panjang yang dapat meningkatkan kesejahteraan
umum serta memupuk kesetiakawanan sosial lewat berbagai bentuk pemanfaatan di
sektor kreatif. Sebagian besar dari sektor pariwisata dan ekonomi kreatif merupakan hilir
dari suatu proses yang diawali dan bermodalkan pada kerja pelindungan kebudayaan.
Berdasarkan pemahaman itu, maka akan terlihat betapa tidak berartinya anggaran kerja
pelindungan kebudayaan yang hanya bernilai 0,08% terhadap total APBN selama lima
tahun terakhir (2012 – 2017).
Kedua, lemahnya peran dan pengaruh diaspora Indonesia di luar negeri. Bangsa
Indonesia hadir di banyak negeri, tetapi belum mengambil peranan yang signifikan dalam
memperkenalkan budaya Indonesia di dunia. Peran para pelaku budaya sebagai agen
pengarusutamaan budaya Indonesia di dunia juga belum dioptimalkan. Demikian pula
dengan berbagai pusat kebudayaan Indonesia di luar negeri yang belum berhasil
mewarnai percakapan budaya di tingkat dunia. Saat ini, Indonesia baru memiliki 10
Rumah Budaya Indonesia: 1 berupa bangunan dan program (Rumah Budaya Indonesia
di Timor Leste), sedangkan 9 lainnya baru berupa program tanpa infrastruktur bangunan
sendiri.
Belum Terwujud Pembangunan Berbasis Kebudayaan yang Dapat Menghindarkan Penghancuran Lingkungan Hidup dan Ekosistem Budaya.
Saat ini, perkembangan industri dan pembangunan ekonomi kerapkali diupayakan
dengan mengorbankan pertimbangan kelestarian lingkungan hidup dan ekosistem
berbagai kelompok budaya. Padahal kehidupan berbagai kelompok budaya tradisional di
Indonesia banyak bertumpu pada kelestarian alam sekitarnya. Rusaknya lingkungan
berarti hancurnya kehidupan budaya masyarakat setempat. Apabila keadaan ini
diteruskan, maka bukan tidak mungkin dalam 20 tahun ke depan, kita akan kehilangan
ruang hidup bagi segenap budaya tradisi. Permasalahan ini mengemuka antara lain
dalam dua isu pokok.
Pertama, kecenderungan untuk mereduksi kebudayaan menjadi pariwisata
dengan tidak mengindahkan daur hidup alam dan masyarakat adat di dalamnya.
Pariwisata sejatinya merupakan hilir dari kebudayaan, sebagaimana pelestarian adalah
hulu dari kebudayaan. Pariwisata memanfaatkan apa yang telah dilindungi dan
dilestarikan. Oleh karenanya, ketika kebudayaan sepenuhnya ditempatkan di bawah
kepentingan pariwisata, hasilnya adalah penghacuran daur hidup alam yang
mengakibatkan peminggiran atas masyarakat adat yang hidup di dalamnya.
Permasalahan pokoknya bukan pada keberadaan pariwisata itu sendiri, melainkan pada
paradigma kepariwisataan apa yang dipakai dalam mendekati persoalan lingkungan dan
kebudayaan.
Kedua, model pembangunan yang mengutamakan akumulasi kekayaan tanpa
mempedulikan benturan antara irama hidup masyarakat dan lingkungan. Selama capaian
pembangunan masih diukur berdasarkan indikator-indikator finansial semata, maka
gerak pembangunan akan berarti juga gerak penghancuran alam dan kebudayaan.
Permasalahannya karena pembangunan yang mengejar akumulasi kekayaan itu
menghasilkan irama kehidupan sosial yang bersifat merusak terhadap irama hidup
kehidupan budaya dan lingkungan. Kembali lagi, soalnya bukan pada keberadaan
pembangunan, melainkan pada absennya paradigma pembangunan berbasis
kebudayaan.
Belum Optimalnya Tata Kelembagaan Bidang Kebudayaan
Pada ranah kelembagaan, permasalahan pokok yang merintangi usaha pemajuan
kebudayaan terletak pada tata kelola kebudayaan di tingkat pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Struktur birokrasi yang terfragmentasi, rendahnya sinergi serta
lemahnya perencanaan dan regulasi yang relevan dengan pemajuan kebudayaan adalah
sebagian dari kendala pokoknya. Semua itu mempersulit usaha kita memajukan
kebudayaan nasional. Permasalahan ini mengemuka antara lain dalam tiga isu pokok.
Pertama, ketakseragaman nomenklatur birokrasi pemerintah bidang
kebudayaan di tingkat pusat dan daerah yang mempersulit koordinasi dan pengambilan
kebijakan terpadu bidang kebudayaan. Sejak diberlakukannya otonomi daerah,
muncullah ketakseragaman nomenklatur dinas yang membidangi urusan kebudayaan di
berbagai daerah. Sebagian daerah memiliki dinas pendidikan dan kebudayaan, daerah
lain memiliki dinas kebudayaan dan pariwisata, sebagian juga memiliki dinas kebudayaan
yang berdiri sendiri dan ada pula yang bercampur dengan dinas pemuda dan olah raga.
Di tingkat kabupaten/kota, misalnya, dinas kebudayaan yang berdiri sendiri hanya 4,6%
dari total dinas kebudayaan. Sebagian besar adalah dinas kebudayaan dan pariwisata,
dinas pendidikan dan kebudayaan maupun dinas kebudayaan, pariwisata, pemuda dan
olahraga. Sebagian lain merupakan penggabungan dari 3 atau lebih nomenklatur, tak
jarang juga tanpa hubungan yang jelas seperti misalnya Dinas Perhubungan,
Kebudayaan, Pariwisata, Komunikasi dan Informatika. Ketidakseragaman nomenklatur
ini mempersulit penyelenggaraan tata kelola kebudayaan yang sistematis.
Kedua, ketaktersambungan antar kementerian/lembaga yang tugas dan fungsinya
beririsan dengan bidang kebudayaan. Ada 22 kementerian/lembaga yang memiliki
satuan kerja yang secara khusus mengampu urusan kebudayaan. Akan tetapi, sebagian
besar satuan kerja itu belum terhubung satu sama lain dalam jejaring koordinasi yang
sistematis. Akibatnya, kebijakan budaya yang dikeluarkan pemerintah pusat kerapkali
tumpang-tindih atau bahkan bertabrakan satu sama lain. Hal ini membuat kerja
kebudayaan menjadi tidak efektif dalam memastikan terselenggaranya pemajuan
kebudayaan.
Ketiga, kurangnya regulasi kebudayaan di tingkat daerah yang berporos pada
pemajuan kebudayaan. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan
Kebudayaan belum diturunkan pada tingkat daerah menjadi peraturan yang dapat
menjadi acuan pengelolaan sepuluh objek pemajuan kebudayaan. Regulasi kebudayaan
di tingkat daerah juga belum dibimbing oleh semangat pengayaan keberagaman budaya
dan belum memprioritaskan fakta keberagaman budaya yang merupakan nafas Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Desain Kebijakan Budaya Belum Menempatkan Masyarakat Sebagai Ujung Tombak Pemajuan Kebudayaan.
Undang-Uundang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan
mengamanatkan pemerintah untuk menjadi fasilitator pemajuan kebudayaan dengan
mendukung masyarakat untuk menjalankan perannya sebagai agen utama pemajuan
kebudayaan. Namun, dalam banyak kasus, pemerintah kerap masih berperan sebagai
agen pemajuan kebudayaan dan belum berhasil membangun mekanisme pendukung
sehingga masyarakat sendiri bisa tampil sebagai pelaku aktif pemajuan kebudayaan.
Permasalahan ini mengemuka antara lain dalam tiga isu pokok.
Pertama, ketiadaan sistem data kebudayaan terpadu yang menghubungkan
berbagai pusat data pemerintah dan masyarakat, yang berkelanjutan serta dapat diakses
publik. Setiap unit pemerintah di pusat dan daerah dan organisasi kemasyarakatan
bidang kebudayaan punya pusat datanya sendiri. Pusat-pusat data itu melakukan kerja
pendataan bidang kebudayaan setiap tahunnya. Yang belum ada ialah keterhubungan
antar pusat data itu dan mekanisme yang menjamin akses publik terhadapnya. Alhasil
pusat-pusat data kebudayaan tersebut kerapkali menjalankan pendataan secara
tumpang tindih, datanya kurang bisa termanfaatkan oleh publik dan tidak menentu
kesinambungannya karena faktor sumber daya atau perubahan kebijakan.
Kedua, belum terwujud akses yang meluas, merata dan berkeadilan terhadap
infrastruktur dan sarana prasarana kebudayaan. Menurut data yang terhimpun di 300
kabupaten/kota se-Indonesia, terdapat 47.049 sarana dan prasarana pemerintah di
bidang kebudayaan. Selain itu, ada 5.000 gedung, tanah dan aset fisik milik pemerintah
yang terbengkalai. Berdasarkan data ini, jelas bahwa isu pokoknya bukanlah kurangnya
gedung atau taman budaya sebab aset publik ada banyak sekali. Isu pokoknya adalah
kurangnya pemanfaatan ruang publik sebagai ruang budaya serta lemahnya
perencanaan dan pengelolaan infrastruktur dan sarana prasarana kebudayaan sehingga
akses masyarakat terhadapnya menjadi tidak optimal.
Ketiga, belum optimalnya tata kelola sumber daya manusia bidang kebudayaan.
Kita memiliki banyak ahli di berbagai cabang budaya. Demikian pula dengan lembaga di
bidang kebudayaan yang jumlahnya mencapai tak kurang dari 39.558 lembaga, menurut
data yang terhimpun di 300 kabupaten/kota se-Indonesia. Persoalannya adalah
persebaran yang tidak merata sehingga di banyak tempat terjadi kelangkaan tenaga ahli,
sedangkan di tempat-tempat tertentu seperti kota besar terjadi banjir tenaga ahli. Dengan
kata lain, banyak orang yang memiliki kompetensi budaya tapi penempatannya keliru
sehingga dampaknya kurang terasa bagi kepentingan umum. Ketidakmerataan tenaga
ahli dan para pegiat budaya ini adalah salah satu isu paling pokok di bidang tata kelola
sumber daya manusia bidang kebudayaan.
Jejak Langkah Menuju Strategi Kebudayaan
Sebagian dari permasalahan tersebut telah lama dilontarkan dan menjadi bagian
dari percakapan publik kita. Dari tahun ke tahun permasalahan kebudayaan dibahas di
surat kabar, dalam sarasehan budaya, dalam forum-forum akademik, dan berbagai
kesempatan lainnya. Percakapan tentang strategi kebudayaan yang akan menyelesaikan
semua permasalahan itu pun sudah berlangsung sejak lama. Dalam semangat itulah juga
telah diselenggarakan rangkaian Kongres Kebudayaan Indonesia sejak 100 tahun yang
lalu.
Kongres Kebudayaan pertama kali diselenggarakan pada 1918. Diselenggarakan
di Surakarta, kongres pertama tersebut memang terbatas untuk kebudayaan Jawa. Akan
tetapi, untuk pertama kalinya ada keinginan kolektif untuk merumuskan arah perjalanan
kebudayaan. Sastrowijono menyatakan pada pembukaan kongres tersebut: “Apabila
sebuah bangsa mengesampingkan kebudayaannya sendiri serta tidak menghargai apa
yang diwariskan nenek moyangnya, maka bangsa itu tidak layak untuk maju.”
Diselenggarakan di era kolonial, Kongres Kebudayaan pertama itu sempat
mengalami kendala dari aparat kolonial. Pemerintah negeri jajahan meminta
penyelenggara untuk membatasi pembicaraan dalam kongres pada masalah bahasa
saja. Akan tetapi, permintaan ini ditolak oleh panitia dan akhirnya kongres pun
diselenggarakan untuk mengupas segala aspek kebudayaan. Sejak penyelenggaraan
pertama, karenanya, Kongres Kebudayaan telah menjadi gelanggang perumusan arah
kebudayaan yang bersemangatkan kedaulatan, kemandirian dan kepribadian.
Kongres Kebudayaan Indonesia pertama di masa kemerdekaan diselenggarakan
pada 1948. Memikul tugas membuat rumusan tentang arah dan strategi kebudayaan,
para peserta Kongres Kebudayaan Indonesia I sadar penuh akan tugas-tugas
nasionalnya mendirikan kebudayaan Indonesia yang berdaulat, mandiri dan
berkepribadian setelah ratusan tahun penjajahan. Semangat menyusun strategi
kebudayaan untuk keluar dari mentalitas bangsa jajahan dan mewujudkan mentalitas
bangsa merdeka ini terus berlanjut hingga Kongres Kebudayaan Indonesia V pada tahun
1960. Proses ini terputus sepanjang lebih dari tiga dekade. Kongres Kebudayaan
Indonesia selanjutnya baru terjadi pada tahun 1991.
Sejak era Reformasi, Kongres Kebudayaan Indonesia banyak menghadirkan
pemikiran kebudayaan yang menarik. Akan tetapi, forum kongres tersebut merosot jadi
seperti simposium ilmiah saja, tanpa sangkut-paut yang jelas dengan proses
pengambilan kebijakan di bidang kebudayaan dan usaha bersama masyarakat yang
sistematis untuk mengelola kebudayaan. Sebagai forum percakapan para ahli dan
budayawan, Kongres Kebudayaan Indonesia sejak tahun 2003 menghasilkan begitu
banyak rekomendasi yang bagus tapi tak berbuah menjadi kebijakan apa-apa. Begitu
banyak seruan akan perlunya “strategi kebudayaan”, tapi tak ada yang betul-betul bisa
ditindaklanjuti dalam kebijakan yang terencana dan sistematis.
Ada tiga corak umum dari Kongres Kebudayaan Indonesia yang diselenggarakan
pada masa lalu. Pertama, wacana yang dihasilkan tak memiliki basis data. Rumusan
strategi kebudayaan atau resolusi dari kongres-kongres tersebut belum dilandaskan
pada hasil kerja pendataan yang sistematis. Kedua, masalah keterwakilan para
pemangku kepentingan budaya tingkat daerah. Kongres-kongres tersebut cenderung
berhenti sebagai forum elit para budayawan nasional dan kurang melibatkan para
pemangku kepentingan bidang kebudayaan hingga ke tingkat kabupaten/kota. Ketiga,
strategi kebudayaan yang tak punya gigi. Keputusan yang dihasilkan dalam kongreskongres
yang lalu tidak tersambung dengan siklus perencanaan dan pengambilan
kebijakan. Akibatnya, setiap pembicaraan tentang strategi kebudayaan sampai saat ini
kerap berhenti sebatas makalah atau himpunan angan-angan kebudayaan.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang
Pemajuan Kebudayaan, maka berubahlah letak dan fungsi strategi kebudayaan dalam
semesta pengelolaan kebudayaan nasional. Dokumen strategi kebudayaan menjadi
bagian dari rangkaian siklus perencanaan kebudayaan nasional yang berbasis pada
pendataan serta pelibatan publik seluas-luasnya dan berujung pada dokumen teknokratis
yang menjadi pedoman pemerintah pusat dan daerah dalam merancang kebijakan
budaya hingga 20 tahun ke depan.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan telah
mengamanatkan bahwa dalam menjalankan usaha pemajuan kebudayaan, pedoman
yang digunakan adalah serangkaian dokumen yang disebut Pokok Pikiran Kebudayaan
Daerah (PPKD) kabupaten/kota, PPKD provinsi, Strategi Kebudayaan dan Rencana
Induk Pemajuan Kebudayaan. Proses penyusunan PPKD kabupaten/kota dan provinsi
dilakukan dengan melibatkan semua kalangan mulai dari akar rumput sampai perguruan
tinggi, pemerintah maupun non-pemerintah. Kalangan pemerintah terdiri atas unsur
organisasi perangkat daerah yang membidangi kebudayaan, perencanaan dan
keuangan. Kalangan non-pemerintah terdiri atas unsur: (1) pendidik atau akademisi di
bidang kebudayaan, (2) budayawan atau seniman, (3) dewan kebudayaan daerah atau
dewan kesenian daerah, (4) organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang
kebudayaan, (5) pemangku adat atau kepala suku, dan/atau (6) orang yang pekerjaannya
memiliki kaitan erat dengan objek pemajuan kebudayaan.
Mengemban segenap amanat dan semangat Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, Kongres Kebudayaan Indonesia 2018 pun
diselenggarakan dengan metode yang berbeda dari kongres-kongres sebelumnya. Jika
sebelumnya, Kongres Kebudayaan Indonesia biasa dimulai dari pemaparan para ahli dan
budayawan kemudian bermuara pada daftar puluhan rekomendasi, tapi tidak berlanjut
pada perumusan strategi, maka sekarang titik tolaknya adalah rekomendasi dari bawah,
dari tingkat akar rumput yang direkam dalam PPKD. Karena itu, forum penyusunan PPKD
kabupaten/kota adalah bagian dari Kongres tahap pertama, atau Pra-Kongres I.
Keluaran dari proses ini adalah dokumen perencanaan pemajuan kebudayaan
yang disahkan oleh Bupati/Walikota serta memuat 5 unsur penting: 1) identifikasi
keadaan terkini dari perkembangan objek pemajuan kebudayaan di tingkat
kabupaten/kota; 2) identifikasi sumber daya manusia dan lembaga kebudayaan di tingkat
kabupaten/kota; 3) identifikasi sarana dan prasarana kebudayaan di tingkat
kabupaten/kota; 4) identifikasi masalah pemajuan kebudayaan di tingkat kabupaten/kota;
serta 5) rekomendasi untuk implementasi pemajuan kebudayaan di tingkat
kabupaten/kota.
Hingga hari pelaksanaan Kongres Kebudayaan Indonesia 2018, proses ini telah
diikuti dan diselesaikan oleh 300 dari 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia. Jumlah ini
secara umum telah mencukupi dan mewakili berbagai unsur kebudayaan di Indonesia,
namun tidak menutup kemungkinan jumlahnya akan terus bertambah. Hal ini
dikarenakan semakin banyak kabupaten/kota yang menyadari pentingnya proses ini tidak
hanya sebagai bahan untuk penyusunan Strategi Kebudayaan, melainkan untuk
perencanaan kebudayaan yang lebih baik di daerahnya masing-masing.
Forum penyusunan PPKD provinsi atau Pra-Kongres II merupakan tahapan
lanjutan dari Pra-Kongres I yang dimulai sejak Agustus 2018. Secara garis besar,
tahapan ini merangkum seluruh masukan yang diterima berdasarkan dokumen PPKD
kabupaten/kota di wilayah tersebut untuk menghasilkan dokumen perencanaan
pemajuan kebudayaan yang disahkan oleh Gubernur serta memuat 5 unsur penting: 1)
identifikasi keadaan terkini dari perkembangan objek pemajuan kebudayaan di tingkat
provinsi; 2) identifikasi sdm dan lembaga kebudayaan di tingkat provinsi; 3) identifikasi
sarana dan prasarana kebudayaan di tingkat provinsi; 4) identifikasi masalah pemajuan
kebudayaan di tingkat provinsi; serta 5) rekomendasi untuk implementasi pemajuan
kebudayaan di tingkat provinsi.
Hingga hari pelaksanaan Kongres Kebudayaan Indonesia 2018, proses ini telah
diikuti dan diselesaikan oleh 31 dari 34 provinsi seluruh Indonesia. Namun tidak seperti
Pra-Kongres I, proses ini membutuhkan kontribusi dari seluruh provinsi yang ada. Hal
tersebut sangat penting untuk mendapatkan gambaran seutuhnya tentang
perkembangan pemajuan kebudayaan di Indonesia sebagai bahan utama dalam
perumusan Strategi Kebudayaan.
Pada saat bersamaan, diadakan pula pertemuan para pemangku kepentingan
pada tiap sektor kebudayaan. Sebagian dilaksanakan mandiri oleh lembaga/komunitas
yang aktif di bidang bersangkutan, sebagian lain dikumpulkan oleh Direktorat Jenderal
Kebudayaan pada tanggal 6-7 November yang muncul di media sebagai prakongres,
padahal sesungguhnya hanya satu bagian dari tahap kedua persiapan kongres.
Sebagian bahkan sudah terlebih dulu memiliki rekomendasi pemajuan, seperti
Konferensi Musik Indonesia (KAMI) di Ambon.
Dengan adanya forum-forum prakongres ini, pemetaan permasalahan dan
rekomendasi pemajuan kebudayaan menjadi semakin kaya. Apabila PPKD merupakan
forum penggalian masukan bagi Strategi Kebudayaan yang bersifat teritorial, forumforum
prakongres lainnya ini merupakan forum penggalian masukan bagi Strategi
Kebudayaan yang bersifat sektoral. Hingga akhir November 2018, sudah terdapat 33
forum Pra-Kongres Sektoral yang telah berlangsung, dan masing-masing forum tersebut
telah menyerahkan rekomendasi sebagai bahan perumusan Strategi Kebudayaan.
Untuk merumuskan hasil pembicaraan dari tingkat akar rumput pada PPKD
kabupaten/kota dan provinsi serta forum-forum Pra-Kongres Sektoral ini, dibentuklah Tim
Perumus yang merupakan perwakilan ahli dan pelaku budaya yang kompeten di bidang
10 objek pemajuan kebudayaan. Tim Perumus telah bekerja merumuskan rancangan
Strategi Kebudayaan berdasarkan pembacaan yang teliti atas PPKD kabupaten/kota dan
provinsi serta hasil forum-forum Pra-Kongres Sektoral. Agar sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017, khususnya berkenaan dengan hubungan antara
Strategi Kebudayaan dan PPKD kabupaten/kota dan provinsi, rancangan dokumen
tersebut perlu dipastikan ketersambungannya dengan keadaan faktual dan arah
pemajuan kebudayaan yang tercantum dalam PPKD kabupaten/kota dan provinsi.
Atas dasar itu, diselenggarakanlah Pra-Kongres Kebudayaan III yang berlangsung
pada tanggal 27 November 2018 di Jakarta. Dalam Pra-Kongres ini, Tim Perumus
memaparkan rancangan Strategi Kebudayaan dan memperoleh masukan dari
perwakilan tim penyusun PPKD Kabupaten/Kota dan provinsi, dengan tujuan agar
rumusan Strategi Kebudayaan yang nantinya dihasilkan dapat lebih selaras dengan
semangat pemajuan kebudayaan yang tertuang dalam PPKD Kabupaten/Kota dan
provinsi.
Dilihat dalam perspektif tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Kongres
Kebudayaan Indonesia 2018 adalah kongres kebudayaan terpanjang dalam sejarah
Republik Indonesia, dimulai sejak bulan April 2018 dan memuncak pada bulan Desember
2018. Strategi kebudayaan yang dihasilkannya adalah hasil konsolidasi pikiran
masyarakat yang tidak berhenti sebagai daftar inventaris masalah, tetapi juga punya daya
untuk mewujudkan himpunan angan-angan para pemangku kepentingan kebudayaan
selama ini.
Visi Pemajuan Kebudayaan Nasional
Setelah mencermati arah dan tujuan kebangsaan, memeriksa permasalahan yang
merintangi usaha pemajuan kebudayan di berbagai daerah dan sektor, serta
mempertimbangkan kedudukan strategi kebudayaan dalam siklus perencanaan
kebudayaan nasional, maka ditetapkanlah visi pemajuan kebudayaan 20 tahun ke depan:
“Indonesia Bahagia berlandaskan keanekaragaman budaya yang
mencerdaskan, mendamaikan dan menyejahterakan rakyat
Indonesia seluruhnya”
Apabila negara-negara lain berfokus membuat hidup lebih mudah dan mendapat
lebih banyak, Indonesia berfokus untuk meningkatkan kualitas hidup dan kebahagiaan
rakyatnya. Segenap visi dan misi yang menjadi arah dan tujuan adanya bangsa Indonesia
telah tersarikan dalam sebuah doa yang tertuang dalam stanza kedua lagu kebangsaan
Indonesia Raya: “Marilah kita mendoa Indonesia bahagia”. Itulah tujuan dari
kemerdekaan: mewujudnyatakan kebahagiaan segenap rakyat Indonesia. Inilah puncak
pengejawantahan dari pelindungan segenap bangsa dan tumpah darah, pemajuan
kesejahteraan umum, pencerdasan kehidupan bangsa dan pelaksanaan ketertiban
dunia. Semua misi suci kebangsaan itu bermuara pada samudranya Indonesia bahagia.
Untuk mencapai tujuan inilah pula strategi kebudayaan ini disusun.
Tujuh Agenda Strategis Pemajuan Kebudayaan
Visi Indonesia Bahagia tidak akan tercapai tanpa kerja kebudayaan bersama
seluruh bangsa Indonesia. Kerja menuju ke sana alangkah besarnya, melibatkan seluruh
pengambil kebijakan serta segenap pemangku kepentingan di bidang kebudayaan.
Untuk meraih Indonesia Bahagia, perlu dikerahkan segala tenaga bangsa untuk
melaksanakan tujuh agenda strategis pemajuan kebudayaan berikut ini. Ketujuh agenda
strategis ini merupakan prioritas pemajuan kebudayaan nasional selama 20 tahun ke
depan.
Agenda 1 :
Menyediakan Ruang bagi Keragaman Ekspresi Budaya danMendorong Interaksi Budaya untuk Memperkuat Kebudayaan yang Inklusif
Agenda strategis ini akan dijalankan dengan memperhatikan tiga proses berikut ini:
a. Melindungi kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan
nilai-nilai budayanya.
i. Memperbaiki sistem pendidikan dengan memperkuat basis kebudayaan dari
pendidikan melalui perhatian khusus pada peningkatan literasi budaya
peserta didik serta apresiasi terhadap keberagaman budaya.
ii. Meningkatkan kapasitas aparat sipil negara bidang kebudayaan dan aparat
penegak hukum dalam melindungi kebebasan masyarakat secara efektif.
iii. Menciptakan kondisi bagi ekspresi budaya yang beragam untuk berkembang
dan berinteraksi secara bebas untuk saling memperkaya dan kebaikan
bersama.
iv. Mendorong mekanisme yang melindungi dan memperkuat peran kaum
minoritas, perempuan dan penyandang difabilitas sebagai pelaku aktif
bidang kebudayaan
b. Meningkatkan upaya perlindungan dan pengembangan cagar budaya sebagai
bukti ekspresi keragaman budaya.
i. Menguatkan kesadaran berbagai pihak akan peran dan manfaat cagar
budaya dalam pembentukan identitas budaya setempat maupun nasional.
ii. Melibatkan lebih banyak peran serta masyarakat dan sektor swasta dalam
proses pelindungan, pemanfaatan, pengembangan, dan pengelolaan cagar
budaya.
iii. Menguatkan penegakan hukum dengan peningkatan koordinasi antar
lembaga pemerintah, aparat penegak hukum, serta komunitas.
19
c. Mendorong interaksi budaya lintas kelompok dan daerah dengan semangat
persatuan dan kebersamaan.
i. Menjamin dan memfasilitasi kegiatan di pusat maupun daerah yang
menghadirkan hasil interaksi budaya lintas kelompok dan daerah.
ii. Memfasilitasi dan memberikan penghargaan kepada lembaga, komunitas
dan individu yang mengedepankan nilai dan praktik kebudayaan yang
inklusif.
iii. Mendukung program pertukaran lintas kelompok dan daerah yang bertujuan
untuk meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap keragaman
ekspresi budaya.
Agenda 2 : Melindungi dan Mengembangkan Nilai, Ekspresi Dan Praktik
Kebudayaan Tradisional Untuk Memperkaya Kebudayaan Nasional
Agenda strategis ini akan dijalankan dengan memperhatikan lima proses berikut ini:
a. Melindungi dan mengembangkan nilai-nilai budaya bahari yang menjadi watak
kebudayaan bangsa Indonesia
i. Mengungkapkan nilai-nilai budaya bahari melalui kajian- terhadap berbagai
sumber informasi, termasuk di dalamnya sepuluh obyek pemajuan
kebudayaan dan cagar budaya.
ii. Merevitalisasi nilai-nilai budaya bahari agar dapat menjadi inspirasi dan
rujukan (referensi) bagi kebijakan pembangunan bangsa Indonesia.
b. Melindungi dan mengembangkan nilai-nilai dan pengetahuan yang terkandung
dalam cagar budaya agar dapat dimanfaatkan untuk penguatan jatidiri bangsa di
masa kini maupun mendatang.
i. Meningkatkan penggalian dan pengkajian Cagar Budaya berdasarkan pada
IPTEKS maupun kearifan lokal
ii. Memperkenalkan, menanamkan, dan menumbuhkan nilai-nilai budaya luhur
dan watak “local genius” bangsa Indonesia melalui program pendidikan sejak
dini.
c. Meningkatkan pelindungan terhadap nilai, ekspresi dan praktik kebudayaan
tradisional.
i. Melakukan pendokumentasian, revitalisasi dan repatriasi serta restorasi
nilai, ekspresi dan praktik kebudayaan tradisional dalam kerangka Sistem
Data Kebudayaan Terpadu yang terus-menerus diperbarui.
ii. Memperkenalkan nilai, ekspresi dan praktik kebudayaan tradisional ke dalam
kurikulum pendidikan dan dalam kegiatan belajar mengajar di satuan
pendidikan.
iii. Menghidupkan dan menjaga ekosistem nilai, ekspresi dan praktik
kebudayaan tradisional, dan mempromosikan penggunaannya dalam
kehidupan sehari-hari.
iv. Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi modern dalam menggali,
mengembangkan dan memajukan kebudayaan tradisional agar dikenal
secara nasional dan internasional.
d. Memperkuat kedudukan dan memberdayakan lembaga, komunitas dan
masyarakat tradisional.
20
i. Menegakkan hak-hak masyarakat adat, komunitas tradisi dan penghayat
kepercayaan agar dapat berperan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara dan berkontribusi dalam kehidupan nasional.
ii. Memfasilitasi keterlibatan masyarakat adat, komunitas tradisi dan penghayat
kepercayaan dalam perencanaan pembangunan, terutama yang berkenaan
dengan nilai budaya mereka.
iii. Merevitalisasi dan mengakui forum penyelesaian sengketa dalam
masyarakat untuk memfasilitasi rehabilitasi, mediasi, kompensasi, dan
restitusi bagi masyarakat adat yang mengalami stigma, peminggiran dan
pembatasan ketika mereka melakukan ekspresi budayanya.
iv. Menjadikan desa adat, keraton, dan wilayah kebudayaan tradisional sebagai
situs pemajuan kebudayaan.
v. Memberikan ruang kepada dan melindungi komunitas di daerah pinggiran
khususnya laut, pesisir, dan pedalaman untuk mengembangkan dan
memajukan budaya mereka.
e. Mempromosikan nilai, ekspresi dan praktik kebudayaan tradisional yang
berkontribusi bagi pengayaan kebudayaan nasional.
i. Memilah dan menetapkan serta mempromosikan nilai, ekspresi dan praktik
kebudayaan tradisional yang memiliki arti penting secara nasional.
ii. Menyelenggarakan kegiatan seperti festival, pameran dan pawai budaya di
tingkat nasional secara berkala yang secara khusus memberi tempat pada
nilai, ekspresi dan praktik kebudayaan tradisional.
Agenda 3 : Mengembangkan dan Memanfaatkan Kekayaan Budaya untuk
Memperkuat Kedudukan Indonesia di Dunia Internasional
Agenda strategis ini akan dijalankan dengan memperhatikan dua proses berikut ini:
a. Memfasilitasi pemanfaatan obyek pemajuan kebudayaan untuk memperkuat
promosi Indonesia di dunia internasional.
i. Memfasilitasi penciptaan karya baru dan produk ekonomi kreatif yang
memanfaatkan obyek pemajuan kebudayaan dan memiliki daya saing di
dunia internasional.
ii. Memperkuat nation branding Indonesia dengan memanfaatkan obyek
pemajuan kebudayaan dan meningkatkan promosi pariwisata berbasis
kebudayaan.
iii. Memfasilitasi pelaku usaha kecil dan menengah serta koperasi yang
memanfaatkan obyek pemajuan kebudayaan untuk berperan di dunia
internasional.
b. Meningkatkan dan memperkuat diplomasi budaya Indonesia.
i. Memperkuat perwakilan luar negeri sebagai pusat budaya Indonesia, serta
meningkatkan jumlah dan mutu program pertukaran dan residensi untuk
seniman, peneliti dan pelaku budaya.
ii. Menyediakan pendidikan dan pelatihan di bidang kebudayaan serta
memfasilitasi kegiatan diaspora Indonesia sebagai duta budaya Indonesia di
luar negeri.
21
Agenda 4 : Memanfaatkan Obyek Pemajuan Kebudayaan untuk
Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Agenda strategis ini akan dijalankan dengan memperhatikan tiga proses berikut ini:
a. Menempatkan kebudayaan sebagai investasi jangka panjang dengan
mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk
pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan obyek pemajuan kebudayaan.
i. Memperkuat platform teknologi informasi dan komunikasi untuk
pengembangan dan pemanfaatan obyek pemajuan kebudayaan di bidang
pariwisata dan ekonomi kreatif.
ii. Memfasilitasi penciptaan baru yang berbasis pada kekayaan budaya dan
obyek pemajuan kebudayaan dengan lebih memprioritaskan investasi pada
daya budi (value creation) dibandingkan budi daya (value extraction).
iii. Meningkatkan kapasitas pelaku budaya, pariwisata dan ekonomi kreatif,
serta pelaku diplomasi budaya, melalui pendidikan, pelatihan dan program
pertukaran.
b. Memperkuat mekanisme pelindungan kekayaan intelektual khususnya yang
berkaitan dengan kesenian, pengetahuan dan teknologi tradisional.
i. Menyelaraskan peraturan perundangan yang bersumber pada konvensi
internasional seperti WTO/TRIPs dan WIPO dengan agenda pelindungan
kekayaan intelektual dan pemajuan kebudayaan secara umum.
ii. Melakukan penelitian terhadap pemanfaatan kekayaan intelektual Indonesia
di dunia internasional untuk menegakkan hak moral dan hak ekonomi atas
kekayaan tersebut.
iii. Membuat layanan satu pintu untuk melindungi kekayaan intelektual,
khususnya yang berkaitan dengan ekspresi budaya tradisional, secara
efektif.
c. Meningkatkan pariwisata berbasis pemanfaatan museum, cagar budaya dan
obyek pemajuan kebudayaan yang mengindahkan kaidah pelestarian.
i. Meningkatkan kualitas pelayanan museum dan pemanfaatan cagar budaya
sebagai wahana pariwisata, penguatan jati diri, dan inspirasi bagi penciptaan
produk ekonomi kreatif
ii. Membuat pemetaan yang menyeluruh terhadap cagar budaya dan obyek
pemajuan kebudayaan yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk
kepentingan pariwisata berbasis budaya.
iii. Mengoptimalkan aset pemerintah yang merupakan cagar budaya untuk
kepentingan pariwisata berbasis budaya, khususnya sejarah dan pelestarian
cagar budaya.
iv. Menentukan niche yang tepat bagi Indonesia dalam industri pariwisata,
seperti wellness tourism yang berbasis pengetahuan tradisional tentang
kesehatan dan pariwisata berbasis komunitas yang berakar pada kekhasan
budaya dan tata nilai kehidupan masyarakat setempat.
22
Agenda 5 : Memajukan kebudayaan yang melindungi keanekaragaman
hayati dan memperkuat ekosistem
Agenda strategis ini akan dijalankan dengan memperhatikan dua proses berikut ini:
a. Mengembangkan tata ruang yang memperhatikan ketersambungan antara
agenda pelestarian alam, pelestarian cagar budaya, wilayah kebencanaan dan
agenda pemajuan kebudayaan.
i. Mendorong kebijakan tata ruang yang berdasar pada kepentingan
pelestarian cagar budaya dan agenda pemajuan kebudayaan di masingmasing
daerah.
ii. Mendorong kebijakan pembangunan yang memperhatikan keberlanjutan
ekosistem budaya, yakni kawasan ruang hidup kebudayaan masyarakat
yang berkaitan erat dengan ruang hidup alam sekitarnya.
b. Mengangkat ekspresi dan pengetahuan tradisional tentang geografi dalam
rangka antisipasi kebencanaan.
i. Menjalankan revitalisasi atas segenap wawasan tradisional sebagai bagian
dari kesadaran umum dalam menghadapi bencana alam.
ii. Mengembangkan ekspresi dan pengetahuan tradisional dalam membaca
alam dan lingkungan sekitarnya serta memaknai geografi hidup bersama
bangsa Indonesia.
Agenda 6 : Reformasi Kelembagaan dan Penganggaran Kebudayaan untuk
Mendukung Agenda Pemajuan Kebudayaan
Agenda strategis ini akan dijalankan dengan memperhatikan tiga proses berikut ini:
a. Reformasi kelembagaan di bidang kebudayaan.
i. Mendorong penyelarasan nomenklatur birokrasi bidang kebudayaan di pusat
dan daerah untuk mempermudah koordinasi pemajuan kebudayaan.
ii. Memperkuat fungsi dewan kesenian dan/atau kebudayaan sebagai lembaga
kuratorial publik dan penasihat pemerintah daerah dalam merancang
kebijakan di bidang kesenian dan kebudayaan.
b. Mengoptimalkan anggaran di bidang kebudayaan.
i. Mendorong terbentuknya mekanisme dana perwalian kebudayaan dengan
sumber dana dari lintas kementerian, BUMN dan swasta sebagai sumber
dana hibah untuk kegiatan kebudayaan masyarakat yang dikelola oleh
dewan kurasi profesional.
ii. Membentuk standar penganggaran khusus yang diakui secara lintas instansi
pemerintah dalam pembiayaan kegiatan seni dan budaya, antara lain standar
biaya untuk kurator, penulis, pengaba, sutradara dan sebagainya.
c. Menyelaraskan kebijakan pusat maupun daerah untuk pemajuan kebudayaan.
i. Mendorong penyusunan regulasi turunan dari Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan di setiap daerah.
ii. Membangun mekanisme koordinasi pusat-daerah secara terpadu di bidang
kebudayaan yang berkelanjutan.
23
Agenda 7 : Meningkatkan Peran Pemerintah Sebagai Fasilitator Pemajuan
Kebudayaan
Agenda strategis ini akan dijalankan dengan memperhatikan tiga proses berikut ini:
a. Membangun Sistem Data Kebudayaan Terpadu yang bersifat terbuka dan
kredibel.
i. Menginventarisasi pusat-pusat data kebudayaan yang ada di setiap satuan
kerja pemerintah, baik pusat maupun daerah, dan komunitas atau organisasi
kemasyarakatan
ii. Membangun ketersambungan antar data yang dimiliki setiap satuan kerja
pemerintah, baik pusat maupun daerah, dan komunitas atau organisasi
kemasyarakatan
iii. Mewujudkan sistem data terpadu yang dapat diakses oleh setiap anggota
masyarakat dan dapat diperbaiki berdasarkan masukan dari masyarakat
sehingga makin dapat diandalkan seiring waktu
b. Menjamin perluasan dan pemerataan akses publik pada sarana dan prasarana
kebudayaan.
i. Memfungsikan kembali infrastruktur dan sarana-prasarana pemerintah yang
terbengkalai untuk kegiatan kebudayaan melalui pengelolaan yang
melibatkan masyarakat serta mengintensifkan pemanfaatan ruang-ruang
publik sebagai wahana kegiatan kebudayaan masyarakat
ii. Meningkatkan mutu program kegiatan di setiap ruang-ruang kebudayaan
masyarakat seperti taman budaya, museum dan galeri melalui perencanaan
yang melibatkan semua pemangku kepentingan.
iii. Mendorong terciptanya mekanisme pemantauan kerja pemajuan budaya
melibatkan masyarakat untuk menjamin pemerataan akses publik pada
sarana dan prasarana kebudayaan.
iv. Menyelenggarakan Kongres Kebudayaan Indonesia secara periodik sebagai
platform konsolidasi pikiran dan aksi bersama di bidang kebudayaan dalam
format festival puncak yang berbasis pada pelibatan publik secara
berjenjang.
c. Meningkatan kapasitas sumberdaya manusia bidang kebudayaan.
i. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang proses
pelestarian dan pengelolaan cagar budaya dan museum melalui kerja
bersama, penyebarluasan informasi, maupun bimbingan teknis.
ii. Mendorong penguatan kapasitas pengelola budaya di pemerintahan lewat
forum pertemuan rutin yang menghimpun masukan dari para pelaku seni dan
budaya serta para pemangku kepentingan di masyarakat.
iii. Memperbanyak program residensi dalam dan luar negeri untuk para pelaku
budaya agar mendorong pertukaran pengetahuan dan keahlian antar pelaku
lintas daerah serta negara-negara serumpun.
iv. Memperkuat insentif bagi institusi pendidikan dasar, menengah dan tinggi
untuk mempekerjakan para maestro seni tradisi sebagai tenaga pengajar
tetap dalam rangka menunjang regenerasi pelaku budaya.
Tabel Ringkasan Permasalahan dan
Rekomendasi PPKD Kabupaten/Kota
1
Rangkuman Isu Dominan Dalam PPKD Kabupaten/Kota
No Kabupaten/Kota Bidang Masalah Rekomendasi Catatan Khusus
1 Kota Palu Pelindungan Kurangnya bahan baku dan sarpras
yang diperlukan bagi produksi dan
konservasi OPK serta tiadanya
inventarisasi yang sistematis
Mendorong terciptanya
mekanisme yang menjamin
keberlanjutan pasokan bahan
baku dan sarpras yang diperlukan
bagi produksi dan konservasi
OPK serta inventarisasi yang
sistematis
Mengarah pada inventarisasi dan
digitalisasi data OPK,
pembangunan sentra produksi
bahan baku OPK Pengetahuan
Tradisional dan Teknologi
Tradisional, serta pengadaan
sarpras seni yang dikelola lewat
sanggar dan Dewan Kesenian
Pengembangan Kurang berhasilnya adaptasi OPK
dengan tuntutan zaman serta
ketiadaan gedung pertunjukan
terkait OPK Seni
Mendorong pengkajian dan
inisiatif yang mengarah pada
penyelerasan OPK dengan
perkembangan zaman serta
membangun gedung pertunjukan
untuk OPK Seni
Mengarah pada penyelenggaraan
perhelatan yang menampilkan
OPK pada publik secara
berkelanjutan
Pemanfaatan Kurang termanfaatkannya OPK
bagi kalangan muda
Memperkaya muatan lokal
berbasis OPK
Mengarah pada sosialisasi
pemanfaatan OPK di lingkungan
sekolah dan keluarga
Pembinaan Lemahnya kapasitas SDM,
lembaga kebudayaan dan tiadanya
produk hukum terkait OPK
Memperkuat kapasitas SDM, tata
kelola kelembagaan dan
mendorong terciptanya produk
hukum terkait OPK
Mengarah pada penguatan
lembaga adat dan Dewan
Kesenian
2 Kab. Ponorogo Pelindungan Menguatnya stigma negatif
masyarakat pada pelaku OPK
terkait Reyog akibat prasangka
berbasis norma-norma agama dan
kurangnya bahan baku terkait
Reyog
Menghidupkan narasi positif di
masyarakat tentang pelaku OPK
terkait Reyog melalui dan
kepercayaan serta membangun
sentra produksi bahan baku
terkait Reyog
Mengarah pada pembentukan
mekanisme dialog bersama lintas
agama untuk menyamakan
persepsi tentang pelestarian OPK
terkait Reyog dan pembangunan
penangkaran merak, substisusi
kulit macan, dsb.
Pengembangan Kurangnya pengkajian atas OPK
terkait Reyog dan kurangnya
Menjalankan kajian tentang OPK
terkait Reyog dan mengusahakan
Mengarah pada penguatan
sanggar dan penyediaan tempat
2
tempat latihan dan pertunjukan sarpras terkat pelatihan dan
pertunjukan Reyog
pertunjukan Reyog di tiap
kecamatan
Pemanfaatan Tidak terintegrasinya OPK terkait
Reyog dalam kurikulum di sekolah
Mendorong pemanfaatan OPK
terkait Reyog sebagai muatan
lokal di sekolah dan tujuan wisata
Mengarah pada terbitnya Perda
tentang muatan lokal OPK terkait
Reyog dan peningkatan frekuensi
pertunjukan Reyog
Pembinaan Kurang berjalannya regenerasi
pelaku OPK terkait Reyog
Mendorong sosialisasi OPK
terkait Reyog di kalangan muda
Mengarah pada kontekstualisasi
OPK terkait Reyog sehingga bisa
dinikmati kalangan muda
3 Kab. Blora Pelindungan Kurangnya inventarisasi,
pemeliharaan dan publikasi terkait
OPK
Mendorong penyusunan acuan
umum tentang OPK yang dapat
diakses masyarakat, sosialisasi
pentingnya OPK di masyarakat
Mengarah pada penyusunan buku
Pedoman OPK sebagai acuan
utama masyarakat
Pengembangan Kurangnya pengayaan keragaman
OPK yang diperkuat oleh interaksi
dengan budaya populer sehingga
akibatnya tidak diminati
masyarakat
Mendorong alih-rupa OPK ke
dalam bentuk-bentuk yang mudah
diterima masyarakat
Perhatian khusus diberikan pada
penyebarluasan budaya Samin ke
dalam masyarakat Blora dan
pembuatan video games berbasis
OPK Blora
Pemanfaatan Tidak terintegrasinya pengelolaan
OPK dengan pemanfaatannya
dalam konteks pariwisata
Mendorong pengembangan
wisata kuliner dan wisata sastra
berbasis OPK
Perhatian khusus diberikan pada
penyelenggaraan festival rutin di
seputar sosok Pramoedya Ananta
Toer, kandidat nobel sastra dari
Blora
Pembinaan Minimnya regulasi terkait OPK dan
CB
Mendorong proses legislasi
peraturan daerah terkait OPK dan
CB
Perhatian khusus diberikan pada
regulasi terkait pemanfaatan obatobatan
tradisional
4 Kota
Tanjungpinang
(tidak ada
rumusan masalah
terkait CB)
Pelindungan Kurangnya pendataan yang
sistematis dan dapat diakses publik
atas OPK serta tiadanya tempat
perhelatan kesenian yang reguler
Mendorong inventarisasi OPK
yang sistematis, berkelanjutan
dan dapat diakses publik serta
pembangunan tempat perhelatan
kesenian yang reguler
Perhatian khusus pada
pembangunan gedung
pertunjukan di setiap kecamatan
Pengembangan Benturan antara budaya tradisi
dalam OPK dengan modernitas dan
Mendorong sosialisasi tentang arti
penting OPK di masa kini dan
Perhatian khusus pada upaya
menangkal tuduhan syirik atas
3
ajaran agama belum membuahkan
sintesis baru yang dapat diterima
oleh semua
dialog dengan pemuka agama
untuk meningkatkan toleransi
terhadap praktik tradisi
praktik budaya tradisi serta
Pemanfaatan Belum adanya pemanfaatan OPK
dalam rangka pendidikan karakter
dan penguatan industri kecil
Mendorong terciptanya
mekanisme sinergi antara upaya
pemajuan kebudayaan dan
pendidikan karakter di sekolah
serta pemanfaatan OPK dalam
industri kecil
Menggaris-bawahi tidak adanya
muatan lokal serta industri
rumahan berbasis OPK daerah
Pembinaan Tidak tersedianya regulasi terkait
OPK dan representasi
kelembagaannya
Mendorong legislasi yang
mengelola pemajuan kebudayaan
dan pembentukan lembaga yang
memayungi para pelaku budaya
di daerah
Perhatian khusus pada Perda
tentang Lembaga Adat Melayu
dan pembentukan Pusat
Kebudayaan Melayu
5 Kota Pontianak Pelindungan Kurangnya pendataan OPK secara
terpadu, belum ada mekanisme
pelibatan publik sebagai agen
pelindungan OPK serta belum
adanya gedung pertunjukan
Mendorong pendataan OPK
secara berkelanjutan, sistematis
dan dapat diakses publik,
pelibatan publik dalam kerja
pelindungan serta penyediaan
gedung pertunjukan
Perhatian khusus pada upaya
sentralisasi manuskrip yang
tersebar di rumah warga
Pengembangan Kurangnya upaya meningkatkan
relevansi OPK untuk menjawab
tantangan zaman, di satu sisi, tetapi
ada kekhawatiran untuk
mendorong asimilasi dan akulturasi
dengan budaya modern karena
anggapan bahwa OPK akan
tergerus oleh budaya modern
(kehilangan nilai dan fungsi
aslinya)
Mendorong pengayaan atas OPK
untuk merespon tantangan zaman
sambil tetap mengusahakan
lestarinya nilai dan fungsi aslinya
Perhatian khusus pada upaya
revitalisasi fungsi OPK yang peka
pada konteks tradisionalnya
Pemanfaatan Belum adanya mekanisme
pemanfaatan ekonomis atas OPK
yang selaras dengan kepentingan
Mendorong mekanisme
pemanfaatan ekonomis yang
memperkuat upaya pelindungan
Perhatian khusus pada
pemanfaatan OPK yang ramah
terhadap kepentingan
4
pelindungan OPK tersebut OPK pelindungan
Pembinaan Kurangnya jumlah dan mutu SDM
kebudayaan serta tiadanya regulasi
yang mengelola pemajuan
kebudayaan di daerah
Mendorong peningkatan jumlah
dan kapasitas SDM serta legislasi
Perda terkait pemajuan
kebudayaan
Perhatian khusus pada tiadanya
TACB daerah
6 Kota Pekalongan Pelindungan Belum adanya rujukan bersama
berbasis data yang kredibel terkait
OPK
Menyusun rujukan bersama
berbasis data yang kredibel terkait
OPK
Perhatian khusus pada upaya
menyusun pedoman kebudayaan
daerah yang merinci tiap OPK
Pengembangan Belum ada sintesis yang dapat
diterima semua pihak antara
berbagai segi budaya tradisi dan
kepentingan agama
Mendorong dialog antar
pemangku kepentingan di bidang
budaya tradisi dan keagamaan
serta mendorong munculnya
bentuk-bentuk perkawinan antara
aspek budaya tradisi dan agama
yang dapat diterima oleh semua
Pperhatian khusus pada
harmonisasi hubungan antara
budaya tradisi dan agama
Pemanfaatan Belum terwujud ketersambungan
antara pengelolaan OPK dengan
pemanfaatan pariwisata
terhadapnya
Mendorong terwujudnya
pengelolaan OPK yang
berorientasi pada pemanfaatan di
bidang pariwisata
Perhatian khusus pada wisata
berbasis kuliner
Pembinaan Rendahnya tingkat regenerasi
pelaku budaya terkait OPK serta
belum adanya regulasi yang
menjamin pelindungan OPK di
daerah
Mendorong peningkatan kapasitas
generasi muda terkait OPK dan
penciptaan regulasi yang
menjamin pelindungan OPK di
daerah
Perhatian khusus pada
pelindungan hukum atas
pemanfaatan tanaman obat
7 Kota Payakumbuh
(tidak ada
rumusan masalah
terkait ritus,
bahasa dan
olahraga
tradisional)
Pelindungan Lemahnya inventarisasi OPK dan
kurang terintegrasinya pelindungan
OPK dengan pelindungan SDA
terkait
Mendorong pencatatan OPK dan
perencanaan pelindungan OPK
yang memperhatikan ketersediaan
bahan baku alaminya
Perhatian khusus pada budidaya
SDA yang menjadi bahan baku
OPK
Pengembangan Tergerusnya peran OPK oleh
pengaruh modernisasi
Mendorong revitalisasi peran
OPK untuk menjawab kebutuhan
konkrit masyarakat di daerah
lewat pengkajian dan pengayaan
keragaman
Perhatian khusus pada ekspresi
budaya tradisi yang unsurunsurnya
tergantikan oleh
perkakas modern (misalnya
Saluang berbasis organ tunggal)
5
Pemanfaatan Tidak termanfaatkannya OPK
untuk tujuan ekonomi
Mendorong mekanisme
pengelolaan OPK yang
memperhatikan aspek
pemanfaatan ekonominya
Perhatian khusus juga diberikan
pada upaya internalisasi nilainilai
adat
Pembinaan Belum terwujud mekanisme
regenerasi pelaku yang
berkelanjutan
Mendorong terwujudnya
mekanisme regenerasi pelaku
yang berkelanjutan
Perhatian khusus diberikan juga
pada tiadanya CB yang
ditetapkan dan ketiadaan TACB
daerah
8 Kab. Tana Tidung Pelindungan Tiadanya inventarisasi OPK dan
negatifnya pandangan masyarakat
terhadap OPK
Mendorong inventarisasi OPK
dan sosialisasi tentang segi positif
OPK
Perhatian khusus pada stereotipe
negatif tentang tradisi tolak bala
Pengembangan Banyak OPK yang bila dijalankan
sesuai fungsi aslinya memakan
biaya sangat besar dan kurang
terlihat kegunaannya bagi
kehidupan masa kini
Mendorong pengembangan OPK
untuk meningkatkan relevansinya
bagi kehidupan sehari-hari
Perhatian khusus pada upaya
membuat persilangan antara
teknik pertanian tradisi dan
modern
Pemanfaatan Belum ada mekanisme
pemanfaatan lewat jalur pendidikan
di sekolah
Mendorong pendidikan muatan
lokal berbasis OPK
Perhatian khusus juga diberikan
pada peningkatan frekuensi
festival budaya
Pembinaan Tidak tersedianya sanggar atau
pusat pelatihan komunitas seni dan
budaya
Mendorong terbentuknya
sanggar-sanggar masyarakat
Perhatian khusus pada penguatan
sanggar kesenian
9 Kota Malang Pelindungan Belum optimalnya inventarisasi
OPK dan tidak adanya pusat
kegiatan seni dan budaya
Mendorong inventarisasi OPK
secara terpadu dan membentuk
kawasan budaya di Kota Malang
Perhatian khusus pada
penyelenggaraan Festival Musik
Nusantara di kawasan budaya di
kota Malang
Pengembangan Budaya urban modern menggerus
berbagai aspek budaya tradisi
Meningkatkan relevansi budaya
tradisi melalui pelibatan
pemangku kepentingan di bidang
budaya urban modern dalam
pengembangan budaya tradisi
Perhatian khusus pada revitalisasi
kebiasaan tradisi di masyarakat
agar dipraktikkan kembali serta
alih wahana budaya tradisi ke
dalam aplikasi kekinian (seperti
video game)
Pemanfaatan Kurang tersambungnya aktivitas Mendorong ketersambungan Perhatian khusus pada perlunya
6
budaya tradisi dengan pemanfaatan
ekonomi
aktivitas budaya tradisi dengan
pemanfaatan ekonomi
pelaksanaan rangkaian festival
seni dan budaya yang terprogram
dan berkelanjutan
Pembinaan Ketidakteraturan pengelolaan
sanggar dan lembaga seni serta
budaya
Meningkatkan tata kelola sanggar
dan lembaga seni serta budaya
Perhatian khusus juga diberikan
pada penetapan Perda terkait
pemajuan kebudayaan di Kota
Malang
10 Kota Cirebon Pelindungan Lemahnya inventarisasi dan
mekanisme pemeliharaan terpadu
terkait OPK
Mendorong terwujudnya
inventarisasi dan mekanisme
pemeliharaan terpadu terkait OPK
Perhatian khusus pada
pembentukan bank data motif
Cirebon
Pengembangan Lemahnya inovasi atas pakem
terkait OPK dan penyesuaian
dengan tuntutan zaman
Mendorong pengayaan
keragaman pakem OPK dan
kontekstualisasi dengan tuntutan
zaman
Perhatian khusus pada upaya
pelibatan pelaku dunia kreatif
(seni rupa) dalam inovasi OPK
Pemanfaatan Belum adanya usaha menjembatani
pengelolaan OPK dan
kemungkinan pemanfaatan
ekonominya
Mendorong pengelolaan OPK
yang memperhatikan
kemungkinan pemanfaatan
ekonominya
Perhatian khusus pada
pemanfaatan OPK melalui
festival budaya yang terprogram
dan berkesinambungan
Pembinaan Lemahnya tata kelola CB dan
lembaga seni dan budaya
Memperkuat tata kelola CB dan
lembaga seni dan budaya
Perhatian khusus pada penguatan
kapasitas dan tata kelola sanggar
seni serta pembentukan TACB
daerah
11 Kota Bukittinggi
(tidak ada
rumusan masalah
terkait teknologi
tradisional)
Pelindungan Lemahnya inventarisasi OPK serta
belum optimalnya pelibatan
masyarakat dalam kerja
pelindungan OPK
Mendorong inventarisasi OPK
dan pelibatan masyarakat dalam
upaya pelindungan OPK
Perhatian khusus pada
pengumpulan OPK sehingga
dapat diakses secara langsung
oleh publik
Pengembangan Belum tersedianya ruang-ruang
pameran/pertunjukan terkait OPK
untuk tujuan penyebarluasan dan
pengayaan keragaman
Mendorong terbentuknya ruangruang
pameran/pertunjukan
terkait OPK untuk tujuan
penyebarluasan dan pengayaan
keragaman
Perhatian khusus pada
pembangunan gedung kesenian
bukan hanya sebagai tempat
pertunjukan/pameran tetapi juga
pengkajian
Pemanfaatan Lemahnya upaya pemanfaatan
ekonomi OPK yang berbasis pada
Mendorong tumbuhnya industri
rumahan berbasis OPK
Perhatian khusus pada
pengelolaan Hak Kekayaan
7
industri rumahan Intelektual masyarakat berbasis
OPK
Pembinaan Kurangnya wawasan tentang
khazanah adat dan tradisi termasuk
di kalangan pengambil kebijakan
Mendorong sosialisasi dan
pengayaan wawasan para
pengambil kebijakan terkait
khazanah adat dan tradisi
Perhatian khusus pada pelatihan
adat bagi organisasi perangkat
daerah serta penyusunan Perda
hukum adat
12 Kota Bogor Pelindungan Lemahnya inventarisasi OPK dan
Benturan antara budaya tradisi
terkait OPK dan pandangan
keagamaan
Mendorong inventarisasi dan
sosialisasi OPK serta dialog yang
meningkatkan toleransi kaum
agama terhadap praktik tradisi
terkait OPK
Perhatian khusus pada ritus dan
kelompok penghayat kepercayaan
Pengembangan Tergerusnya nilai-nilai terkait OPK
akibat benturan budaya modern
serta kurangnya keterpaparan
masyarakat pada OPK
Mendorong revitalisasi nilai-nilai
OPK agar menjawab kebutuhan
masa kini dan menciptakan
rangkaian perhelatan yang
meningkatkan keterpaparan
masyarakat pada OPK
Perhatian khusus diberikan pada
kurangnya apresiasi masyarakat
pada seni akibat jarangnya
perhelatan kesenian
Pemanfaatan Kurang tersambungnya OPK
dengan pemanfaatan ekonomi
kreatif kekinian
Mendorong pemanfaatan
ekonomi kreatif atas OPK
Perhatian khusus pada
pengintegrasian nilai dan aspek
OPK ke dalam wahana kekinian
yang dapat dipasarkan
Pembinaan Kurangnya regulasi yang mengatur
pemajuan kebudayaan di daerah
serta lemahnya tingkat regenerasi
pelaku budaya
Mendorong terciptanya regulasi
yang diperlukan untuk pemajuan
kebudayaan serta mendorong
peningkatan jumlah dan kapasitas
pelaku budaya
Perhatian khusus pada upaya
memetakan regulasi yang sudah
ada dan yang dibutuhkan dalam
rangka pemajuan
13 Kota Bengkulu
(tidak ada
rumusan masalah
spesifik)
Pelindungan Lemahnya pendataan terkait OPK
dan kelangkaan bahan baku dalam
OPK bendawi
Menjalankan pendataan OPK dan
mengusahakan kesinambungan
pasokan bahan baku OPK
bendawi
Perhatian khusus pada kesulitan
bahan baku alat musik tradisi
Pengembangan Lemahnya kajian sistematis yang
dapat memetakan asal-usul dan
kekhasan setiap OPK
Mendorong sinergi antar lembaga
yang memungkinkan kajian
sistematis atas setiap OPK
Perhatian khusus pada pengkajian
kuliner tradisional Kota Bengkulu
8
Pemanfaatan Kurang termanfaatkannya OPK
secara ekonomi maupun untuk
ketahanan budaya
Mendorong pemanfaatan OPK
untuk tujuan kesejahteraan
masyarakat dan ketahanan budaya
Tidak ada catatan khusus karena
tidak tergambar dalam dokumen
PPKD
Pembinaan Lemahnya tatakelola lembaga
terkait OPK dan CB
Mendorong penguatan tatakelola
lembaga terkait OPK dan CB
Perhatian khusus pada
kelembagaan CB
14 Kota Banjar Pelindungan Belum adanya pendataan sistematis
atas OPK yang berkelanjutan dan
dapat diandalkan
Mendorong pendataan sistematis
atas OPK yang berkelanjutan dan
dapat diandalkan
Perhatian khusus pada pemetaan
para ahli yang membidangi OPK
Pengembangan Kurang berjalannya penyelarasan
antara budaya tradisi dan budaya
modern sehingga budaya tradisi
nampak tidak relevan menjawab
persoalan hidup sehari-hari
Mendorong rekontekstualisasi
budaya tradisi dalam praktik
hidup kekinian sehingga
membuatnya beragam dan
berguna menjawab persoalan
hidup sehari-hari
Perhatian khusus pada dialog
antar kelompok budaya yang
berbeda
Pemanfaatan Kurang berjalannya pemanfaatan
OPK untuk menopang tata hidup
yang harmonis dengan kelestarian
lingkungan
Mendorong pemanfaatan OPK
untuk menopang tata hidup yang
harmonis dengan kelestarian
lingkungan
Perhatian khusus pada
pemanfaatan manuskrip sebagai
sumber inspirasi untuk
mewujudkan harmoni antara
kehidupan religus, sosial dan
lingkungan alam
Pembinaan Lemahnya dukungan peraturan
perundangan atas usaha pemajuan
kebudayaan di daerah
Memperkuat dukungan peraturan
perundangan atas usaha pemajuan
kebudayaan di daerah
Perhatian khusus pada
penyusunan Perda yang
mengelola pengetahuan
tradisional
15 Kota Bandung Pelindungan Belum optimalnya pendataan OPK
yang sistematis dan berkelanjutan
serta konsolidasinya dalam sebuah
museum atau pusat arsip
Mendorong optimalisasi
pendataan OPK yang sistematis
dan berkelanjutan melalui sebuah
museum atau pusat arsip
Perhatian khusus pada
penyimpanan dan pemeliharaan
OPK benda seperti manuskrip
serta perlunya museum seni
Pengembangan Sudah banyak pengkajian tentang
OPK tetapi terserak dan tidak
terkonsolidasi dalam sebuah upaya
yang sistematis dan berkelanjutan
Mendorong konsolidasi kajian
OPK dalam sebuah rangkaian
kerja yang sistematis dan
berkelanjutan
Perhatian pada pengelolaan
kebijakan pemajuan kebudayaan
berbasis kajian OPK
Pemanfaatan Pemanfaatan seni dan budaya Mendorong terbentuknya Perhatian khusus pada seni
9
sudah banyak tapi tidak terangkai
dalam suatu platform yang
berkesinambungan dan terprogram
platform pemanfaatan seni dan
budaya yang berkesinambungan
dan terprogram
pertunjukan dan seni rupa
Pembinaan Menyusutnya pelaku budaya tradisi
karena akar kebudayaannya
tergerus oleh budaya urban modern
Mendorong peningkatan jumlah
dan kapasitas pelaku budaya
tradisi lewat perhelatan publik
yang memikat
Perhatian khusus pada pentingnya
penyelenggaraan festival budaya
yang bertujuan membina para
pelaku (berfungsi sebagai
benchmark)
16 Kota Ambon Pelindungan Lemahnya pendataan OPK yang
berkelanjutan
Mendorong pendataan OPK
secara sistematis dan
berkelanjutan
Perhatian khusus pada musik dan
branding Ambon sebagai City of
Music
Pengembangan Tergerusnya budaya tradisi oleh
gelombang modernisasi
Mengembangkan aspek-aspek
budaya tradisi yang dapat
diselaraskan dengan budaya
modern
Perhatian khusus pada teknologi
digital
Pemanfaatan Lemahnya pemanfaatan OPK
untuk penguatan ketahanan budaya
Mendorong pemanfaatan OPK
untuk penguatan ketahanan
budaya melalu kegiatan publik
yang terprogram
Perhatian khusus pada pembuatan
kalender perhelatan seni dan
budaya secara reguler
Pembinaan Lemahnya sinergi antara para
pelaku dan pengambil kebijakan
terkait OPK
Mendorong kegiatan bersama
yang menumbuhkan sinergi
antara para pelaku dan pengambil
kebijakan terkait OPK
Perhatian khusus pada pembuatan
strategi kebudayaan jangka
pendek yang lebih banyak
melibatkan pemangku
kepentingan
17 Kab. Tulungagung Pelindungan Lemahnya inventarisasi,
pemeliharaan, pengamanan dan
publikasi terkait OPK dan CB
Mendorong inventarisasi,
pemeliharaan, pengamanan dan
publikasi terkait OPK dan CB
Perhatian khusus pada usaha
konservasi bahan baku untuk
produksi OPK
Pengembangan Lemahnya pengkajian, pengayaan
keberagaman dan penyebar luasan
OPK
Mendorong kerja kebudayaan
lintas OPK untuk memperkaya
keragamannya dan meningkatkan
penyebarannya
Perhatian khusus pada dialog
antara bentuk-bentuk bduaya
tradisi dan budaya modern
Pemanfaatan Kurang tersambungnya
pengelolaan OPK dengan
Mendorong kebijakan yang
memberikan insentif pada
Perhatian khusus pada
pemanfaatan terkait jamu
10
pemanfaatan ekonomi maupun
pemanfaatan untuk peningkatan
ketahanan budaya masyarakat
pemanfaatan ekonomi atas OPK
oleh masyarakat kecil
Pembinaan Lemahnya tata kelola kelembagaan
pelaku dan pengelola budaya yang
mengakibatkan tidak adanya
mekanisme peningkatan kapasitas
para pelaku dan regenerasinya
Menciptakan mekanisme
pengelolaan lembaga pelaku dan
pengelola kebudayaan yang
kondusif bagi peningkatan
kapasitas para pelaku dan
regenerasinya
Perhatian khusus pada upaya
memperbanyak pelatihan bagi
para pengampu kepentingan
bidang budaya
18 Kab. Tasikmalaya Pelindungan Diambil alihnya peran sentral
budaya tradisi dalam memberikan
orientasi hidup masyarakat oleh
budaya modern dan persepsi
keagamaan yang tidak peka
konteks
Mendorong pelindungan budaya
tradisi lewat inventarisasi yang
sistematis dan berkelanjutan serta
dialog-dialog antar budaya dalam
rangka pemeliharaan budaya
tradisi
Perhatian khusus pada
pemasyarakatan kembali OPK
yang selama ini cenderung
terlupakan
Pengembangan Budaya tradisi kehilangan
relevansinya untuk menjawab
tantangan zaman modern
Mendorong usaha terpadu untuk
memberi peran baru budaya
tradisi dalam kehidupan
masyarakat di masa modern
Perhatian khusus pada upaya
revitalisasi fungsi OPK dalam
masyarakat
Pemanfaatan Tidak ada mekanisme yang
mengelola ketersambungan antara
OPK dan pariwisata
Mendorong terciptanya
mekanisme pengelolaan OPK
yang tersambung dengan
pariwisata
Perhatian khusus pada usaha
menerapkan OPK sebagai bagian
dari pengembangan potensi
daerah dan penyelenggaraan
festival secara reguler
Pembinaan Lemahnya regulasi, kebijakan dan
anggaran dalam rangka pemajuan
kebudayaan
Memperkuat regulasi, kebijakan
dan anggaran dalam rangka
pemajuan kebudayaan
Perhatian khusus pada pemetaan
regulasi dan kebijakan budaya di
tingkat Pusat dan daerah
19 Kab. Tanah Datar Pelindungan Lemahnya inventarisasi terhadap
OPK dan banyaknya praktik terkait
OPK yang ditinggalkan masyarakat
Mendorong inventarisasi terhadap
OPK dan menyelenggarakan
kegiatan publik terkait OPK
Perhatian khusus pada sulitnya
mengubah persepsi masyarakat
atas OPK yang dianggap terlalu
sakral untuk dipelihara secara
terpusat oleh pemerintah
kabupaten
11
Pengembangan Kurangnya pengkajian yang
sistematis tentang OPK yang
menjawab persoalan pelindungan
dan pemanfaatannya
Mendorong terciptanya
mekanisme pengkajian sistematis
tentang OPK yang menjawab
persoalan pelindungan dan
pemanfaatannya
Perhatian khusus pada kurangnya
tenaga ahli daerah dalam
pengkajian OPK
Pemanfaatan Belum ada mekanisme
pemanfaatan ekonomi atas OPK
yang berkelanjutan
Mendorong terciptanya
mekanisme pemanfaatan ekonomi
atas OPK yang berkelanjutan
Perhatian khusus pada kurangnya
sarana dan prasarana
pemanfaatan
Pembinaan Belum optimalnya mekanisme
regenerasi pelaku budaya
Mendorong mekanisme
regenerasi pelaku budaya dengan
dukungan kebijakan, anggaran
dan regulasi yang memadai
Perhatian khusus pada sosialisasi
dan pelibatan generasi muda
sebagai calon pelaku budaya di
masa depan
20 Kab. Tabanan Pelindungan Usaha inventarisasi dan
pemeliharan terkendala oleh
anggapan tentang kesakralan OPK
Mendorong sosialisasi yang
mengarah pada penguatan upaya
inventarisasi dan pemeliharaan
OPK secara terpadu
Perhatian khusus pada peliknya
usaha konservasi manuskrip
lontar yang tersebar di rumah
warga
Pengembangan Kerumitan tatacara penggunaan
OPK dalam hidup sehari-hari
membuatnya tidak digunakan
Mendorong penyederhanaan
tatacara penggunaan OPK
sehingga mudah dikerjakan dan
berguna bagi hidup sehari-hari
Perhatian khusus pada
pengelolaan subak dan
penyederhanaan ritus ngaben
Pemanfaatan Tidak meratanya kesempatan para
pelaku seni dan budaya dalam
menampilkan karyanya
Mendorong pemerataan akses
para pelaku seni dan budaya
untuk memanfaatkan keahliannya
Perhatian khusus pada penciptaan
kesetaraan kesempatan antar
daerah untuk menampilkan karya
budayanya
Pembinaan Lemahnya tata kelola lembaga
yang mengampu OPK
Mendorong penguatan tata kelola
lembaga yang mengampu OPK
Perhatian khusus pada lembaga
seni dan pelibatan generasi muda
21 Kab. Sumedang Pelindungan Kurangnya pelibatan publik dalam
kerja pelindungan OPK
Mendorong pelibatan publik
dalam kerja pelindungan OPK
Perhatian khusus pada rendahnya
apresiasi publik atas OPK,
terutama seni
Pengembangan Tidak berkembangnya budaya
tradisi akibat rendahnya
keterlibatan masyarakat dalam
kerja pengelolaannya
Mendorong pelibatan publik
dalam pengembangan OPK
dengan fokus pada pengayaan
keberagamannya melalui interaksi
Perhatian khusus pada rendahnya
wawasan masyarakat tentang
berbagai budaya yang ada di
sekeliling mereka
12
antarbudaya
Pemanfaatan Kalah bersaingnya produk berbasis
OPK dibandingkan produk budaya
populer dalam pemanfaatan sehariharinya
Memperkuat keterpaparan
masyarakat pada produk berbasis
OPK
Perhatian khusus pada penguatan
kurikulum muatan lokal
Pembinaan Tidak adanya dukungan regulasi
yang menjamin kelangsung budaya
tradisi dan pemajuan kebudayaan
Mendorong terciptanya regulasi
yang menjamin kelangsung
budaya tradisi dan pemajuan
kebudayaan
Perhatian khusus pada
pengesahan Perda tentang
warisan budaya
22 Kab. Sumbawa Perlindungan Kurangnya inventarisasi,
pemeliharaan dan publikasi terkait
OPK
Mendorong penyusunan acuan
umum tentang OPK yang dapat
diakses masyarakat, sosialisasi
tentang pentingya OPK di
masyarakat
Mengarah pada penyusunan buku
pedoman OPK sebagai acuan
utama masyarakat
Adanya stigma negatif terhadap
OPK Manuskrip dan Adat Istiadat
Melakukan pendekatan secara
kekeluargaan untuk adanya dialog
di antara tokoh agama, tokoh
masyarakat, maupun praktisi
supranatural
Menetralisasi stigma negatif
terhadap opk Manuskrip dan Adat
Istiadat
Pengembangan Kurangnya pengayaan keragaman
OPK yang tidak mampu
beradaptasi dengan perkembangan
modernitas
Pengkajian OPK tradisi yang
dapat diterapkan bersama dengan
teknologi modern.
Perhatian khusus diberikan pada
bahasa Samawa
Pemanfaatan Kurang termanfaatkannya OPK
bagi kalangan muda
Memperkaya muatan lokal
berbasis OPK
Sosialisasi pemanfaatan OPK di
lingkungan sekolah dan keluarga
Pembinaan Lemahnya kapasitas SDM,
lembaga kebudayaan, dan
ketiadaan regulasi terkait OPK
Mendorong terciptanya regulasi
perlindungan OPK
Mengarah pada penguatan
lembaga adat
23 Kab. Sumbawa
Barat
Perlindungan Kurangnya inventarisasi,
pemeliharaan dan publikasi terkait
OPK
Mendorong penyusunan acuan
umum tentang OPK yang dapat
diakses masyarakat, sosialisasi
tentang pentingya OPK di
masyarakat
Mengarah pada penyusunan buku
pedoman OPK sebagai acuan
utama masyarakat
13
Pengembangan Kurangnya pengayaan keragaman
OPK yang tidak mampu
beradaptasi dengan perkembangan
modernitas
Pengkajian terhadap potensi OPK
yang memiliki manfaat ekonomi
Perhatian khusus diberikan pada
Pengetahuan Tradisional
Pemanfaatan Kurang termanfaatkannya OPK
bagi kalangan muda
Memperkaya muatan lokal
berbasis OPK
Sosialisasi pemanfaatan OPK di
lingkungan sekolah dan keluarga
24 Kab. Sukamara Perlindungan Kurangnya inventarisasi,
pemeliharaan dan publikasi terkait
OPK
Mendorong penyusunan acuan
umum tentang OPK yang dapat
diakses masyarakat, sosialisasi
tentang pentingya OPK di
masyarakat
Mengarah pada penyusunan buku
pedoman OPK sebagai acuan
utama masyarakat
Pengembangan Kurangnya pengayaan keragaman
OPK yang tidak mampu
beradaptasi dengan perkembangan
modernitas
Pengkajian OPK tradisi yang
dapat diterapkan bersama dengan
teknologi modern.
Mengarah pada upaya penciptaan
aplikasi permainan tradisional
Pemanfaatan Kurang dimanfaatkannya OPK
bagi kalangan muda
Memperbanyak festival terkait
OPK dengan melibatkan kalangan
muda, dan memperkaya muatan
lokal dalam pendidikan
Sosialisasi pemanfaatan OPK di
lingkungan sekolah dan di ruang
ruang publik
Pembinaan Lemahnya kapasitas SDM,
lembaga kebudayaan, dan
ketiadaan regulasi terkait OPK
Mendorong terciptanya regulasi
perlindungan OPK
Mengarah pada penyediaan Pusat
Kegiatan Seni Budaya
25 Kab. Sukabumi Perlindungan Kurangnya inventarisasi,
pemeliharaan dan publikasi terkait
OPK
Mendorong penyusunan acuan
umum tentang OPK yang dapat
diakses masyarakat, sosialisasi
tentang pentingya OPK di
masyarakat
Mengarah pada penyusunan buku
pedoman OPK sebagai acuan
utama masyarakat
Pengembangan Kurangnya pengayaan keragaman
OPK yang tidak mampu
beradaptasi dengan perkembangan
modernitas
Pengkajian OPK tradisi yang
dapat diterapkan bersama dengan
teknologi modern, dan
bersentuhan dengan kebutuhan
generasi muda
Mengarah pada upaya
membangun ruang-ruang dialog
lintas agama dan kepercayaan
yang melibatkan kaum muda
Pemanfaatan Kurang dimanfaatkannya OPK Mereproduksi OPK untuk Mengarah pada upaya
14
untuk kepentingan pendidikan dan
pariwisata
kepentingan pendidikan dan
pariwisata
pemberdayaan ekonomi
masyarakat berbasis kebudayaan
Pembinaan Lemahnya kapasitas SDM,
lembaga kebudayaan, dan
ketiadaan regulasi terkait OPK
Mendorong terciptanya regulasi
perlindungan OPK
Mengarah pada penyediaan Pusat
Kegiatan Seni Budaya
26 Kab. Subang Perlindungan Belum optimalnya
inventarisasi dan penelusuran
secara mendalam terhadap OPK
beserta analisa konten yang
terkandung di dalamnya
Membentuk tim penyusun acuan
umum tentang OPK yang dapat
diakses masyarakat, sosialisasi
tentang pentingya OPK di
masyarakat
Mengarah pada penyusunan buku
pedoman OPK sebagai acuan
utama masyarakat
Pengembangan Kurangnya pengayaan keragaman
OPK yang tidak mampu
beradaptasi dengan perkembangan
modernitas
Memperbanyak sumber referensi
terkait OPK, berikut membangun
perpustakaan untuk ruang diskusi
OPK
Mengarah pada upaya
membangun ruang-ruang dialog
lintas generasi
Pemanfaatan Kurang dimanfaatkannya OPK
untuk kepentingan pendidikan dan
pariwisata
Mereproduksi OPK untuk
kepentingan pendidikan dan
pariwisata
Mengarah pada upaya
pemberdayaan ekonomi
masyarakat berbasis kebudayaan
Pembinaan Lemahnya kapasitas SDM,
lembaga kebudayaan, dan
ketiadaan regulasi terkait OPK
Mendorong terciptanya regulasi
perlindungan OPK
Mengarah pada penyediaan Pusat
Kegiatan Seni Budaya
Merancang program yang
representatif dalam kegiatan
pembinaan SDM OPK
27 Kab. Solok
Selatan
Perlindungan Kurangnya inventarisasi,
pemeliharaan dan publikasi terkait
OPK
Mendorong penyusunan acuan
umum tentang OPK yang dapat
diakses masyarakat, sosialisasi
tentang pentingya OPK di
masyarakat
Mengarah pada penyusunan buku
pedoman OPK sebagai acuan
utama masyarakat
Pengembangan Kurangnya pengayaan keragaman
OPK yang tidak mampu
beradaptasi dengan perkembangan
modernitas
Pengkajian OPK tradisi yang
dapat diterapkan bersama dengan
teknologi modern.
Perhatian khusus diberikan pada
pengetahuan tradisional dan
teknologi tradisional
Pemanfaatan Kurang dimanfaatkannya OPK Mereproduksi OPK untuk Mengarah pada upaya
15
untuk kepentingan pariwisata kepentingan pariwisata pemberdayaan ekonomi
masyarakat berbasis kebudayaan
Pembinaan
Lemahnya kapasitas SDM,
lembaga kebudayaan, dan
ketiadaan regulasi terkait OPK
Mendorong terciptanya regulasi
perlindungan OPK
Mengarah pada upaya paten atas
teknologi tradisional kincir air
28 Kab. Sleman Perlindungan Kurangnya inventarisasi,
pemeliharaan dan publikasi terkait
OPK
Mendorong penyusunan acuan
umum tentang OPK yang dapat
diakses masyarakat, sosialisasi
tentang pentingya OPK di
masyarakat
Mengarah pada penyusunan buku
pedoman OPK sebagai acuan
utama masyarakat
Pengembangan Kurang terorganisirnya programprogram
pengembangan baik untuk
kebutuhan pendidikan maupun
untuk pariwisata
Sinkronisasi program di antara
para pemangku kepentingan
kebudayaan agar program
pemeliharaan dan pengembangan
OPK berjalan secara sistematik
Mengarah pada upaya membuat
road map pemeliharaan dan
pengembangan OPK
Pemanfaatan Kurang terkelolanya berbagai
aktivitas ekonomi kebudayaan
Sinkronisasi program
pemberdayaan ekonomi
kebudayaan di antara para
pemangku kepentingan
Perlu adanya road map
pemberdayaan ekonomi melalui
pemanfaatan OPK
Pembinaan Terbatasnya wawasan dan
kreativitas pelaku budaya
Peningkatan keterampilan,
keahlian, dan wawasan
pelaku seni/pekerja seni, dan
pelestari budaya.
Mengarah pada upaya membuat
program-program pembinaan dan
pelatihan
29 Kab. Sintang Perlindungan Kurangnya inventarisasi,
pemeliharaan dan publikasi terkait
OPK
Mendorong penyusunan acuan
umum tentang OPK yang dapat
diakses masyarakat, sosialisasi
tentang pentingya OPK di
masyarakat
Mengarah pada penyusunan buku
pedoman OPK sebagai acuan
utama masyarakat
Pengembangan Kurangnya pengayaan keragaman
OPK yang tidak mampu
beradaptasi dengan perkembangan
modernitas
Pengkajian OPK tradisi yang
dapat diterapkan bersama dengan
teknologi modern.
Perhatian khusus diberikan pada
pengetahuan tradisional dan
teknologi tradisional
Pemanfaatan Belum dimanfaatkannya OPK Mereproduksi OPK untuk Mengarah pada upaya
16
untuk kepentingan pendidikan dan
pariwisata
kepentingan pendidikan dan
pariwisata
pemberdayaan masyarakat baik
untuk tujuan pendidikan maupun
tujuan ekonomi
Pembinaan Lemahnya kapasitas SDM,
lembaga kebudayaan, dan
ketiadaan regulasi terkait OPK
Mendorong terciptanya regulasi
perlindungan OPK
Mengarah pada upaya paten atas
teknologi tradisional kincir air
30 Kab. Sijunjung Perlindungan Kurangnya inventarisasi,
pemeliharaan dan publikasi terkait
OPK, berikut kurangnya anggaran
pemerintah terhadap kebudayaan
Mendorong penyusunan acuan
umum tentang OPK yang dapat
diakses masyarakat, sosialisasi
tentang pentingya OPK di
masyarakat
Mengarah pada penyusunan buku
pedoman OPK sebagai acuan
utama masyarakat
Pengembangan Kurangnya pengayaan keragaman
OPK yang tidak mampu
beradaptasi dengan perkembangan
modernitas, dan kurangnya
perhatian pemerintah terhadap
masalah ini.
Pengkajian OPK tradisi yang
dapat diterapkan bersama dengan
teknologi modern.
Perhatian khusus diberikan pada
pengetahuan tradisional dan
teknologi tradisional
Pemanfaatan Belum dimanfaatkannya OPK
untuk kepentingan pendidikan dan
pariwisata, berikut pengalokasian
anggaran untuk pembangunan
fasilitas kebudayaan
Mereproduksi OPK untuk
kepentingan pendidikan dan
pariwisata
Mengarah pada upaya
pemberdayaan masyarakat baik
untuk tujuan pendidikan maupun
tujuan ekonomi
Pembinaan Lemahnya kapasitas SDM,
lembaga kebudayaan, dan
ketiadaan regulasi terkait OPK
Mendorong terciptanya regulasi
perlindungan OPK
31 Kab. Sidenreng
Rapang
Perlindungan Kurangnya inventarisasi,
pemeliharaan dan publikasi terkait
OPK, berikut kurangnya anggaran
pemerintah terhadap kebudayaan
Mendorong penyusunan acuan
umum tentang OPK yang dapat
diakses masyarakat, sosialisasi
tentang pentingya OPK di
masyarakat
Mengarah pada penyusunan buku
pedoman OPK sebagai acuan
utama masyarakat
Pengembangan Kurangnya pengayaan keragaman
OPK yang tidak mampu
beradaptasi dengan perkembangan
Pengkajian OPK tradisi yang
dapat diterapkan bersama dengan
teknologi modern.
Perhatian khusus diberikan pada
bahasa dan aksara Bugis
17
modernitas
Pemanfaatan Kurang termanfaatkannya OPK
bagi kalangan muda
Memperkaya muatan lokal
berbasis OPK
Sosialisasi pemanfaatan OPK di
lingkungan sekolah dan keluarga
Pembinaan Lemahnya kapasitas SDM,
lembaga kebudayaan, dan
ketiadaan regulasi terkait OPK
Mendorong terciptanya regulasi
perlindungan OPK
Mengarah pada penguatan
lembaga adat
32 Kab. Sarmi Perlindungan Kurangnya inventarisasi,
pemeliharaan dan publikasi terkait
OPK, berikut kurangnya anggaran
pemerintah terhadap kebudayaan
Mendorong penyusunan acuan
umum tentang OPK yang dapat
diakses masyarakat, sosialisasi
tentang pentingya OPK di
masyarakat
Mengarah pada penyusunan buku
pedoman OPK sebagai acuan
utama masyarakat
Pengembangan Kurangnya fasilitas pengembangan
budaya daerah
Penyediaan fasilitas
pengembangan budaya daerah
Pemanfaatan Belum dimanfaatkannya OPK
untuk kepentingan pendidikan
Menyelenggarakan festivalfestival
budaya untuk kepentingan
pendidikan
Mengarah pada upaya
pemberdayaan masyarakat untuk
tujuan pendidikan
Pembinaan Lemahnya kapasitas SDM,
lembaga kebudayaan, dan
ketiadaan regulasi terkait OPK
Mendorong terciptanya regulasi
perlindungan OPK
33 Kab. Samosir Perlindungan Kurangnya inventarisasi,
pemeliharaan dan publikasi terkait
OPK
Menyusun program inventarisasi
dan dokumentasi OPK
Mengarah pada pembentukan
sistem data OPK
Pengembangan Belum adanya upaya untuk
mengkaji OPK, baik untuk tujuan
pendidikan maupun tujuan
ekonomi
Menyusun program-program
kajian dan penerjemahan konten
OPK agar bersesuaian dengan
kebutuhan generasi muda
Mengarah pada upaya
memperluas akses masyarakat
pada OPK
Pemanfaatan Belum adanya perhatian
pemerintah terhadap para pelaku
budaya
Menyusun program
pemberdayaan ekonomi bagi para
pelaku budaya
Mengarah pada upaya fasilitasi
pemerintah untuk pelaku budaya
berikut sarana prasarana
kebudayaan
Pembinaan Lemahnya kapasitas SDM,
lembaga kebudayaan, dan
ketiadaan regulasi terkait OPK
Menyusun program fasilitasi
Workshop, lokakarya, dan
pembinaan melalui sanggar-
Mengarah pada upaya
membangun kebudayaan daerah
18
sanggar.
34 Kota Tidore
Kepulauan
Perlindungan Kurangnya inventarisasi,
pemeliharaan dan publikasi terkait
OPK
Mendorong penyusunan acuan
umum tentang OPK yang dapat
diakses masyarakat, sosialisasi
tentang pentingya OPK di
masyarakat
Mengarah pada penyusunan buku
pedoman OPK sebagai acuan
utama masyarakat
Pengembangan Kurangnya pengayaan keragaman
OPK yang tidak mampu
beradaptasi dengan perkembangan
modernitas
Pengkajian OPK tradisi yang
dapat diterapkan bersama dengan
teknologi modern.
Perhatian khusus diberikan pada
adat istiadat Tidore
Pemanfaatan Kurang termanfaatkannya OPK
bagi kalangan muda
Memperkaya muatan lokal
berbasis OPK
Sosialisasi pemanfaatan OPK di
lingkungan sekolah dan keluarga
Pembinaan Lemahnya kapasitas SDM,
lembaga kebudayaan, dan
ketiadaan regulasi terkait OPK
Mendorong terciptanya regulasi
perlindungan OPK
Mengarah pada penguatan
lembaga adat
35 Kab. Penajam
Paser Utara
Perlindungan Kurangnya inventarisasi,
pemeliharaan dan publikasi terkait
OPK
Mendorong penyusunan acuan
umum tentang OPK yang dapat
diakses masyarakat, sosialisasi
tentang pentingya OPK di
masyarakat
Mengarah pada penyusunan buku
pedoman OPK sebagai acuan
utama masyarakat
Pengembangan Kurangnya pengayaan keragaman
OPK yang tidak mampu
beradaptasi dengan perkembangan
modernitas
Pengkajian OPK tradisi yang
dapat diterapkan bersama dengan
teknologi modern.
Perhatian khusus diberikan pada
adat istiadat Tidore
Pemanfaatan Kurang termanfaatkannya OPK
bagi kalangan muda
Memperkaya muatan lokal
berbasis OPK
Sosialisasi pemanfaatan OPK di
lingkungan sekolah dan keluarga
Pembinaan Lemahnya kapasitas SDM,
lembaga kebudayaan, dan
ketiadaan regulasi terkait OPK
Mendorong terciptanya regulasi
perlindungan OPK
Mengarah pada penguatan
lembaga adat
36 Kab. Pemalang Perlindungan Kurangnya inventarisasi,
pemeliharaan dan publikasi terkait
OPK
Mendorong penyusunan acuan
umum tentang OPK yang dapat
diakses masyarakat, sosialisasi
tentang pentingya OPK di
Mengarah pada penyusunan buku
pedoman OPK sebagai acuan
utama masyarakat
19
masyarakat
Pengembangan Kurangnya pengayaan keragaman
OPK yang tidak mampu
beradaptasi dengan perkembangan
modernitas
Pengkajian OPK tradisi yang
dapat diterapkan bersama dengan
teknologi modern.
Perhatian khusus diberikan pada
adat istiadat Tidore
Pemanfaatan Kurang termanfaatkannya OPK
bagi kalangan muda
Memperkaya muatan lokal
berbasis OPK
Sosialisasi pemanfaatan OPK di
lingkungan sekolah dan keluarga
Pembinaan Lemahnya kapasitas SDM,
lembaga kebudayaan, dan
ketiadaan regulasi terkait OPK
Mendorong terciptanya regulasi
perlindungan OPK
Mengarah pada penguatan
lembaga adat
37 Kab. Pati Perlindungan Kurangnya inventarisasi,
pemeliharaan dan publikasi terkait
OPK
Mendorong penyusunan acuan
umum tentang OPK yang dapat
diakses masyarakat, sosialisasi
tentang pentingya OPK di
masyarakat
Mengarah pada penyusunan buku
pedoman OPK sebagai acuan
utama masyarakat
Pengembangan Kurangnya pengayaan keragaman
OPK yang tidak mampu
beradaptasi dengan perkembangan
modernitas
Pengkajian OPK tradisi yang
dapat diterapkan bersama dengan
teknologi modern.
Pemanfaatan Kurang termanfaatkannya OPK
bagi kalangan muda
Memperkaya muatan lokal
berbasis OPK
Sosialisasi pemanfaatan OPK di
lingkungan sekolah dan keluarga
Pembinaan Lemahnya kapasitas SDM,
lembaga kebudayaan, dan
ketiadaan regulasi terkait OPK
Mendorong terciptanya regulasi
perlindungan OPK
38 Kab. Pangandaran Perlindungan Kurangnya inventarisasi,
pemeliharaan dan publikasi terkait
OPK
Mendorong penyusunan acuan
umum tentang OPK yang dapat
diakses masyarakat, sosialisasi
tentang pentingya OPK di
masyarakat
Mengarah pada penyusunan
sistem data OPK
Pengembangan Kurangnya pengayaan keragaman
OPK yang tidak mampu
beradaptasi dengan perkembangan
modernitas
Pengkajian OPK tradisi yang
dapat diterapkan bersama dengan
teknologi modern.
20
Pemanfaatan Kurang termanfaatkannya OPK
bagi kalangan muda
Memperkaya muatan lokal
berbasis OPK
Sosialisasi pemanfaatan OPK di
lingkungan sekolah dan keluarga
Pembinaan Lemahnya kapasitas SDM,
lembaga kebudayaan, dan
ketiadaan regulasi terkait OPK
Mendorong terciptanya regulasi
perlindungan OPK
Mengarah pada penguatan
Lembaga Adat
39 Kab. Padang
Pariaman
Perlindungan Kurangnya inventarisasi,
pemeliharaan dan publikasi terkait
OPK
Mendorong penyusunan acuan
umum tentang OPK yang dapat
diakses masyarakat, sosialisasi
tentang pentingya OPK di
masyarakat
Mengarah pada penyusunan
sistem data OPK, berikut
pembuatan referensi visual untuk
sosialisasi OPK
Pengembangan Kurangnya pengayaan keragaman
OPK yang tidak mampu
beradaptasi dengan perkembangan
modernitas
Pengkajian OPK tradisi yang
dapat diterapkan bersama dengan
teknologi modern.
Mengarah pada pembuatan
aplikasi digital untuk OPK
Permainan Rakyat
Pemanfaatan Kurang termanfaatkannya OPK
bagi kalangan muda
Memperkaya muatan lokal
berbasis OPK, berikut
penyelenggaraan festival-festial
budaya
Sosialisasi pemanfaatan OPK di
lingkungan sekolah, keluarga,
dan publik.
Pembinaan Lemahnya kapasitas SDM,
lembaga kebudayaan, dan
ketiadaan regulasi terkait OPK
Mendorong terciptanya regulasi
perlindungan OPK
40 Kab. Nganjuk Perlindungan Kurangnya inventarisasi,
pemeliharaan dan publikasi terkait
OPK
Membentuk tim riset untuk
inventarisasi dan publikasi OPK
Mengarah pada penyusunan
sistem data OPK
Pengembangan Kurangnya pengayaan keragaman
OPK yang tidak mampu
beradaptasi dengan perkembangan
modernitas
Populerisasi OPK melalui media
publikasi yang dekat dengan
generasi muda
Mengarah pada upaya
membangun ruang ruang dialog
publik terkait OPK Tradisi
Membangun wacana publik
tentang OPK yang dianggap tabu
atau yang memiliki stigma negatif
Pemanfaatan Kurang termanfaatkannya OPK
bagi kalangan muda
Memperkaya muatan lokal
berbasis OPK
Sosialisasi pemanfaatan OPK di
lingkungan sekolah dan keluarga
21
Pembinaan Lemahnya kapasitas SDM,
lembaga kebudayaan, dan
ketiadaan regulasi terkait OPK
Mendorong terciptanya regulasi
perlindungan OPK
Mengarah pada pelibatan semua
pemangku kepentingan
kebudayaan
Mendorong adanya pelatihan
ketrampilan pembuatan OPK
kepada generasi muda
41 Kab. Ngada Perlindungan Kurangnya inventarisasi,
pemeliharaan dan publikasi terkait
OPK
Mendorong penyusunan acuan
umum tentang OPK yang dapat
diakses masyarakat, sosialisasi
tentang pentingya OPK di
masyarakat
Mengarah pada penyusunan buku
pedoman OPK sebagai acuan
utama masyarakat
Pengembangan Kurangnya pengayaan keragaman
OPK yang tidak mampu
beradaptasi dengan perkembangan
modernitas
Pengkajian potensi OPK tradisi
yang dapat diterapkan bersama
dengan teknologi modern, guna
peningkatan kualitas OPK
Perhatian khusus diberikan pada
OPK Pengetahuan Tradisional,
Teknologi Tradisional dan
Permainan Rakyat
Pemanfaatan Kurang termanfaatkannya OPK
bagi kalangan muda
Memperkaya muatan lokal
berbasis OPK, berikut
penyelenggaraan festival-festial
budaya
Sosialisasi pemanfaatan OPK di
lingkungan sekolah, keluarga,
dan publik.
Pembinaan Lemahnya kapasitas SDM,
lembaga kebudayaan, dan
ketiadaan regulasi terkait OPK
Mendorong terciptanya regulasi
perlindungan OPK
Mengarah pada pembentukan
lembaga SDM Kebudayaan
42 Kab. Muna Perlindungan Kurangnya inventarisasi,
pemeliharaan dan publikasi terkait
OPK
Mendorong penyusunan acuan
umum tentang OPK yang dapat
diakses masyarakat, sosialisasi
tentang pentingya OPK di
masyarakat
Mengarah pada penyusunan buku
pedoman OPK sebagai acuan
utama masyarakat
Pengembangan Kurangnya pengayaan keragaman
OPK yang tidak mampu
beradaptasi dengan perkembangan
modernitas
Pengkajian OPK tradisi yang
dapat diterapkan bersama dengan
teknologi modern.
Perhatian khusus diberikan pada
OPK Seni
Pemanfaatan Kurang termanfaatkannya OPK
bagi kalangan muda
Memperkaya muatan lokal
berbasis OPK
Sosialisasi pemanfaatan OPK di
lingkungan sekolah dan keluarga
22
Pembinaan Lemahnya kapasitas SDM,
lembaga kebudayaan, dan
ketiadaan regulasi terkait OPK
Mendorong terciptanya regulasi
perlindungan OPK
Mengarah pada penguatan
lembaga adat dan komunitas
budaya
43 Kab. Mempawah Pelindungan Kurangnya inventarisasi,
pemeliharaan, pengamanan, dan
publikasi terkait OPK dan CB serta
pelestarian OPK dan CB terhalang
oleh modernisasi.
Mendorong upaya-upaya
inventarisasi, pemeliharaan,
pengamanan, dan publikasi terkait
OPK dan CB yang sistematis dan
tepat sasaran serta mendorong
nilai-nilai positif OPK dan CB
yang bermanfaat tidak hanya
untuk kehidupan hari ini tetapi
juga di masa mendatang.
Perhatian khusus perlu diberikan
kepada OPK dan CB yang
dianggap terhalang pelestariannya
oleh arus modernisasi.
Pengembangan Kurangnya pengetahuan dan minat
masyarakat akan OPK dan CB
akibat arus modernisasi;
Kurangnya sarana dan prasarana
penunjang bagi OPK dan CB
Mendorong pengembangan studi,
reaktualisasi dan penyebarluasan
pengetahuan OPK dan CB
melalui pendidikan; Mendorong
munculnya sarana dan prasarana
penunjang OPK dan CB.
Perhatian khusus pengembangan
OPK dan CB didorong melalui
integrasi pendidikan perihal OPK
dan CB melalui kurikulum
sekolah (muatan lokal) yang
mana bisa dilakukan dengan baik
melalui kerjasama Perguruan
Tinggi, Lembaga Adat,
Komunitas Budaya, serta
Pemerintah Daerah dan
pemangku kepentingan lainnya
Pemanfaatan – – –
Pembinaan Belum banyaknya lembaga khusus
yang mewadahi OPK dan CB. Jika
pun ada, peran dan kapasitasnya
sangat lemah; Berkurangnya
jumlah pegiat dan pelaku OPK dan
CB; Minimnya pemahaman,
pengetahuan serta skill generasi
muda di Kabupaten Mempawah
terkait OPK dan CB.
Mendorong pembektukkan
lembaga yang mewadahi OPK
dan CB dan memperkuat peran
dan kapasitas lembaga yang
sudah ada; Upaya regenerasi
dalam rangka pelestarian OPK
dan CB; Mengintegrasikan OPK
dan CB di dalam pendidikan
sekolah (muatan lokal).
Perhatian khusus perlu diberikan
pada regenerasi pelaku dan ahli
bidang OPK dan CB; terkhusus
pada seni tradisional.
23
44 Kab. Majalengka Pelindungan
Kurangnya upaya inventarisasi,
pemeliharaan, pengamanan dan
publikasi bagi OPK dan CB yang
juga disebabkan oleh
modernisasi; Pengamanan atas
OPK dan CB dari pemerintah
dalam bentuk produk hukum pun
masih kurang.
Memperkuat dan memperluas
upaya inventarisasi,
pemeliharaan, pengamanan,
dan publikasi OPK dan CB
serta mendorong terbitnya
produk hukum terkait
pengamanan OPK dan CB.
Perlu diberi perhatian khusus
terhadap OPK dan CB yang
mulai hilang lantaran modernisasi
dan atau terbentur nilai agama.
Pengembangan
Minat dan perhatian yang
semakin menipis di kalangan
anak sekolah dan masyarakat
pada OPK dan CB serta
kurangnya sarana dan prasarana
yang menunjang OPK dan CB.
Mengadakan sosialisasi yang
berkala melalui pelbagai kegiatan
dalam rangka memperkuat dan
memperluas pemahaman atas
OPK dan CB baik di tengah
masyarakat mau pun di kalangan
sekolah.
Perlu diberi perhatian khusus
pengembangan dalam hal
sosialisasi di bidang pendidikan,
terkhusus menyasar anak sekolah.
Pemanfaatan Semakin jarangnya pemanfaatan
OPK dan CB yang sesungguhnya
memuat nilai-nilai yang baik di
kalangan pendidikan
Mengintegrasikan nilai-nilai yang
terkandung di dalam OPK dan CB
di dalam pendidikan demi
membangun karakter berbasis
kebudayaan.
Bagian pemanfaatan ini lebih
condong pada pemanfaatan OPK
dan CB di dalam konteks muatan
lokal demi menunjang karakter
siswa.
Pembinaan
Semakin berkurangnya para
pelaku dan yang memahami
perihal OPK serta CB yang
seiring sejalan dengan lemanya
kecintaan dan upaya pelestarian
OPK dan CB di kalangan
masyarakat.
Mendorong upaya reaktualisasi
dan regenerasi para pelaku
OPK dan CB .
Perhatian perlu diberikan kepada
upaya regenerasi bagi para pelaku
OPK dan CB yang jumlahnya
semakin menipis.
45 Kab. Lumajang Pelindungan Kurangnya inventarisasi dan
pencatatan atas OPK dan CB yang
seiring dengan kurangnya
regenerasi pelaku OPK dan CB.
Mendorong upaya pencatatan dan
inventarisasi yang serius atas
OPK dan CB serta upaya
regenerasi yang serius terhadap
Adanya penekanan khusus pada
pembentukan tim ahli Cagar
Budaya Kabupaten Lumajang.
24
para pelaku OPK dan CB.
Pengembangan Minimnya pengetahuan dan
apresiasi pada OPK dan CB serta
pengembangan yang ke luar dari
pakem dari beberapa OPK dan CB.
Mendorong upaya
penyebarluasan pengetahuan
seputar OPK dan CB di kalangan
masyarakat baik melalui teks,
pembangunan ruang-ruang
apresiasi, sekolah, maupun
festival berkala.
Adanya penekanan pada hendak
menjadikan Tari Godril sebagai
ikon serta musik dangdut klasik
sebagai Warisan Budaya Tak
Benda kabupaten.
Pemanfaatan Semakin kurangnya pelaku OPK
lantaran kurangnya pemanfaatan
pada OPK dimaksud, sehingga
menggantungkan diri pada profesi
tersebut tidak menguntungkan
secara ekonomi.
Mendorong pemanfaatan yang
lebih meluas atas OPK baik
melalui event atau pun
pendidikan demi meningkatkan
nilai-nilai karakter pada siswa
sekaligus juga mendorong
perbaikan ekonomi para pelaku
OPK.
Penekanan pada pemanfaatan
ludruk sebagai edukasi serta
peningkatan ekonomi pengrajin
layang-layang melalui event
layang-layang yang reguler
Pembinaan Minimnya generasi yang mau
melanjutkan kerja-kerja seputar
OPK dan CB.
Mendorong upaya yang lebih
sistematis pada regenerasi
terkhusus pada OPK yang
pelakunya sudah semakin langka.
Penekanan pada pelatihan intensif
pada generasi muda.
46 Kab. Lombok
Barat
Pelindungan Keamanan OPK dan CB
mengkhawatirkan serta para pelaku
OPK dan CB semakin berkurang.
Mendorong pemerintah untuk
merancang upaya pelestarian dan
penyelamatan OPK dan CB serta
upaya regenerasi pelaku melalui
pembentukan dan penguatan
lembaga terkait OPK dan CB.
Penekanan pada komunikasi dan
peran Dewan Kesenian Daerah
sebagai mitra pemerintah dalam
upaya perlindungan ini.
Pengembangan Semakin berkurangnya para
pengakses dan pencinta OPK dan
CB.
Mendorong OPK dan CB sebagai
bagian dari kurikulum pendidikan
sekolah serta sosialisasi di
masyarakat melalui event-event
yang berhubungan dengan OPK.
Penekanan pada penguatan OPK
dan CB melalui muatan lokal di
sekolah-sekolah yang ditetapkan
melalui regulasi pemerintah.
Pemanfaatan OPK dan CB kalah bersaing
dengan hal-hal yang bersifat
Mendorong pemerintah untuk
menjadikan OPK dan CB sebagai
Penekanan lebih ditujukan pada
Teknologi Tradisional sebagai
25
modern yang menjadi
penggantinya di tengah
masyarakat.
agenda pariwisata. agenda pariwisata.
Pembinaan Minimnya para pelaku dan
ketertarikan generasi muda pada
OPK dan CB yang semakin
menipis.
Mendorong kerja sama dan
penguatan kapasitas lembaga
terkait seperti Dewan Kesenian
Daerah dan atau Dewan
Kebudayaan.
–
47 Kab. Lingga Pelindungan Kurangnya upaya pengamanan,
pendataan, dan revitalisasi terhadap
OPK dan CB.
Mendorong upaya revitalisasi,
pengamanan, penyelamatan dan
pendataan terhadap OPK dan CB
disertai dengan produk hukum
pelindungan atasnya.
Penekanan pada upaya
revitalisasi terhadap lingkungan
penunjang OPK dan CB.
Pengembangan Kurangnya pemahaman, kajian,
pendidikan, dan event masyarakat
atas OPK dan CB.
Mendorong pendidikan, kajian,
pengadaan even, eksplorasi baru
berhubungan dengan OPK dan
CB.
Penekanan pada kurikulum
muatan lokal dan pembangunan
Sekolah Menengah Seni.
Pemanfaatan Belum ada program terencana
dalam konteks perekonomian dan
kurangnya institusi serta sentra
terpadu terkait OPK dan CB.
Mendorong program terencana
dalam konteks perekonomian dan
institusi serta membangun sentra
terpadu terkait OPK dan CB
untuk meningkatkan keperluan
akademik dan menunjang
pariwisata.
Penekanan pada pembangunan
sentra terpadu OPK yang bisa
dimanfaatkan sebagai salah satu
destinasi pariwisata.
Pembinaan Belum ada wadah; Kerjasama
dengan stakeholder yang kurang;
Tidak adanya ahli di bidang OPK
dan CB serta lembaga yang ada
belumlah kuat.
Mendorong penciptaan wadah;
memfasilitasi kerjasama antar
stakeholder; serta fasilitasi untuk
menghasilkan para ahli, dan
penguatan lembaga yang ada
terkait OPK dan CB.
Penekanan pada beasiswa bagi
putra daerah agar menjadi ahli di
bidang OPK dan CB serta
penguatan Lembaga Adat
Melayu.
48 Kab. Lanny Jaya Pelindungan Kurangnya upaya inventarisasi
yang berjalan bersama dengan
semakin menipisnya perhatian
Mendorong penganggaran yang
lebih baik pada permasalahan
OPK dan CB sehingga bisa
26
masyarakat pada OPK dan CB
serta penganggaran yang minim
pada urusan OPK dan CB.
mendorong adanya upaya
inventarisasi yang lebih baik.
Pengembangan Semakin menipisnya perhatian
generasi muda terhadap OPK dan
CB.
Mendorong upaya integrasi OPK
dan CB ke dalam kurikulum
pendidikan melalui Muatan
Lokal.
Pemanfaatan – – –
Pembinaan Kurangnya perhatian pada para
pelaku dan ahli di bidang OPK dan
CB yang jumlahnya pun tidak bisa
dikatakan banyak.
Mendorong upaya regenerasi dan
pendampingan serta penguatan
pada para pelaku dan ahli di
bidang OPK dan CB.
49 Kab. Landak Pelindungan Kurangnya pemeliharaan, perhatian
masyarakat, serta kurangnya biaya
dalam konteks OPK dan CB.
Perlu diadakan pendataan dan
pemetaan terhadap OPK dan CB
yang lebih konprehensif, perlu
dibuat Perda terkait OPK dan CB.
Pendorongan terhadap
konsentrasi pendataan dan
pemetaan yang lebih
konprehensif atas OPK dan CB
perlu menjadi perhatian.
Pengembangan Kurangnya biaya dan perhatian dari
Pemerintah Daerah; Kurangnya
sarana dan prasarana; Serta belum
adanya mata pelajaran pendidikan
terkait OPK dan CB di satuan
pendidikan.
Mendorong politik penganggaran
terkait OPK dan CB yang lebih
baik; Penyediaan sarana dan
prasarana terkait OPK dan CB;
Mendorong muatan lokal perihal
OPK dan CB di satuan
pendidikan.
Perhatian utama perlu diberikan
kepada infrastruktur jalan menuju
CB sehingga pengembangan bisa
dilakukan lebih baik.
Pemanfaatan – – –
Pembinaan Kurangnya biaya pembinaan
terhadap SDM yang menandakan
kurangnya perhatian Pemerintah
Daerah terhadap para pelaku
bidang OPK dan CB; Tidak adanya
kerjasama yang baik antara
pemerintah dengan para pelaku
Mendorong pembiayaan serta
perhatian pemerintah pada
pembinaan atas SDM terkait OPK
dan CB; Mendorong kerjasama
yang baik antara pemerintah
dengan pelaku di bidang OPK dan
CB serta stakeholder lainnya.
Perhatian utama pada kerjasama
yang baik antara pemerintah dan
pelaku OPK dan CB serta
stakeholder lainnya.
27
OPK dan CB serta stakeholder
lainnya.
50 Kab. Kayong
Utara
Pelindungan Belum adanya regulasi, upaya
pendokumentasian, penyebaran
informasi terkait OPK dan CB.
Mendorong pembuatan regulasi
terkait OPK dan CB serta
mendorong inventarisasi dan
penyebaran informasi terkait OPK
dan CB.
Penekanan pada regulasi hukum
yang memayungi OPK dan CB.
Pengembangan Belum ada sarana dan prasarana
yang memadai, jarangnya even,
serta kurangnya perhatian anak
muda terhadap masalah terkait
OPK dan CB.
Mendorong pembangunan sarana
dan prasarana OPK dan CB;
Mendorong terselenggaranya
even-even OPK dan CB yang
baik dan reguler;
Mengintegrasikan perihal OPK
dan CB ke dalam kurikulum
sekolah; Mendorong kajian yang
lebih mendalam terkait OPK dan
CB.
Penekanan pada pembelajaran
musik senggayong di sekolah
serta rekomendasi mendirikan
Sekolah Menengah Seni sebagai
peningkatan SDM perlu
diperhatikan.
Pemanfaatan Melemahnya nilai-nilai di dalam
OPK dan CB akibat pengaruh
negatif yang berkembang di
masyarakat serta lemahnya
pemanfaatan OPK dan CB
meskipun daerah kaya dengan itu.
Mendorong OPK dan CB menjadi
bagian dari pendidikan demi
meningkatkan karakter
masyarakat serta mengupayakan
pemanfaatan OPK dan CB
sebagai destinasi wisata.
Penekanan pada warisan sejarah
dan cagar dari Kerajaan Sukadana
dan Kerajaan Simpang yang ada
di dalam wilayah kabupaten.
Pembinaan Kurangnya kerjasama lembaga
adat, komunitas seni budaya, dan
masyarakat dalam upaya pemajuan
OPK dan CB.
Mendorong kerjasama lembaga
adat, komunitas seni budaya, dan
masyarakat dalam pemajuan OPK
dan CB.
51 Kab. Kaur Pelindungan Lemahnya pendataan dan juga
pengetahuan dan perhatian
masyarakat seputar OKP dan CB
akibat modernitas ditambah dengan
semakin sedikit dan berusia
lanjutnya para pelaku OPK.
Mendorong upaya pendataanpendokumentasian
yang lebih
sistematis serta sosialisasi yang
gencar, termasuk sosialisasi
perihal ketidakberbenturannya
ritus dan agama, atas OPK dan
Regenerasi pelaku sangat
ditekankan dan perlu diperhatikan
perihal ritus yang terancam punah
akibat berbenturan dengan
agama.
28
CB.
Pengembangan Jumlah pelaku OPK dan CB ratarata
berusia lanjut dan semakin
berkurang serta hilangnya rasa
cinta masyarakat dan generasi
muda terhadap OPK dan CB.
Mendorong terintegrasinya OPK
dan CB di dalam kurikulum
sekolah serta sosialisasi yang
lebih gencar dan menarik
perhatian tentang OPK dan CB
pada generasi muda.
Penekanan pada Tari Kuntau,
Tari Dewa Sembilan, dan Tari
Dundang yang perlu diupayakan
diajarkan di sekolah-sekolah.
Pemanfaatan Meski pun kaya dan berpotensi
OPK yang ada di daerah, tetapi
upaya pemanfaatannya masih
sangat kurang.
Mendorong pemanfaatan OPK
yang sesungguhnya bisa
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dalam bidang
ekonomi dan kesehatan.
Penekanan pada pemanfaatan
masakan tradisional sebagai
wisata kuliner yang sehat dan
bergizi.
Pembinaan Para pelaku berusia lanjut dan
berjumlah sedikit diiringi dengan
lunturnya rasa cinta generasi muda
pada OPK dan CB.
Mendorong adanya programprogram
regenerasi yang
sistematis dengan bantuan dana
yang signifikan pada sanggarsanggar
seni budaya yang ada.
Keadaan sanggar-sanggar yang
hidup enggan mati tak mau perlu
segera diberdayakan.
52 Kab. Katingan Pelindungan Belum teridentifikasi dan
terdokumentasi secara
komprehensipnya OPK dan CB;
SDM dari OPK dan CB yang masih
kurang akibat modernitas; Serta
kurangnya pelindungan hukum
terhadap OPK dan CB.
Mendorong identivikasi,
pendokumentasian yang
komprehensif terhadap OPK dan
CB; Melakukan restrukturisasi
secara fill-in budaya lokal dengan
nilai ajaran agama dalam konteks
ritus dan adat istiadat;
Mengidupkan kembali ekosistem
OPK; Mendorong pelindungan
hukum bagi OPK dan CB.
Perlu diperhatikan secara serius
beberapa adat istiadat dan ritus
yang pelestariannya terhalang
pandangan religiusitas sosial
yang menganggapnya sebagai
animisme dinamisme serta
rekomendasi perihal
pembentukan tim identifikasi,
dokumentasi, dan validasi OPK
dan CB.
Pengembangan Semakin kurangnya pemahaman
masyarakat serta kurangnya
ketertarikan generasi muda yang
juga berdampak langsung pada
regenerasi pelaku OPK dan CB
yang lemah; Kurangnya pengkajian
Mendorong terintegrasinya OPK
dan CB di dalam kurikulum
sekolah; Mendorong pengkajian
nilai-nilai dan relevansi OPK dan
CB untuk kehidupan masa kini
serta ketidakbermasalahannya di
Perlu penekanan kegiatan
sosialisasi perihal tidak
bertentangannya OPK serta CB
dengan agama.
29
yang menunjukkan nilai-nilai baik
serta relevansi OPK dan CB saat
ini; Dan kurangnya sarana
prasarana untuk OPK dan CB.
hadapan agama; Pembangunan
sarana dan prasarana OPK dan
CB.
Pemanfaatan Sudah ada Surat Keputusan Bupati
perihal zona kreatif dan destinasi
pariwisata, kesenian, cagar budaya
dan suku bangsa yang perlu
ditekankan pelaksanaannya.
Pelaksanaan yang lebih
menyeluruh atas Surat Keputusan
Bupati Katingan Nomor
430/L95/KPTSIIll/2016 tentang
Penetapan Zona Kreatif dan
Destinasi Pariwisata, Kesenian,
Cagar Budaya dan Suku Bangsa
di Wilayah Kabupaten Katingan.
Pembinaan Kurangnya regenerasi di tengah
pelaku OPK yang semakin berusia
tua dan semakin sedikit serta
kurang ada kerjasama antara
pelaku, lembaga, dan pemerintah
serta stakeholder di bidang OPK
dan CB.
Penguatan tenaga SDM setiap
OPK melalui pelatihan,
pembinaan, dan
pengembangan, baik secara
formal maupun informal;
Mendorong kerjasama dengan
pelaku, lembaga, pemerintah dan
stakeholder lainnya.
Regenerasi perlu menjadi
perhatian yang serius.
53 Kab. Karawang Pelindungan Memudarnya OPK dan CB akibat
modernisasi dan industrialisasi;
OPK dan CB yang tersisa kurang
dipahami masyarakat; Beberapa
OPK (ritus dan adat istiadat) upaya
penyelamatannya berbenturan
dengan agama; Kurangnya
pendataan dan pendokumentasian
atas OPK dan CB; Belum
optimalnya perlindungan hukum
terhadap OPK dan CB .
Mendorong pendataan dan
pendokumentasian OPK dan CB;
Sosialisasi OPK dan CB yang
lebih luas kepada masyarakat;
Mendorong perlindungan hukum
terhadap OPK dan CB;
Mendorong
revitalisasi OPK.
Perlu diberi perhatian perihal
OPK yang berbenturan dengan
nilai agama sehingga bisa ada
pelestarian yang lebih baik.
Pengembangan Semakin jarangnya SDM dan
masyarakat pendukung OPK dan
CB; Minimnya sarana dan
Mendorong terintegrasinya OPK
dan CB di dalam pendidikan
(muatan lokal); Mendorong
Perlu ditekankan perihal
terintegrasinya OPK di dalam
muatan lokal serta Perda perihal
30
prasarana serta ruang publik untuk
apresiasi OPK; Masih kurang
pemahaman pada OPK dan CB;
Minimnya apresiasi masyarakat
pada OPK dan CB.
tersedianya sarana dan prasarana,
ruang publik yang menunjang
OPK dan CB; Mendorong adanya
pengkajian yang lebih
konprehensif pada OPK dan CB;
Memperbanyak event dan
kegiatan untuk meningkatkan
apresiasi atas OPK dan CB.
Kesenian Daerah yang mesti
diperkuat penerapannya.
Pemanfaatan Lemahnya pengorganisasian
potensi OPK yang bisa dijadikan
sebagai strategi pariwisata dan
ekonomi kreatif; Minimnya
penyampaian nilai-nilai yang ada di
dalam OPK dan CB bagi kalangan
muda.
Mendorong pengorganisasian
potensi OPK yang bisa
menunjang pariwisata dan
ekonomi kreatif; Penggunaan
OPK di dalam pendidikan karena
nilai-nilainya sangat baik untuk
pendidikan karakter.
Perihal ekonomi kreatif dan
pariwisata perlu menjadi
perhatian lantaran potensi yang
ada di dalam OPK dan CB sangat
memungkinkan untuk itu.
Pembinaan Mulai berkurangnya para pelaku
OPK yang diperparah dengan
informasi dan pengetahuan para
pelaku OPK dan CB itu sendiri
yang masih lemah.
Mendorong upaya regenerasi
yang seiring sejalan dengan
peningkatan kapasitas SDM di
bidang OPK dan CB.
Perlu mendapat perhatian yang
serius perihal regenerasi ini.
54 Kab. Karangasem Pelindungan Minimnya pendokumentasian,
pengamanan, pemahaman,
apresiasi terhadap OPK dan CB.
Mendorong inventarisasi,
pendokumentasian, pengamanan,
serta publikasi yang lebih meluas
perihal OPK dan CB serta
rekonstruksi pada OPK yang
sudah punah.
Penekanan pada pemajuan
Tradisi Lisan terkhusus pada
Tradisi Mesatua.
Pengembangan Masyarakat semakin meninggalkan
penggunaan dan pemanfaatan OPK
dan CB; Kurangnya sarana dan
prasarana serta ruang publik yang
menunjang OPK dan CB; Apresiasi
atas OPK yang semakin menipis di
tengah masyarakat.
Mendorong integrasi OPK dan
CB di dalam pendidikan melalui
muatan lokal; Membangun dan
menambah sarana dan prasarana
serta ruang publik yang
menunjang OPK dan CB;
Memperbanyak event-event OPK
dan CB untuk meningkatkan
Penekanan pada pembangunan
ruang publik terpadu untuk
kegiatan yang berhubungan
dengan OPK, terkhusus kesenian
dan permainan tradisional.
31
apresiasi masyarakat.
Pemanfaatan – – –
Pembinaan Semakin berkurangnya para pelaku
OPK terkhusus seni tradisi dan
bersamaan dengan itu juga semakin
sulitnya melakukan kaderisasi
karena generasi muda lebih tertarik
pada hal-hal baru yang dibawa oleh
modernitas.
Mendorong upaya pendampingan
pada upaya kaderisasi yang
dilakukan oleh para pelaku OPK
terkhusus seni tradisi yang ada
saat ini; Mendorong kegiatankegiatan
yang tepat sasaran dan
berkesinambungan dalam konteks
regenerasi dan kaderisasi yang
dimaksud.
Penekanan diberikan kepada
kaderisasi di bidang seni
tradisional spesifik yakni Arja,
Gambuh, dan Wayang Wong.
55 Kab. Gunungkidul Pelindungan Belum tersajinya data yang lengkap
dan valid tentang OPK dan CB;
Belum adanya regulasi daerah yang
mengatur tentang OPK dan CB;
Belum ada perhatian yang serius
terhadap jenis OPK khas daerah.
Mendorong upaya inventarisasi
dan pendokumentasian yang
sistematis dan serius atas OPK
dan CB; Mendorong adanya
regulasi yang mengurus perihal
OPK dan CB; Mendorong upaya
revitalisasi yang menyeluruh dan
serius terhadap jenis OPK khas
daerah.
Penekanan upaya revitalisasi di
Kabupaten Gunung Kidul adalah
kepada jenis seni Tari Jelantur
dan Tayub, serta seni musik
Rinding Gumbeng.
Pengembangan Masih sangat kurangnya sarana dan
prasarana yang memadai untuk
mendukung OPK dan CB; Masih
sangat kurangnya event besar yang
inovatif untuk mendukung
apresiasi dan pemajuan OPK dan
CB.
Membangun sarana dan prasarana
yang memadai sebagai penunjang
OPK dan CB; Mengadakan eventevent
strategis dan inovatif demi
mendukung apresiasi dan
pemajuan OPK dan CB;
Mengintegrasikan OPK dan CB
di dalam kurikulum muatan lokal
di sekolah-sekolah.
Pemanfaatan Belum adanya upaya pemanfaatan
yang serius pada potensi OPK dan
CB sebagai modal wisata berbasis
budaya; Belum ada pendampingan
Menggali dan mengupayakan
penguatan potensi OPK dan CB
untuk menjadi bagian dari wisata
berbasis budaya; Mengadakan
Pemanfaatan OPK di dalam
konteks pariwisata ini lebih
berkonsentrasi pada pangan lokal
dan kerajinan lokal sebagai
32
dan dorongan serius kepada
masyarakat untuk mengolah OPK
untuk mendukung pariwisata.
pendampingan dan mendorong
masyrakat untuk memanfaatkan
potensi OPK dalam konteks
pariwisata untuk mendorong
pendapatan ekonomi.
potensi mendongkrak ekonomi
masyarakat.
Pembinaan Kuantitas dan kualitas SDM bidang
OPK dan CB yang jauh dari cukup;
Belum tersedianya lembaga
pendidikan yang berkonsentrasi
pada OPK.
Mendorong upaya pendampingan
dalam rangka meningkatkan
kualitas SDM bidang OPK dan
CB; Merancang dan menjalankan
strategi regenerasi-kaderisasi
SDM bidang OPK dan CB;
Mendorong munculnya lembaga
pendidikan yang berkonsentrasi
pada pemajuan kebudayaan.
56 Kab. Gunung Mas Pelindungan Melemahnya pelindungan OPK
akibat budaya global dan
perkembangan teknologi informasi;
Belum ada regulasi terkait OPK
dan CB; Kurangnya
pendokumentasian OPK dan CB;
Alokasi Anggaran untuk
pelindungan OPK dan CB sangat
terbatas Kurang kerjasama antara
pemerintah dan pihak terkait dalam
soal pelindungan OPK dan CB.
Mendorong pelindungan OPK
dan CB yang optimal; Mendorong
adanya regulasi terkait OPK dan
CB; Mendorong inventarisasi dan
dokumentasi yang sistematis atas
OPK dan CB; Alokasi anggaran
yang cukup untuk pelindungan
OPK dan CB; Meningkatkan
kerjasama antara pemerintah,
masyarakat, dan pihak lain dalam
hal pelindungan OPK dan CB.
Perhatian mesti lebih tinggi pada
permasalahan kerapnya bendabenda
CB dicuri.
Pengembangan Alokasi anggaran untuk
pengembangan OPK dan CB
sangat terbatas; SDM di bidang
OPK dan CB yang masih sangat
terbatas; Masih minimnya
pengembangan OPK dan CB;
Sarana dan prasarana OPK dan CB
yang minim; Event-event terkait
OPK dan CB belumlah maksimal.
Alokasi anggaran yang cukup
untuk pengembangan OPK dan
CB; Integrasi OPK dan CB di
dalam kurikulum pendidikan
(muatanb lokal); Meningkatkan
sarana dan prasarana penunjang
OPK dan CB; Memaksimalkan
event-event terkait OPK dan CB.
Dalam hal pengembangan, perlu
diberi perhatian khusus perihal
pengembangan musik khas
daerah yang berpotensi untuk
maju.
33
Pemanfaatan Alokasi Anggaran dalam hal
pemanfaatan OPK dan CB yang
sangat terbatas; Belum tampak
upaya mengoptimalkan potensi
OPK dan CB sebagai bagian dari
wisata berbasis budaya dan religi.
Alokasi anggaran yang cukup
untuk pemanfaatan OPK dan CB;
Mendorong optimalisasi potensi
OPK dan CB dalam hal promosi
wisata budaya/religi.
Penekanan pemanfaatan OPK dan
CB dalam konteks wisata budaya
dan religi.
Pembinaan Kerja sama antara pelaku OPK dan
CB dan pemerintah belum sinergis;
Alokasi anggaran untuk pembinaan
OPK dan CB sangat terbatas;
Belum ada SDM (ahli) terkait OPK
dan CB;
Mendorong kerjasama sinergis
antara pelaku dan pemerintah
dalam konteks pembinaan OPK
dan CB; Alokasi anggaran yang
cukup untuk pembinaan di bidang
OPK dan CB; Mendorong upaya
memperbanyak dan
meningkatkan kualitas SDM
(ahli) di bidang OPK dan CB.
Penekanan pada kerjasama antar
pelaku, pemerintah dan pihak lain
dalam hal pemajuan kebudayaan.
57 Kab. Gowa Pelindungan Inventarisasi, pendokumentasian,
pengamanan, pemahaman
masyarakat, dan SDM di bidang
OPK dan CB yang masih lemah;
Terkikisnya perhatian pada OPK
dan CB lantaran kemajuan
teknologi dan agama; Anggaran
untuk pelindungan OPK dan CB
yang kurang; Sudah terganggu dan
rusaknya ekosistem penunjang
OPK dan CB.
Mendorong peningkatan
inventarisasi, pendokumentasian,
publikasi di bidang OPK dan CB;
Mendorong revitalisasi nilai OPK
dan CB yang sesuai dengan
keadaan masa kini serta
mempublikasikannya seluasluasnya;
Penganggaran untuk
pelindungan OPK dan CB yang
cukup; Merevitalisasi ekosistem
penunjang OPK dan CB.
Perhatian pada masalah pencurian
serta pembelian situs oleh para
kolektor mesti lebih besar,
sampai pada penyediaan
anggaran untuk membeli kembali
benda CB yang sudah terlanjur
jatuh ke tangan orang lain.
Pengembangan Kurangnya minat generasi muda
pada OPK dan CB;
Belum adanya wadah untuk
menyalurkan segala potensi yang
dimiliki para generasi muda dalam
hal OPK; Minimnya anggaran
Pengintegrasian OPK dan CB ke
dalam kurikulum pendidikan
(muatan lokal) di sekolahsekolah;
Membangun sarana dan
prasarana sebagai tempat kreasi di
bidang OPK bagi generasi muda;
Perhatian pada pembangunan
gedung kesenian atau
semacamnya sebagai tempat bagi
generasi muda leluasa
menuangkan potensinya di
bidang OPK.
34
terkait pengembangan OPK dan
CB.
Tentu saja peningkatan anggaran
dalam hal pengembangan OPK
dan CB.
Pemanfaatan – – –
Pembinaan Kurangnya (atau tidak adanya)
anggaran untuk SDM bidang OPK
dan CB; Dengan demikian
mengakibatkan menyusutnya SDM
di bidang OPK dan CB; Perhatian
dan apresiasi yang minim pada
SDM OPK dan CB; Kerjasama
yang belum sinergi antara pelaku,
pemerintah dan stakeholder OPK
dan CB lainnya.
Perlunya pengadaan anggaran
yang cukup di bidang pembinaan
SDN OPK dan CB; Menjalankan
strategi regenerasi yang tepat
sasaran dan berkelanjutan;
Meningkatkan kapasitas SDM di
bidang OPK dan CB demi
meningkatkan apresiasi atas
mereka; Mensinergikan
pemerintah, masyarakat, pelaku
dan stakeholder OPK dan CB
lainnya.
Sumber Daya Manusia di bidang
situs dan cagar budaya perlu lebih
diperhatikan.
58 Kab. Garut Pelindungan Kurangnya pemahaman dari
masyarakat akan isi dan nilai OPK
dan CB; Mengkhawatirkannya
kondisi keamanan dan kesematan
OPK dan CB; Belum adanya
kebijakan yang kuat dan menyasar
langsung pada OPK dan CB;
Terkikisnya OPK dan CB di tengah
masyarakat akibat modernitas dan
ekonomi yang terbatas.
Mensosialisasikan isi dan nilai
OPK dan CB demi
mengantisipasi salah persepsi
entah dari masyarakat secara
langsung mau pun dampak
modernitas, perbedaan budaya
atau pun agama; Meningkatkan
pemahaman dan kapasitas
masyarakat dan stakehoder OPK
dan CB dalam konteks keamanan
dan keselamatan OPK dan CB;
Mendorong lahirnya kebijakan
yang kuat di bidang OPK dan CB;
Mendorong munculnya ekosistem
kebudayaan yang sejalan dengan
perkembangan zaman.
Penekanan kepada kepemilikan
manuskrip dan benda Cagar
Budaya yang tersebar di tangan
perorangan masyarakat.
Pengembangan Kurangnya sarana dan prasarana
serta ruang publik yang menunjang
Mendorong munculnya sarana
dan prasarana serta ruang publik
Penekanan juga pada
menghidupkan ekosistem
35
pengembangan OPK; Kurangnya
event-event perihal OPK dan CB;
Belum terdapat karya seni yang
berakar budaya khas daerah yang
berkelas dunia; Kurangnya
perhatian masyarakat dan generasi
muda pada OPK dan CB.
untuk menunjang pengembangan
OPK; Mendorong munculnya
event-event dalam rangka OPK
dan CB sebagai wadah
peningkatan apresiasi masyarakat;
Mendorong pengkajian dan
penciptaan OPK yang berakar
pada budaya daerah; Sosialisasi
perihal OPK dan CB serta
integrasi OPK dan CB di dalam
kurikulum pendidikan muatan
lokal.
kebudayan yang sesuai dengan
kebutuhan masa kini.
Pemanfaatan Kurangnya penggalian potensi
OPK dan CB sebagai penguat
pariwisata dan ekonomi kreatif.
Mendorong penggalian dan
penerapan strategi pariwisata dan
ekonomi kreatif yang menjadikan
OPK dan CB sebagai sumbu
utamanya.
Penekanan juga pada soal
mendorong pendapatan ekonomi
masyarakat di dalam konteks
pemanfaatan OPK dan CB ini.
Pembinaan Kurangnya perhatian Pemerintah
dan masyarakat terhadap masalah
regenerasi SDM di bidang OPK
dan CB; Masi kurangnya sanggar
atau lembaga yang bergerak di
bidang OPK dan CB.
Mendorong program-program
yang sistematik dan berkelanjutan
dalam rangka peningkatan
kapasitas SDM bidang OPK dan
CB serta sekaligus regenerasinya;
Mendorong munculnya sanggarsanggar
atau lembaga yang
bergerak di bidang OPK dan CB.
59 Kab. Flores Timur Pelindungan Lemahnya sistem pengarsipan dan
penginventarisasian OPK dan CB;
Lemahnya pewarisan OPK dan CB
pada generasi muda; Pemahaman
pada OPK dan CB mulai menipis;
Belum adanya regulasi khusus di
dalam konteks OPK dan CB yang
menyeluruh; kurangnya pendanaan
di bidang pelindungan OPK dan
Mendorong upaya pengarsipan
dan penginventarisasian OPK dan
CB baik di kalangan pemerintah
mau pun masyarakat; Mendorong
publikasi dalam rangka pewarisan
OPK dan CB kepada generasi
muda serta meningkatkan
pemahaman masyarakat;
Mendorong munculnya regulasi
Penekanan pada pembentukan
lembaga pengarsipan dan
penginventarisasian OPK dan CB
di tingkat kabupaten;
Rekomendasi menghidupkan
ekosistem kebudayaan dan
kesenian yang sejalan dengan
perkembangan zaman;
mendorong upaya pemajuan
36
CB. khusus dan menyeluruh di bidang
OPK dan CB; Politik anggaran di
bidang pelindungan OPK dan CB
yang lebih baik.
kebudayaan sebagai tanggung
jawab pemerintah desa dan
dimasukkan ke dalam Peraturan
Desa dengan pendanaan melalui
Dana Desa. Pemerintah
Kabupaten mengeluarkan Perbup
menyangkut penggunaan Dana
Desa bagi upaya Pemajuan
Kebudayaan.
Pengembangan Lemahnya pengetahuan generasi
muda pada OPK dan CB; Tidak
ada lembaga pendidikan yang
bergerak khusus di bidang OPK
dan CB; Kurangnya ruang apresiasi
dalam konteks OPK dan CB;
kurangnya pendanaan di bidang
pengembangan OPK dan CB.
Mendorong OPK dan CB menjadi
konten muatan lokal di sekolah;
Mendorong akses publik pada
OPK dan CB; Mendorong
berdirinya lembaga pendidikan
bidang OPK dan CB atau
mendorong lembaga pendidikan
yang sudah ada untuk menaruh
perhatian pada masalah OPK dan
CB; Mendorong berdirinya ruang
apresiasi OPK dan CB di tingkat
kecamatan hingga kabupaten serta
mendorong adanya even-even di
bidang OPK dan CB untuk
mendorong apresiasi masyarakat;
Politik anggaran di bidang
pengembangan OPK dan CB
yang lebih baik.
Rekomendasi menghidupkan
ekosistem kebudayaan dan
kesenian yang sejalan dengan
perkembangan zaman.
Pemanfaatan Kurangnya pendanaan di bidang
pemanfaatan OPK dan CB.
Politik anggaran di bidang
pemanfaatan OPK dan CB yang
lebih baik.
Rekomendasi menghidupkan
ekosistem kebudayaan dan
kesenian yang sejalan dengan
perkembangan zaman.
Pembinaan Kurangnya lembaga baik dari
pemerintah atau pun masyarakat
yang bergerak di bidang OPK dan
Mendorong berdirinya lembaga
pendidikan bidang OPK dan CB
atau mendorong lembaga
Penekanan pada penguatan
lembaga yang sudah ada dulu
barulah membuat lembaga37
CB; Tidak ada lembaga pendidikan
yang bergerak khusus di bidang
OPK dan CB; kurangnya
pendanaan di bidang pembinaan
OPK dan C; Pelaku bidang OPK
dan CB mulai berkurang dan
regenerasinya tidak berjalan
dengan baik.
pendidikan yang sudah ada untuk
menaruh perhatian pada masalah
OPK dan CB; Meningkatkan
kapasitas lembaga di bidang OPK
dan CB yang sudah ada; Politik
anggaran di bidang pembinaan
OPK dan CB yang lebih baik;
Mendorong peningkatan kapasitas
pelaku OPK dan CB serta
diupayakan regenerasi yang
sistematis dan tepat sasaran.
lembaga baru; Penekanan pada
pembentukan Komite Olahraga
Tradisional tingkat kecamatan
dan kabupaten.
60 Kab. Dompu Pelindungan Kurangnya inventarisasi,
dokumentasi atas OPK dan CB;
Terbatasnya pemahaman
masyarakat atas OPK dan CB.
Mendorong adanya inventarisasi
dan dokumentasi yang memadai
untuk OPK dan CB; Mendorong
sosialisasi perihal nilai dan
pemahaman OPK dan CB
Pengembangan Sudah semakin jarangnya
penggunaan OPK di kalangan
masyarakat; Kurangnya sarana dan
prasarana terkait OPK dan CB;
Kurangnya ketertarikan dari
generasi muda khususnya dan
masyarakat pada umumnya
terhadap OPK dan CB.
Mengadakan event-event demi
menumbuhkan apresiasi dan
perhatian terhadap OPK dan CB;
Mendorong tersedianya sarana
dan prasarana penunjang OPK
dan CB; Mengintegrasikan OPK
dan CB ke dalam kurikulum
pendidikan (muatan lokal);
Mendorong penyebarluasan
pengetahuan perihal OPK dan CB
dari tingkat desa hingga
kabupaten.
Penekanan pada pemahaman di
kalangan generasi muda yang
berkesinambungan dengan upaya
regenerasi
Pemanfaatan Ada banyak OPK yang kalah
bersaing dengan hal-hal modern.
Mengalih-fungsikan OPK yang
kalah bersaing itu menjadi obyek
wisata yang bisa mendatangkan
keuntungan ekonomi
Pembinaan Terbatasnya pelaku di dunia OPK
dan CB; Minimnya kemampuan
Mendorong upaya regenerasi
melalui workshop atau pelatihan
Penekanan pada ketiadaan juru
pelihara di Cagar-cagar Budaya
38
dan kecakapan pelaku OPK dan
CB.
yang sistematis dan berkala;
Mendorong program peningkatan
kemampuan dan kecakapan
pelaku OPK dan CB; Mendorong
pembentukan lembaga yang
khusus menangani OPK dan CB
di tingkat kabupaten.ciam
yang ada.
61 Kab. Cianjur Pelindungan Belum teridentivikasi,
terdokumentasi, dan teraksesnya
OPK dan CB; Belum optimalnya
penguatan regulasi, kebijakan dan
alokasi anggaran untuk
pelindungan OPK dan CB;
Terdegradasinya OPK dan CB oleh
modernisasi dan adanya
disharmonisasi OPK tertentu
dengan agama; Berkurangnya
pemanfaatan OPK sebab hal-hal
penunjangnya berkurang.
Mendorong upaya
pengidentivikasian,
pendokumentasian, dan akses
yang luas untuk OPK dan CB;
Mengoptimalkan penguatan
regulasi, kebijakan dan alokasi
anggaran untuk pelindungan OPK
dan CB; Publikasi yang lebih luas
atas OPK dan CB serta
membangun dialog antara agama
dan OPK terkait; Mendorong
perbaikan dan pembangunan
ekosistem di sekitar OPK dan CB.
Mengusahakan pengakuan
legalitas pengobatan tradisional
dari sisi medis.
Penekanan pada masalah
disharmonisasi antara konsep
nilai budaya dan agama sehingga
perlu didorongnya komunikasi
dan harmonisasi antar komunitas
adat dan komunitas agama
.
Pengembangan Masih kurangnya pemahaman
masyarakat akan nilai dan hal-hal
baik dari OPK dan CB; Masih
kurangnya ketertarikan generasi
muda pada OPK dan CB yang juga
berakibat pada sulitnya regenerasi
pelaku; Belum optimalnya
penguatan regulasi, kebijakan dan
alokasi anggaran untuk
pengembangan OPK dan CB
Mendorong pengkajian dan
peluasan informasi perihal OPK
dan CB; Mendorong penguatan
OPK dan CB melalui kurikulum
(muatan lokal) di sekolah;
Meningkatkan regulasi, kebijakan
dan alokasi anggaran untuk
pengembangan OPK dan CB
Perihal kurangnya pemahaman
masyarakat ini menjadi penting
ditanggulangi lantaran bisa
berdampak pula pada
disharmonisasi antara
kepentingan pelestarian OPK
dengan kehidupan masyarakat
kini
Pemanfaatan Belum optimalnya penguatan Meningkatkan regulasi, kebijakan Penekanan pada optimalisasi
39
regulasi, kebijakan dan alokasi
anggaran untuk pemanfaatan OPK
dan CB; Kurang diperhatikannya
potensi OPK dan CB sebagai cara
meningkatkan ekonomi, kesehatan
masyarakat serta wisata.
dan alokasi anggaran untuk
pemanfaatan OPK dan CB;
Mendorong pemanfaatan OPK
dan CB ke arah peningkatan
ekonomi, kesehatan masyarakat
serta wisata.
pengetahuan lokal dalam hal ini
ramuan tradisional sebagai
alternatif kesehatan bagi
masyrakat.
Pembinaan Belum optimalnya penguatan
regulasi, kebijakan dan alokasi
anggaran untuk pembinaan OPK
dan CB; Berkurangnya jumlah
SDM di bidang OPK dan CB;
Kurang adanya kerjasama yang
harmonis antara pemerintah,
pelaku, lembaga, dan stakeholder
lainnya dalam konteks pembinaan
pelaku OPK dan CB.
Meningkatkan regulasi, kebijakan
dan alokasi anggaran untuk
pembinaan OPK dan CB;
mendorong upaya regenerasi dan
pengembangan kapasitas pelaku
OPK dan CB; Mendorong
kerjasama yang harmonis antara
pemerintah, pelaku, lembaga, dan
stakeholder lainnya dalam
konteks pembinaan pelaku OPK
dan CB.
Penekanan diberikan kepada
kerjasama yang mendorong
terbentuknya pasar bagi UKM
yang berbasis OPK.
62 Kab. Ciamis Pelindungan Minimnya upaya pencatatan,
pendokumentasian serta sulitnya
akses pada OPK dan CB;
Minimnya pengetahuan dan
pemahaman masyarakat soal OPK
dan CB; Kebudayaan Daerah
cenderung tergeser dan
termarjinalkan dengan pengaruh
modernitas serta berbenturannya
OPK tertentu dengan nilai agama.
Mendorong upaya pencatatan,
pendokumentasian serta
memudahkan akses pada OPK
dan CB; Upaya penyebarluasan
pengetahuan dan pemahaman soal
OPK dan CB; Publikasi yang
lebih luas atas OPK dan CB serta
membangun dialog antara agama
dan OPK terkait; Mendorong
perbaikan dan pembangunan
ekosistem di sekitar OPK dan CB.
Penekanan pada masalah
disharmonisasi antara konsep
nilai budaya dan agama sehingga
perlu didorongnya komunikasi
dan harmonisasi antar komunitas
adat dan komunitas agama
Pengembangan Kurangnya biaya dan perhatian dari
Pemerintah Daerah, kurangnya
sarana dan prasarana, serta belum
adanya mata pelajaran pendidikan
terkait OPK dan CB di satuan
pendidikan.
Mendorong politik penganggaran
terkait OPK dan CB yang lebih
baik, penyediaan sarana dan
prasarana terkait OPK dan CB,
dan mendorong muatan lokal
perihal OPK dan CB di satuan
40
pendidikan.
Pemanfaatan Masih kurangnya kemampuan
melihat potensi ekonomi dan
pariwisata pada OPK dan CB
Mendorong pengkajian yang
mendalam perihal pemanfaatan
OPK dan CB terkhusus dalam
konteks ekonomi masyarakat dan
pariwisata
Penekanan pada tradisi serta
pengetahuan tradisional yang ada
pada daerah
Pembinaan Standar SDM Kebudayaan masih
rendah; Berkurangnya pelaku dan
ahli di bidang OPK dan CB;
Wadah, komunitas dan Organisasi
Kebudayaan tidak berfungsi
sebagaimana mestinya.
Meningkatkan kemampuan dan
kapasitas SDM kebudayaan serta
juga mengupayakan pendidikan
khusus bidang kebudayaan;
Mendorong fungsi yang lebih
baik dari komunitas, wadah dan
organisasi yang bergerak di
bidang OPK dan CB.
63 Kab. Halmahera
Barat
Pelindungan Lemahnya dukungan pemerintah
dan masyarakat di dalam
pelindungan OPK dan CB;
Tergerusnya OPK dan CB akibat
ancaman modernitas dan
globalisasi; Kurang atau tidak
adanya dokumentasi dan publikasi
untuk OPK dan CB; Terganggunya
ekosistem penunjang OPK dan CB;
Belum adanya regulasi yang
mengatur perihal OPK dan CB
Mendorong dukungan yang lebih
baik dari pemerintah dan
masyarakat kepada OPK dan CB;
Mendorong penguatan nilai-nilai
OPK dan CB serta sosialisasinya
yang lebih masif lagi; Mendorong
dokumentasi dan inventarisasi
yang lebih restruktur kepada OPK
dan CB; Mendorong usaha
revitalisasi ekosistem OPK dan
CB.
Asimilasi budaya perlu
dipandang sebagai suatu hal
positif sebagai dialektika
perkembangan budaya nantinya.
Pengembangan Lemahnya dukungan pemerintah
dan masyarakat di dalam
pengembangan OPK dan CB;
Kurangnya sarana dan prasarana
penunjang pengembangan OPK
dan CB; Pengetahuan yang sangat
minim di kalangan generasi muda
perihal OPK dan CB
Mendorong dukungan pemerintah
dan masyarakat di dalam
pengembangan OPK dan CB;
Mendorong ketersediaan sarana
dan prasarana sebagai penunjang
utama perkembangan apresiasi
atas OPK dan CB; Mendorong
adanya pendidikan soal OPK dan
CB di sekolah melalui muattan
Permasalahan pengetahuan yang
minim di tengah generasi muda
perlu mendapatkan pendekatan
yang lebih soft dengan gaya dan
bahasa yang familiar dengan
generasi muda masa kini.
41
lokal
Pemanfaatan Lemahnya dukungan pemerintah
dan masyarakat di dalam
pemanfaatan OPK dan CB; Tidak
tersedianya sentra penganan khas
Halmahera Barat
Mendorong dukungan pemerintah
dan masyarakat yang baik di
dalam upaya pemanfaatan OPK
dan CB; Mendorong tersedianya
dan pengembangan sentra
makanan khas Halmahera Barat
sebagai sebuah warisan
pengetahuan tradisional yang bisa
membawa keuntungan ekonomi
masyarakat serta pariwisata
budaya yang khas
Selain makanan tradisional, perlu
pula digali potensi-potensi OPK
lainnya yang bisa mendorong
perubahan ekonomi dan
pariwisata ini.
Pembinaan Berkurangnya pelaku objek budaya
yang beriringan dengan rendahnya
minat generasi muda untuk
mempelajari atau terlibat dalam
peristiwa budaya tertentu
Mendorong upaya yang sistematis
dan terencana, bisa juga
bekerjasama dengan lembaga
pendidikan, untuk regenerasi
pelaku OPK dan CB, terkhusus
pada OPK tertentu yang dianggap
sudah mulai sekarat.
Keterbatasan para pelaku OPK
dalam soal jumlah dan regenerasi
ini perlu dilakuka segera
mengingat pengetahuan seputar
praktisi-praktiknya pun adalah
pengetahuan lisan yang belum
terdokumentasikan dengan baik.
64 Kab. Bulungan Pelindungan Jumlah masyarakat yang
menggunakan OPK dalam
kehidupan sehari-hari semakin
berkurang, tidak adanya peraturan
daerah yang mengatur mengenai
pelestarian budaya di Kabupaten
Bulungan, belum memadainya
sarana dan prasarana Pemajuan
Kebudayaan, serta kesulitan
mendapatkan bahan baku
pembuatan dan pelaksanaan OPK.
Menghidupkan kembali kegiatan
yang menggunakan OPK dalam
keseharian masyarakat, menyusun
peraturan daerah tentang
pelestarian budaya, menyediakan
sarana dan prasarana Pemajuan
Kebudayaan, serta menyediakan
lahan dan mengembangkan
produksi bahan baku pembuatan
dan pelaksanaan OPK.
Minimnya regulasi, kebijakan,
dan alokasi anggaran untuk
pelindungan OPK.
Penutur Bahasa Dayak semakin
berkurang.
Pelindungan ritual dan adat
mendapatkan banyak tantangan
dari perspektif agama.
Pengembangan Kurangnya kajian dan penelitian
untuk mengembangkan OPK agar
tetap relevan dengan kehidupan
masyarakat saat ini.
Melakukan kajian dan penelitian
untuk mengembangkan OPK agar
tetap relevan dengan kehidupan
masyarakat saat ini.
Dapat dilakukan modifikasi
terhadap OPK agar sesuai dengan
perkembangan zaman dan
kebutuhan masyarakat.
42
Pemanfaatan Kurang dimanfaatkannya potensi
OPK sebagai kekuatan promosi
Kabupaten Bulungan ke luar
daerah.
Menggelar berbagai kegiatan
kebudayaan yang mencakup
seluruh OPK di Kabupaten
Bulungan setiap tahun.
Pelaksanaan Festival Birauserta
secara berkesinambungan.
Pembinaan Tidak adanya pedoman mengenai
OPK dan kurikulum berbasis
kebudayaan Bulungan sebagai
dasar pembinaan dan pengajaran
kebudayaan kepada generasi
berikutnya serta kuantitas dan
kualitas sumber daya manusia
kebudayaan yang belum memadai.
Menyusun pedoman mengenai
OPK dan kurikulum muatan lokal
berbasis kebudayaan Bulungan
serta penguatan sumber daya
manusia kebudayaan melalui
pelatihan dan pembinaan baik
secara formal maupun informal.
pendidikan dan pembelajaran
seluruh mata pelajaran harus
terintegrasi dengan nilai budaya
dan kearifan lokal.
65 Kota Bukittinggi
(belum ada
softfile)
Pelindungan Mulai ditinggalkannya penggunaan
OPK dalam keseharian masyarakat
karena efesiensi waktu dan biaya,
belum tersedianya sarana dan
prasarana Pemajuan Kebudayaan
yang memadai, belum adanya basis
data inventarisasi OPK, pewarisan
OPK kepada generasi berikutnya
belum berjalan dengan baik.
Meningkatkan pemahaman
masyarakat atas falsafah dan nilai
yang terkandung dalam OPK,
menyediakan sarana dan
prasarana Pemjuan Kebudayaan,
melakukan inventarisasi OPK dan
membangun basis data
kebudayaan, mendorong generasi
muda untuk mengenal dan
menggunakan OPK.
Gedung Kesenian dan ruang
publik untuk seni budaya belum
tersedia.
Upacara adat mulai ditinggalkan
karena memakan waktu dan
berbiaya tinggi.
Mengenalkan permainan rakyat
dan olahraga tradisional kepada
pelajar melalui kegiatan
ekstrakurikuler.
Pengembangan Kurangnya penelitian dan
pengkajian untuk menggali
pengetahuan dan sejarah yang
terkandung dalam OPK sehingga
pengetahuan falsafah OPK terhenti
di generasi tua.
Melakukan penelitian dan
pengkajian untuk menggali
pengetahuan dan sejarah yang
terkandung dalam OPK.
Pendokumentasian pengetahuan
dari para pemuka adat ke dalam
satu basis data terintegrasi.
Pemanfaatan Minimnya kegiatan kebudayaan
yang diselenggarakan secara
berkesinambungan serta belum
hidupnya ekosistem industri
Menyelenggarakan kegiatan
kebudayaan dengan kalender
kegiatan yang berkesinambungan
serta menghidupkan ekosistem
Mendorong kerja sama dengan
Kemendikbud, Kemenpar, dan
Bekraf.
43
berbasis seni budaya. industri berbasis seni budaya. Penyelenggaraan Festival Silek
Tradisional.
Pembinaan Kurangnya jumlah sumber daya
manusia kebudayaan yang
berkualitas serta belum baiknya
tata kelola sanggar seni.
Melakukan pembinaan dan
menyelenggarakan bimbingan
teknis terhadap sumber daya
manusia kebudayaan serta
memberikan pendampingan
kepada sanggar seni untuk
perbaikan tata kelola.
Jumlah tenaga terdidik di bidang
cagar budaya dan manuskrip
sangat sedikit.
Merekrut tenaga di bidang
kebudayaan dengan syarat
minimum S1 ilmu sosial/budaya.
66 Kota Tasikmalaya Pelindungan Belum lengkapnya basis data OPK,
belum adanya peraturan daerah
sebagai dasar pelindungan OPK,
kurangnya sarana dan prasarana
Pemajuan Kebudayaan yang
memadai, berkurangnya
penggunaan OPK dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari karena pola
pikir mengutamakan kepraktisan
dan ekonomis.
Melakukan inventarisasi OPK,
menyusun peraturan daerah
terkait pelindungan OPK,
penyediaan sarana dan prasarana
Pemajuan Kebudayaan yang
memadai, memberikan
pemahaman kepada masyarakat
mengenai manfaat dan nilai yang
terkandung dalam OPK bagi
kehidupa sehari-hari.
Pembentukan Tim Ahli Cagar
Budaya Kota Tasikmalaya.
Penyusunan peraturan daerah
berdasarkan UU 5/2017 dan UU
11/2010.
Benturan adat istiadat dan ritus
dengan nilai agama.
Pengembangan Kurangnya kajian dan penelitian
untuk menggali pengetahuan yang
terkandung dalam OPK.
Kurangnya kajian dan penelitian
untuk menggali pengetahuan yang
terkandung dalam OPK.
Pengetahuan yang terkandung
dalam OPK harus disebarluaskan
ke berbagai lapisan masyarakat.
Pemanfaatan Belum maksimalnya pemanfaatan
potensi OPK sebagai pendorong
kegiatan pariwisata dan ikon Kota
Tasikmalaya serta pendidikan
karakter bagi anak.
Menggali potensi OPK sebagai
pendorong kegiatan pariwisata
dan ikon Kota Tasikmalaya serta
pendidikan karakter bagi anak.
–
Pembinaan Kurangnya kuantitas dan kualitas
sumber daya manusia kebudayaan.
Melakukan pembinaan dan
pelatihan sumber daya manusia
kebudayaan.
Pembentukan Dewan
Kebudayaan Daerah Kota
Tasikmalaya.
67 Kab. Blitar Pelindungan OPK semakin ditinggalkan oleh
masyarakat, sarana dan prasarana
Menghidupkan kembali
penggunaan OPK dalam
Pembangunan Amphiteater
Kawasan Wisata Penataran.
44
Pemajuan Kebudayaan belum
memadai, belum lengkapnya
dokumentasi tentang OPK
Kabupaten Blitar, belum terjadinya
pewarisan kebudayaan kepada
generasi berikutnya dengan baik,
belum adanya Tim Ahli Cagar
Budaya.
keseharian masyarakat,
menyediakan sarada dan
prasarana Pemajuan Kebudayaan
yang memadai, melakukan
dokumentasi terhadap OPK
Kabupaten Blitar, mengemas
OPK dalam bentuk baru yang
lebih menarik dan mudah
dimenegerti oleh generasi muda
agar pewarisan kebudayaan dapat
berjalan dengan lebih baik,
membentuk Tim Ahli Cagar
Budaya.
Pendokumentasian seni dalam
bentuk buku seni budaya Blitar.
Membentuk Forum Kebudayaan
yang berisikan budayawan,
akademisi, sejarawan, pemangku
kebijakan, dan para ahli yang
memiliki kompetensi dan
kredibilitas dalam objek
pemajuan kebudayaan.
Penyusunan kurikulum muatan
lokal berbasis budaya untuk
pendidikan dasar dan pendidikan
menengah.
Pengembangan Kurangnya kajian dan penelitian
untuk mengembangkan OPK agar
tetap relevan dengan kehidupan
masyarakat saat ini.
Melakukan kajian dan penelitian
untuk mengembangkan OPK agar
tetap relevan dengan kehidupan
masyarakat saat ini.
Belum adanya pusat kajian untuk
pengembangan OPK.
Pemanfaatan Belum maksimalnya penggalian
potensi pemanfaatan OPK di
bidang ekonomi kreatif dan
pariwisata.
Mendorong upaya pemanfaatan
OPB di bidang ekonomi kreatif
dan pariwisata.
Penyelenggaraan kegiatan
kebudayaan yang mendukung
pariwisata seperti Pesona Bumi
Penataran dan Festival Panji
Internasional
Pembinaan Belum optimalnya pelatihan dan
pembinaan bagi para pemangku
kepentingan terkait OPK.
Diadakan workshop, pelatihan,
atau kajian yang dilakukan di
daerah terkait
–
68 Kab. Banyuwangi Pelindungan Menurunnya minat masyarakat
untuk menggunakan OPK dalam
keseharian, sarana dan prasana
Pemajuan Kebudayaan belum
memadai.
Menghidupkan kembali
penggunaan OPK dalam
keseharian masyarakat,
menyediakan sarada dan
prasarana Pemajuan Kebudayaan
yang memadai.
Banyak manuskrip dan cagar
budaya yang dikuasai oleh
masyarakat dan institusi
pemerintah di luar bidang
kebudayaan.
45
Wanita di Banyuwangi tidak mau
menggunakan Pangur dalam
upacara perkawianan.
Adat Geredhoan sudah punah
karena rumah bambu sudah
digantikan oleh rumah permanen.
Degradasi Bahasa Using karena
digunakan secara sembarangan
dalam lagu Banyuwangian
Pengembangan Kurangnya kajian dan penelitian
untuk mengembangkan OPK agar
tetap relevan dengan kehidupan
masyarakat saat ini.
Melakukan kajian dan penelitian
untuk mengembangkan OPK agar
tetap relevan dengan kehidupan
masyarakat saat ini.
Alih Bahasa dan alih aksara harus
dilakukan terhadap manuskrip
agar pengetahuan di dalamnya
dapat dipahami dan
dikembangkan oleh masyarakat.
Melakukan Inovasi terhadap seni
tradisional seperti Praburara agar
lebih relevan dengan zaman.
Pemanfaatan OPK yang masih mengikuti pakem
lama sudah mulai tidak sesuai
dengan pola pikir penonton masa
kini.
Reaktualisasi OPK, khususnya
seni pertunjukan tradisional ke
dalam bentuk yang lebih relevan
dengan masa kini agar dapat lebih
mudah diterima oleh pemirsa dan
mendorong pariwisata.
Seni Gandrung, Prabu Rara,
Janger dan Wayang Kulit.
Pembinaan Seniman dan paguyuban seni
pertunjukan tradisional masih
menggunakan pakem lama dalam
mengolah karya.
Melakukan pelatihan dan
pembinaan bagi seniman dan
paguyuban seni pertunjukan
tradisional agar dapat mengemas
karya yang lebih relevan dengan
perkembangan zaman dan
perubahan pola pikir pemirsa.
Seni Gandrung, Prabu Rara,
Janger dan Wayang Kulit.
69 Kab. Bantul Pelindungan Belum adanya inventarisasi
menyeluruh terhadap OPK,
Melakukan inventarisasi
menyeluruh terhadap OPK,
Olahraga Tradisional dan
Permainan Rakyat sudah tidak
46
kesulitan mendapatkan bahan baku
untuk pembuatan dan pelaksanaan
OPK, pewarisan OPK ke generasi
berikutnya belum berjalan dengan
baik, belum adanya sarana dan
prasarana pelindungan OPK.
menjamin ketersediaan bahan
baku untuk pembuatan dan
pelaksanaan OPK,
mengintegrasikan OPK dalam
kegiatan pembelajaran di sekolah
sebagai upaya pewarisan OPK,
penyediaan sarana dan prasarana
pelindungan OPK.
lagi menjadi agenda wajib dalam
hari peringatan nasional.
Perlu adanya data OPK yang
akurat.
Pengembangan Belum memadainya ruang publik
sebagai tempat masyarakat
mengekspresikan budaya sekaligus
tempat bertemunya berbagai
kebudayaan di Bantul.
Penyediaan ruang publik sebagai
tempat masyarakat
mengekspresikan budaya
sekaligus tempat bertemunya
berbagai kebudayaan di Bantul.
–
Pemanfaatan Belum maksimalnya penggalian
potensi pemanfaatan OPK di
bidang pariwisata dan ekonomi
kerakyatan serta sebagai ikon
Kabupaten Bantul.
Memaksimalkan potensi
pemanfaatan OPK di bidang
pariwisata dan ekonomi
kerakyatan serta sebagai ikon
Kabupaten Bantul.
Penyelenggaraan festival tingkat
nasional dan internasiona secara
rutin.
Pembinaan Belum adanya program pembinaan
yang baik untuk para pengajar seni
budaya serta para ahli di bidang
OPK.
Penyelenggaraan lokakarya dan
pelatihan untuk meningkatkan
kualitas para pengajar seni
budaya serta para ahli di bidang
OPK.
Penyusunan buku referensi untuk
setiap OPK.
70 Kab. Bangka
Barat
Pelindungan Semakin ditinggalkannya
penggunaan OPK dalam keseharian
masyarakat, belum adanya
inventarisasi menyeluruh terhadap
OPK, belum tersedianya sarana dan
prasana Pemajuan Kebudayaan
yang memadai.
Menghidupkan kembali
penggunaan OPK dalam
keseharian masyarakat,
melakukan inventarisasi
menyeluruh terhadap OPK,
menyediakan sarana dan prasana
Pemajuan Kebudayaan yang
memadai.
sebagian besar manuskrip Bangka
Barat tersimpan di Belanda dan
harus diupayakan repatriasi atau
pembuatan replika.
Belum ada gedung pertunjukan
sni tradisional yang permanen.
Pengembangan Kurangnya kajian dan penelitian
untuk mengembangkan OPK agar
Melakukan kajian dan penelitian
untuk mengembangkan OPK agar
Kerja sama kajian dan penelitian
antara perguruan tinggi,
47
tetap relevan dengan kehidupan
masyarakat saat ini.
tetap relevan dengan kehidupan
masyarakat saat ini.
komunitas seni budaya,
budayawan, dan pemerintah
daerah.
Pemanfaatan Belum maksimalnya pemanfaatan
OPK untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Memaksimalkan pemanfaatan
OPK untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Pelaksanaan festival budaya
tingkal nasional setiap tahun
secara berkesenimambungan.
Pembinaan Jumlah pelaku OPK semakin
menurun, kurangnya tenaga ahli
dalam pembinaan seni tradisional,
serta masih lemahnya lembaga adat
untuk melestarikan OPK di
masyarakat.
Menyelenggarakan pembinaan
untuk meningkatkan kuantitas dan
kualitas jumlah pelaku OPK dan
tenaga ahli seni tradisional serta
penguatan lembaga adat untuk
melestarikan OPK di masyarkat.
–
71 Kab. Banggai Pelindungan Ruang publik sebagai tempat
mengekspresikan kebudayaan
semakin berkurang seiring dengan
berkurangnya jumlah masyarakat
yang menggunakan OPK dalam
keseharian, pewarisan budaya
kepada generasi muda belum
berjalan dengan baik, Pemajuan
Kebudayaan belum didukung oleh
sarana dan prasarana yang
memadai.
Menyediakan ruang publik
sebagai tempat masyarakat
mengekspresikan kebudayaan,
menghidupkan kembali
penggunaan OPK dalam
kesehatian masyarakat,
mengintegrasikan OPK dalam
kurikulum pembelajaran di
sekolah sebagai upaya pewarisan
budaya, menyediakan sarana dan
prasarana pendukung Pemajuan
Kebudayaan.
Penggunaan Bahasa Saluan,
Balantak, dan Andio setiap hari
Kamis untuk komunikasi lisan.
Penggunaan Batik Burung Maleo
sebagai seragam dinas ASN
setiap hari Kamis.
Pengembangan Kurangnya kajian dan penelitian
untuk mengembangkan OPK agar
tetap relevan dengan kehidupan
masyarakat saat ini.
Melakukan kajian dan penelitian
untuk mengembangkan OPK agar
tetap relevan dengan kehidupan
masyarakat saat ini.
Hasil kajian dan penelitian
terhadap OPK harus
dipublikasikan dalam bentuk
buku.
Menjalin kerja sama dengan
perguruan tinggi dalam
melaksanakan kajian dan
penelitian terhadap OPK.
48
Pemanfaatan Belum maksimalnya penggalian
potensi OPK untuk pemanfaatan di
bidang pariwisata dan sebagai ikon
Kabupaten Banggai.
Memaksimalkan potensi OPK
untuk pemanfaatan di bidang
pariwisata dan sebagai ikon
Kabupaten Banggai.
Menjadikan Batui sebagai desa
wisata.
Upacara Pengantaran Telur
Maleo diselenggarakan dengan
semarak untuk mendorong
pariwisata.
Pembinaan Kuantitas dan kualitas sumber daya
manusia kebudayaan yang belum
memadai.
Menyelenggarakan pelatihan dan
bimbingan teknis untuk
meningkatkan kuantitas dan
kualitas sumber daya manusia
kebudayaan.
–
72 Kab. Badung Pelindungan Rendahnya pemahaman
masyarakat terhadap nilai dan
makna yang tekandung dalam
OPK, pewarisan budaya kepada
generasi muda belum berjalan
dengan baik, Pemajuan
Kebudayaan belum didukung oleh
sarana dan prasarana yang
memadai, banyak cagar budaya
yang berlum terinventarisai dan
belum adanya Tim Ahli Cagar
Budaya.
Meningkatkan pemahaman
masyarakat terhadap nilai dan
makna yang tekandung dalam
OPK, mengintegrasikan OPK
dalam kurikulum pembelajaran di
sekolah sebagai upaya pewarisan
budaya, menyediakan sarana dan
prasarana pendukung Pemajuan
Kebudayaan, melakukan
inventarisasi terhadap cagar
budaya dan membentuk Tim Ahli
Cagar Budaya.
Banyak manuskrip yang sulit
diakses karena disakralkan oleh
masyarakat.
Terputusnya tradisi lisan Mesatua
dari generasi tua ke generasi
muda.
Membangun pusat kesenian
Gedung Pemuda Budaya
Kebupaten Badung.
Pengembangan Kurangnya kajian dan penelitian
untuk mengembangkan OPK agar
tetap relevan dengan kehidupan
masyarakat saat ini.
Melakukan kajian dan penelitian
untuk mengembangkan OPK agar
tetap relevan dengan kehidupan
masyarakat saat ini.
–
Pemanfaatan Belum maksimalnya penggalian
potensi OPK untuk pemanfaatan di
bidang ekonomi.
Memaksimalkan potensi OPK
untuk pemanfaatan di bidang
ekonomi.
Meningkatkan daya saing dan
penguatan nilai jual OPK
terhadap produk modern,
khususnya metode penyehatan,
kuliner, dan perkakas tradisional.
49
Pembinaan Kuantitas dan kualitas sumber daya
manusia kebudayaan yang belum
memadai, khususnya seniman
tradisional serta pembinaan
sanggar seni.
Menyelenggarakan pelatihan dan
bimbingan teknis untuk
meningkatkan kuantitas dan
kualitas sumber daya manusia
kebudayaan, khususnya seniman
tradisional serta pembinaan
sanggar seni.
Seni Arja, Gambuh, dan Wayang
Wong membutuhkan kaderisasi
seniman segera.
73 Kab. Penukal
Abab Lematang
Ilir
Pelindungan Kurangnya pemahaman masyarakat
mengenai nilai dan makna yang
terkandung dalam OPK yang
menyebabkan OPK semakin
ditinggalkan, sulitnya akses pada
bahan baku pembuatan OPK,
belum adanya catatan dan
dokumentasi mengenai OPK,
kondisi alam yang berpotensi
merusak cagar budaya.
Meningkatkan pemahaman
masyarakat mengenai nilai dan
makna yang terkandung dalam
OPK, menjamin ketersediaan dan
kemudahan akses bahan baku
pembuatan OPK, melakukan
pencatatan dan
pendokumentasiaan OPK,
menyusun rencana aksi untuk
melindungi cagar budaya dari
ancaman alam.
Budidaya ikan sebagai bahan
baku pembuatan Sagarurung.
Belum ada penerjemah
manuskrip Galumpai dengan
aksara Ka Ga Nga.
Stigma musyrik yang dilekatkan
pada kegiatan ritual upacara adat.
Normalisasi Sungai Piabung agar
kawasan Candi Bumi Ayu
terhindar dari banjir dan erosi.
Mengemas kembali cerita rakyat
ke dalam bentuk yang lebih
ramah bagi generasi muda.
Pengembangan Kurangnya kajian dan penelitian
untuk menggali pengetahuan yang
terkandung dalam OPK dan
melakukan pengembangan OPK
agar tetap dapat beradaptasi engan
pekembangan zaman.
Melakukan kajian dan penelitian
untuk menggali pengetahuan yang
terkandung dalam OPK dan
melakukan pengembangan OPK
agar tetap dapat beradaptasi
engan pekembangan zaman.
Identifikasi keberagaman dialek
Bahasa Penukal dan Bahasa
Lematang.
Modifikasi instrumen musik
pengiring tari tradisional agar
lebih meraik tanpa meninggalkan
pakem tradisi.
Pemanfaatan Belum maksimalnya penggalian
potensi pemanfaatan OPK di
Mendorong upaya pemanfaatan
OPB di bidang ekonomi kreatif,
Komodifikasi Galumpai sebagai
cindera mata.
50
bidang ekonomi kreatif, pariwisata,
dan pendidikan karakter.
pariwisata, dan pendidikan
karakter.
Pemanfaatan OPK sebagai
metode pendidikan karakter.
Pembinaan Belum memadainya kuantitas dan
kualitas seniman tradisional dan
para perajin teknologi tradisional,
belum ada dukungan sarana dan
prasarana latihan seni tradisional,
Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten
Pali belum mengikuti sertifikasi.
Melakukan pelatihan untuk
meningkatkan kuantitas dan
kualitas seniman tradisional dan
para perajin teknologi tradisional,
menyediakan sarana dan
prasarana latihan seni tradisional,
sertifikasi Tim Ahli Cagar
Budaya Kabupaten Pali.
Sertifikasi Tim Ahli Cagar
Budaya Kabupaten Pali.
74 Kab. Bandung Pelindungan Banyak OPK sudah tidak dikenal
oleh masyarakat bahkan sebagian
sudah ada yang punah, belum ada
inventarisasi OPK secara
menyeluruh, belum tersedianya
sarana dan prasarana Pemajuan
Kebudayaan yang memadai,
adanya penguasaan lahan cagar
budaya oleh pribadi.
Mensosialisasikan OPK kepada
masyarakat, melakukan
penyelamatan untuk OPK yang
sudah punah, melakukan
inventarisasi OPK secara
menyeluruh, menyediakan sarana
dan prasarana Pemajuan
Kebudayaan yang memadai,
mengupayakan alih kepemilikan
lahan cagar budaya.
Memasukkan OPK ke dalam
muatan lokal kurikulum
pendidikan dasar dan menengah.
Menyusun buku mengenai OPK.
Menyusun peraturan daerah
berkaitan dengan kebudayaan.
Pengembangan Belum maksimalnya kajian dan
penelitian untuk mengembangkan
OPK agar tetap relevan dengan
kehidupan masyarakat.
Melaksanakan kajian dan
penelitian untuk mengembangkan
OPK agar tetap relevan dengan
kehidupan masyarakat.
–
Pemanfaatan Belum maksimalnya penggalian
potensi pemanfaatan OPK.
Memaksimalkan penggalian
potensi pemanfaatan OPK.
–
Pembinaan Jumlah sumber daya manusia di
bidang kebudayaan semakin
berkurang.
Melakukan pembinaan kepada
sumber daya manusian di bidang
kebudayaan.
–
75 Kab. Polewali
Mandar (belum
ada softfile)
Pelindungan Keberadaaan OPK dikhawatirkan
terancam hilang sebagai akibat dari
tidak adanya inventarisasi dan
Melakukan inventarisasi
mengenai OPK, menyediakan
sarana dan prasarana preservasi
OPK mulai tergantikan oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi
modern.
51
catatan sejarah mengenai OPK,
kurangnya sarana dan prasarana
preservasi OPK, kurangnya
pewarisan OPK kepada generasi
berikutnya, serta mulai
ditinggalkannya penggunaan OPK
dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari.
OPK, melakukan program
pewarisan OPK kepada generasi
berikutnya, serta menghidupkan
kembali penggunaan OPK dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari.
Kurangnya sarana dan prasarana
preservasi OPK seperti museum
digitalisasi naskah kuno.
Tidak ada muatan lokal mengenai
OPK dalam kurikulum
pendidikan.
Pengembangan Kurangnya kajian dan penelitian
untuk mengembangkan OPK agar
tetap relevan dengan kehidupan
masyarakat saat ini.
Melakukan kajian dan penelitian
untuk mengembangkan OPK agar
tetap relevan dengan kehidupan
masyarakat saat ini.
Hasil kajian dan penelitian
mengenai OPK harus
dipublikasikan dalam bentuk
buku.
Pemanfaatan Kurangnya kegiatan pagelaran seni
dan festival OPK sebagai salah satu
metode mempromosikan potensi
daerah.
Pagelaran seni dan festival OPK
harus diselenggarakan secara
berkala.
Penyelenggaraan Festival
Sayyang Pattudu.
Tidak ada gedung pertunjukan
seni yang representatif.
Pembinaan Jumlah sumber daya manusia
terkait OPK sudah semakin
berkurang sebagai akibat tidak
adanya program pembinaan secara
formal, nonformal, maupun
informal.
Menyusun program pembinaan
sumber daya manusia terkait OPK
secara sistematis pada lembaga
pendidikan formal, nonformal,
maupun informal serta
menyediakan tenaga pengajar
OPK sesuai dengan kebutuhan
daerah.
Tersedianya jumlah guru bahasa
daerah dan guru kesenian yang
memadai.
Tersedianya alat kesenian yang
memadai di setiap sekolah dan
sanggar.
76 Kab. Ogan
Komering Ulu
Selatan (belum
ada softfile)
Pelindungan Masyarakat yang menggunakan
OPK dalam kehidupan sehari-hari
semakin berkurang karena
turunnya minat dan banyaknya
masyarakat yang merantau ke
daerah lain, belum adanya upaya
inventarisasi yang menyeluruh
terhadap OPK, banyak cagar
budaya dan manuskrip yang
Meningkatkan pemahaman nilai
dan makna OPK pada
masyarakat, melakukan
inventarisasi yang menyeluruh
terhadap OPK, melakukan
sosialisasi dan pendampingan
kepada masyarakat yang memiliki
cagar budaya dan manuskrip,
membentuk Tim Ahli Cagar
Pembentukan Tim Ahli Cagar
Budaya di OKU Selatan
Pelibatan masyarakat pendatang
dalam setiap kegiatan
kebudayaan untuk mendorong
terjadinya pertemuan budaya
antara pendatang dan penduduk
asli.
52
dikuasasi secara pribadi, belum
adanya Tim Ahli Cagar Budaya di
OKU Selatan.
Budaya di OKU Selatan.
Pengembangan Kurangnya kajian dan penelitian
untuk mengembangkan OPK agar
tetap relevan dengan kehidupan
masyarakat saat ini.
Melakukan kajian dan penelitian
untuk mengembangkan OPK agar
tetap relevan dengan kehidupan
masyarakat saat ini.
Pelibatan perguruan tinggi dalam
melakukan kajian dan penelitian
terhadap OPK.
Pemanfaatan Belum adanya kegiatan
kebudayaan dengan kalender
kegiatan yang berkesinambungan
dan dukungan pusat kebudayaan
yang representatif.
Penyediaan pusat kebudayaan
dengan sarana dan prasana yang
memadai serta menyusun
kalender kegiatan kebudayaan
yang berkesinambungan.
Penyediaan pusat kebudayaan
yang representatif.
Pembinaan Jumlah sumber daya manusia
terkait OPK semakin berkurang
dan minimnya tenaga pembina
kesenian.
Pembenahan kurikulum
pendidikan kebudayaan dan
kesenian di sekolah serta
menghidupkan kembali grup
kesenian, paguyuban seni, dan
sanggar seni di bawah pembinaan
Dewan Kesenian OKU Selatan.
Meningkatkan peran pembinaan
Dewan Kesenian OKU Selatan.
Memberikan pelatihan kepada
tenaga pembina kesenian.
77 Kota Denpasar
(tidak ada bab 7
mengenai
permasalahan dan
rekomendasi)
Pelindungan
Pengembangan
Pemanfaatan
Pembinaan
78 Kab. Gianyar Pelindungan
Pengembangan
Pemanfaatan
Pembinaan
79 Kota Tegal
(belum ada
softfile)
Pelindungan Keberadaan OPK dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat semakin
terpinggirkan karena tidak adanya
inventarisasi dan catatan sejarah
mengenai OPK, kurangnya sarana
Melakukan inventarisasi
mengenai OPK, menyediakan
sarana dan prasarana preservasi
OPK, melakukan program
pewarisan OPK kepada generasi
Mendirikan museum budaya
Tegal.
Sosialisasi nilai dan makna yang
terkandung dalam OPK kepada
53
dan prasarana preservasi OPK,
kurangnya pewarisan OPK kepada
generasi berikutnya, serta mulai
berkurangnya jumlah seniman dan
ahli OPK yang benar-benar
memahami nilai dan makna OPK.
berikutnya, serta melakukan
revitalisasi nilai dan makna dari
OPK agar tetap relevan dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari.
seluruh masyarakat.
Melengkapi sarana dan prasarana
Taman Budaya Tegal serta
membangun gedung kesenian di
tiap kecamatan.
Pengembangan Ketidakpahaman mengenai nilai
dan makna yang terkandung dalam
setiap OPK menyebabkan
penyelenggaraan OPK hanya
dipandang dari aspek efesiensi
ekonomi sehingga mudah untuk
digantikan oleh ekspresi atau
pengetahuan yang lebih modern.
Melakukan kajian dan penelitian
untuk menggali dan
mengembangkan nilai dan makna
yang terkandung dalam OPK agar
tetap relevan dengan kehidupan
masyarakat saat ini dan masa
yang akan datang.
Hasil kajian dan penelitian
mengenai OPK harus
dipublikasikan dalam bentuk
buku.
Pemanfaatan Masih lemahnya sinergi dan
harmonisasi kebijakan, program,
serta kegiatan terkait pemanfaatan
OPK antar para pemangku
kepentingan.
Meningkatkan sinkronisasi dan
harmonisasi kebijakan, program,
serta kegiatan terkait pemanfaatan
OPK antar para pemangku
kepentingan.
Rapat koordinasi berkala dan
penyelenggaraan kegiatan
kebudayaan yang melibatkan
seluruh pemangku kepentingan.
Pembinaan Semakin berkurangnya jumlah
seniman dan pegiat budaya yang
memahami nilai dan makna yang
terkandung dalam OPK. Sebagian
besar seniman dan pegiat budaya
hanya sekedar mengamalkan OPK
tanpa memperhatikan nilai yang
menyertai OPK.
Melakukan upaya pembinaan dan
kaderisasi seniman dan pegiat
budaya yang memahami nilai dan
makna yang terkandung dalam
OPK dengan dukungan sarana
dan prasarana yang memadai.
Menguatkan fungsi dan tata
kelola dewan kesenian dan
komunitas seni budaya.
Program beasiswa untuk seniman
dan pegiat budaya.
Program seniman masuk sekolah.
80 Kota Sawahlunto
(belum ada
softfile)
Pelindungan Menurunnya pemahaman dan
minat masyarakat terhadap OPK
tradisional, tidak adanya pendataan
yang baik untuk OPK selain cagar
budaya, Pemajuan Kebudayaan
belum didukung oleh sarana dan
prasarana yang memadai, serta
Sosialisasi OPK kepada seluruh
lapisan masyarakat khususnya
melalui modifikasi kurikulum di
pendidikan dasar dan menengah,
melakukan pendataan menyeluruh
untuk OPK selain cagar budaya,
menyediakan sarana dan
Pembangunan basis data cagar
budaya dan warisan budaya.
Modifikasi kurikulum di
pendidikan dasar dan menengah.
54
belum adanya regulasi terkait
Pemajuan Kebudayaan.
prasarana yang memadai untuk
Pemajuan Kebudayaan, serta
menyusun regulasi terkait
Pemajuan Kebudayaan.
Pengembangan Kurangnya kajian dan penelitian
untuk mengembangkan OPK agar
tetap relevan dengan kehidupan
masyarakat saat ini.
Melakukan kajian dan penelitian
untuk mengembangkan OPK agar
tetap relevan dengan kehidupan
masyarakat saat ini.
–
Pemanfaatan Cagar budaya dan warisan budaya
di Sawahlunto belum diberdayakan
dan dimanfaatkan secara maksimal.
Memperbaiki tata kelola cagar
budaya dan warisan budaya di
Sawahlunto agar lebih optimal
dan profesional.
Penyusunan regulasi pengelolaan
dan pemanfaatan cagar budaya
dan warisan budaya.
Pembinaan Terbatasnya jumlah sumber daya
manusia di bidang kebudayaan.
Semakin banyak OPK yang
kehilangan masyarakat
pendukungnya.
Mendorong perbaikan kurikulum
pendidikan untuk
mengakomodasi muatan
kebudayaan lokal, melakukan
pembinaan dan pendampingan
kepada sanggar dan paguyuban,
serta melibatkan masyarakat
dalam setiap urusan Pemajuan
Kebudayaan.
Penyusunan kurikulum yang
mengakomodasi muatan lokal
terkait kebudayaan daerah
Sawahlunto.
81 Kota Banjarmasin
(belum ada
softfile)
Pelindungan Pendokumentasian OPK belum
berjalan dengan baik, kurangnya
pewarisan OPK kepada generasi
berikutnya, belum adanya regulasi
tingkat daerah terkait OPK dan
cagar budaya.
Melakukan pendokumentasian
OPK, menyusun program
pewarisan OPK kepada generasi
berikutnya melalui pendidikan,
menyusun regulasi tingkat daerah
terkait OPK dan cagar budaya.
Penyusunan Peraturan Daerah
Kota Banjarmasi tentang
Pemajuan Kebudayaan dan Cagar
Budaya.
Pendataan OPK dan data
kebudayaan lainnya berbasis
aplikasi daring.
Pengembangan Belum dimaksimalkannya potensi
keberagaman seni dan budaya
masyarakat Banjarmasin yang
dipengaruhi oleh agama Islam,
Melakukan kajian dan penelitian
untuk memperkaya keberagaman
seni dan budaya serta
meningkatkan interaksi antar
–
55
Buddha, Hindu, dan etnis
Tionghoa.
budaya untuk mendorong
terjadinya asimilasi, akulturasi,
inovasi, dan adaptasi kebudayaan.
Pemanfaatan Belum sinergisnya kerja sama antar
pelaku seni, pegiat budaya, institusi
kebudayaan, dan pemerintah
daerah terkait pemanfaatan OPK
Peningkatan koordinasi antara
seluruh pemangku kepentingan.
Harus dibuat kalender kegiatan
seni dan budaya.
Pembinaan Jumlah sumber daya manusia di
bidang kebudayaan semakin
berkurang.
Menyusun program pembelajaran
seni dan budaya mulai dari
pendidikan usia dini hingga
perguruan tinggi.
–
82 Kab. Lombok
Utara (belum ada
softfile)
Pelindungan Upaya menjaga eksistensi OPK di
Lombok Utara belum didukung
dengan sarana dan prasana
Pemajuan Kebudayaan yang
memadai, kekayaan OPK belum
diinventarisasi dengan baik, serta
belum adanya kurikulum muatan
lokal yang memastikan pewarisan
budaya kepada generasi berikutnya.
Menyediakan sarana dan prasana
Pemajuan Kebudayaan yang
memadai, melakukan
inventarisasi OPK dengan baik,
serta menyusun kurikulum
muatan lokal berbasis kebudayaan
Lombok Utara.
Pembangunan Bale Budaya
sebagai sentra aktivitas
kebudayaan Lombok Utara.
Menyusun buku kumpulan
informasi kebudayaan Lombok
Utara
Menyusun kurikulum muatan
lokal berbasis kebudayaan
Lombok Utara.
Pengembangan Belum adanya upaya sistematis
untuk menjadikan kebudayaan
Masyarakat Sasak sebagai ikon
Lombok Utara.
Melakukan kajian dan penelitian
untuk mengembangkan potensi
kebudayaan Masyarakat Sasak
sebagai ikon Lombok Utara.
Menjadikan Lombok Utara
sebagai gerbang kebudayaan
Masyarakat Sasak.
Pemanfaatan Belum maksimalnya pemanfaatan
OPK sebagai upaya meningkatkan
kesejahteraaan masyarakat,
khususnya di pedesaan.
Mengembangkan industri budaya
di pedesaan sebagai upaya
pemberdayaan ekonomi
masyarakat desa.
–
Pembinaan Belum adanya kurikulum
pendidikan yang berbasis
kebudayaan Lombok Utara.
Menyusun kurikulum pendidikan
berbasis kebudayaan Lombok
Utara.
–
56
83 Kab. Kepulauan
Selayar
Pelindungan Semakin berkurangnya
penggunaan, perawatan serta
minimnya informasi terkait OPK
dan CB di dalam masyarakat
lantaran adanya modernitas yang
bisa mengakibatkan kepunahan
OPK tertentu.
Mendorong upaya penyebaran
informasi terkait OPK dan CB;
Revitalisai OPK dan CB;
Pengupayaan fasilitasi dalam
rangka keamanan OPK dan CB.
Ada penekanan pada upaya
menanggulangi masalah
terancamnya ritual akibat agama
modern serta ketidakpahaman
masyarakat atas manuskrip.
Pengembangan Perhatian dan pengetahuan
generasi muda khususnya dan
masyarakat umumnya pada OPK
dan CB semakin minim ditambah
lagi dengan ketiadaan event terkait
OPK.
Mendorong terintegrasinya OPK
dan CB di dalam pendidikan
melalui muatan lokal;
Pelaksanaaan even-even terkait
OPK; Pendampingan dan
pelatihan kepada masyarakat
terkait OPK dan CB.
Penekanan perlu diberikan pada
pemahaman masyarakat dalam
soal manuskrip.
Pemanfaatan – – –
Pembinaan Kurang adanya lembaga yang
konsentrasi kerjanya menunjang
OPK dan CB.
Mendorong terbentuknya
lembaga-lembaga tingkat
kabupaten dalam konteks OPK
dan CB (seperti Dewan Kesenian,
Dewan Kebudayaan, Lembaga
Adat, dan Tim Ahli Cagar
Budaya).
Penekanan pada pembentukan
lembaga adat perlu diberi
perhatian khusus.
84 Kota Tebing
Tinggi (belum ada
softfile)
Pelindungan Belum adanya pendataan terhadap
semua OPK, belum memadainya
sarana dan prasarana Pemajuan
Kebudayaan, beberapa cagar
budaya telah beralih fungsi
sehingga menyebabkan proses
legalisasi dan registrasi cagar
budaya menjadi terhambat.
Melakukan pendataan terhadap
OPK, menyediakan sarana dan
prasarana Pemajuan Kebudayaan
yang memadai, mengembalikan
cagar budaya yang telah beralih
fungsi ke keadaan semula.
Menyusun Peraturan Daerah Kota
Tebing Tinggi tentang
Kebudayaan Daerah.
Mewujudkan data pokok OPK di
Kota Tebing Tinggi.
Mengembalikan cagar budaya
yang telah beralih fungsi ke
keadaan semula.
Pengembangan OPK di Tebing Tinggi belum Melakukan kajian dan penelitian –
57
tergali dengan baik bahkan
beberapa diantaranya telah punah.
untuk menggali potensi
pengembangan OPK di Tebing
Tinggi serta menghidupkan
kembali OPK yang telah punah.
Pemanfaatan Kekayaan OPK di Tebing Tinggi,
khususnya cagar budaya belum
dapat dimanfaatkan secara
maksimal.
Menyusun rencana pemanfaatan
kekayaan OPK di Tebing Tinggi,
khususnya cagar budaya untuk
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Mewujudkan konsep Kota Tua
Tebing Tinggi.
Pembinaan Berkurangnya jumlah sumber daya
manusia kebudayaan yang
memahami secara spesifik
kebudayaan daerah Tebing Tinggi.
Melalukan pembinaan untuk
meningkatkan jumlah dan kualitas
sumber daya manusia kebudayaan
terkait kebudayaan daerah Tebing
Tinggi.
–
85 Kab. Belitung
Timur
Pelindungan Belum maksimalnya pencatatan,
pendokumentasian, dan
pengamanan OPK dan CB; Belum
maksimalnya upaya penyebearan
pengetahuan dan regenerasi pada
generasi muda perihal OPK dan
CB; Semakin memudarnya nilai
kebudayaan di tengah masyarakat
Mendorong optimalisasi kerja
Tim Pencatatan Kekayaan
Budaya Daerah untuk mencatat
dan mendokumentasikan OPK
dan CB; Mendorong munculnya
regulasi yang memberi jaminan
keamanan OPK dan CB;
Mendorong upaya
penyebarluasan informasi dan
regenerasi perihal OPK dan CB
kepada generasi muda;
Mendorong upaya revitalisasi dan
aktualisasi OPK dan CB.
Penekanan pada optimalisasi Tim
Pencatatan Kekayaan Budaya
Daerah
Pengembangan Belum signifikannya sarana dan
prasarana pendukung OPK dan CB;
Belum tersedianya rujukan perihal
OPK dan CB untuk konsumsi
masyarakat luas; Lemahnya rasa
kepemilikan masyarakat terhadap
OPK dan CB yang sudah tercatat
Mendorong hadirnya sarana dan
prasarana yang signifikan dalam
mendukung OPK dan CB;
Mendorong kajian yang nantinya
dipublikasikan secara meluas
perihal OPK dan CB; Mendorong
serangkaian kegiatan untuk
Penekanan pada egiatan-kegiatan
yang mengaktualisasikan OPK
dan CB terkhusus sebagai
konsumsi generasi muda.
58
dan ditetapkan; membangun rasa kepemilikan
masyarakat terhadap OPK dan
CB; Mendorong OPK dan CB
untuk masuk ke dalam pendidikan
di sekolah.
Pemanfaatan Belum ada pemanfaatan pada OPK
dan CB yang bisa menguntungkan
kehidupan masyarakat kini.
Mendorong kajian yang mengarah
pada pemanfaatan OPK dan CB
untuk kehidupan masyarakat saat
ini.
Penekanan pada ramuan
pengobatan tradisional yang bisa
dikembangkan sebagai obat
herbal yang bisa memberi
keuntungan ekonomi dan
kesehatan masyarakat.
Pembinaan Upaya pelibatan penutur, pembuat,
pelaku, dan pemelihara dalam
pemajuan dan pewarisan pada
semua OPK masih belum
maksimal; Lembaga-lembaga yang
bergerak di bidang OPK dan CB
belum maksimal
Perlunya membuat sistem
pemajuan objek kebudayaan yang
sistematis dan komprehensif
mengenai mekanisme pelibatan
penutur, pembuat, pelaku dan
pemelihara melalui pelatihan atau
bimtek secara berkala;
Memaksimalkan kerja lembagalembaga
yang bergerak di bidang
OPK dan CB
Memaksimalkan kerja Lembaga
Adat dari tingkat desa hingga
kabupaten.
86 Kab. Kutai Timur Pelindungan Kurangnya anggaran dan SDM
untuk upaya pelindungan OPK dan
CB; Kurangnya partisipasi
masyarakat, perusahaan, dan
pemerintah dalam upaya
pelindungan OPK dan CB; Masih
belum optimalnya upaya
inventarisasi dan
pendokumentasian serta
pengamanan OPK dan CB;
Hilangnya beberapa ekosistem
penunjang OPK dan CB; Belum
adanya regulasi yang kuat di
Mendorong penganggaran yang
lebih baik untuk OPK dan CB;
Upaya publikasi yang lebih luas
perihal OPK dan CB demi
mendorong partisipasi
masyarakat; Mendorong upaya
inventarisasi dan
pendokumentasian yang lebih
komprehensif atas OPK dan CB;
Revitalisasi lingkungan dan
ekosistem lainnya yang
menunjang OPK dan CB.
Penekanan pada pencarian
kembali sumber-sumber
sejarah manuskrip ke
berbagai daerah yang berkaitan
dengan Kabupaten Kutai
Timur; Serta kurangnya bahan
baku ulin untuk pembangunan
rumah lamin;
59
bidang kebudayaan.
Pengembangan Kurangnya anggaran untuk upaya
pengembagana OPK dan CB;
Kurangnya sarana dan prasarana
serta partisipasi masyarakat,
perusahaan, dan pemerintah belum
optimal; Sedikit dan tidak adanya
lembaga-lembaga yang bergerak di
bidang OPK dan CB.
Mendorong penganggaran yang
lebih baik untuk pengembangan
OPK dan CB; Mendorong
hadirnya sarana dan prasarana
serta event-event OPK dan CB
yang mendorong partisipasi
masyarakat.
Penekanan pada peran swasta
(perusahaan) dalam
pengembangan kebudayaan
Pemanfaatan Kurangnya anggaran untuk upaya
pemanfaatan OPK dan CB;
Partisipasi masyarakat, perusahaan,
dan pemerintah belum optimal
untuk pemanfaatan ini.
Mendorong pengaggaran yang
lebih baik untuk pemanfaatan
OPK dan CB; Mendorong kajian
hal-hal mana yang perlu
dikembangkan, dengan
keuntungan yang lain seperti
ekonomi atau pariwisata, dari
OPK dan CB.
Pembinaan Kurangnya anggaran untuk upaya
pembinaan OPK dan CB;
Pembinaan, pelestarian pemajuan
kebudayaan di Kabupaten Kutai
Timur belum maksimal;
Terbatasnya Sumber Daya Manusia
secara kualitas dan kuantitas di
dalam mengurusi OPK dan CB.
Mendorong pengaggaran yang
lebih baik untuk pembinaan OPK
dan CB; Mendorong event-event
yang tepat guna untuk SDM OPK
dan CB serta program-program
untuk regenerasinya
Penekanan pada SDM Cagar
Budaya dan Museum yang masih
sangat minim
87 Kab. Sumba
Tengah
Pelindungan Kesulitan memperoleh komoditas
lokal untuk mempertahankan
keaslian rumah adat, karna
komoditas lokal berada di dalam
kawasan Taman Nasional
Menyediakan komoditas lokal
untuk mempertahankan keaslian
rumah adat
Diperlukan perlakuan khusus
bagi komoditas lokal oleh KLHK
atau lembaga terkait
Pengembangan Modernisasi menggerus keaslian
adat istiadat dan budaya lokal
Melakukan kajian terhadap adat
istiadat dan budaya lokal yang
ada agar dapat dikembangkan
60
sesuai dengan masyarakat saat ini
Pemanfaatan Kurangnya dukungan dan
partisipasi pemerintah pusat dalam
kegiatan pagelaran dan festival
Melakukan koordinasi dengan
pemerintah pusat ketika akan
mengadakan kegiatan pagelaran
dan festival
Kegiatan Pekan Budaya NTT
merupakan kegiatan tahunan
Terdapat pagelaran seni budaya
sedaratan sumba dan festival
lagu-lagu daerah
Pembinaan Ketidaktersediaan SDM yang
memiliki kompetensi profesional di
bidangnya
Mendorong peningkatan jumlah
dan mutu SDM yang profesional
Bekerjasama dengan Balai
Arkeologi Bali untuk
mendapatkan SDM professional
dalam bidang Arkeologi
88 Kota Gorontalo Pelindungan Belum ada produk hukum yang
mengatur legalitas original OPK;
kurangnya inventarisasi terhadap
beberapa OPK
Mendorong legislatif dan
eksekutif untuk menetapkan
produk hukum terkait OPK;
melakukan inventarisasi terhadap
beberapa OPK
Inventarisasi mengarah pada
manuskrip melalui proses
digitalisasi naskah yang sudah tua
dan usang
Pengembangan Masyarakat mulai kehilangan nilainilai
yang ada di dalam OPK dan
tergerus modernisasi
Menyusun pedoman, dokumen,
dan kurikulum berbasis nilai-nilai
budaya; mengintegrasikan
program pendidikan dengan nilainilai
budaya
Penguatan nilai-nilai berupa
muatan lokal bahasa daerah, seni
budaya, dan olahraga
Pemanfaatan Kurangnya kegiatan pagelaran
terhadap salah satu OPK
Menggeliatkan kegiatan pagelaran
dan festival
Penekanan pada pertandingan dan
pagelaran permainan rakyat
Pembinaan Makin berkurangnya para pelaku
OPK dan kurangnya lembaga dan
SDM terkait OPK
Melakukan upaya regenerasi
pelaku OPK dan mendorong
terciptanya tata kelola
kelembagaan
Penguatan lembaga adat dan
sarprasnya; pembagunan pusat
pameran; belum ada tim ahli
cagar budaya
89 Kab. Bima Pelindungan Kurangnya inventaris data-data
yang berkaitan dengan OPK dan
belum ada produk hukum
Melakukan inventaris data dan
membuat arsip digital
Produk hukum berupa penetapan
cagar budaya skala nasional karna
hanya Museum Asi Mbojo yang
61
sudah memiliki SK cagar budaya
nasional
Pengembangan Masuknya modernisasi berupa
bahasa asing
Mengintegrasikan program
pendidikan dengan memasukan
muatan lokal bahasa daerah
Pemanfaatan
Pembinaan Kurangnya SDM terutama generasi
muda sebagai pelaku OPK;
kurangnya lembaga untuk
melakukan pembinaan terhadap
generasi muda
Melakukan upaya regenerasi,
sosialisasi, pembinaan pelaku
OPK, dan penguatan kelembagaan
Penguatan kelembagaan
mengarah pada terbentuknya
lembaga atau komunitas yang
menampung generasi muda dalam
melestarikan Aksara Mbojo
90 Kab. Bone
Bolango
Pelindungan Belum optimalnya program
inventarisasi, pemeliharaan, dan
publikasi terhadap OPK
Pembentukan mekanisme terpadu
yang selaras antara inventarisasi,
pemeliharaan, dan publikasi
terhadap OPK
Promosi OPK sebagai kekayaan
bangsa melalui media cetak,
media elektronik, dan media
sosial
Pengembangan Kesenian dan nilai-nilai OPK masih
kurang bergairah dalam kehidupan
masyarakat
Mendorong tingkat partisipasi
Dewan Kesenian Daerah dalam
rangka memberikan stimulus
terhadap masyarakat
Kerjasama dengan lembaga
pendidikan
Pemanfaatan Keberagaman OPK yang ada belum
dimanfaatkan secara optimal oleh
pemangku kepentingan
Mengoptimalkan keberagam OPK
melalui kerjasama dengan unsur
yang berkepentingan
Adat istiadat bekerjasama dengan
pemangku adat,
Pembinaan Minimnya ketersediaan SDM yang
berkualitas dan lembaga yang
mendukung OPK
Melakukan peningkatan SDM dan
peningkatan tata kelola lembaga
Peningkatan tata kelola lembaga
mengarah pada sanggar seni dan
budaya serta sarprasnya
91. Kota Ternate Pelindungan Kurangnya sosialisasi mengenai
regulasi yang sudah ada; semakin
Melakukan sosialisasi yang baik
kepada masyarakat mengenai
Sosialisai UU Cagar Budaya
karena masyarakat mengambil
62
langkanya bahan baku untuk
membuat makanan tradisioanl
regulasi yang sudah ada;
penyediaan bahan baku dan pusat
pembuatannya
bahan dari situs cagar budaya
Pengembangan Kebudayaan tradisional dianggap
ketinggalan zaman, kuno, tidak
adaptif dengan perkembangan
zaman
Sosialisasi kepada masyarakat
luas tentang pentingnya
kebudayaan
Pemanfaatan Semakin berkurangnya minat
generasi muda untuk memanfaatkan
OPK
Meningkatkan minat generasi
muda untuk mempelajari OPK
agar dapat dimanfaatkan,
menghidupkan kembali OPK di
kalangan generasi muda
Mengadakan perlombaan dan
publikasi terhadap OPK
Pembinaan Semakin berkurangnya pelaku
budaya dan rendahnya minat
generasi muda terhadap OPK
Sosialisasi kepada masyarakat dan
regenarisasi pelaku budaya
92. Kab. Luwu Pelindungan Tidak adanya pelestarian cagar
budaya
Pemerintah daerah menggarkan
dana untuk pelestarian cagar
budaya
Merekomendasikan masyarakat
yang ada di sekitar situs untuk
menjaga cagar budaya
Pengembangan Modernisasi menggeser bahasa
daerah; kurangnya sarana dan
prasarana yang mendorong OPK
Bahasa daerah harus menjadi
prioritas muatan lokal di setiap
sekolah yang ada di daerah
tersebut; partisipasi dari
pemerintah untuk mendukung
sarana prasarana
Pemanfaatan Semakin berkurangnya minat
masyarkat untuk melirik OPK
terutama olahraga tradisional
Melakukan perayaan dan
peringatan seperti perlombaaan
Perlombaan olahraga tradisional
dilakukan setahun sekali
Pembinaan Rendahnya pengetahuan Pembinaan tenaga ahli di bidang
63
masyarakat mengenai budaya Luwu kebudayaan
93. Kab. Luwu Utara Pelindungan Belum adanya regulasi yang
mengatur OPK; naskah asli
ilagaligo tidak berada di Indonesia
Membuat regulasi terkait OPK;
mengusahakan pengembalian
naskah ilagaligo
Melakukan kunjungan ke
Universitas Leiden, Belanda
untuk mempelajari secara lansung
dokumen ilagaligo
Pengembangan Pelestarian nilai-nilai budaya belum
optimal, masuknya nilai-nilai
budaya luar yang dapat
menghilangi nilai budaya lokal
terutama opada generasi muda
Meminimalisir pengaruh nilainilai
budaya luar terhadap nilai
budaya lokal yang ada
Mengoptimalkan pengelolaan
pelestarian objek pemajuan
kebudayaan
Pemanfaatan Beberapa jenis OPK sudah tidak
populer di kalangan masyarakat;
belum optimalnya program promosi
dan pemasaran
Mengadakan perlombaan, festival
budaya; optimalisasi program
promosi dan pemasaran terhadap
OPK
Bekerjasama dengan isntansi lain
untuk mengadakan perlombaan
atau festival budaya
Pembinaan Kurangnya SDM yang berkaitan
dengan OPK dan kurangnya sarana
prasarana
Melakukan regenerasi terhadap
SDM dan penyediaan sarana
prasarana
Melaksanakan pelatihan secara
rutin
94. Kota Surakarta Pelindungan Belum tersedianya peraturan di
bidang kebudayaan
Mendorong implementasi
peraturan nasional/daerah di
bidang kebudayaan
Penyususnan dokumen
menggunakan analisis SWOT
Pengembangan Masyarakat mulai kehilangan nilainilai
yang ada di dalam OPK dan
tergerus modernisasi; minimnya
sarana untuk berdiskusi berbagai
OPK
Mendorong konten budaya Jawa
sebagai muatan lokal dalam
kurikulum; mendorong berbagai
dialog budaya
Penyususnan dokumen
menggunakan analisis SWOT
Pemanfaatan Minimnya pelaksanaan pagelaran
berbasis budaya; kurangnya
keterlibatan dalam pagelaran yang
Mendorong pelaksanaan
pagelaran berbasis budaya;
mengirimkan duta budaya di
Penyususnan dokumen
menggunakan analisis SWOT
64
bersifat global berbagai pagelaran yang bersifat
global
Pembinaan Kualitas dan regenerasi SDM di
bidang kebudayaan masih rendah
Meningkatkan kualitas dan
regenerasi SDM bidang
kebudayaan
Penyususnan dokumen
menggunakan analisis SWOT
95. Kab. Bangka Pelindungan Inventarisasi belum dilaksanakan
dengan optimal
Melakukan inventarisasi secara
menyeluruh dan terkoordinasi.
Data warisan budaya yang sudah
lengkap diusulkan ke
Kemendikbud agar segera
ditetapkan sebagai warisan
budaya tak benda Indonesia
Pengembangan Kajian ilmiah belum dilaksanakan
mengingat terbatasnya tenaga
teknis kebudayaan
Melaksanakan kajian ilmiah
warisan budaya tak benda dengan
melibatkan tenaga ahli dan
lembaga yang bergerak di bidang
kebudayaan.
Bekerjasama dengan Pemerintah
Provinsi Bangka Belitung dan
BPNB Kepulauan Riau
Pemanfaatan · Lemahnya kerja sama dengan
pihak terkait untuk
mempromosikan potensi
kebudayaan
· Belum memiliki sarana dan
prasarana yang memadai untuk
aktualisasi produk budaya
· Perlunya sosialisasi
secara berkala tentang
Kebudayaan melalui core
event, mayor event,
maupun support event
· Membantu menyediakan
fasilitas sarpras kebudayaan
sesuai kondisi/kemampuan
–
Pembinaan Belum memiliki sarana dan
prasarana yang memadai untuk
mencetak tenaga teknis untuk setiap
OPK
Menyelenggarakan Diklat,
Workshop, Dialog, atau Kursus
–
96. Kab. Fakfak Pelindungan Sangat sedikit OPK di Kabupaten Melakukan penelitian, pencatatan, Faktor dominan yang
65
Fakfak yang terinventarisasi serta dokumentasi Karya Seni dan
Budaya Daerah
menghambat pelaksanaan
inventarisasi adalah akses
teknologi dan anggaran
Pengembangan Minimnya peran serta masyarakat
untuk pengembangan OPK
Menguatkan peran Masyarakat
Lokal dalam pengembangan
budaya Fakfak sebagai aset
budaya bangsa
–
Pemanfaatan Kurangnya minat masyarakat
untuk memanfaatkan OPK
karena kemajuan teknologi
Membuat/mendorong
terselenggarakannya event
berskala daerah dan
nasional
–
Pembinaan – – –
97 Kab. Biak Numfor Pelindungan – – –
Pengembangan Kurangnya sarana dan prasarana
yang mendukung pengembangan
OPK
Menyediakan sarana dan
prasarana untuk mendukung
pengembangan OPK
Termasuk penataan kembali
Museum dan Gedung Pertunjukan
yang belum dimanfaatkan secara
optimal
Pemanfaatan – – –
Pembinaan Kurangnya para aktivis atau pelaku
budaya
Peningkatan secara kuantitas dan
kualitas SDM bidang kebudayaan
Minimnya pelaku budaya tersebut
tersebar pada hampir seluruh
OPK
98. Kab. Kaimana Pelindungan Kurangnya data dan informasi yang
komprehensif dari OPK di Kab.
Kaimana
Melakukan inventarisasi Beberapa OPK seperti Manuskrip,
Ritus, Teknologi Tradisional,
Permainan Rakyat, dan Olahraga
Tradisional diklaim tidak ada
datanya
66
Pengembangan Berkurangnya minat masyarakat
untuk menjaga nilai-nilai budaya
dalam OPK karena perkembangan
IPTEK
Revitalisasi nilai budaya agar
dapat menyesuaikan dengan
perkembangan IPTEK
Revitalisasi yang dilakukan
umumnya dengan
mempopulerkan kembali serta
penyebarluasan pada kegiatan
masyarakat
Pemanfaatan Berkurangnya minat masyarakat
dalam memanfaatkan OPK
Menumbuhkan kembali
kebanggaan masyarakat untuk
memanfaatkan potensi OPK,
dengan melanjutkan fasilitasi
event seni budaya
Sasaran utama dari fasilitasi
tersebut adalah generasi muda.
Pembinaan – – –
99. Kab. Bangka
Tengah
Pelindungan Minimnya usaha-usaha
pelindungan OPK, baik dalam
pencatatan maupun perlindungan
ekosistem OPK tersebut
Mengupayakan pencatatan
maupun perlindungan ekosistem
OPK
Upaya tersebut masih sebatas
pengadaan fisik, untuk pengadaan
bahan baku pada OPK
Pengetahuan Tradisional masih
berorientasi impor.
Pengembangan Semakin memudarnya nilai-nilai
budaya masyarakat yang perlu
dilestarikan, khususnya gotongroyong
Memperkuat hubungan sosial
Memberikan sanksi sosial
–
Pemanfaatan Kurangnya minat masyarakat
(terutama generasi muda) dalam
memanfaatkan OPK
Sosialisasi dan mempopulerkan
kembali OPK yang dapat
dimanfaatkan masyarakat
Upaya tersebut diwujudkan
dengan penyelenggaraan kegiatan,
festival, dll.
Pembinaan Minimnya SDM Kebudayaan baik
secara kuantitas maupun kualitas
manajemen
Mencetak SDM baru dari
kalangan generasi muda
Memperbaiki manajemen
kebudayaan dengan
Belum disebutkan bentuk
rekomendasi yang lebih konkret
dari upaya mencetak SDM
Kebudayaan baru
67
pendampingan para ahli
100. Kab. Buleleng Pelindungan Banyak OPK Cagar Budaya yang
berkondisi rusak karena tidak
optimalnya perawatan
Revitalisasi dan Restorasi Cagar
Budaya
–
Pengembangan Kurangnya pemahaman masyarakat
pendukung akan makna dan filosofi
yang terkandung di setiap OPK
Melakukan inventarisasi,
Sosialisasi dan pengkajian lebih
dalam tentang berbagai macam
OPK tersebut
Pengkajian difokuskan untuk
menggali lebih banyak manfaat
yang diperoleh dari keberadaan
OPK tersebut
Pemanfaatan Semakin berkurangnya
pemanfaatan OPK dalam
masyarakat karena kemajuan
teknologi
Mengenalkan dan menggali
kembali potensi OPK yang ada
dengan mengolaborasikan dengan
teknologi
Sangat diperlukan keterlibatan
dari pihak terkait untuk
membantu mengoptimalkan
manfaat OPK yang ada
Pembinaan – – –
101. Kab. Kotawaringin
Barat
Pelindungan Minimnya kebijakan dan alokasi
anggaran untuk pelindungan OPK
Meningkatkan regulasi, kebijakan
dan alokasi anggaran untuk
pelindungan OPK
Tahapan yang dilakukan :
Identifikasi, Penyusunan
Kebijakan, Implementasi, dan
Komitmen Bersama
Pengembangan Nilai-nilai budaya dalam
masyarakat Kotawaringin Barat
sudah mulai tergerus arus
modernisasi, banyak mengalami
benturan dengan nilai-nilai agama,
serta kurangnya pemahaman akan
makna sesungguhnya
dalam setiap seni dan budaya lokal
Melakukan sosialisasi dan
harmonisasi lebih dalam tentang
pentingnya nilai budaya serta
hubungannya dengan nilai-nilai
agama
Sosialisasi dan harmonisasi
dilakukan dengan membentuk
forum komunikasi lintas budaya,
adat, dan kepercayaan
Pemanfaatan Kurang optimalnya pemanfaatan
OPK untuk kehidupan masyarakat,
terutama dalam menghadapi
Mendorong partisipasi masyarakat
sehingga OPK bukan hanya
sekedar tontonan (hiburan), akan
Pemanfaatan berdasarkan pada
ciri khas utama Kotawaringin
Barat dimana kehidupan
68
perkembangan IPTEK tetapi dapat menjadi tuntunan dan
kearifan dalam kehidupan seharihari
masyarakat.
masyarakat Kotawaringin
Barat selalu berhubungan dengan
alam
Pembinaan Kurangnya SDM yang ahli dalam
masing-masing OPK.
Meningkatkan kualitas SDM yang
kompeten bidang kebudayaan
–
102. Kab. Brebes Pelindungan Kurangnya inventarisasi,
pemeliharaan dan publikasi terkait
OPK
Mendorong penyusunan acuan
umum tentang OPK yang dapat
diakses masyarakat, sosialisasi
pentingnya OPK di masyarakat
Mengarah pada penyusunan buku
Pedoman OPK sebagai acuan
utama masyarakat
Pengembangan Kurangnya pengayaan keragaman
OPK yang diperkuat oleh interaksi
dengan budaya populer sehingga
akibatnya tidak diminati
masyarakat
Mendorong alih-rupa OPK ke
dalam bentuk-bentuk yang mudah
diterima masyarakat
Perhatian khusus diberikan pada
penyebarluasan budaya ke dalam
masyarakat Brebes
Pemanfaatan Tidak terintegrasinya pengelolaan
OPK dengan pemanfaatannya
dalam konteks pariwisata
Mendorong pengembangan wisata
kuliner dan wisata sastra berbasis
OPK
Perhatian khusus diberikan pada
penyelenggaraan festival rutin di
Brebes
Pembinaan Minimnya regulasi terkait OPK dan
CB
Mendorong proses legislasi
peraturan daerah terkait OPK dan
CB
Perhatian khusus diberikan pada
regulasi terkait budaya tradisi di
Brebes
103. Kab. Malinau Pelindungan OPK dan CB daerah belum
teridentifikasi dan terdokumentasi
Melakukan inventarisasi serta
penyempurnaan terhadap data
baik OPK maupun CB secara
berkelanjutan
Perhatian khusus atas saran
Pembentukan Tim Ahli Cagar
Budaya di Kab. Malinau
Pengembangan Belum ada kajian yang
komprehensif terhadap OPK dan
CB
Melakukan kajian yang mendalam
serta berkelanjutan terhadap OPK
serta potensi CB
Melibatkan kerja sama baik dari
kalangan akademisi maupun
profesional
69
Pemanfaatan Kurangnya pemahaman dan minat
masyarakat untuk memanfaatkan
OPK yang ada, khususnya generasi
muda
Menyelenggarakan festival dan
perlombaan seni budaya yang
berkelanjutan dimulai dari tingkat
sekolah dasar sampai masyarakat
umum
Perhatian khusus pada usulan
pembangunan pusat kesenian
sebagai pusat kegiatan seni
Pembinaan Minimnya penutur tradisi lisan Regenerasi penutur tradisi lisan Masalah pembinaan hanya
dijabarkan jelas pada OPK Tradisi
Lisan
104. Kab. Nunukan Pelindungan Belum tergali, terdata, tercatat,
teridentifikasi dan terdokumentasi
secara komprehensif seluruh
khazanah kekayaan budaya lokal
Kabupaten Nunukan
Membentuk tim identifikasi,
dokumentasi, dan validasi secara
komprehensif seluruh khazanah
kekayaan budaya lokal Kabupaten
Nunukan yang belum sempat
terdata
Melibatkan berbagai pihak terkait
yang mempunyai kompetensi
untuk identifikasi, dokumentasi,
dan validasi
Pengembangan Kelengkapan pedoman, dokumen,
dan kurikulum berbasis nilai-nilai
budaya dan kearifan lokal belum
ada secara tersistemik dan
terstruktur dengan optimal
Menyusun buku pedoman,
dokumen, dan kurikulum berbasis
nilai-nilai budaya dan
kearifan lokal belum ada secara
tersistemik dan terstruktur dengan
optimal
–
Pemanfaatan Jarang dilaksanakan event yang
mempertunjukkan/memperlombaka
n budaya lokal
Meningkatkan penyelenggaraan
event, festival, atau perlombaan
yang melibatkan budaya lokal
–
Pembinaan Sumber daya manusia (penutur,
pembuat, pelaku, pemelihara), dan
sarana prasarana guna pelestarian
seluruh objek kebudayaan daerah
yang semakin berkurang, punah,
dan terkikis oleh kemajuan
Penguatan tenaga SDM setiap
OPK melalui pelatihan,
pembinaan, dan pengembangan,
baik secara formal maupun
informal, serta penyediaan
sarana prasarana pelestarian
Pembinaan dilakukan baik secara
formal atau informal
70
teknologi dan modernitas seluruh OPK daerah
105. Kota Tomohon Pelindungan Belum adanya inventarisasi yang
terorganisir untuk data OPK
Melakukan inventarisasi terhadap
OPK
Mengarah kepada pendataan yang
berupa digitalisasi
Pengembangan Disharmonisasi antara nilai-nilai
yang terkandung dalam kebudayaan
khususnya ritus dan adat istiadat
dengan sistem kepercayaan;
Semakin sedikitnya ruang ekspresi
OPK yang ada; Belum
maksimalnya kajian terhadap OPK
Mengakui ritus sebagai bagian
dari budaya Tomohon yang harus
dilindungi; Meningkatkan
ketersediaan dan akses publik
pada sarana prasarana OPK di
Tomohon; Melakukan kajian
terhadap OPK serta mewujudkan
mekanisme kerjasama lintas
pemangku kepentingan di bidang
pengkajian
Menjadikan adat istiadat pesta
budaya menjadi destinasi budaya
dan religi; Merajuk kepada
dilakukannya koordinasi dan
kerjasama terhadap lembaga yang
menjadi pemangku kepentingan
di bidang pengkajian
Pemanfaatan Nilai budaya yang terkandung di
setiap OPK belum tersosialisasi
secara popular di mata masyarakat
dan belum dimanfaatkan secara
tepat untuk pendidikan karakter
Menjadikan kegiatan yang
berkaitan dengan OPK khususnya
ritus sebagai salah satu atraksi
wisata sebagai upaya pelestaraian
serta memanfaatkan nilai budaya
yang terkandung dalam setiap
OPK untuk pendidikan karakter
Mendorong integrasi OPK dengan
kurikulum yang ada di sekolah
Pembinaan Kurangnya jumlah pelaku budaya
(SDM) yang memiliki kapasitas
dan kapabilitas terhadap
kebudayaan
Meningkatkan jumlah dan mutu
SDM di bidang kebudayaan
Mengarah kepada pelaku budaya
di bidang kuliner, ilmu pakuwon,
pengetahuan tradisional, serta
pengetahuan tentang musim
tanam dan melaut
106. Kab. Maluku
Barat Daya
Pelindungan Belum adanya pendataan
kebudayaan yang terpadu; Belum
adanya peraturan daerah yang
Membangun sistem database
kebudayaan; Pembuatan Peraturan
Daerah tentang pranata adat dan
Bekerja sama dengan lembaga
pendidikan tinggi di Maluku
(Fakultas Keguruan dan Ilmu
71
berkaitan dengan kebudayaan di
Maluku Barat Daya
budaya Pendidikan Unpatti) dalam
pendataan dan menemukan
korelasinya dengan aspek
pembelajaran dan pengembangan
daya nalar peserta didik berbasis
kebudayaan
Pengembangan Masuknya arus modernisasi yang
menggerus nilai-nilai budaya;
Kurangnya sarana dan prasarana
penunjang OPK yang belum
berkembang dengan baik
Masyarakat berkembang bersama
tatanan kebudayaan yang kokoh
dengan tidak melupakan jati diri;
Menyediakan sarana dan
prasarana terkait dengan
pemajuan kebudayaan
Pemanfaatan Hilangnya prasarana yang berkaitan
dengan upaya pelindungan terhadap
OPK; Hilangnya kemampuan
menenun
Pengadaan kembali lahan
berkebun untuk melestarikan
pengetahuan tradisional bertani;
Kesepakatan untuk menjadikan
dan memakai kain tenun sebagai
alat komunikasi dan tata krama
persahabatan dalam ritual adat dan
kenegaraan
Mengarah kepada hilangnya lahan
berkebun dan menanam jagung
sebagai pangan lokal yang asli;
Menjadikan budaya kalwedo
sebagai payung yang mengayomi
seluruh sendi-sendi kebudayaan
di Maluku Barat Daya
Pembinaan Pelembagaan adat istiadat yang
belum dilakukan dengan baik
Mendorong Pemerintah Daerah
untuk membuat Peraturan Daerah
107. Kab. Nagakeo Pelindungan Lemahnya inventarisasi,
pemeliharaan, regulasi dan
publikasi terkait OPK serta
terbatasnya alokasi anggaran untuk
Dilakukannya pendataan dan
inventarisasi dengan sistem
digitalisasi; Mendorong upaya
untuk dibuatkan Peraturan Daerah
Mengarah kepada inventarisasi
yang dimiliki perseorangan
72
pemajuan kebudayan mengenai pemajuan OPK;
Meningkatkan alokasi anggaran
Pengembangan Benturan antara nilai-nilai
kebudayaan dengan nilai
agama/kepercayaan
Menjaga kebersamaan dan
keberagaman
Biasanya terjadi berkaitan dengan
adat istiadat, ritus dengan nilai
agama/kepercayaan
Pemanfaatan Kurangnya memanfaatkan
pengetahuan tradisonal seperti
pengobatan tradisional dan kuliner
untuk ekonomi kreatif
Mengembangkan usaha
pengobatan tradisional dan kuliner
untuk ekonomi kreatif
Bekerja sama dengan PHRI dan
Asosiasi Pengobat Tradisional
Ramuan Indonesia dan lembaga
perdagangan untuk meningkatkan
pemanfaatan pengetahuan
tradisional
Pembinaan Minimnya para praktisi/ pelaku
budaya dan ruang ekspresi seni
Perlunya peningkatan SDM dan
sarpras untuk OPK
108. Kota Bima Pelindungan Kurangnya publikasi dan
pemahaman terhadap OPK kepada
masyarakat
Melakukan inventarisasi dan
publikasi dengan mengeluarkan
buku yang memberikan gambaran
mengenai OPK
Pengembangan Upacara adat istiadat dianggap
memakan waktu, biaya, tenaga,
materi yang lama dan banyak
Sosialisasi terhadap fakta-fakta
kebudayaan yang sebenarnya
sehingga menepis anggapan
bahwa kebudayaan adalah
pengeluaran
Merajuk kepada prosesi adat
upacara pernikahan adat, upacara
sura na ndoso, cafi sari, kiri loko
Pemanfaatan Kurangnya pemanfaatan terhadap
OPK karena dianggap kuno dan
tidak praktis
Perlu adanya pengkajian yang
dapat menerapkan OPK dengan
teknologi modern
Merajuk kepada teknologi
tradisional
73
Pembinaan Kurangnya regenerasi terhadap
pemanfaatan OPK
Melakukan regenerasi sejak dini
terutama untuk generasi muda
dengan cara memasukan
kurikulum muatan lokal dan
melakukan sosialisasi terhadap
masyarakat
109 Kab. Wonosobo Pelindungan Minimnya publikasi Melakukan publikasi melalui
seminar hasil kajian/penelitian
Pengembangan Belum adanya kajian secara
keilmuan serta kurangnya
pemahaman masyarakat tentang
nilai yang terkandung dalam OPK
Perlu adanya kajian
Pemanfaatan –
Pembinaan TACB belum bersertifikasi;
Rendahnya minat generasi muda
untuk ikut berpartisipasi terhadap
pemajuan kebudayaan
Perlu adanya pendalaman materi
tentang sertifikasi; Pelibatan
generasi muda di pagelaran seni
budaya
110. Kab. Pangkajene
Kepulauan
Pelindungan Belum adanya inventarisasi data
kebudayaan secara detail serta
kurangnya publikasi; Belum adanya
produk hukum daerah yang
bertujuan untuk melindung OPK
Melakukan inventarisasi data
secara lengkap dan menyeluruh di
wilayah Kabupaten Pangkep;
Mendorong eksekutif dan
legislatif menetapkan produk
hukum daerah berkaitan dengan
pemajuan kebudayaan
Pengembangan Masih kurangnya penelitian Melaksanakan penelitian dan
74
terhadap OPK yang ada di Pangkep pengembangan terhadap OPK
yang ada; Reaktualisasi nilai-nilai
budaya
Pemanfaatan Belum maksimalnya apresiasi
terhadap kegiatan-kegiatan yang
berhubungan dengan kegiatan OPK
di daerah
Adanya apresiasi terhadap
kegiatan OPK
Pembinaan Belum maksimalnya pembinaan
kepada SDM kebudayaan, lembaga
budaya dan komunitas budaya yang
ada
Pelaksanaan pembinaan dan
pendukungan terhadap
pelaksanaan pemajuan
kebudayaan
111. Kab. Alor Pelindungan Belum adanya inventarisasi data
OPK; Masih minimnya kebijakan
daerah terkait kebudayaan
Melakukan inventarisasi terkait
OPK; Memfasilitasi lahirnya
kebijakan daerah mengenai
pemajuan kebudayaan
Pendataan yang dimaksud
diharapkan juga dapat
memberikan gambaran mengenai
potensii warisan budaya menurut
sebaran etnis di Kabupaten Alor
Pengembangan Minimnya kajian-kajian di bidang
kebudayaan
Mmfasilitasi pelaksanaan
penelitian di bidang kebudayaan
untuk kepentingan pemajuan
kebudayaan
Pemanfaatan Minimnya penyelenggaraan event
kebudayaan yang dilakukan secara
berkelanjutan; Masih lemahnya
sinergi antara para pemangku
kepentingan di bidang kebudayaan
Melakukan pemasyarakatan
kebudayaan daerah melalui event
yang dilakukan secara
berkenajutan ulai dari tingkat
kabupaten, kecamatan hingga
75
tingkat desa/kelurahan;
Memfasilitasi terbangunnya
kerjasama bidang kebudayaan
antara pemangku kepentingan di
bidang kebudayaan
Pembinaan Masih rendahnya kapasitas SDM
bidang kebudayaan
Memfasilitasi peningkatan
kapasitas SDM bidang
kebudayaan
112. Kab. Karo (belum
ada bab 2-7 atau
tidak sesuai
format)
Pelindungan
Pengembangan
Pemanfaatan
Pembinaan
113. Kab. Kampar Pelindungan Sarana dan prasarana yang tidak
memadai
Pembuatan sarana dan prasarana
yang mendukung OPK.
Pembangunan sarana dan
prasarana khusus untuk OPK
manuskrip,
Pengembangan Kurangnya dokumentasi, kajian
kebudayaan, dan perhatian
masyarakat.
Mengadakan sosialisasi,
mempopulerkan kembali terhadap
OPK
Pemanfaatan Paradigma masyarakat terhadap
OPK masih kaku.
Penyelenggaraan Festival,
pagelaran dan pameran
Paradigma masyarakat kaku
khusus terhadap pengetahuan
tradisional.
Pembinaan Kurangnya SDM secara mutu dan Pemberian beasiswa pendukung
76
kuantitas terkait pengetahuan
kebudayaan setempat
pengembangan program OPK,
Mengadakan pelatihan di bidang
kebudayaan.
114. Kab. Kapuas Hulu Pelindungan Kurangnya perawatan, tidak adanya
prasarana pendidikan kebudayaan
Pelaksanaan kegiatan perawatan,
pembangunan prasarana
pendidikan kebudayaan
Perawatan terfokus kepada cagar
budaya.
Pengembangan Penyebarluasan OPK kurang Dilaksanakan penyebarluasan
OPK
Pemanfaatan OPK jarang dilaksanakan Penggiatan kembali OPK yang
mulai jarang dilaksanakan
Pembinaan Tidak adanya pelatihan mengenai
OPK.
Dilaksanakan pelatihan mengenai
OPK.
115. Kab. Klungkung Pelindungan Nilai budaya tergerus oleh
modernisasi, tradisi sudah mulai
ditinggalkan,
Nilai budaya dan tradisi harus
memiliki publikasi yang kuat,
sehingga dikenal kembali oleh
Pengembangan Kurang adanya sarana dan
prasarana dalam pemajuan OPK
Pembangunan sarana dan
prasarana dalam pemajuan OPK
Pemanfaatan Kurangnya pemanfaatan teknologi
untuk pengembangan dan
penyebarluasan informasi OPK
Pemanfaatan teknologi untuk
pengembangan dan
penyebarluasan Informasi
Pembinaan Kurangnya Alokasi anggaran untuk
mengadakan pelatihan OPK
Alokasi anggaran khusus dari
pemerintah untuk pelatihan OPK
77
116. Kab. Lombok
Timur
Pelindungan Eksistensi OPK yang mulai hilang,
sarana pelindungan OPK tidak ada
Memperkenalkan kembali OPK,
membangun sarana pelindungan
OPK
Pengembangan Tidak ada upaya pengembangan
OPK
Membuat kajian, dan
penyebarluasan OPK
Pemanfaatan Generasi muda enggan
menggunakan OPK
Mengenalkan kembali arti OPK
Pembinaan Tidak adanya lembaga masyarakat
yang membawahi OPK
Pembuatan lembaga masyarakat
yang membawahi OPK
Pembinaan terkait adat istiadat
117. Kab. Mamberamo
Raya
Pelindungan Masuknya kebudayaan luar
menggantikan kebudayaan lokal,
kebudayaan mulai ditinggalkan.
Penyebarluasan kebudayaan pada
masyarakat, penanaman dan
pengenalan kembali nilai-nilai
kebudayaan pada masyarakat
Pengembangan Tidak adanya kajian di bidang
kebudayaan membuat nilai agama
dan budaya dibenturkan
Pelaksanaan kajian, kajian
kebudayaan
Pemanfaatan Tidak adanya agenda kebudayaan
daerah.
Diselenggarakannya agenda
kebudayaan dengan skala nasional
Pembinaan Sedikitnya SDM pengembangan
OPK
Dilaksanakannya kegiatan
pelatihan dan pendidikan SDM
Kebudayaan.
118. Kab. Manokwari Pelindungan Masuknya budaya luar yang
mengancam keberadaan
Inventarisasi kebudayaan dan
pencatatan kebudayaaan.
78
kebudayaan daerah,
Pengembangan Kurangnya diskusi antara
kebudayaan dan agama,
Dilaksanakannya diskusi dan
kajian bidang kebudayaan dan
agama,
Pemanfaatan Kebudayaan daerah terkesan usang
dan membosankan,
Pengemasan kembali bentuk
kebudayaan daerah agar bisa
diterima generasi muda,
Pembinaan Putusnya generasi pewaris
kebudayaan, karena generasi
diatasnya enggan menurunkan
pengetahuan terkait kebudayaan.
Penggalakan kembali penurunan
pengetahuan kebudayaan antar
generasi
119. Kab. Maybrat Pelindungan Kebudayaan secara umum jarang
digunakan oleh masyarakat.
Perlunya penggalakkan kembali
kebudayaan, sehingga kebudayaan
dapat digunakan kembali
Pengembangan Kurangnya sosialisasi terhadap
kebudayaan.
Dilaksanakannya sosialisasi
terhadap kebudayaan, dan diskusi
antara kebudayaan dan agama.
Pemanfaatan – –
Pembinaan Putusnya generasi pewaris
kebudayaan, karena generasi tua
enggan menurunkan pengetahuan
terkait kebudayaan.
Penggalakan kembali penuturan
kebudayaan antar generasi.
79
120. Kota Tarakan Pelindungan Kurangnya sarana dan prasarana
pendukung OPK
Dibangunnya sarana dan
prasarana yang mendukung OPK
Pengembangan Kurangnya aktivitas kebudayaan di
daerah
Perlu diadakan sosialisasi
terhadap pentingnya kebudayaan
Pemanfaatan Kurangnya program dan kegiatan
kebudayaan
Pelibatan dewan kota untuk
membuat program kebudayaan
kota, perlu diadakan program
kebudayaan
Pembinaan Kurangnya SDM yang mampu
berkebudayaan
Perlunya pelatihan di bidang
kebudayaan
121. Kab. Kutai Barat Pelindungan Pudarnya nilai nilai kebudayaan,
Adat istiadat mulai ditinggalkan
Pelunya revitalisasi kebudayaan
yang didorong oleh pemerintah
daerah.
Pengembangan Kurangnya sarpras pengembangan
dan penyebarluasan kebudayaan,
Dibangunnya sarpras di bidang
kebudayaan, perlu diadakan
diskusi antara kebudayaan yang
melibatkan kaum agamawan.
Pemanfaatan Minimnya kegiatan berbasiskan
kebudayaan
Perlunya Penggalakan kegiatan
berbasis kebudayaan,
Pembinaan Minimnya SDM yang paham akan
kebudayaan dan pengelolaannya.
Perlu diadakan pelatihan
kebudayaan serta sertifikasi SDM
kebudayaan
122. Kab. Kutai Pelindungan Kurangnya data dan sistem Dibangunnya sarpras kebudayaan,
80
Kartanagara pendataan kebudayaan di daerah,
sumber kebudayaan yang makin
lama makin hilang
digalakannya pendataan
kebudayaan,
Pengembangan Kurangnya riset dan kajian
kebudayaan, terbenturnya antara
kebudayaan dan agama
Perlu diadakan kajian terkait
kebudayaan, perlu diadakan
diskusi kebudayaan dan agama
Pemanfaatan Penggunaan kebudayaan dalam
kehidupan sehari hari mulai luntur
Penyelenggaraan kembali dan
penghidupan kembali kebudayaan
melalui festival dan pagelaran,
serta penggalakan kembali
penggunaan dalam kehidupan
sehari hari
Khususnya pada OPK bahasa
daerah
Pembinaan Kurangnya ekspresi kebudayaan
pada masyarakat,
Perlu diadakan pelatihan dan
pemberian ruang ekspresi
kebudayaan kepada masyarakat.
123. Kab. Pinrang Pelindungan akses menuju lokasi OPK yang sulit
dijangkau; pengaruh modernisasi
terhadap OPK lokal; bahan baku
OPK yang semakin sulit diperoleh;
tidak diminatinya Pengetahuan dan
Teknologi Tradisional karena
lamanya waktu yang dibutuhkan
Memperbaiki akses jalan menuju
lokasi OPK; Memperkenalkan
kembali kepada masyarakat
budaya asli mereka melalui
agenda-agenda kegiatan
Penekanan akses pada Manuskrip
dan CB.
Pengembangan akses menuju lokasi OPK yang sulit
dijangkau; bahan baku OPK yang
semakin sulit diperoleh; tidak
Memperbaiki akses jalan menuju
lokasi OPK; Memperkenalkan
kembali kepada masyarakat
–
81
diminatinya Pengetahuan dan
Teknologi Tradisional karena
lamanya waktu yang dibutuhkan
budaya asli mereka melalui
agenda-agenda kegiatan
Pemanfaatan akses menuju lokasi OPK yang sulit
dijangkau; tidak diminatinya
Pengetahuan dan Teknologi
Tradisional karena lamanya waktu
yang dibutuhkan
Penyusunan Perda tentang OPK;
pembangunan Museum
Penekanan pada Tradisi Lisan,
Adat Istiadat, Ritus dan Seni yang
sudah tidak sesuai dengan aslinya.
Pembinaan pengaruh modernisasi terhadap
OPK lokal; tidak diminatinya
Pengetahuan dan Teknologi
Tradisional karena lamanya waktu
yang dibutuhkan
Penyusunan kurikulum muatan
lokal tentang pemajuan
kebudayaan
Data SDM dan Lembaga hanya
disajikan dalam jumlah saja.
124. Kab. Kepulauan
Morotai
Pelindungan Tidak adanya sarpras pendukung
OPK.
Terbatasnya hak untuk mengakses
OPK.
Pengaruh modernisasi terhadap
OPK.
Hilangnya Ritus karena hilangnya
lahan ataupun aktivitas yang
mendasari.
Kurang populernya OPK sehingga
Perluasan akses terhadap OPK.
Penguatan sosialisasi dan
memperkenalkan kembali OPK.
Identifikasi lokasi alternatif untuk
melaksanakan OPK.
Inventarisasi dan dokumentasi
OPK setempat.
Pengadaan sarpras pendukung
OPK.
Penekanan pada Ritus yang mulai
menghilang.
Tidak ada pembaca Manuskrip
dalam bahasa asing;
Penekanan pada museum
kebudayaan bahari.
Penekanan pada Artefak Perang
Dunia II.
82
semakin terlupakan/didapatkan.
Kurang menyeluruhnya peran
pemerintah dalam pelestarian OPK.
Peningkatan peran pemerintah.
Pengembangan Kurang tertariknya generasi muda
dengan OPK.
Kurang aktifnya pemerintah dalam
upaya pengembangan OPK.
Belum adanya sarpras
pengembangan dan kajian OPK.
Pengadaan sarpras pengembangan
dan kajian OPK.
Revitalisasi OPK agar lebih
adaptif dengan kehidupan masa
kini.
–
Pemanfaatan OPK sudah tidak digunakan lagi
karena berbagai sebab.
Penguatan publikasi tentang OPK. –
Pembinaan Kurang / Tidak adanya SDM yang
bisa mengakses OPK.
Tidak adanya wadah pembinaan
OPK.
Minimnya minat bakat masyarakat
terkait OPK.
Pembentukan wadah pembinaan
OPK.
Penguatan pelatihan tentang OPK
setempat.
Regenerasi pelestari OPK.
–
125. Kab. Raja Ampat Pelindungan Putusnya tongkat estafet
pelestarian OPK dari tetua.
Urbanisasi penduduk turut
Memperkenalkan kembali OPK di
lembaga pendidikan formal.
Mendokumentasikan OPK yang
Analisis Permasalahan dan
Rekomendasi OPK Bahasa tidak
tercantum.
83
mempengaruhi luntur/hilangnya
OPK.
Terbatasnya sarpras OPK
ada secara audio-visual. Penekanan Sarpras pada Olahraga
Tradisional
Pengembangan – – –
Pemanfaatan Rendahnya kesadaran masyarakat
akan arti penting OPK.
Terkait aturan adat, beberapa
OPK hanya bisa diakses oleh
sebagian orang saja.
Menetapkan situs sebagai
destinasi wisata.
Memperkenalkan OPK dalam
festival-festival budaya.
Penekanan pada manuskrip
berbahan batu.
Pembinaan Tidak adanya mata pelajaran
tentang OPK di lembaga
pendidikan formal.
Memperkenalkan kembali OPK di
lembaga pendidikan formal.
Membentuk komunitas adat
terkait pemajuan kebudayaan
–
126. Kab. Sorong Pelindungan Putusnya tongkat estafet
pelestarian OPK dari tetua.
Urbanisasi penduduk turut
mempengaruhi luntur/hilangnya
OPK.
Penggunaan bahasa daerah yang
mulai ditinggalkan dalam aktivitas
Melakukan revitalisasi, visualisasi
dan inventarisasi OPK.
Merangsang penggunaan bahasa
daerah pada ranah privat.
Publikasi bahasa daerah dalam
bentuk kamus.
Analisis Permasalahan dan
Rekomendasi OPK Manuskrip,
Olahraga Tradisional dan Cagar
Budaya tidak tercantum.
84
sehari-hari.
Masyarakat tidak (lagi) mengetahui
OPK setempat.
Terbatasnya sarpras OPK.
Pengembangan – – –
Pemanfaatan Minimnya minat bakat masyarakat
terkait OPK setempat.
Memperkenalkan OPK dalam
festival-festival budaya.
Pembinaan – – –
127. Kab. Merauke Pelindungan Putusnya tongkat estafet
pelestarian OPK dari tetua.
Urbanisasi penduduk turut
mempengaruhi luntur/hilangnya
OPK.
Penggunaan bahasa daerah yang
mulai ditinggalkan dalam aktivitas
sehari-hari.
Masyarakat tidak (lagi) mengetahui
OPK setempat.
Terbatasnya sarpras OPK.
Melakukan revitalisasi, visualisasi
dan inventarisasi OPK.
Merangsang penggunaan bahasa
daerah pada ranah privat.
Publikasi bahasa daerah dalam
bentuk kamus.
Analisis Permasalahan dan
Rekomendasi OPK Manuskrip,
Olahraga Tradisional dan Cagar
Budaya tidak tercantum.
85
Pengembangan – – –
Pemanfaatan Minimnya minat bakat masyarakat
terkait OPK setempat.
Memperkenalkan OPK dalam
festival-festival budaya.
Pembinaan – – –
128. Kab. Sanggau Pelindungan Belum terdatanya OPK setempat.
Minimnya informasi yang diketahui
masyarakat tentang OPK setempat.
Tantangan pelestarian OPK karena
dianggap menghidupkan kembali
(animisme) kepercayaan.
Belum adanya perda tentang
pelestarian OPK.
Bergesernya nilai-nilai OPK karena
peradaban modern.
Faktor usia para pelaku budaya
terkait OPK setempat.
Kondisi fisik OPK saat ini.
Membentuk Tim Penyusunan
Database OPK.
Mendorong penetapan perda
pelestarian OPK.
Penyelenggaraan atraksi budaya
secara rutin sebagai upaya
mempertemukan sisi rasionalitas
OPK dengan berbagai aspek
kehidupan.
Penyusunan muatan lokal berbasis
kebudayaan dalam pendidikan
formal.
Revitalisasi dan reaktualisasi OPK
dalam kehidupan keluarga
maupun masyarakat.
Dokumentasi Audio-Video dan
86
Digitalisasi OPK.
Pengembangan Minimnya sarpras pendukung OPK.
Keterbatasan bahan baku OPK.
Kurang optimalnya peran serta
lembaga/komunitas
Penyediaan lahan untuk
pengembangan bahan baku OPK.
Penyediaan sarpras pendukung
OPK.
Pemanfaatan Minimnya sarpras pendukung OPK. Penyediaan sarpras pendukung
OPK.
Pembinaan Perlu peningkatan kualitas dan
kuantitas SDM OPK.
Minimnya minat bakat masyarakat
terkait OPK.
Kurang optimalnya peran serta
lembaga/komunitas
Optimalisasi kualitas dan
kuantitas SDM OPK.
Penyusunan muatan lokal berbasis
kebudayaan dalam pendidikan
formal.
Pembentukan lembaga terkait
OPK setempat.
129. Kota Balikpapan Pelindungan Kendala akses dan perawatan
terhadap OPK yang berada dalam
area tertentu.
Belum adanya sarpras pendukung
OPK.
Mediasi dengan kepala daerah
setempat dan pihak terkait.
Pembangunan sarpras pendukung
OPK.
Ekplorasi dan pendataan OPK
Penekanan pada area PT.
Pertamina.
Penekanan pada pembangunan
Museum Negeri Balikpapan.
87
Tantangan pelestarian OPK karena
dianggap menghidupkan kembali
(animisme) kepercayaan.
Minimnya kesadaran arti penting
dan informasi terkait OPK
setempat.
Dinamika kehidupan modern
masyarakat yang heterogen
menyingkirkan OPK sedikit demi
sedikit.
setempat.
Sosialisasi peraturan
perundangan.
Penyusunan perda terkait OPK.
Pengembangan Tata kelola organisasi lembaga
budaya yang lemah.
Pendampingan dan bantuan
pengembangan lembaga budaya.
Pemanfaatan Belum adanya nilai ekonomi
langsung terkait OPK setempat.
Terbatasnya lahan terbuka di kota
untuk pemanfaatan OPK.
Perbaikan pengemasan OPK
sehingga dapat bernilai ekonomi.
Penyelenggaraan atraksi/event
budaya terkait OPK setempat.
Penggunaan nama OPK sebagai
nama jalan.
Penggunaan Ruang Terbuka
Hijau sebagai sarpras OPK.
Penekanan pada penamaan jalan
berdasarkan nama OPK.
Pembinaan Minimnya minat dan bakat
masyarakat yang serius dan fokus
Penyusunan kurikulum muatan
lokal pendidikan formal
88
terkait OPK. berdasarkan OPK setempat.
Mencetak tenaga-tenaga yang ahli
dalam menangani OPK.
130. Kab. Aceh Besar Pelindungan Belum teridentifikasi dan
dokumentasi secara komprehensip
seluruh khazanah kekayaan budaya
lokal. Serta kurangnya ketersediaan
bahan baku dan alat pembuatan dan
pelaksanaan OPK.
Kurangnya regulasi yang
melindungi kekayaan budaya asli
daerah
Perlu dibentuk tim identifikasi,
dokumentasi dan validasi secara
komprehensib serta menyediakan
dan mengembangkan lahan untuk
pengembangan bahan baku dan
pelaksanaan beberapa OPK
Mendorong legislatif dan
eksekutif menetapkan produk
hukum berkaitan perlindungan
budaya asli daerah
Pengembangan Pelestarian dan revitalisasi OPK
mendapat tantangan dari perpektif
relegiusitas sosial.
Belum tersedianya pedoman baku
maupun kurikulum berbasis nilai
Perlu dibentuk tim peneliti dan
pengkajian untuk mempertemukan
sisi positif nilai-nilai budaya dan
kearifan lokal dengan konteks
ajaran agama atau dalam rangka
melakukan restrukturisasi secara
fill in budaya lokal dengan ajaran
agama
Menyusun buku pedoman dan
kurikulum berbasis budaya dan
kearifan lokal
89
budaya dan kearifan lokal
Pemanfaatan
Pembinaan Kurangnya SDM (penutur,
pembuat, pelaku, pemelihara) dan
sarana prasarana seluruh OPK
Penguatan tenaga SDM di setiap
OPK melalui pelatihan,
pembinaan dan pengembangan
baik secara formal maupun in
formal dan penyediaan sarana
prasarana pelestaria seluruh OPK
131. Kab. Aceh Jaya Perlindungan Belum teridentifikasi dan
dokumentasi secara komprehensip
seluruh khazanah kekayaan budaya
lokal. Serta kurangnya ketersediaan
bahan baku dan alat pembuatan dan
pelaksanaan OPK.
Kurangnya regulasi yang
melindungi kekayaan budaya asli
daerah
Perlu dibentuk tim identifikasi,
dokumentasi dan validasi secara
komprehensib serta menyediakan
dan mengembangkan lahan untuk
pengembangan bahan baku dan
pelaksanaan beberapa OPK
Mendorong legislatif dan
eksekutif menetapkan produk
hukum berkaitan perlindungan
budaya asli daerah
Pengembangan Pelestarian dan revitalisasi OPK
mendapat tantangan dari perpektif
relegiusitas sosial.
Perlu dibentuk tim peneliti dan
pengkajian untuk mempertemukan
sisi positif nilai-nilai budaya dan
kearifan lokal dengan konteks
ajaran agama atau dalam rangka
90
Belum tersedianya pedoman baku
maupun kurikulum berbasis nilai
budaya dan kearifan lokal
melakukan restrukturisasi secara
fill in budaya lokal dengan ajaran
agama
Menyusun buku pedoman dan
kurikulum berbasis budaya dan
kearifan lokal
Pemanfaatan
Pembinaan Kurangnya SDM (penutur,
pembuat, pelaku, pemelihara) dan
sarana prasarana seluruh OPK
Penguatan tenaga SDM di setiap
OPK melalui pelatihan,
pembinaan dan pengembangan
baik secara formal maupun
informal dan penyediaan sarana
prasarana pelestaria seluruh OPK
132 Kab. Aceh Selatan Pelindungan Belum teridentifikasi dan
dokumentasi secara komprehensip
seluruh khazanah kekayaan budaya
lokal. Serta kurangnya ketersediaan
bahan baku dan alat pembuatan dan
pelaksanaan OPK.
Kurangnya regulasi yang
melindungi kekayaan budaya asli
daerah
Perlu dibentuk tim identifikasi,
dokumentasi dan validasi secara
komprehensib serta menyediakan
dan mengembangkan lahan untuk
pengembangan bahan baku dan
pelaksanaan beberapa OPK.
Mendorong legislatif dan
eksekutif menetapkan produk
hukum berkaitan perlindungan
budaya asli daerah
91
Tidak terawatnya benda budaya
yang tergerus oleh usia sehingga
rentan kerusakan
Pengembangan Pelestarian dan revitalisasi OPK
mendapat tantangan dari perpektif
relegiusitas sosial.
Belum tersedianya pedoman baku
maupun kurikulum berbasis nilai
budaya dan kearifan lokal
Perlu dibentuk tim peneliti dan
pengkajian untuk mempertemukan
sisi positif nilai-nilai budaya dan
kearifan lokal dengan konteks
ajaran agama atau dalam rangka
melakukan restrukturisasi secara
fill in budaya lokal dengan ajaran
agama
Menyusun buku pedoman dan
kurikulum berbasis budaya dan
kearifan lokal
Pemanfaatan
Pembinaan Kurangnya SDM (penutur,
pembuat, pelaku, pemelihara) dan
sarana prasarana seluruh OPK
Penguatan tenaga SDM di setiap
OPK melalui pelatihan,
pembinaan dan pengembangan
baik secara formal maupun
informal dan penyediaan sarana
prasarana pelestaria seluruh OPK
133. Kab. Aceh Tengah Perlindungan Belum teridentifikasi dan Perlu dibentuk tim identifikasi,
92
dokumentasi secara komprehensip
seluruh khazanah kekayaan budaya
lokal. Serta kurangnya ketersediaan
bahan baku dan alat pembuatan dan
pelaksanaan OPK.
Kurangnya regulasi yang
melindungi kekayaan budaya asli
daerah
Tidak terawatnya benda budaya
yang tergerus oleh usia sehingga
rentan kerusakan
dokumentasi dan validasi secara
komprehensib serta menyediakan
dan mengembangkan lahan untuk
pengembangan bahan baku dan
pelaksanaan beberapa OPK.
Mendorong legislatif dan
eksekutif menetapkan produk
hukum berkaitan perlindungan
budaya asli daerah
Pengembangan Pelestarian dan revitalisasi OPK
mendapat tantangan dari perpektif
relegiusitas sosial.
Belum tersedianya pedoman baku
maupun kurikulum berbasis nilai
budaya dan kearifan lokal
Perlu dibentuk tim peneliti dan
pengkajian untuk mempertemukan
sisi positif nilai-nilai budaya dan
kearifan lokal dengan konteks
ajaran agama atau dalam rangka
melakukan restrukturisasi secara
fill in budaya lokal dengan ajaran
agama
Menyusun buku pedoman dan
kurikulum berbasis budaya dan
kearifan lokal
93
Pemanfaatan
Pembinaan Kurangnya SDM (penutur,
pembuat, pelaku, pemelihara) dan
sarana prasarana seluruh OPK
Penguatan tenaga SDM di setiap
OPK melalui pelatihan,
pembinaan dan pengembangan
baik secara formal maupun
informal dan penyediaan sarana
prasarana pelestaria seluruh OPK
134. Kab. Aceh
Tenggara
Pelindungan Kurangnya referensi tentang OPK Mengadakan perlombaan
Pengembangan Berkurangnya nilai kebersamaan
atau gotong royong
Mengembangkan pilot project
khusus pelestarian nilai tradisi
Pemanfaatan Kurangnya kesadaran masyarakat
dalam memanfaatkan ekologi
daerah
Menyusun anggaran pelatihan
ekologi
Pembinaan Kurangnya dukungan fasilitas
sarana dan prasarana OPK
Mengajukan dan menyusun
anggaran secara bertahap
135. Kab. Aceh Timur Pelindungan Belum teridentifikasi dan
dokumentasi secara komprehensip
seluruh khazanah kekayaan budaya
lokal. Serta kurangnya ketersediaan
bahan baku dan alat pembuatan dan
pelaksanaan OPK.
Kurangnya regulasi yang
Perlu dibentuk tim identifikasi,
dokumentasi dan validasi secara
komprehensib serta menyediakan
dan mengembangkan lahan untuk
pengembangan bahan baku dan
pelaksanaan beberapa OPK.
Mendorong legislatif dan
94
melindungi kekayaan budaya asli
daerah
Tidak terawatnya benda budaya
yang tergerus oleh usia sehingga
rentan kerusakan
eksekutif menetapkan produk
hukum berkaitan perlindungan
budaya asli daerah
Pengembangan Pelestarian dan revitalisasi OPK
mendapat tantangan dari perpektif
relegiusitas sosial.
Belum tersedianya pedoman baku
maupun kurikulum berbasis nilai
budaya dan kearifan lokal
Perlu dibentuk tim peneliti dan
pengkajian untuk mempertemukan
sisi positif nilai-nilai budaya dan
kearifan lokal dengan konteks
ajaran agama atau dalam rangka
melakukan restrukturisasi secara
fill in budaya lokal dengan ajaran
agama
Menyusun buku pedoman dan
kurikulum berbasis budaya dan
kearifan lokal
Pemanfaatan
Pembinaan Kurangnya SDM (penutur,
pembuat, pelaku, pemelihara) dan
sarana prasarana seluruh OPK
Penguatan tenaga SDM di setiap
OPK melalui pelatihan,
pembinaan dan pengembangan
baik secara formal maupun
informal dan penyediaan sarana
95
prasarana pelestaria seluruh OPK
136. Kab. Aceh Utara Pelindungan Kurangnya perawatan dan
penyimpanan manuskrip sehingga
banyak yang rusak
Program restorasi, melengkapi
penyimpanan manuskrip yang ada
Pengembangan Kurangnya kajian secara
komprehensip terhadap OPK
Tidak adanya ruang ekpresi seni
yang memadai
Melakukan kajian untuk
menyusun catatan sejarah dan
pengetahuan yang lengkap setiap
OPK
Tersedianya ruang pertunjukan
yang memadai
Pemanfaatan
Pembinaan Kurangnya kualitas dan kuantitas
SDM OPK khususnya ahli cagar
Budaya
Meningkatkan kualitas dan
kuantitas SDM OPK dan
sertifikasi ahli cagar budaya
137. Kab. Aceh Singkil Perlindungan Belum teridentifikasi dan
dokumentasi secara komprehensip
seluruh khazanah kekayaan budaya
lokal. Serta kurangnya ketersediaan
bahan baku dan alat pembuatan dan
pelaksanaan OPK.
Kurangnya regulasi yang
melindungi kekayaan budaya asli
Perlu dibentuk tim identifikasi,
dokumentasi dan validasi secara
komprehensib serta menyediakan
dan mengembangkan lahan untuk
pengembangan bahan baku dan
pelaksanaan beberapa OPK.
Mendorong legislatif dan
eksekutif menetapkan produk
96
daerah
hukum berkaitan perlindungan
budaya asli daerah
Pengembangan Pelestarian dan revitalisasi OPK
mendapat tantangan dari perpektif
relegiusitas sosial.
Belum tersedianya pedoman baku
maupun kurikulum berbasis nilai
budaya dan kearifan lokal
Perlu dibentuk tim peneliti dan
pengkajian untuk mempertemukan
sisi positif nilai-nilai budaya dan
kearifan lokal dengan konteks
ajaran agama atau dalam rangka
melakukan restrukturisasi secara
fill in budaya lokal dengan ajaran
agama
Menyusun buku pedoman dan
kurikulum berbasis budaya dan
kearifan lokal
Pemanfaatan
Pembinaan Kurangnya SDM (penutur,
pembuat, pelaku, pemelihara) dan
sarana prasarana seluruh OPK
Meningkatkan kualitas dan
kuantitas SDM OPK dan
sertifikasi ahli cagar budaya
138. Kab. Aceh
Tamiang
Pelindungan Belum adanya inventarisasi semua
kekayaan Budaya Tamiang
Menginventarisir semua kekayaan
seni Budaya Tamiang
Pembentukan kelembagaan
Pemajuan Kebudayaan
97
Pengembangan Tergerusnya nilai budaya lokal oleh
modernisasi, industrialisasi dan
globalisasi, banyak tradisi yang
ditinggalkan dan mengalami
benturan dengan nilai-nilai agama
Kurangnya ruang ekpresi beberapa
OPK secara signifikan
Kurangnya pengembangan budaya
yang melibatkan partisipasi
masyarakat
Perlunya kajian yang mendasari
kebudayaan Tamiang
Mendorong partisipasi masyarakat
sehingga memahami bahwa seni
budaya bukan sekedar tontonan
tapi juga mengandung tuntunan
Pemanfaatan Perkembangan teknologi belum
dimanfaatkan untuk kelestarian
kebudayaan lokal
Pembinaan Kurangnya Praktisi SDM OPK
139. Kab. Batubara Pelindungan Menurunnya peran Lembaga Adat
dalam pencegahan dan
penyelesaian masalah terkait OPK.
Tidak adanya lembaga (swadaya /
pemerintah) yang serius menangani
OPK.
Identifikasi dan inventarisasi OPK
setiap tahun mengingat banyaknya
OPK setempat.
Sosialisasi OPK ke seluruh unsur
masyarakat (sekolah, dll)
penekanan pada anggaran
pemajuan OPK Cagar Budaya
penekanan pada identifikasi dan
inventarisasi OPK Cagar Budaya.
Penekanan pada sosialisasi OPK
98
Minimnya anggaran Pemda dalam
pemajuan OPK
Belum menyeluruhnya identifikasi
dan inventarisasi OPK baik di darat
maupun di air.
Mnimnya sosialisasi terkait OPK.
Minimnya referensi terkait OPK
(yang menarik)
Tersedianya alokasi anggaran
untuk pemajuan OPK.
Revitalisasi OPK dengan
melibatkan budayawan
Cagar Budaya
Penekanan pada revitalisasi OPK
Bahasa
Pengembangan Tidak adanya lembaga (swadaya /
pemerintah) yang serius menangani
OPK.
Minimnya anggaran Pemda dalam
pemajuan OPK
Minimnya sarpras dan fasilitasi
terkait OPK
Tersedianya alokasi anggaran
untuk pemajuan OPK.
Pembangunan sarpras dan
fasilitasi terkait OPK
Pelibatan budayawan sebagai
mitra pemajuan kebudayaan
Pemberdayaan desa tematik OPK
penekanan pada anggaran
pemajuan OPK Cagar Budaya
Pemanfaatan Tidak adanya lembaga (swadaya /
pemerintah) yang serius menangani
OPK.
Minimnya minat masyarakat terkait
Tersedianya alokasi anggaran
untuk pemajuan OPK.
Fasilitasi perlombaan/festival
terkait OPK
penekanan pada anggaran
pemajuan OPK Cagar Budaya
penekanan minat masyarakat pada
OPK Permainan Tradisional
99
OPK karena modernisasi
Minimnya anggaran Pemda dalam
pemajuan OPK
Pemberdayaan rumah adat yang
kosong untuk dikelola sebagai
museum
Mendorong masyarakat untuk
mendirikan usaha
berbasis/mengikutsertakan OPK
Pembinaan Minimnya minat dan bakat
masyarakat yang serius dan fokus
terkait OPK.
Tidak adanya lembaga (swadaya /
pemerintah) yang serius menangani
OPK.
Minimnya penghargaan terhadap
budayawan terkait pemajuan OPK
Pelibatan budayawan sebagai
mitra pemajuan kebudayaan
penekanan pada OPK Bahasa
Melayu dan Aksara Arab Melayu
140. Kab. Deli Serdang Pelindungan peralihan fungsi cagar budaya
untuk keperluan legalisasi dan
registrasi
minimnya data terkait OPK
globalisasi dan asimilasi budaya
yang perlahan namun pasti
menggerus budaya daerah
menerbitkan Perda tentang
kebudayaan daerah
diseminasi pengetahuan terkait
OPK
Fasilitasi perlombaan/festival
terkait OPK
Penerbitan buku-buku terkait
–
100
minimnya sarpras dan sdm terkait
pemajuan OPK
Minimnya minat masyarakat terkait
OPK karena modernisasi
OPK
Melakukan dialog/mediasi terkait
OPK
Pengembangan minimnya sarpras dan sdm terkait
pemajuan OPK
mewujudkan konsep “Kabupaten
Berbudaya”
–
Pemanfaatan minimnya sarpras dan sdm terkait
pemajuan OPK
– –
Pembinaan minimnya sarpras dan sdm terkait
pemajuan OPK
– –
141. Kab. Sinjai Pelindungan Terbatasnya sarana dan prasarana
yang memadai
Menyediakan sarana dan
prasarana untuk OPK yang
representatif
Mengarah pada peningkatan
kualitas serta kuantitas terhadap
sarana dan prasarana
Pengembangan Kurang berhasilnya adaptasi OPK
dengan tuntutan zaman serta
ketiadaan gedung pertunjukan
terkait OPK Seni
Mendorong pengkajian dan
inisiatif yang mengarah pada
penyelerasan OPK dengan
perkembangan zaman serta
membangun gedung pertunjukan
untuk OPK Seni
Mengarah pada penyelenggaraan
perhelatan yang menampilkan
OPK pada publik secara
berkelanjutan
Pemanfaatan Kurang termanfaatkannya OPK
bagi kalangan muda
Memperkaya muatan lokal
berbasis OPK
Mengarah pada sosialisasi
pemanfaatan OPK di lingkungan
sekolah dan keluarga
Pembinaan Terbatasnya SDM pelaku, lembaga
kebudayaan dan tiadanya produk
Memperkuat kapasitas SDM, tata
kelola kelembagaan dan
Mengarah pada penguatan
lembaga adat dan Dewan
101
hukum terkait OPK mendorong terciptanya produk
hukum terkait OPK
Kesenian
142. Kab. Gorontalo Pelindungan Kurangnya sarana dan prasarana
untuk pemeliharaan serta
inventarisasi OPK; Belum adanya
pemetaan OPK secara terpadu
Melakukan inventarisasi dan
pembangunan serta pengelolaan
OPK secara terpadu; Pembuatan
pemetaan wilayah OPK
Pembuatan pemetaan wilayah
pengguna maupun pembuat OPK
Pengembangan Belum adanya kajian akademis
seputar OPK
Perlu dilakukan Kajian akademis
OPK yang ditinjau dari aspek
budaya
Pemanfaatan Penggunaan OPK dalam rana
public sangat jarang
Peningkatan penggunaan OPK
dalam ruang publik secara kualitas
maupun kuantitas
Pembinaan Kurangnya SDM yang mengerti
atau menguasai OPK
Perlu adanya kebijakan dalam
pemanfaatan OPK pada waktu
maupun acara tertentu
Menyusun kembali kurikulum
dan silabus untuk bahasa
Gorontalo sebagai kegiatan
sekolah
143. Kab. Boalemo Pelindungan Inventarisasi OPK belum berjalan
sepenuhnya dan belum memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap
nilai-nilai masyarakat
Membentuk mekanisme terpadu
yang menyelaraskan gerak
inventarisasi OPK Kab Boalemo
dan menjadi bagian terpenting
dalam perubahan dinamika
masyarakat
Pengembangan Kebudayaan dan nilai-nilai
kebudayaan sebagai bagian dari
kultur masyarakat Boalemo masih
kurang bergairah dalam
kehidupannya
Mendorong tingkat partisipasi
Dewan Kesenian Daerah (DKD)
Boalemo dalam rangka
memberikan stimulus dan
rangsangan terhadap masyarakat
102
Pemanfaatan Keberagaman OPK Kab Boalemo
belum sepenuhnya dimanfaatkan
oleh pemangku kepentingan
Mendorong pengkajian terhadap
pengetahuan OPK dalam
menopang proses pembangunan
berkelanjutan di Kab Boalemo
Pembinaan Terbatasnya SDM yang menguasai
tentang OPK di Kab Boalemo;
Lemahnaya tata kelola Dewan
Kesenian Daerah dalam mengelola
OPK di Kab Boalemo
Mendorong peningkatan kapasitas
SDM yang menguasai
pengetahuan OPK Kab Boalemo;
Memperbaiki tata kelola
kelembagaan kebudayaan di Kab
Boalemo
144. Kota Palopo Pelindungan Kurangnya pendataan terhadap
OPK di Kota Palopo
Melakukan inventarisasi data
OPK di Kota Palopo secara
lengkap dan detail
Pengembangan Belum terinternalisasinya OPK di
Kota Palopo bagi generasi muda;
Melakukan
sosialisasi/internalisasi OPK di
Kota Palopo kepada masyarakat
khususnya generasi muda;
Pemanfaatan Dukungan kebijakan pemerintah
daerah dalam penggunaan dan
pengembangan OPK di Kota dan
penguatan industri kecil
Membuat kebijakan mengenai
pemanfaatan dan penggunaan
OPK (khususnya bahasa) pada
instansi pemerintah dan instansi
lainnya
Pembinaan Belum maksimalnya pembinaan
kepada masyarakat pengguna atau
pelaksana OPK di Kota Palopo
Memaksimalkan pembinaan dan
dukungan terhadap masyarakat
pelaksana OPK di Kota Palopo
145. Kota Soppeng Pelindungan Tidak Teridentifikasi
103
Pengembangan Tidak Teridentifikasi
Pemanfaatan Tidak Teridentifikasi
Pembinaan Tidak Teridentifikasi
146. Kab. Lembata Pelindungan Belum adanya data akurat yang
menggambarkan data OPK.
Kurangnya kemampuan dalam
menjaga OPK dari kerusakan baik
dari alam atau manusia dan dari
segi kemampuan perwatan OPK.
Pendataan kembali objek pemjuan
kebudayaan Daerah.
Seluruh SDM dan Lembaga
terkait harus mampudan mau
menjaga, memelihara, dan
merawat OPK.
Cagar budaya masih belum
terjaga secara optimal oleh jupel.
Pengembangan Kurang berhasilnya adaptasi OPK
dengan tuntutan zaman dan
terdegradasinya nilali-nilai OPK.
Kurangnya sarana dan prasarana
kebudayaan.
Melakukan gerakan penyelamatan
potensi kebudayaan daerah untuk
merevitalisasi dan reaktulasi
budaya asli.
Peningkatan sarana dan prasarana
kebudayaan di Kabupaten.
Pemanfaatan Kurang berhasilnya promosi
pemilik budaya dalam menata OPK
sebagai objek yang menarik untuk
wisatawan local, domestic maupun
mancanegara.
Penataan OPK dan SDM agar
OPK menjadi objek wisata budaya
yang menarik.
Pembinaan Belum adanya pengembangn
Sumber Daya Manusia (SDM)
terkait kebudayaan Daerah
Pengembangan SDM terkait objek
pemajuaan kebudayaan daerah.
147. Kab. Malaka Pelindungan Kebijakan pemerintah belum Perlu dukungan kebijakan Perlunya mendaftarkan teknologi
104
optimal dalam rangka
pendokumentasian, inventaris, dan
aturan tentang pelestarian tradisi
lisan
pemerintah dalam rangka
melestarikan dan perlindungan
OPK.
tradisonal sebagai HAKI (hak
kekayaan Intelektual) daerah.
Terbatasnya akses manuskrip di
Pusat Arsip dan Museum di
Belanda dan Australia.
Pengembangan Minimnya sarana dan prasaranan
untuk mengembangkan OPK.
Perlu meningkatkan kualitas dan
kuantitas sarana dan prasarana
OPK bagi lembaga pemerintahan
atau masyarakat.
Minimnya event-event kesenian
yang diselenggarakan dalam
melestarikan seni
Pemanfaatan .
Pembinaan Kurangnya SDM yang memiliki
kompetensi di masing-masing
bidang OPK
Perlunya dibentuknya lembaga
formal dan informal yang
berorientasi pada pembinaan
sumber daya manusia untuk
pengembangan OPK
148. Kab. Manggarai Pelindungan Pengaruh moderanisasi terhadap
kebudayaan local sementara
referensi dan pendokumentasian
OPKnya minim.
muatan local yang berbasis seni
dan budaya perlu ditingkatkan
pada sekolah-sekolah mulai dari
tingkat SD sampai dengan tingkat
SMA;
Cagar budaya masih belum
terjaga secara optimal oleh jupel.
Pengembangan Pewarisan nilai OPK kepada
generasi muda tidak berjalan
dengan baik dan belum terdapat
regulasi tentang pemujaan
kebudayaan dan cagar budaya
Kegiatan pagelaran dan festival
budaya yang melibatkan generasi
muda ditingkatkan dan pembuatan
kalender event budaya;
105
Pemanfaatan
Pembinaan Sinegritas antara pelaku seni dan
budaya dengan pemerintah belu
maksimal
Perlu diterbitkan regulasi yang
berkaitan dengan pemajuan
kebudayaan dan pembuatan
aplikasi tentang adat istiadat dan
kebudayaan
149. Kab. Ende Pelindungan Kebijakan pemerintah belum
optimal dalam rangka
pendokumentasian, inventaris, dan
aturan tentang pelestarian OPK
Mengoptimalkan kebijakan dan
regulasi dalam rangka
pendokumentasian, inventaris, dan
aturan tentang pelestarian OPK
Pengembangan Menurutnya minat masyarakat
tehadap nilai tradisional di
Kabupaten Ended an minimnya .
Meningkatkan minat masyarakat
tehadap nilai-nilai tradisional dan
meningkatkanpotensi yang kurang
populer di masyarakat.
Pemanfaatan Kurang optimalisasinya
pemanfaatan OPK di kabupaten
Ende
Optimalisasi pemanfaatan OPK
dalam keluarga, masyarakat,
maupun para penutur ahli
Pembinaan Minimnya regulasi, kebijakan dan
alokasi anggaran untuk
perlindungan seni di Kabupeten
Ende.
Mendorong rancangan regulasi
spesifik yang berkenaan dengan
kuota anggaran bagi perlindungan
OPK.
150. Kab. Gorontalo
Utara
Pelindungan Kurangnya pemeliharan serta
ketersediaan bahan baku dan
sarpras yang diperlukan bagi OPK
dan diperlukannya inventarisasi
Mendorong mekansime
pemeliharaan secara terpadu dan
pasokan bahan baku dan sarpras
yang diperlukan bagi OPK serta
terwujudnya inventarisasi
Mengarah pada inventarisasi dan
digitalisasi data OPK,
pembangunan sentra produksi
bahan baku OPK Pengetahuan
Tradisional dan Teknologi
Tradisional, serta pengadaan
sarpras seni yang dikelola lewat
106
sanggar dan Dewan Kesenian
Pengembangan Kurang berhasilnya adaptasi OPK
dengan tuntutan zaman
Mendorong pengkajian dan
inisiatif yang mengarah pada
penyelerasan OPK dengan
rasionalitas dan perkembangan
zaman
Pemanfaatan Kurang termanfaatkannya OPK
bagi generasi muda
Memperkaya muatan lokal
berbasis OPK
Mengarah pada sosialisasi
pemanfaatan OPK di lingkungan
sekolah dan keluarga
Pembinaan Kurang berjalannya regenerasi
pelaku OPK, lemahnya kapasitas
SDM, serta kurangnya produk
hukum terkait OPK
Memperkuat kapasitas SDM, tata
kelola kelembagaan dan
mendorong terciptanya produk
hukum terkait OPK
Mengarah pada penguatan
lembaga adat dan Dewan
Kesenian
151. Kab. Bolaang
Mongondow Utara
Pelindungan Kurangnya pendataan OPK secara
terpadu serta ketersediaan sarpras
yang belum memadai
Mendorong mekanisme pendataan
dan pemeliharaan OPK secara
sistematis serta membangun
sarpras yang menunjang OPK
Mengarah kepada dokumen
Manuskrip dan pedoman adat
istiadat
Pengembangan Benturan antara tradisi dan nilai
agama serta tergerusnya nilai-nilai
budaya oleh modernisasi
Mendorong dialog antar
pemangku kepentingan di bidang
budaya tradisi dan keagamaan
serta mendorong munculnya
bentuk-bentuk pemersatu antara
aspek budaya tradisi dan agama
yang dapat diterima oleh semua
kalangan serta melakukan inovasi
pada OPK terkait
Mengarah pada penguatan ritus
dan adat istiadat serta
mengembangkan Permainan
Tradisional secara digital
Pemanfaatan Kurangnya nilai ekonomis suatu
OPK sehingga mulai ditinggalkan
Mendorong mekanisme
pemanfaatan secara sistematis
107
oleh praktisnya terkait OPK
Pembinaan Kurangnya SDM pelaku OPK serta
belum adanya regulasi, kebijakan
dan alokasi anggaran untuk
pelindungan terkait OPK
Meningkatkan kualitas praktisi
dan mendorong proses
penyusunan peraturan daerah
mengenai OPK
Mengarah pada kebijakan
pemerintahan terkait setiap OPK
152. Kota Bitung Pelindungan Kurangnya inventarisasi, sarpras
pemeliharaan dan penyelenggaraan
acara terkait OPK
Mendorong inventarisasi dan
pemeliharaan secara berkelanjutan
serta penyediaan sarpras
Mengarah pada pembangunan
sarpras yang terpusat
Pengembangan Kurangnya pemahaman tentang
OPK serta terkikisnya nilai-nilai
budaya
Mendorong intensitas pelaksanaan
OPK dan meningkatkan
kemampuan praktisi
Mengarah kepada pelaku adat
istiadat dan pengembangan seni
Pemanfaatan Kalah bersaingnya produk berbasis
OPK dibandingkan produk budaya
populer dalam pemanfaatan sehariharinya
Memperkuat kemampuan pelaku
dan keterpaparan masyarakat
pada produk berbasis OPK
Perhatian khusus pada penguatan
kurikulum sekolah
Pembinaan Minimnya regulasi dan kurangnya
regenerasi terkait OPK
Mendorong proses legislasi
peraturan daerah terkait OPK dan
CB
153. Kab. Jayapura
(semua
permasalahan
sama)
Pelindungan
Pengembangan Tergesernya OPK akibat adanya
modernisasi
Menggali potensi OPK terkait Perhatian khusus pada upaya
menangkal tuduhan syirik atas
praktik budaya tradisi serta
Pemanfaatan
108
Pembinaan
154. Kab. Keerom
(semua
permasalahan
sama)
Pelindungan Berkurangnya frekuensi dan minat
penggunaan OPK dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari
Mendorong pendataan OPK
secara berkelanjutan, sistematis
dan dapat diakses publik,
pelibatan publik dalam kerja.
Pengembangan
Pemanfaatan
Pembinaan
155. Kab. Manggarai
Barat
Perlindungan Lemahnya pendokumentasian
terhadap OPK seta banyaknya
praktik terkait OPK yang
ditinggalkan masyarakat
Melakukan dokumentasi agar
tidak terjadi kepunahan
Pengembangan Tergerernya nilai-nilai dalam
masyarakat karena pengaruh
kemajuan iptek
Memperbanyak kegiatan promosi
serta event-event agar
mengoptimalkan kembali nilainilai
yang ada dalam masyarakat
Pemanfaatan
Pembinaan Minimnya jumlah pelaku SDM
serta minat generasi muda dalam
pelestarian
Mengoptimalkan penggunaan
OPK dalam kegiatan sehari-hari
serta memperbanyak event untuk
dengan m melibatkan geenerasi
muda
109
156. Kab. Manggarai
Timur
Perlindungan Belum terinventarisasi dan
publikasi digital terkait jenis dan
corak OPK di Manggarai Timur
Diperlukan inventarisasi jenis dan
corak di setiap OPK serta
diperlukan publikasi dan
digitalisasi
Pengembangan Mengalami kehilangan dan
degradasi baik terhadap nilai
maupun aktivitas budaya
Menggali nilai-nilai yang ada
dalam masyarakat melalui
revitalisasi, repatriasi, dan
restorasi.
Pemanfaatan Menurunnya pemanfaatan produk
OPK dalam masyarakat, contohnya
rumah adat serta pemanfaatan obat
tradisional
Melakukan promosi guna
mendorong masyarakat dalam
melakukan pemanfaatan produk
OPK dalam kesehariannya
Pembinaan Minimnya sumber daya yang
berkompeten, serta belum
dirancang regulasi daerah terkait
pemajuan kebudayaan dan
minimnya anggaran
Meningkatkan pendidikan dan
pelatihan guna menambah
sumberdaya yang berkompeten,
serta meningkatkan regulasi dan
anggaran dana untuk prlindungan
kebudayaan
157. Kab. Rote-ndao Perlindungan Variasi opk serta dokumen terkait
belum teridntifikasi serta
terdokumentasi secara baik
Perlu adanya inventarisasi,
pengidentifikasian, serta
dokumentasi secara menyeluruh
Pengembangan Adanya degradasi nilai dalam
masyarakat yang disebabkan
adanya akulturasi budaya luar, serta
minimnya media yang berfungsi
meningkatkan pemahaman
masyarakat
Perlu dilakukannya kegiatan
pelestarian (pendidikan &
pelatihan) serta promosi oleh
lembaga maupun komunitas
tertentu kepada masyarakat
Pemanfaatan
110
Pembinaan Terbatasnya SDM, berkurangnya
minat sdm dalam penerapan opk,
Selain itu kurangnya dukungan
pemerintah dan belum optimalnya
kebijakan pemerintah yang
mengatur tentang pelestarian opk
Perlu adanya sosialisasi dan
pendidikan kepada masyarakat
untuk meningkatkan minat serta
kesadaran untuk melestarikan.
Selain itu perlunya optimalisasi
kebijakan pemerintah terhadap
penerapan opk.
Perhatian khusus pada pemetaan
regulasi dan kebijakan budaya di
tingkat Pusat dan daerah
158. Kab. Sikka Perlindungan Kurangnya dokumentasi serta
pemeliharaan dokumen sehingga
terjadinya beberapa kerusakan
dokumen
Perlu dilakukannya dokumentasi,
kemudian dilakukannya
pengarsipan, penyimpanan, dan
pembaharuan pada dokumen yang
rusak
Pengembangan Hilangnya kebiasaan penuturan
dalam kehidupan sosial masyarakat,
serta kurangnya kajian akademis
Menghidupkan kembali kebiasaan
yang ada dalam masyarakat
dengan mengadakan event-event
Pemanfaatan Menurunnya penggunaan produk
berbasis OPK dalam pemanfaatan
sehari-hari
Memperkuat keterpaparan
masyarakat pada produk berbasis
OPK
Pembinaan Kurangnya pemahaman masyarakat
terhadap nilai yang terkandung
dalam jenis/kegiatan OPK, selain
itu minimnya regulasi daerah serta
anggaran dana terkait perlindungan
dan pemajuan kebudayaan
Perlu dibuatnya regulasi tentang
pemajuan kebudayaan darah serta
peningkatan alokasi dana
159. Kab. Sumba Barat
Daya
Perlindungan Tidak terdokumentasi dan
terinventaris jenis serta corak opk
Diperlukannya inventarisasi jenis
opk di Sumba Barat Daya
Pengembangan Degradasi nilai serta benturan nilai
dengan zaman modern, serta
Mengeidentifikasi nilai-nilai dan
merevitalisasi penggunaannya,
111
kurangnya sarana prasarana dan
ruang ekspreksi dalam
mempraktikan opk
serta menyediakan ruang untuk
mempraktekan aktivitas opk
Pemanfaatan Kurang berjalannya pemanfaatan
OPK dalam kehidupan masyarakat
Menambah frekuensi pelaksanaan
kegiatan opk
Pembinaan Semakin berkurangnya jumlah
SDM yang memahami jenis opk,
serta belum ada regulasi yang
relevan dengan pemajuan opk, dan
minimnya alokasi dana pemerintah
Diperlukannya regenerasi sdm
yang berkompeten melalui
pendidikan, serta dirancangnya
regulasi di level daerah untuk
akomodasi aktivitas serta alokasi
dana yang cukup untuk
perlindungan
160. Kota Palembang
(TIDAK ADA
BAB 7)
Pelindungan – – –
Pengembangan – – –
Pemanfaatan – – –
Pembinaan – – –
161. Kab. Tanjung
Jabung Barat
Pelindungan Minimnya sarana dan prasarana
OPK, festival, publikasi,
inventasasi cagar budaya dan
pengarispan data OPK yang tidak
Pengadaan sarana prasarana,
membuat festival dengan
publikasi, dan
mendokumentasikan seluruh OPK
Mengarah pada ketersediaan
sarana prasarana, pengarsipan
data OPK, dan penyelenggaraan
fesival ataupun event
112
tersimpan dengan baik baik tulisan dan video.
Pengembangan Belum ada media khusus
(elektronik) dalam pengembangan
penggunaan bahasa Melayu
Pengadaan media elektronik untuk
mendorong peminat bahasa
Melayu
Perhatian khusus pada belum
tersedia media elektronik dalam
pengembangan penggunaan
Bahasa Melayu
Pemanfaatan Tidak maksimalnya pemanfaatan
cagar budaya
Mendorong pemahaman
masyarakat terhadap pemanfaatan
cagar budaya
Perhatian khusus pada
pengetahuan masryarakat terkait
pemanfaatan cagar budaya
Pembinaan Keterbatasan SDM dalam
memahami OPK terkait
Mendorong jumlah penggiat OPK
dengan pemberian pelatihan dan
beasiswa pendidikan
Mengarah pada kurangnya SDM
dan tenaga ahli pada setiap jenis
OPK
162. Kota Sungai
Penuh
Pelindungan Pudarnya nilai teknologi tradisional
dan kurangnya sarana prasarana
pada jenis OPK
Revitalisasi teknologi tradisional
dan mewujudkan sarana prasarana
untuk pengobatan tradisional dan
olahraga tradisional.
Perhataian khusus pada pudarnya
nilai teknologi tradisioal
minimnya sarpras tempat
teknologi tradisional (tempat
pengobatan tradisional) dan
olahraga tradisional (wasit,
pelatih, dan atlit)
Pengembangan Tergerusnya permainan tradisional
akibat modernisasi dan terdapat
benturan nilai adat istiadat dengan
kepercayaan serta tidak ada
penerapan nilai spiritual dan
kemanusiaan pada jenis-jenis OPK
serta dan minimnya pengetahuan
tradisional dan olahraga tradisional
Modifikasi permainan tradisional
dalam bentuk teknologi digital,
menjaga keasliaan sistem adat di
Sungai Penuh dan
menyeimbangkan pesan nilai
spiritual dan kemanusiaan dalam
kehidupan.
Perhatian khusus pada pemanfaat
teknologi digital untuk
pengembangan permainan
tradisional
Pemanfaatan Kurangnya penggunaan dan
pemanfaatan OPK dibidang wisata
Memproduksi dan menduplikasi
kembali teknologi tradisional,
Perhatian khusus pda pemanfatan
OPK pada bidang wisata edukasi.
113
edukasi dan dominasi pemilihan
seni yang mudah diapresiasi dan
atraktif
meningkatkan penggunaan bahasa
daerah Kerinci dan tetap
mempertahankan seni yang
sifatnya gatradiktif dan
meningkatkan potensi seni yang
kurang populer.
Pembinaan Lemahnya regulasi, kebijakan dana
alokasi anggaran di berbagai jenis
OPK, lemahnya legalitas
pengobatan tradisional dan cagar
budaya,belum lengkapnya pedoman
terkait adat istiadata, serta
minimnya para ahli yang
membidangi OPK
Meningkatkan regulasi, kebijakan
dana alokasi anggaran untuk
perlindungan OPK, pengakuan
legalitas pada berbagai pada
pengobatan tradisional dan cagar
budaya, dan mendorong
peningkatan tenaga ahli yang
membidangi OPK dengan
memberi beasiswa pensisikan
budaya.
Perhatian khusus pada pemetaan
regulasi dan kebijakan budaya di
tingkat Pusat dan daerah
163. Kab. Hulu Sungai
Selatan
Pelindungan Minimnya sarara prasarana pada
masing-masing jenis OPK dan
kurangnya perawatan cagar budaya
Meningkatkan sarana prasarana
pada setiap OPK dan Revitalisasi
serta Restorasi Cagar Budaya
Perhatian khusus terhadap
penyediaan dan perawatan sarana
dan prasarana pada OPK
Pengembangan Belum ada pemanfaatan teknologi
informasi dan kurangnya
pemahaman masyarakat tentang
OPK
Mengebangkan penggunaan
teknologi informasi untuk
pengembangan OPK
Penggunaan teknologi informasi
perlu dikembangkan dengan
langkah-langkah yang strategis
Pemanfaatan Belum maksimalnya pemanfaatan,
pengelolaan, pelestarian OPK, dan
minimnya pemanfaatan budayawan,
seniman, tokoh-tokoh adat, dan
organisasi daerah dalam kemauan
Mendorong pemanfaatan,
pengelolaan, dan pelestarian OPK
serta melibatkan para tokoh-tokoh
kebudayaan, meningkatkan
pemahaman masyarakat terhadap
Dibutuhkan perhatian khusus
untuk masyarakat dapat
melakukan pemanfaatan,
pengelolaan, dan perawatan pada
setiap OPK dan CB
114
kebudayaan OPK
Pembinaan Belum ada perda yang mengatur
berbagai jenis OPK dan minimnya
regulasi, kebijakan dana alokasi
anggaran untuk perlindungan bahsa
miminmnya SDM yang
manjalankan OPK
Membuat perda untuk
meningkatkan legalitas setiap
OPK, Meningkatkan regulasi,
kebijakan dana alokasi anggaran
untuk perlindungan OPK, dan
mendorong peningkatan jumlah
SDM yang menjalankan OPK
Diperlukan penekanan terhadap
pembuatan perda sebagai payung
hukum yang melindungi
keberlanjutan OPM
164. Kota Merangin
Pelindungan Minimnya dokumentasi,
inventerisasi data, dan sarana
prasarana di berbagai jenis OPK
Mendorong upaya untuk
pendokumentasian dan
inventarisasi data yang lebih
sistematis, dan peningkatan sarana
prasarana diberbagai bidang
Dokumentasi dan inventarisasi
perlu dibuat pedoman
pengarsipan yang jelas
Pengembangan Terdegradasinya OPK dan CB oleh
modernisasi dan adanya
disharmonisasi OPK tertentu
dengan agama
Mendorong penguatan nilai-nilai ,
memberikan pembekalan,
sosialisasi langsung di tengah
masyarakat untuk meningkatkan
pemahaman terkait OPK.
Dibutuhkan penguatan nilai pada
setiap OPK
Pemanfaatan – – –
Pembinaan Minimnya SDM terutama
dikalangan generasi muda karena
kurangnya event dan lemahnya
legalitas dalam penetapan cagar
budaya.
Memberi memberi pembekalan,
pelatihan,dan sosialisasi
pemanfaatan dan perawatan OPK,
memperbanyak event, dan
pengakuan legalitas untuk
penetapan cagar budaya
Peningkatan pelaksanaan event
menjadi perhatian khusus untuk
menjaga eksistensi OPK
115
165. Kab. Nias
Pelindungan Minimnya ketersediaan sarana dan
prasarana kebudayaan yang
disediakan oleh pemerintah daerah
maupun oleh masyarakat, baik
kelompok maupun perorangan
Belum adanya pemetaan potensi
OPK dan cagar Budaya di
Kabupaten Nias
Lemahnya sistem
pendokumentasian, informasi,
literasi dan publikasi objek
pemajuan kebudayaan daerah
Peningkatan penyediaan sarana
dan prasarana kebudayaan, baik
oleh pemerintah, pemerintah
daerah maupun masyarakat.
Perlu dibuat pemetaan objek
pemajuan kebudayaan daerah
secara terintegrasi
Perlu dilakukan
pendokumentasian dengan sistem
yang baik, dan berkolaborasi
dengan lembaga terkait untuk
publikasi.
Pengembangan Terbatasnya intervensi pemerintah
daerah melalui struktur anggaran
dalam pengembangan OPK
Kerjasama antar pelaku, penggiat
dan pemangku kepentingan bidang
budaya belum bersinergis secara
optimal.
Pembuatan dan penyusunan
dokumen perencanaan dan strategi
pembangunan kebudayaan daerah
secara terpadu, terintegrasi dan
berkesinambungan
Peningkatan peran dan kapasitas
Lembaga Budaya Nias maupun
Sanggar Budaya disemua
tingkatan wilayah dan satuan
Pendidikan
Pemanfaatan Minimnya sumberdaya manusia
dibidang kebudayaan yang
memiliki kompetensi, kapasitas dan
militansi dalam penggalian,
pemanfaatan,
Peningkatan kapasitas dan
kompetensi sumberdaya manusia
dibidang kebudayaan
116
Pembinaan pembinaan dan pengembangan
budaya daerah secara konsisten
Upaya penanaman dan pewarisan
nilai-nilai budaya kepada generasi
muda belum terlaksana secara
sungguh-sungguh
Peningkatan kapasitas dan
kompetensi sumberdaya manusia
dibidang kebudayaan
166. Kab. Humbang
Hasundutan
Pelindungan Kurangnya usaha lembaga dalam
pendataan objek pemajuan
kebudayaan.
Perlu dilakukan program/kegiatan
untuk pendataan dan inventarisasi
OPK
Mengarah pada kelestarian dan
inventarisasi objek kebudayaan,
seperti manuskrip, adat istiadat,
dan cagar budaya.
Pengembangan Minim usaha dari lembaga maupun
masyarakat dalam mengembangkan
kebudayaan batak.
Mendorong masyarakat untuk
lebih giat dan kreatif serta adanya
fasilitasi dari pemerintah
Pembinaan Rendahnya minat SDM untuk
melestarikan kebudayaan batak
Mendorong masyarakat untuk
lebih peduli dengan budaya
melalui sosialisasi oleh
pemerintah dan masyarakat
167. Kab. Nias Utara
Pelindungan Kurangnya inventarisasi,
pemeliharaan dan publikasi terkait
OPK
Sarana dan prasarana yang tidak
memadai dan mulai langka.
Kerjasama dengan Lembaga /
Instansi serta Pihak terkait dalam
melakukan inventarisasi da
publiasi OPK setempat.
Pemerintah membantu dalam
Langkanya sarana dan prasarana
untuk OPK Ritus.
Pulikasi yang minim serta
inventarisasi tidak dilaksanakan
pada OPK tradisi lisan.
117
memenuh sarana dan prasrana
yang memadai.
Pengembangan Nilai budaya yang kurang mampu
bertahan dalam kemajuan
teknologi.
Pelestarian nilai budaya lokal oleh
pemerintah atau masyarakat.
Mengarahkan pada tersedianya
informasi dan referensi kepada
masyarakat.
Pembinaan Antusiasme masyarakat yang
rendah dan pengetahuan yang
rendah mengenai budaya di Nias
Utara.
Kurang memiliki tenaga ahli untuk
mengajarkan masyarakat.
Peningkatan Program pelatihan
pada masyarakat.
Perlu adanya kegiatan
penelusuran ke pada pihak pihak
terkait maupun sumber sumber
referensi lainnya
Mengarah pada ketersediaan
tenaga pengajar sebagai sumber
informasi, terutama OPK
manuskrip
168. Kab. Nias Selatan
Pelindungan Pendokumentasian warisan budaya
masih terbatas, atau belum
terlaksana dengan baik.
Kekurangan sarana dan prasarana
OPK di Kabupaten Nias Selatan.
Perlu adanya pemetaan dan
dokumentasi OPK di Kabupaten
Nias Selatan.
Perlu adanya pemangunan sarana
dan prasarana yang memadai.
Pengembangan budaya global dan perkembangan
teknologi informasi menghilangkan
originalitas budaya setempat.
Perlu meaksanakan kegiatan
Kebudayaan setiap tahunnya.
Kegiatan seperti perminan rakyat,
olahraga tradisional, seni, dan
Ritus
Pemanfaatan Kerja sama antara pelaku seni dan
pemerintah belum senergis
Strategi pembangunan
kebudayaan jangka pendek,
118
menengah, dan panjang harus
lebih dapat dilakukan secara
sinergis oleh lembaga terkait.
Pembinaan Pewarisan nilai-nilai kepada
generasi muda yang tidak berjalan
dengan baik
Belum ada regulasi terkait OPK
Daerah Kabupaten Nias Selatan
Wajib diberlakukan pelajaran
kebudayaan setiap lembaga
pendidikan mulai SD, SMP, dan
SMA.
Perlu dibuat regulasi dan
peraturan terkait OPK di
kabupaten Nias Selatan
Mengarah pada usaha menjaga
kelestarian OPK, seperti Cagar
budaya.
169. Kab. Barru
Pelindungan Masih banyaknya OPK yang belum
terinventarisasi dan terdaftar sesuai
dengan ketentuan perundangan
Meningkatkan koordinasi antara
pemerintah dan lembaga OPK
yang terkait serta memberikan
publikasi ke masyarakat terkait
event dan data masing-masing
OPK
Pengembangan Belum maksimalnya apresiasi dan
kajian terhadap beberapa OPK
Menjalankan program-program
yang menyebarluaskan informasi
mengenai OPK sehingga
meningkatkan minat masyarakat
Pemanfaatan Menurunnya minat masyarakat
terhadap OPK yang diikuti dengan
berkurangnya frekuensi
pelaksanaan
Melakukan peningkatan
ketahanan budaya serta
mengadakan event-event
pelaksanaan objek kebudayaan
yang ada
Pembinaan Kurangnya kesadaran masyarakat
terhadap OPK serta belum
maksimalnya pembinaan kepada
Meningkatkan mutu SDM serta
mutu tata kelola dari lembaga ada
yang terkait dengan OPK
119
masyarakat adat
170. Kab. Jeneponto
Pelindungan Kurangnya lembaga-lembaga yang
menangani serta tidak adanya perda
yang memperkuat dan juga masih
banyak sarana prasarana yang tidak
lengkap
Mendorong terbentuknya lembaga
dan memberikan sosialisasi serta
pelatihan
Pengembangan Kurangnya pengkajian atas OPK
terkait Reyog dan kurangnya
tempat latihan dan pertunjukan
Menjalankan kajian tentang OPK
terkait Reyog dan mengusahakan
sarpras terkat pelatihan dan
pertunjukan Reyog
Pemanfaatan Semakin bergeser ke era modern
yang membuat tradisi dan teknologi
tradisional ditinggalkan
Memberikan pemahaman terhadap
manfaat dan pentingnya
pengetahuan teknologi tradisional
Pembinaan Tidak adanya regenerasi yang
berminat terhadap beberapa
pengetahuan dan teknologi
tradisional
Mengadakan sosialisasi mengenai
OPK kepada generasi muda
171. Kab. Bulukumba Pelindungan Kurangnya inventarisasi terhadap
beberapa OPK
Melakukan inventarisasi terhadap
OPK yang masih belum lengkap
datanya
Pengembangan Nilai-nilai yang ada di dalam OPK
mulai hilang akibat adanya
modernisasi
Mendorong tingkat partisipasi
masyarakat mengenai pentingnya
kebudayaan
Pemanfaatan Semakin berkurangnya minat
generasi muda terhadap adanya
OPK
Meningkatkan minat para generasi
muda sehingga dikemudian hari
OPK akan selalu dimanfaatkan
dan dijalankan oleh kalangan
120
generasi muda
Pembinaan Berkurangnya para pelaku OPK
serta lembaga untuk membina
generasi muda
Menciptakan regenerasi dan
sosialisasi kepada pelaku OPK
serta penguatan lembaga
172. Kota Kupang Pelindungan Belum terinventarisasi dan
teridentifikasi melalui kajian
beberapa OPK dan kurangnya
sarana prasarana para pelaku
Melakukan inventarisasi data
sehingga masyarakat dapat
mengakses serta perlu
dipersiapkan sarpras yang
menunjang pelaksanaan OPK
Pengembangan Kurangnya ketertarikan generasi
muda dalam memanfaatkan OPK
sehingga tidak ada regenerasi
pelaku
Mendorong pendidikan dan
sosialisasi mengenai pengetahuan
seputar OPK di kalangan
masyarakat
Pemanfaatan Kalangan muda tidak
memanfaatkan OPK yang ada di
daerahnya
Memperkaya muatan lokal
berbasis OPK serta
memperbanyak event budaya
Pembinaan Tidak adanya regulasi mengenai
OPK dan lemahnya kapasitas SDM
dan lembaga kebudayaan
Mendorong terciptanya pemajuan
kebudayaan dan regulasi
perlindungan OPK
173. Kab. Timor
Tengah Selatan
Pelindungan Kurangnya pendataan OPK dan
pemeliharaan serta publikasi
mengenai OPK
Mendorong pendataan OPK
sehingga masyarakat dapat
mengakses serta melaksanakan
sosialisasi
Pengembangan Kurangnya fasilitas pengembangan
budaya daerah
Penyediaan fasilitas
pengembangan budaya daerah
121
Pemanfaatan Belum dimanfaatkan OPK yang
tersedia oleh para generasi muda
Meningkatkan pemanfaatkan OPK
yang paling berpotensi
Pembinaan Kurangnya jumlah dan mutu SDM
dan tidak adanya regulasi serta
terjadinya degradasi
Berupaya menambah jumlah
SDM serta penetapan perda
mengenai pemajuan kebudayaan
174. Kab. Muko-muko Pelindungan Kurangnya kesadaran masyarakat
dalam menjaga OPK dan
kurangnya kesadaran para
pemangku adat dalam memberikan
edukasi tentang pentingnya peranan
dan keberadaan budaya lokal
Mendorong partisipasi masyarakat
dalam menjaga dan melestarikan
kebudayaan dengan membuat
festival ataupun parade
kebudayaan.
Pengembangan Informasi terkait kebudayaan belum
tersebar luas serta kurangnya
perhatian pemerintah daerah dalam
bentuk alokasi anggaran dalam
rangka melestarikan kebudayaan
Pemerintah harus lebih
memperhatikan perkembangan
kebudayaan melalui alokasi
anggaran yang memadai dan
pembuatan regulasi khusus di
bidang kebudayaan
Pemanfaatan Kurang termanfaatkannya OPK
bagi kalangan muda karena
masuknya teknologi moderen
Meningkatkan kualitas SDM
pengelola dan penggiat
kebudayaan untuk menarik minat
masayarakat agar dapat mengenali
budaya lokal
Pembinaan Lemahnya kapasitas SDM, lembaga
kebudayaan dan kurangnya
pebelajaran tentang kebudayaan di
sekolah.
Memperkuat kapasitas SDM, tata
kelola kelembagaan dan
melakukan edukasi pada
masyarakat terkait dengan
keberadaan budaya lokal
122
175. Kota Jayapura Pelindungan Kurangnya perhatian pemerintah
daerah dalam menjaga keberadaan
OPK khususnya OPK Cagar
budaya dan Masih kurangnya
inventarisasi OPK.
Pemeliharaan secara berkala
untuk menjaga keberadan dan
kondisi OPK dan melakukan
publikasi dengan memanfaatkan
teknologi agar masyarakat dapat
mengetahui kebudayaan
daerahnya.
Pengembangan Benturan antara budaya tradisi
dalam OPK dengan modernitas dan
transformasi budaya yang masuk
dari luar Kota Jayapura
Mendorong sosialisasi tentang arti
penting OPK di masa kini dan
dialog dengan tokoh masyarakat
untuk menghadapi fenomena
transformasi budaya yang tejadi
Pemanfaatan Kurangnya minat masyarakat akan
kesenian yang ada di daerahnya
Membuat even/pegelaran kesenian
daerah dan pendokumentasian
kesenian daerah untuk dijadikan
sebuah objek wisata
Pembinaan Kurang berjalannya regenerasi
terhadap pelaku OPK yang mulai di
makan usia
Mendorong sosialisasi tentang
pelestarian OPK di kalangan
generasi muda
176. Kota Sabang Pelindungan Belum adanya program untuk
melakukan inventarisasi terhadap
OPK secara digital
Diperlukan suatu upaya
inventarisasi dan penyelamatan
OPK secara digital dan Perlu
dibangunnya sarana dan prasarana
untuk tempat penyimpan serta
pencagaan OPK
Pengembangan Belum optimalnya pengembangan
OPK dalam bentuk kajian ataupun
edukasi terhadap generasi muda
sehingga perkembangan
Mendorong pengkajian yang
memprioritaskan hasil interaksi
antarbudaya yang beragam dan
dengan orientasi pada penguatan
123
kebudayaan terhambat pendidikan karakter
Pemanfaatan Tidak terintegrasinya pengelolaan
OPK dengan pemanfaatannya
dalam konteks pariwisata
Mendorong pengembangan wisata
kuliner dan wisata budaya yang
berbasis pada OPK
Pembinaan Kurangnya jumlah dan mutu SDM
kebudayaan serta tiadanya regulasi
yang mengelola pemajuan
kebudayaan di daerah
Mendorong peningkatan jumlah
dan kapasitas SDM serta legislasi
Perda terkait pemajuan
kebudayaan
177. Kab. Rejang
Lebong
Pelindungan Mulai menurunnya minat
masyarakat terhadap kebudayaan
dan teknologi lokal sehingga
mengancam keberadaan
kebudayaan dan teknologi lokal
Mengadopsi keunggulan pada
teknologi modern ke teknologi
tradisional
Pengembangan Belum tersebar luasnya informasi
tentang kebudayaan dan kurangnya
wadah untuk mempertunjukan
kebudayaan
Membuat sarana dan prasarana
terkait dengan pendataan dan
penyebaran informasi kebudayaan
dan tempat untuk melakukan
event kebudayaan
Pemanfaatan Belum terwujud ketersambungan
antara pengelolaan OPK dengan
pemanfaatan pariwisata
terhadapnya
Mendorong terwujudnya
pengelolaan OPK yang
berorientasi pada pemanfaatan di
bidang pariwisata
Pembinaan Kurangnya pembelajaran tentang
kebudayaan yang di ajarkan pada
tingkat sekolah
Memperkuat kkualitas SDM
tenaga pendidik melakukan
edukasi pada masyarakat terkait
dengan keberadaan budaya lokal
124
178. Kab. Bengkulu
Utara
Pelindungan Belum teridentifikasi dan
terdokumentasinya seluruh OPK
yang ada di Kabupaten Bengkulu
Utara
Perlunya pendataan dan sosialisasi
pada masyarakat dengan
melibatkan tokoh adat dan tokoh
masyarakat
Pengembangan Kurang tersedianya sarana dan
prasarana untuk mengembangkan
kebudayaan khususnya seni tari
sehingga perkembangan terhambat
Diperlukannya beberapa fasilitas
berupa sanggar ataupun event
untuk menyebarluaskan
keberadaan kebudayan seni tari di
Kabupaten Bengkulu Utara
Pemanfaatan Kurangnya SDM ahli dalam upaya
pemanfaatan keberadaan
kebudayaan lokal sebagai salah satu
daya tarik pariwista
Melakukan alokasi dana guna
meningkatkan kualitas SDM
dengan memberikan edukasi
kepada masyarakat terkait
kebudayaan yang ada
Pembinaan Kurangnya nya peran pemerintah
dalam pembuatan lembaga
kebudayaan
Mendorong dibuatnya lembaga
kebudayaan di Kabupaten
Bengkulu Utara
179. Kab. Seluma Pelindungan SDM pelaku, pengikut, dan
pengguna OPK yang semakin lanjut
usia dan rendahnya minat dan
keikutsertaan orang muda dalam
melestarikan OPK di kab. Seluma
Mendorong terciptanya regenerasi
yang menjamin keberlanjutan
SDM OPK serta inventarisasi
yang sistematis
Mengarah pada regenerasi pelaku
OPK tradisi lisan, adat istiadat,
seni dan olahraga tradisional
Pengembangan Kurang berhasilnya adaptasi OPK
dengan tuntutan zaman
Mendorong kajian dan inisiatif
yang mengarah pada penyelerasan
OPK dengan perkembangan
zaman serta membangun gedung
pertunjukan untuk OPK Seni
Mengarah pada penyelenggaraan
perhelatan yang menampilkan
OPK pada publik secara
berkelanjutan
125
Pemanfaatan Kurang termanfaatkannya OPK
bagi kalangan muda
Memperkaya muatan lokal
berbasis OPK
Mengarah pada sosialisasi
pemanfaatan OPK di lingkungan
pendidikan dan keluarga
Pembinaan Rendahnya kedisplinan SDM dalam
menjalankan OPK Adat Istiadat dan
Ritus.
Memperkuat atau peraturan
khusus untuk meningkatkan
kedisiplinan SDM, tata kelola
kelembagaan dan mendorong
terciptanya produk hukum terkait
OPK
Mengarah pada penguatan
lembaga adat.
180. Kab. Empat
Lawang
Pelindungan Menguatnya stigma negatif
masyarakat pada pelaku OPK
akibat prasangka berbasis normanorma
agama terkait Ritus
Menghidupkan narasi positif di
masyarakat tentang pelaku OPK
Ritus dan membuat peraturan
tentang OPK Ritus tersebut.
Mengarah pada pembentukan
mekanisme dialog bersama lintas
agama untuk menyamakan
persepsi tentang pelestarian OPK
terkait Adat Istiadat dan Ritus.
Pengembangan Kurangnya pengkajian dan
pendanaan sarana prasarana untuk
OPK
Menjalankan kajian tentang OPK
dan menrancangkan pendanaan
untuk sarpras OPK
Mengarah pada penguatan
sanggar dan penyediaan tempat
pertunjukan Reyog di tiap
kecamatan
Pemanfaatan Kurang termanfaatkannya OPK
bagi kalangan muda
Memperkaya muatan lokal
berbasis OPK
Mengarah pada sosialisasi
pemanfaatan OPK di lingkungan
pendidikan dan keluarga
Pembinaan Rendahnya kesediaan SDM dalam
menjalankan OPK akibat
perkembangan jaman
Mendorong sosialisasi tentang arti
penting OPK di masa kini di
kalangan muda
Mengarah pada kontekstualisasi
OPK terkait Kesenian dan Sastra
serta Adat istiadat dan Ritus
181. Kab. Muara Enim Pelindungan Kurangnya inventarisasi,
pemeliharaan dan publikasi terkait
CB dan OPK
Mendorong penyusunan acuan
umum tentang OPK yang dapat
diakses masyarakat, sosialisasi
pentingnya OPK di masyarakat
Mengarah pada inventarisasi dan
perawatan CB dan penyusunan
buku Pedoman OPK sebagai
acuan utama masyarakat
126
Pengembangan Minimnya regulasi terkait OPK dan
CB
Mendorong proses legislasi
peraturan daerah terkait OPK dan
CB
Perhatian khusus diberikan pada
regulasi terkait OPK dan CB
Pemanfaatan Tidak terintegrasinya pengelolaan
OPK dengan pemanfaatannya.
Mendorong pengembangan wisata
kuliner dan wisata sastra berbasis
OPK
Perhatian khusus diberikan pada
penyelenggaraan festival rutin di
Kab. Muara Enim
Pembinaan Kurangnya minat generasi muda
terhadap keragaman OPK yang
diperkuat oleh interaksi dengan
budaya populer akibat kurang
publikasi dan modernisasi
Mendorong alih-rupa OPK ke
dalam bentuk-bentuk yang mudah
diterima masyarakat terutama
generasi muda
Perhatian khusus diberikan pada
penyebarluasan kesenian daerah
Muara Enim dalam berbagai
media
182. Kab. Musi Rawas Pelindungan Belum adanya produk hukum untuk
melestarikan OPK
Mendorong pembuatan produk
hukum mengenai OPK yang
sistematis, berkelanjutan dan
dapat diakses publik
Perhatian khusus pada Tradisi
lusan, adat istiadat, Ritus, serta
pengetahuan dan teknologi
tradisional
Pengembangan Benturan antara budaya tradisi
dalam OPK dengan modernitas dan
ajaran agama terhadap pelaksanaan
adat dan ritus
Mendorong sosialisasi tentang arti
penting OPK di masa kini dan
dialog dengan pemuka agama
untuk meningkatkan toleransi
terhadap praktik tradisi
Perhatian khusus pada upaya
menangkal tuduhan syirik atas
praktik budaya tradisi
Pemanfaatan Belum adanya pemanfaatan OPK
akibat dari kurangnya sarana dan
prasarana
Mendorong pengadaan sarana dan
prasarana untuk meningkatkan
pemanfaatan dan interaksi
terhadap OPK
Perhatian khusus terhadap OPK
seni, olahraga, dan kebudayaan
Pembinaan Kurangnaya regenerasi dan legislasi
OPK dan representasi
kelembagaannya
Mendorong legislasi yang
mengelola pemajuan kebudayaan
dan pembentukan lembaga yang
Perlu intervensi pemerintah
daerah dalam penyusunan
peraturan daerah yang menangani
127
memayungi para pelaku budaya di
daerah untuk mendorong
regenerasi pelaku OPK di kab
musi rawas
urusan pemajuan kebudayaan di
kabupaten Musi Rawas
Dibutuhkan adanya pembentukan
kelembagaan pemajuan
kebudayaan
183. Kab. Ogan
Komering Ulu
Pelindungan Banyak OPK yang
sudah mulai ditinggalkan dan tidak
lagi di prakatekan akibat tergerus
moderinsasi dan gesekan-gesekan
dengan nilai-nilai keagamaan
Mendorong dialog antar
pemangku kepentingan di bidang
budaya tradisi dan keagamaan
serta mendorong munculnya
bentuk-bentuk toleransi antara
aspek budaya tradisi dan agama
yang dapat diterima oleh semua
Perhatian khusus pada
harmonisasi hubungan antara
budaya tradisi dan agama
Pengembangan Kurangnya upaya meningkatkan
relevansi OPK untuk menjawab
tantangan zaman akibat
keterbatasan Lembaga, sarpras, dan
produk hukum
Dibutuhkan adanya pembentukan
kelembagaan Pemajuan
Kebudayaan, Alokasi Anggaran,
untuk kembali menggairahkan
OPK di Kabupaten Ogan
Komering Ulu
Perhatian khusus pada upaya
pengembangan fungsi OPK yang
peka pada konteks tradisionalnya
Pemanfaatan Belum adanya mekanisme
pemanfaatan ekonomis atas OPK
yang selaras dengan kepentingan
pelindungan OPK tersebut
Mendorong mekanisme
pemanfaatan ekonomis yang
memperkuat upaya pelindungan
OPK
Perhatian khusus pada
pemanfaatan OPK yang ramah
terhadap kepentingan pelindungan
Pembinaan Kurangnya jumlah dan mutu SDM
kebudayaan serta kurangnya ruang
berekspresi di daerah
Mendorong peningkatan jumlah
dan kapasitas SDM pembuatan
ruang berekprsi berikut dengan
event-event terkait pemajuan
kebudayaan
Perhatian khusus pada OPK Seni,
Olahraga, dan Permainan
tradisional
184. Kab. Pasaman Pelindungan Kesibukan masyarakat kurang
memberikan perhatian sehingga
Perlu diperkuat kebudayaan
masyarakat tentang adat dan
128
menyebabkan hilangnya budaya
untuk melestarikan tradisi kuno;
banyak penduduk asli yang pindah
dari kampung mereka
kebudayaan; perlu ditulis dan
dicetaknya sejarah asal usul
kampung seperti potensi-potensi
budaya di nnagari guna
diperkenalkan kepada warga baru/
pendatang
Pengembangan Kurangnya sarana dan prasana
dalam upaya pemajuan kebudayaan
Memperbanyak sarana dan
prasarana untuk pemanfaatan
objek pemajuan kebudayaan
Pemanfaatan Belum adanya dampak ekonomi
langsung atas pemanfaatan OPK
terhadap masyarakat
Perlu adanya pengemasan yang
bagus dalam upaya pemanfaatan
objek pemajuan kebudayaan
Pembinaan Kesibukan masyarakat kurang
memberikan perhatian sehingga
menyebabkan hilangnya budaya
untuk melestariak tradisi kuno;
banyak penduduk asli yang pindah
dari kampung mereka
Perlu diperkuat kebudayaan
masyarakat tentang adat dan
kebudayaan; perlu ditulis dan
dicetaknya sejarah asal usul
kampung seperti potensi-potensi
budaya di nnagari guna
diperkenalkan kepada warga baru/
pendatang
185. Kab. Pasaman
Barat
Pelindungan Mulai ditinggalkannya bahasa
Minang, tidak dilaksanakannya adat
dan ritus karena pengaruh budaya
barat dan perkembangan zaman;
Minimnya sarana prasarana dalam
upaya pemajuan kebudayaan
Sosialisasi kepada keluarga untuk
menggunakan bahasa minang
yang baik, Memberikan
pembinaan terhadap tokoh adat
dan masyarakat mengenai
pentingnya pelestarian adat dan
tradisi; menyedikan sarana dan
prasarana pendukunh pemajuan
kebudayaan
129
Pengembangan Kurangnya pengayaan keragaman
OPK yang tidak mampu
beradaptasi dengan perkembangan
modernitas
Memberikaan pembinaan terhadap
tokoh adat dan masyarakat,
melakukan sosialisasi kepada
masyarakat tentang pengobatan
tradisional atau bahan
alami/herbal
khususnya terjadi objek pemajuan
kebudayaan adat istiadat, ritus,
pengetahuan tradisonal dan
permainan tradisional
Pemanfaatan Produk teknologi tradisional
dianggap memerlukan proses yang
panjang dalam pembuatannya
sehingga dianggap tidak efisien
Mengadopsi keunggulan teknologi
modern ke teknologi tradisional
terjadi pada objek pemajuan
kebudayaan teknologi tradisional
Pembinaan Kurangnya kesadaran masyarakat
dan pemangku adat akan
pentingnya peranan budaya lokal
Memberikan pembinaan terhadap
tokoh adat dan masyarakat
186. Kab. Kuantan
Senggigi
Pelindungan Kurangnya inventarisasi terhadap
objek pemajuan kebudayaan
Mendorong inventarisasi OPK
secara terpadu
Pengembangan Bergesernya nilai tradisi di dalam
masyarakat akibat pengaruh
modernisasi teknologi informasi
Pengutan nilai budaya terhadap
masyarakat
Pemanfaatan Urusan kebudayaan belum menjadi
agenda prioritas kepala daerah
Melakukan penyusunan dan
pengesahan peraturan perundangundangan
di bidang kebudayaan
Pembinaan Lemahnya tingkat regenerasi
pelaku budaya
Mendorong peningkatan jumlah
dan kapasitas pelaku budaya
187. Kab. Rokan Hilir Pelindungan Kurangnya inventarisasi baik itu
mengenai Objek Pemajuan
Kebudayaan maupun sumber
bacaan yang mendukung penulisan
monografi adat istiadat Rokan
Mendorong inventarisasi OPK
secara terpadu
130
Hilir;
Pengembangan Kurangnya kajian mengenai adat
istiadat di Rokan Hilir; Kurangnya
sarana dan prasarana untuk
menunjang pengembangan OPK;
Minimnya anggaran dalam
menciptakan ekosisitem
pengembangan OPK
Perlu ditinjau kembali dan
dituliskan dalam buku adat
Melayu Rokan Hilir; Perlu adanya
anggaran secara periodik dan
berkala
Pemanfaatan Semakin berkurangnya minat
masyarakat khususnya generasi
muda terhadap ritus dan permainan
rakyat
Sosialisasi kepada masyarakat
melalui lembaga pendidikan
formal dan non formal, Pemangku
adat dan pemangku kebijakan
merevitalisasi pandangan generasi
myda agar kembali pedulu dengan
budaya tradisonal yang memiliki
nilai-nilai luhur
Pembinaan Belum adanya penguatan
kelembagaan dan personalia yang
mengelola beberapa Museum yang
ada di Rokan Hilir; Rokan Hilir
belum mempunyai Tim Ahli Cagar
Budaya
Perlu SK Pengelola dari Bupati
dan Perlu SK personalia yang
jelas; Membentuk Tim Ahli Cagar
Budaya
188. Kab. Siak Pelindungan Minimnya inventarisasi terhadap
OPK
Mendorong upaya untuk
melakukan inventarisasi secara
terpadu
Pengembangan Kurangnya sarana dan prasana
dalam mendukung upaya pemajuan
kebudayaan
Menyediakan sarana dan
prasarana untuk mendukung
pengembangan OPK dan
131
pengoptimalan sapras yang telah
dimiliki
Pemanfaatan Belum maskimalnya upaya
pemanfaatan terhadap potensi yang
ada di OPK
Perlu dilakukan pelatihan dan
pembinaan pengemasan yang
menarik agar memiliki nilai estetis
dan nilai ekonomis
Pembinaan Kurangna SDM yang menjadi
pendukung eksistensi kesebelas
OPK
Peningkatan jumlah pegiat, aktivis
dan pelaku OPK baik secara
kuantitatif maupun kulatatif
189. Kab. Lima Puluh
Kota
Pelindungan Belum adanya pendataan
kebudayaan yang terpadu
Melaksanakan pendataan secara
terpogram dengan melibatkan
tenaga ahli sehingga objek yang
terdata langsung terintegrasi dan
ditetapkan dengan satu keputusan
Kepada Daerah;
Pengembangan Arus globaliasi menyebabkan
banyak dari objek seni dan budaya
yang sudah hilang dari masyarakat;
Kurangnya sarana dan prasarana
untuk menampilkan objek
kebudayaan
Melaksanakan sosialisasi,
pelatihan dan pembinaan serta
melakukan lomba, festival seluruh
OPK tradisi daerah yang
pesertanya adalah generasi muda;
Penguatan lembaga-lembaga adat
masing Nagari, dengan peraturan
nagari sehingga kehidupan
beradat dan berbudaya dapat
terlestarikan; Melengkapi serta
memanfaatkan sarpras yang ada
Pemanfaatan Budaya tradisi tidak diminati
karena kebudayaan dianggap tidak
mampu untuk menompang
Memberikan penghargaan
terhadap tenaga ahli, serta orang
yang berprestasi dalam bidang
132
kehidupan di asa depan kebudayaan
Pembinaan Minimnya SDM yang ahli dalam
bidang budaya tradisi, sehingga
regenerasi kepada generasi muda
tidak terjadi
Melakukan pelatihan untuk
meningkatkan keahlian SDM
dalam menguasai OPK
190. Kab. Belitung Pelindungan Belum optimalnya inventarisasi
terhadap OPK secara komprehensif
Melakukan pendataan secara
terpadu
Pengembangan Pembangunan sarana dan prasarana
belum signifikan mendukung
pemajuan OPK dan masih
berorientasi pembangunan fisik
Pengembangan sarpras pendukung
merupakan investasi jangka
panjang yang difungsikan sebagai
pusat pelestarian, penelitian atau
pengkajian dan pusat informasi
OPK
Pemanfaatan Upaya pencatatan dan penetapan
Warisan Budaya Tak Benda
(WBTB) maupun Warisan Budaya
Benda (WBB) belum memberikan
dampak atas tujuan pemajuan
kebudayaan
Mengimplementasikannya melalui
desminasi, seminar dan kodifikasi
Pembinaan Belum optimalnya peran pelaku
pegiat OPK yang diselaraskan
dengan tujuan rencana
pembangunan manusia yang
berkualitas dan berkelanjutan
Perlunya sinegritas antara
kelompok pemangku kepentingan
untuk meningkatkan pengayaan
kebudayaan daerah
191. Kota
Pangkalpinang
Pelindungan Adanya penguasaan lahan situs
cagar budaya secara pribadi;
berbenturannya OPK tertentu
sosialiasi peraturan perundangan
133
dengan nilai agama.
Pengembangan Kurangnya prasarana publik berupa
area budaya yang terpusat; Arus
modernisasi menyebabkan
tergesernya objek pemajuan
kebudayaan seperti permainan
rakyat, pengetahuan tradisi lisan
Membangun area budaya sebagai
pusat kegiatan budaya
Pemanfaatan Kurangnya materi muatan loal pada
sekolah PAUD dan sekolah
menengah
Memasukkan kembali muatan
lokal pada sekolah PAUD sampi
sekilah PAUD
Pembinaan Minimnya jumlah SDM pelaku
upaya pemajuan kebudayaan
sehingga regenerasi yang semakin
berkurang
Mendorong masyarakat sebagai
pelaku pemajuan kebudayaan
192. Kab. Lebak Pelindungan Belum adanya inventarisasi
terhadap OPK
Melakukan identifikasi dan
inventarisasi terhadap OPK yang
kemudian dibagikan kembali ke
masyarakat
Pengembangan Kalah saingnya budaya lokal
dengan perkembangan zaman
Melakukan sosialisasi ke sekolahsekolah
secara rutin mengenai
budaya lokal
Pemanfaatan Minimnya fasilitasi pemerintah
terhadap pemajuan OPK;
Kurangnya eksplorisasi OPK untuk
wisata dan kesejahteraan
masyarakat
Memberikan fasilitasi terhadap
OPK baik dari segi fisik maupun
non fisik; Memberikan ruang dan
panggung kepada pelaku seni
untuk menggali, melestarikan
serta mempertunjukkannya
134
Pembinaan Tidak ada lembaga yang menangani
secara serius untu semua jenis
OPK; Minimnya tingkat
penghargaan terhadap produk
Objek Pemajuan Kebudayaan
Mendorong kelompok,
perorangan, pemerintah untuk
membentuk lembaga yang
menangani pemajuan kebudayaan
193. Kab. Madiun Pelindungan Minimnya promosi dan sosialisasi
nilai yan gterkandung dalam OPK
Sosialisasi di sekolah dan
masyarakat juga melalui media
sosial
Pengembangan Tidak tersedianya prasarana publik
baik indoor maupun outdoor berupa
area budaya/galeri yang terpusat
dan dapat dimanfaatkan untuk
kegiatan para pelaku budaya;
Kurangnya kajian terhadap karya
seni yang berakar budaya khas
Kabupaten
Penyediaan Pusat Area Budaya;
Penggalian Karya Seni Kabupaten
Madiun
Pemanfaatan
Pembinaan Kurangnya perhatian Pemerintah
dan masyarakat terhadap masalah
tradisi dan budaya serta regenerasi
seniman tradisi yang masih sangat
kurang
Membentuk dewan kebudayaan
daerah
194. Kab. Situbondo Pelindungan Kurangnya ketersediaan sarpras dan
anggaran; Kurangnya regulasi yang
melindung OPK
Menyediakan sarpras dan
anggaran yang berkelanjutan
sesuai prioritas pembangunan
daerah; Mendorong pemerintah
untuk membuat
regulasi/Kebijakan pemajuan
135
kebudayaan yang partisipatif
Pengembangan Minimnya inovasi Meningkatkan kerjasama dengan
pemerintah pusat (nasional). Luar
negeri, perguruan tinggi, dan
lembaga seni budaya yang
kompeten untuk berkolaborasi
dalam peningkatan inovasi seni
budaya
Pemanfaatan
Pembinaan Berkurangnya regenerasi yang
berkualitas di bidangnya
Berkurangnya regenerasi yang
berkualitas di bidangnya
195. Kab. Sidoarjo Pelindungan Kurangnya sosialisasi dan publikasi
Pengembangan Kurangnya minat masyarakat
terhadap wayang kulit gagrag
porongan
Mengadakan sosialisi tentang
pemahaman gagrag porongan
Pemanfaatan
Pembinaan Kurang tersedianya sumber daya
manusia pelestari
kebudayaan/pamong budaya yang
bergerak di bidang pemajuan
kebudayaan
196. Kab. Trenggalek Pelindungan Disharmonisasi antara keyakinan
ajaran agama yang dianggap
Perlunya sebuah pemahaman
antara ajaran agama dan budaya
136
bertentangan dengan pelaksanaan
tradisi atau dalam adat istiadat;
Kurangnya minat generasi muda
terhadap OPK
sangatlah beda. Oleh karena itu,
bagaimana agar pemahaman
agama lebih di perdalam namun
tanpa meninggalkan budaya;
Mengenalkan kepada generasi
muda dan mempopulerkan
kembali warisan budaya
Trenggalek
Pengembangan Kurangnya sarana dan prasarana
penunjang bagi OPK
Penambahan sarana dan prasarana
minimal satu unit di tiap
kecamatan
Pemanfaatan kurang maksimalnya pemanfaatan
OPK tertentu oleh pelaku usaha
Perlunya pengenalan dan
pelatihan untuk pemanfaatan OPK
Pembinaan
197. Kota Batu Pelindungan Minimnya minat masyarakat
terhadap beberapa OPK
Sosialisasi, penyelenggaraan
event/festival
Pengembangan Kurangnya sarana dan prasarana
penunjang bagi OPK
Pembenahan sarpras media kreasi
para budayawan dan seniman
Kota Batu
Pemanfaatan
Pembinaan Belum adanya regenerasi yang
memungkinkan untuk transfer
pengetahuan tentang nilai budaya
yang ada di Kota Batu
Pembenahan kurikulum muatan
lokal sekolah untuk
mengakomodir generasi muda
dalam upaya pelestarian nilai
budaya yang dimiliki
137
198. Kota Probolinggo Pelindungan Terkikisnya budaya dan tradisi
karena kemajuan teknologi;
Mayoritas penduduk tiap kelurahan
kurang memahami akar budaya
setempat karena berasal dari luar
daerah
Perlu adanya kebijakan dari
pemerintah Kota Probolinggo
untuk mewajibkan tiap lurah dan
perangkat kelurahan dalam
memahami peta budaya di
wilayah tugasnya masing-masing
Pengembangan Kurang maksimalnya penggunaan
gedung kesenian dan kampung seni
dalam mengapresiasikan seni dan
budaya karena struktur bangunan
yang belum memadai
Memfungsikan kembali Gedung
Kesenian sebagai pusat kegiatan
budaya dengan kalender event
yang berkesinambungan
Pemanfaatan Belum maskimalnya upaya
pemanfaatan terhadap potensi yang
ada di OPK
Perlu adanya pengemasan yang
bagus atas pemanfaatan OPK
Pembinaan Kurangnya perhatian pemerintah
dan masyarakat terhadap regenerasi
seniman tradisi
199. Kab. Bengkayang Pelindungan Tidak tersedianya prasaran public
berupa arena budaya yang terpusat
dan dapat dimanfaatkan untuk
kegaitan para seniman
Penyediaan Pusat Area Budaya
Pengembangan Sampai saat ini belum adanya karya
seni yang berakar budaya khas
Kabupaten Bengkayang yang
berkelas dunia
Penggalian Karya Seni Kabupaten
Bengkayang
Pemanfaatan
138
Pembinaan Kurangnya perhatian pemerintah
dan masyarakat terhadap regenersi
seniman tradisi
Pembenahan kurikulum pendidian
kebudayaan dan adanya regulasi
yang ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten Bengkayang
200. Kab. Kubu Raya Pelindungan Kurangnya toleransi antar umat
dalam pelaksanaan tradisi atau adat
istiadat; Belum adanya inventarisasi
terkait OPK
Perlu pendataam dan pemetaan
terhadap objek budaya
Pengembangan Kurangnya minat generasi muda
terhadap beberapa OPK ; Arus
modernisasi mengakibatkan
beberapa OPK mulai jarang
ditampilkan
Mensosialisasikan serta
melakukan bebagai macam
festival/ event
Pemanfaatan Kurangnya optimalisasi kreatifitas
dalam mengembangkan kesenian
Mengoptimalkan pemanfaatan dis
etiap OPK
Pembinaan Kurangnya regenerasi dengan
melibatkan lembaga pendidikan;
Belum adanya tim ahli daerah
mengenai Cagar Budaya
Adanya tenaga ahli yang
bersertifikat
201. Kab. Sambas Pelindungan Nilai-nilai budaya dalam
masyarakat mulai tergerus arus
modernisasi; Banyak tradisi yang
sudah mulai ditinggalkan dan tidak
lagi dipraktikan; benturan nilai
agama dengan tradisi
Menjaga harmonisasi berbagai
macam sistem adat dan ritus yang
ada di Sambas; Perlu adanya buku
pedoman mengenai kebudayaan
yang ada di Sambas
Pengembangan Kurangnya pemahaman akan
makna sesungguhnya dalam setiap
seni dan budaya lokal sarat makna
terutama pada generasi muda; Perlu
Perlunya kajian dan sosialisasi
139
adanya kajian terhadap ekosistem
alam yang mendasari banyak tradisi
di Sambas
Pemanfaatan Perkembangan jaman dan teknologi
kurang diantisipasi guna menjaga
kelestarian kebudayaan lokal;
Pemanfaatan teknologi modern
belum bisa dioptimalkan guna
mengembangkan kebudayaan lokal
Mengoptimalkan teknologi
modern guna untuk pemanfaatan
OPK
Pembinaan Perlunya inventarisasi pemerintah
daerah dalam penyusunan peraturan
daerah yang menangani urusan
pemajuan kebudayaan; Dibutuhkan
adanya pembentukan kelembagaan
pemajuan kebudayaan
Meningkatkan regulasi, kebijakan
dan alokasi anggaran untuk
menangani urusan pemajuan
kebudayaan
202. Kota Singkawang Pelindungan Arus modernisasi mengakibatkan
tergerusnya OPK; Mulai tergerus
oleh kemajuan jaman
Melakukan sosialisasi dalam
bentuk poster, membuat
even/festival
Pengembangan Kurangnya pemahaman masyarakat
terhadap budaya lokal
Melakukan sosialisasi dalam
bentuk porster, membuat
even/festival
Pemanfaatan
Pembinaan Kurangnya regenerasi terhadap
pelestarian OPK
Melakukan regenerasi
203. Kab. Kotawaringin
Timur
Pelindungan Sarpras pelestarian seluruh objek
kebudayaan daerah semakin
berkurang, puna dan terdisrupsi
Penyediaan sarpras pelestarian
seluruh objek kebudayaan daerah
membentuk tim identifikasi,
140
oleh kemajuan teknologi dan
modernitas; Masih banyak jenis
OPK yang belum memiliki produk
hukum yang menetapkan sebagai
kekayaan asli budaya lokal
dokumentasi dan validasi secara
komprehensip seluruh khazanah
kekayaan budaya lokal yang
belum terdata
Pengembangan Pelestarian dan revitalisasi adat dan
ritual tradisional daerah mendapat
tantangan dari perspektif
relegiusitas sosial yang dianggap
menghidupkan kembali
kepercayaan animisme dan
dinamisme; Ketersediaan bahan
baku dan alat pembuatan dan
pelaksanaan beberapa objek budaya
seperti kuliner, busana, alat dan
perlengkapan ritual yang bersumber
dari alam hayati (nabati dan
hewani) semakin langka dan lebih
mahal
Membentuk tim peneliti dan
pengkajian untuk mempertemukan
sisi positif dari nilai-nilai budaya
dan kearifan lokal dengan konteks
ajaran agama, dan atau dalam
kerangka melakukan
restrukturisasi secara fill ini
budaya lokal dengan nilai ajaran
agama; menyediakan dan
mengembangkan lahan untuk
pengembangan bahan baku dan
alat pembuatan dan pelaksanaan
beberapa objek budaya seperti
kuliner, busana, alat dan
perlengkapan ritual
Pemanfaatan Kurang maksimalnya kelengkapan
pedoman, dokumen dan kurikulum
berbasis nilai budaya di kurikulum
pendidikan
Menyusun buku pedoman,
dokumen dan kurikulum berbasis
nilai budaya dan kearifan lokal
Pembinaan Kurangnya sumber daya manusia
(penutur, pembuat, pelaku,
pemelihara) dalam upaya pemajuan
kebudayaan
Penguatan tenaga SDM setiap
OPK melalui pelatihan,
pembinaan dan pengembangan,
baik secara formal maupun
informal
141
204 Kota Prabumulih Pelindungan Semakin berkurangnya orang yang
asli memahami OPK; Tidak
optimalnya regulasi atau aturan
yang mengatur dan mendukung
Diadakan workshop, pelatihan,
atau kajian yang dilakukan di
daerah terkait; Mengoptimalkan
regulasi yang berkaitan dengan
pengembangan, dukungan, aturan
dan pemberdayaan budaya daerah
Dikhususkan pada OPK Bahasa;
Menyusun Peraturan Daerah, SK,
atau Regulasi yang lebih jelas,
mendetil dan mencakup segala
masalah OPK
Pengembangan Kurangnya sarana dan prasarana Didirikannya sebuah gedung atau
balai adat yang menjadi pusat
kebudayaan sekaligus sarana dan
prasana kebudayaan untuk masing
masing budaya daerah
–
Pemanfaatan – – –
Pembinaan Belum optimalnya pelatihan dan
pembinaan bagi para pemangku
kepentingan terkait OPK
Menyelenggarakan lokakarya dan
pelatihan bagi para pemangku
kepentingan terkait OPK untuk
meningkatkan mutu SDM
Dikhusukan pada pelaku seni;
pembuat teknologi tradisional;
205 Kabupaten Tebo Pelindungan Minimnya upaya pencatatan,
pendokumentasian serta sulitnya
akses pada OPK dan CB
Mendorong upaya pencatatan,
pendokumentasian serta
memudahkan akses pada OPK dan
CB
Mengadakan pembuatan buku
cerita rakyat Daerah Tebo;
Pendokumentasian dalam bentuk
naskah/buku/film maupun
aplikasi tenteng pengetahuan
tradisional daerah Tebo
Pengembangan Belum teroptimalkannya
pemanfaatan prasarana dan sarana
yang ada; masih minimnya
Mengoptimalkan pemanfaatan
prasarana dan sarana yang ada;
pembuatan museum;
Tersedianya ruang– ruang kreatif
bagi penggiat seni
142
prasarana dan sarana yang
dibutuhkan kesepuluh OPK untuk
bereksistensi
Pemanfaatan Sudah kurangnya kepercayaan
Masyarakat dikarenakan
Pergeseran zaman/minimnya
Perhatian masyarakat
Menggelar Festival Tradisi Lisan;
Menghidupkan ritus sebagai event
tahunan budaya daerah dengan
melaksanakan event-event
budaya; Mengadakan festival seni
budaya/event yang berhubungan
dengan kegiatan pemanfaatan
teknologi tradisional di pusatpusat
kegiatan masyarakat.
Untuk melestarikan serta
mempertahankan
keberlangsungan
event kebudayaan sebagai
khasanah
budaya yang bernilai wisata
budaya/wisata sejarah kreatif
Pembinaan Sangat terbatasnya pegiat, aktivis,
atau pelaku kesepuluh OPK dan
cagar budaya; Semakin
menurunnya jumlah masyarakat
yang menjadi pendukung kesepuluh
OPK dan cagar budaya
Mengadakan Pelatihan dan
Pembinaan SDM OPK;
Peningkatan Pengetahuan bagi
para pelaku Pengelola kesenian
dengan Mengirimkan peserta pada
Kegiatan pengelolaan
Management kesenian
206 Kabupaten
Batanghari
Pelindungan Minimnya narasumber atau ahli
dalam setiap OPK karena tidak ada
regenerasi; Beberapa OPK sudah
mulai hilang bahkan sudah tidak
ada lagi
Menyelenggarakan pendidikan
tentang sistem dan nilai melalui
pendidikan formal dan non
formal; Perlu mengidentifikasi
dan mendokumentasi seluruh
OPK secara komprehensif
143
Pengembangan Prasarana dan sarana yang terbatas
bagi aktivitas OPK
Membangun ruang-ruang kreatif
bagi aktivitas OPK
Pemanfaatan Masyarakat pendukung OPK sangat
terbatas dan kurang tertarik;
Minimnya perhatian masyarakat
terhadap OPK
Menggelar festival kebudayaan
terkait OPK sebagai bagian dari
event pariwisata daerah
Pembinaan Keterbatasan SDM yang dapat
mengindentifikasi dan
mendokumentasikan OPK
Memberikan pelatihan tentang
pemanfaatan OPK; Memberikan
beasiswa pendidikan pascasarjana
bagi para calon praktisi dan pegiat
OPK
207 Kabupaten Tanjung
Jabung Timur
Pelindungan Banyak OPK yang dimiliki oleh
individu masih belum diakses dan
rentan punah; Tidak lengkapnya
pedoman mengenai pelestarian
OPK
Menginventarisasi kepemilikan
OPK serta dibuatkan status
kepemilikan individu; Melengkapi
pedoman mengenai pelestarian
OPK
Khususnya pada objek manuskrip
Pengembangan Adanya benturan antara nilai OPK
(adat istiadat, ritus) baik antara
kepercayaan maupun dalam satu
kepercayaan; Degradasi
pengetahuan mengenai aspek nilai
OPK; Pengaruh modernisasi dan
teknologi digital
Menjaga harmonisasi berbagai
macam sistem OPK (adat istiadat,
ritus); Menanamkan kembali
pengetahuan mengenai aspek nilai
OPK; Memodernisasi OPK
(perminan tradisional) terutama
berbasis digital
Khususnya adat istiadat, ritus
Pemanfaatan Belum maksimalnya penggunaan
dan pemanfaatan potensi OPK
Meningkatkan penggunaan dan
pemanfaatan potensi OPK sebagai
144
sebagai mata pelajaran muatan
lokal
mata pelajaran muatan lokal
Pembinaan Kekurangan SDM yang mampu
mengaktualisasi nilai dan
pengetahuan budaya dalam OPK
Peningkatan SDM yang mempu
mengaktualisasi nilai OPK
208 Kabupaten
Lampung Selatan
Pelindungan Tidak tercatatnya dokumen tentang
OPK sehingga sudah banyak yang
hilang
Melakukan pencatatan terhadap
setiap OPK
Fokusnya pada pengetahuan
tradisional
Pengembangan – –
Pemanfaatan Kurangnya minat masyarakat
terhadap seluruh OPK
Memasyarakatkan kembali
seluruh OPK
Pembinaan – –
209 Lampung Timur Pelindungan Tidak tercatatnya dokumen tentang
OPK sehingga sudah banyak yang
hilang
Melakukan pencatatan terhadap
setiap OPK
Fokusnya pada tradisi lisan
Pengembangan Tidak semua masyarakat
melaksanakan OPK, akibat
pengaruh modernisasi
Kerjasama pemerintah, tokoh
adat, masyarakat untuk
melestarikan adat dan budaya;
Menjadikan OPK sebagai bagian
dari muatan lokal di sekolah
Fokusnya pada ritus
Pemanfaatan OPK mulai tidak digunakan lagi;
Objek cagar budaya jarang
Peningkatan jalan-jalan menuju
situs/cagar budaya; Dibuatkan
Fokusnya pada perlombaan
permainan tradisional
145
dikunjungi event lomba skala nasional
Pembinaan Kurangnya tenaga pendidik seni
daerah di sekolah
Pembinaan kesenian daerah di
instansi yang terkait; workshop
seni daerah per tahun
210 Kabupaten
Dharmasraya
Pelindungan Ketidaktahuan masyarakat tentang
pelindungan cagar budaya
Mengadakan sosialisasi pada
masyarakat tentang kebudayaan
yang ada di tengah masyarakat
Pengembangan – Kurangnya pelaksanaan eventevent
kebudayaan tradisional
– kurang diminatinya budaya
tradisional oleh masyarakat karena
pengaruh teknologi modern
– Mengalokasikan anggaran yang
lebih besar untuk pelaksanaan
event-event kebudayaan
tradisional
– mengemas budaya tradisional
kedalam bentuk teknologi modern
agar diminati masyarakat
Pemanfaatan
Pembinaan Semakin sedikitnya tokoh
masyarakat yang mengetahui dan
peduli tentang warisan budaya
Melakukan pendataan dan
pencatatan warisan budaya serta
pembuatan buku budaya daerah
dan memasukkan materi
kebudayaan daerah pada mata
pelajaran muatan lokal di sekolah
Kota Padang
Panjang
Pelindungan Tidak terdokumentasinya dengan
baik proses dan nilai – nilai luhur
Perlu dilakukan
pendokumentasian
146
Pengembangan Isu Globalisasi yang secara
langsung menggerus eksistensi
Mendata seluruh permainan
rakyat untuk menghidupkan
kembali nilai-nilai
Pemanfaatan Belum terkelola dan terbedayakan
secara maksimal
Pengelolaan cagar budaya yang
lebih optimal dan profesional
Pembinaan Berkurangnya generasi yang
mencintai OPK dan terputusnya
generasi yang akan melanjutkan
keberlangsungan OPK
Perlunya generasi penerus dan
menyadarkan generasi untuk
mencintai OPK
Kabupaten Kulon
Progo
Pelindungan Bergesernya OPK ke kehidupan
modern
Penataan dan penguatan kembali
OPK
Sosialisai, implementasi, evaluasi,
dan perbaikan
Pengembangan Banyak masyarakat yang tidak
paham akan potensi kesenian
tradisional lokal di daerahnya
Fokus pada pengembangan
kesenian unggulan di tiap
kecamatan sehingga masingmasing
kecamatan dapat
mengembangkan potensi kesenian
unggulan
Branding kesenian unggulan
kabupaten dan kecamatan
Pemanfaatan Penggunaan Bahasa Jawa belum
sesuai kaidah yang benar
Pembiasaan menggunakan Bahasa
Jawa sebagai pengantar acara
formal seperti rapat dan perayaan
Pembinaan – Kurangnya minat generasi muda
terhadap Bahasa Jawa
– Mayoritas masyarakat tidak lancer
membaca dan menulis aksara Jawa
– Mengenalkan Bahasa Jawa
kepada generasi muda
– Sosialisai dan event promosi
aksara jawa melalui kompetisi
Menciptakan metode
pembelajaran di sekolah yang
menarik
147
Kota Yogyakarta Pelindungan – Kurangnya pemahaman
pemaknaan OPK oleh masyarakat
– Kurangnya data OPK yang
terdokumentasikan
– Dilaksanakan revitalisasi OPK
– Dilakukan invetarisasi,
pendataan, dan kajian terhadap
potensi OPK yang ada
Pengembangan Kurangnya jumlah tempat/media
dan sarana prasarana ruang OPK
Memperbanyak tempat
pertunjukan dan pengadaan sarana
prasarana yang menunjang OPK
Pemanfaatan Kurangnya event bahasa dan sastra
Jawa
Memperbanyak event bahasa dan
sastra secara periodik
Pembinaan Berkurangnya SDM pelaku OPK
yang berkualitas
Perlunya diselenggarakakn
pelatihan mengenai OPK secara
rutin dan terprogram
Khusus manuskrip harus
diupayakan adanya ahli-ahli
manuskrip
Kabupaten
Lamandau
Pelindungan
Pengembangan Belum ada sarana dan prasarana
yang memadai untuk melaksanakan
tahapan pelestarian OPK
Menciptakan wadah fasilitas fisik
untuk melaksanakan,
mengembangkan dan membina
OPK
Pemanfaatan Minimnya pelaksanaan
event/festival mengenai OPK
Perlu melaksanakan/mengikuti
event/festival pengetahuan
tradisional mulai dari tingkat
kecamatan sampai provinsi
Pembinaan – Berkurangnya pelaku OPK dan
tidak ada regenerasi
– Diperlukan kegiatan seleksi dan
pelatihan OPK untuk generasi
148
– Belum dibentuk Tim Ahli Cagar
Budaya yang bersertifikasi
muda dan pelajar secara rutin
– Segera membentuk TACB yang
bersertifikasi
Tabel Ringkasan Permasalahan dan
Rekomendasi PPKD Provinsi
Rangkuman Isu Dominan Dalam PPKD Provinsi
No Provinsi Bidang Masalah Rekomendasi Catatan Khusus
1. Aceh Pelindungan ● Belum adanya
pendokumentasian OPK yang
komprehensif.
● Sarana dan prasarana Pemajuan
Kebudayaan belum memadai.
● Semakin langka dan mahalnya
bahan baku pembuatan dan
barang pendukung pelaksanaan
OPK.
● Belum adanya produk hukum
daerah yang berkaitan dengan
pelindungan kebudayaan Aceh.
● Belum adanya Tim Ahli Cagar
Budaya di setiap
kabupaten/kota di Aceh
● Membentuk tim
pendokumentasian OPK di
Aceh.
● Penyediaan sarana dan
prasarana Pemajuan
Kebudayaan.
● Penyediaan lahan untuk
produksi bahan baku
pembuatan OPK.
● Mendorong terbitnya produk
hukum daerah yang berkaitan
dengan pelindungan
kebudayaan Aceh.
● Membentuk Tim Ahli Cagar
Budaya di setiap
kabupaten/kota di Aceh.
Pembangunan museum di setiap
kabupaten/kota.
Pengembangan Kurangnya penelitian dan kajian
untuk mengembangkan OPK dan
Cagar Budaya agar tetap relevan
dengan kehidupan masyarakat.
Mendorong penelitian dan kajian
untuk mengembangkan OPK dan
Cagar Budaya agar tetap relevan
dengan kehidupan masyarakat.
● Pembangunan sarana
penelitian cagar budaya.
● Pengembangan pusat
penelitian peninggalan sejarah
Aceh.
Pemanfaatan Belum maksimalnya penggalian
potensi pemanfaatan OPK dan
Cagar Budaya di bidang pariwisata
dan pendidikan karakter.
Mendorong penggalian potensi
pemanfaatan OPK dan Cagar
Budaya di bidang pariwisata dan
pendidikan karakter.
● Memanfaatkan museum
sebagai sarana pendidikan
karakter.
● Mendorong pengembangan
wisata budaya di samping
wisata alam.
1
Pembinaan ● Kuantitas dan kualitas SDM
Kebudayaan belum memadai.
● Regenerasi SDM Kebudayaan
yang lambat.
● Belum adanya kurikulum
pendidikan berbasis
kebudayaan.
● Penyelenggaraan pendidikan
dan pelatihan secara formal
maupun informal guna
meningkatkan kuantitas dan
kualitas SDM Kebudayaan.
● Menyusun kurikulum
pendidikan berbasis
kebudayaan.
● Penyusunan mata pelajaran
muatan lokal yang sesuai
dengan kebudayaan di setiap
kabupaten/kota di Aceh.
● Adanya program residensi
seni di Aceh maupun keluar
Aceh untuk meningkatkan
kapasitas seniman.
2. Sumatera Utara Pelindungan ● Belum lengkapnya pendataan
OPK
● Kurangnya peraturan daerah
yang dapat mendukung
pelindungan dan
pengembangan OPK
● Melakukan pelindungan
dalam bentuk inventarisasi
dan publikasi
● Membuat peraturan daerah
untuk melindungi OPK yang
ada.
Pemerintah sebagai fasilitator
utama dalam pelaksanaan
inventarisasi dan publikasi
Pengembangan ● Minimnya fasilitasi pemerintah
dalam pengembangan OPK
● Kurangnya peraturan daerah
yang dapat mendukung
pengembangan OPK
● Pemerintah harus lebih
memfasilitasi masyarakat
dalam pengembangan OPK
● Membuat peraturan daerah
untuk mengembangkan OPK
yang ada.
Bentuk fasilitasi yang dimaksud
antara lain pembangunan pusat
budaya, pemberian apresiasi,
hingga dimasukkan dalam event.
Pemanfaatan ● Rendahnya pengetahuan dan
apresiasi masyarakat terhadap
OPK
● Keterbatasan sarana dan
prasarana penunjang OPK
● Peningkatan sarana dan
prasarana yang berkaitan
dengan OPK
● Pemanfaatan OPK untuk
kesejahteraan masyarakat
Salah satu bentuk pemanfaatan
yang disebutkan adalah dengan
membangun desa wisata atau
kampung seni
Pembinaan Semakin berkurangnya pelaku,
komunitas, dan lembaga yang
berhubungan dengan OPK baik
secara kuantitas maupun kualitas
Peningkatan kuantitas dan kualitas
SDM melalui pembinaan
Pembinaan dilakukan baik
terhadap SDM maupun lembaga
(perbaikan tata kelola lembaga)
3. Sumatera Barat Pelindungan Semakin sulitnya mendapatkan
informasi tentang OPK yang ada di
Sumatera Barat
● Dokumentasi setiap OPK
dalam bentuk visual
● Menyusun data pokok tentang
OPK
2
Pengembangan Semakin berkurang pengetahuan
dan pemahaman masyarakat
terhadap OPK
Melaksanakan alih pengetahuan
dan pemahaman OPK kepada
generasi muda agar dapat terus
berkembang
Pemanfaatan Berkurangnya pemanfaatan OPK
karena pengaruh kemajuan
teknologi dan kurangnya adaptasi
masyarakat
Melaksanakan alih teknologi dan
elaborasi budaya tradisional
dengan budaya moderen berbasis
pada kearifan lokal
Utamanya ditemukan dalam OPK
Pengetahuan Tradisional dan
Teknologi Tradisional
Pembinaan Semakin berkurangnya tenaga ahli
dalam OPK
Kurangnya peran Lembaga Adat
dalam pembinaan OPK
● Pewarisan pengetahuan dan
nilai OPK kepada generasi
muda
● Peningkatan mutu tata kelola
Lembaga Adat
Diperlukan komitmen penuh dari
pemangku adat
4. Riau Pelindungan Terbatasnya dokumentasi, kajian
sejarah lokal, kelengkapan data dan
tradisi
● Pembuatan Arboretum Plasma
Nutfah sebagai sumber
keanekaragaman hayati
sebagai bahan baku kerajinan,
pengobatan tradisi, dll.
● Penyusunan Ensiklopedia
Melayu sebagai sumber
rujukan
–
Pengembangan Pengaruh budaya global yang
dipicu perkembangan teknologi
menyebabkan menurunnya
pengamalan adat istiadat Melayu
Revitalisasi dan Penguatan
pemangku Sultan/Raja
Keberadaan Sultan/Raja di
Provinsi Riau sangat penting
sebagai Pucuk Adat Payung
Negeri dalam hal pemajuan
kebudayaan di Provinsi Riau
Pemanfaatan Kerjasama antara pelaku seni
budaya dan insan budaya dengan
pemerintah belum terpadu sehingga
pemanfaatan dalam diplomasi
budaya belum optimal
● Penguatan Kampung Adat
● Revitalitasi dan adaptasi
fungsi objek kawasan purna
MTQ
Kawasan purna MTQ akan
dikembangkan dengan
pembangunan Gedung Kesenian,
Taman Hiburan Rakyat, dan
Anjungan Daerah
Pembinaan Sumber Daya Manusia Kebudayaan
sebagai Penggiat, Pelaku, dan
Peningkatan jumlah dan kualitas
pelaku budaya
Peningkatan secara kualitas
dilakukan dengan memberikan
3
Pemerhati Budaya sudah ada
namun jumlah dan kualifikasinya
masih minim
pelatihan dan beasiswa
pendidikan untuk ahli di
bidangnya.
5. Jambi Pelindungan Belum adanya produk hukum yang
secara utuh menjamin pelindungan
atas OPK dan Cagar Budaya
Membuat peraturan daerah yang
menjadi turunan dari UU
Pemajuan Kebudayaan
–
Pengembangan Belum ada arah yang jelas
mengenai pengembangan OPK dan
Cagar Budaya
Perlunya Revitaliasasi pelestarian
dan pengembangan OPK dan
Cagar Budaya melalui 6 strategi
–
Pemanfaatan Keterbatasan sarana dan prasarana
yang mendukung eksistensi OPK
Perlu keberpihakan pemerintah
serta dukungan perusahaan dalam
mengoptimalkan manfaat sarana
dan prasarana
–
Pembinaan Sangat minimnya SDM yang
mengurus OPK dan Cagar Budaya,
serta menurunnya jumlah
masyarakat pendukungnya
Peningkatan SDM Kebudayaan
baik secara kuantitatif maupun
kualitatif
Jalur utama yang dipilih dalam
upaya peningkatan SDM adalah
melalui pendidikan
6. Sumatera Selatan Pelindungan Menguatnya stigma negatif
masyarakat pada pelaku OPK
akibat prasangka berbasis
norma-norma agama terkait Ritus
Menghidupkan narasi positif di
masyarakat tentang pelaku OPK
Ritus dan membuat peraturan
tentang OPK Ritus tersebut.
Mengarah pada pembentukan
mekanisme dialog bersama lintas
agama untuk menyamakan
persepsi tentang pelestarian OPK
terkait Adat Istiadat dan Ritus.
Pengembangan Kurangnya pengkajian dan
pendanaan sarana prasarana untuk
OPK
Menjalankan kajian tentang OPK
dan menrancangkan pendanaan
untuk sarpras OPK
Mengarah pada penguatan
sanggar dan penyediaan tempat
pertunjukan Reyog di tiap
kecamatan
Pemanfaatan Kurang termanfaatkannya OPK
bagi kalangan muda
Memperkaya muatan lokal
berbasis OPK
Mengarah pada sosialisasi
pemanfaatan OPK di lingkungan
pendidikan dan keluarga
4
Pembinaan Rendahnya kesediaan SDM dalam
menjalankan OPK akibat
perkembangan jaman
Mendorong sosialisasi tentang arti
penting OPK di masa kini di
kalangan muda
Mengarah pada kontekstualisasi
OPK terkait Kesenian dan Sastra
serta Adat istiadat dan Ritus
7. Bengkulu Pelindungan
Pengembangan
Pemanfaatan
Pembinaan
8. Lampung Pelindungan ● Masih banyak OPK di wilayah
Lampung yang belum
diinventarisasi sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan
● Sedikitnya peraturan terkait
OPK dan Cagar Budaya
● Meningkatkan koordinasi
antar lembaga untuk
melakukan inventarisasi
secara terintegrasi
● Sinergitas dengan legislatif
dalam penyusunan dan
penetapan peraturan daerah
terkait OPK dan Cagar
Budaya
–
Pengembangan Minimnya transfer nilai budaya
kepada generasi muda.
Sosialisasi dan Kajian mendalam Indikator Capaian masih kurang
terukur
Pemanfaatan ● Masih sedikitnya kegiatan untuk
apresiasi budaya
● Kurangnya sarana dan prasarana
untuk ekspresi kebudayaan
Membangun sarana dan prasarana
penunjang aktivitas budaya, serta
memperbanyak kegiatan apresiasi
di dalamnya
Kurangnya apresiasi budaya
khususnya ditemukan pada OPK
Olahraga Tradisional, Permainan
Rakyat, Seni
Pembinaan Terbatasnya SDM yang mengurus
OPK di hampir seluruh Kab/Kota
di Lampung
Pembinaan untuk peningkatan
kompetensi SDM Kebudayaan
Masalah terbatasnya SDM
ditemukan di setiap OPK
9. Kepulauan
Bangka Belitung
Pelindungan Belum adanya inventarisasi OPK
yang ada di Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung secara
menyeluruh
● Membentuk Dewan
Kebudayaan Provinsi dengan
tugas awalnya melakukan
inventarisasi
● Membentuk tim peneliti untuk
kajian khusus,
● Proses Inventarisasi dan
Dokumentasi di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung
akan diselesaikan dalam
kurun waktu 15 tahun
● Hasil permasalahan dan
rekomendasi yang dituliskan
5
● Membentuk pusat data
kebudayaan
belum merangkum
permasalahan Kab/Kota
Pengembangan – – Hasil permasalahan dan
rekomendasi yang tidak dituliskan
mencerminkan belum merangkum
permasalahan Kab/Kota
Pemanfaatan – – Hasil permasalahan dan
rekomendasi yang tidak dituliskan
mencerminkan belum merangkum
permasalahan Kab/Kota
Pembinaan Pelaku kebudayaan semakin sedikit
dan regenerasi berjalan lambat
Penguatan pelaku kebudayaan
dengan pelatihan, pembinaan, dan
pengembangan baik secara formal
maupun informal
Hasil permasalahan dan
rekomendasi yang dituliskan
belum merangkum permasalahan
Kab/Kota
10. Kepulauan Riau Pelindungan Belum optimalnya identifikasi dan
dokumentasi objek kebudayaan
Melakukan program untuk
meningkatkan kesadaran
masyarakat akan identifikasi dan
dokumentasi objek kebudayaan
Ditemukan pada masalah OPK
Manuskrip dan Cagar Budaya.
Umumnya diawali dengan
perekrutan tenaga ahli di
bidangnya.
Pengembangan Perkembangan IPTEK dan
Modernisasi melunturkan
kebudayaan yang selama ini
berkembang di Provinsi Kepulauan
Riau
Melakukan kajian yang
difokuskan untuk memperkuat
nilai budaya
Masalah ini selalu ditemukan
pada OPK yang dominan dalam
menonjolkan nilai budaya
Pemanfaatan Rendahnya sarana dan prasarana
penunjang aktivitas budaya di
Provinsi Kepulauan Riau
Peningkatan Sarana dan Prasarana
penunjang kegiatan seni
Ditemukan pada masalah OPK
Seni dan Permainan Tradisional.
Diawali dengan pembangunan
sarana dan prasarana dalam 5
tahun ke depan
Pembinaan Pelaku Budaya semakin berkurang Peningkatan SDM Kebudayaan Rencana detail untuk
rekomendasi yang diberikan pada
aspek ini belum dijabarkan secara
jelas.
6
11. DKI Jakarta Pelindungan Kurangnya regulasi untuk
melindungi OPK yang ada
Memperkuat regulasi Dibutuhkan kebijakan institusi
politik yang kondusif sehingga
dapat menjamin pelindungan
terhadap OPK
Pengembangan – – Perlu adanya kerjasama lintas
sektor terutama DKJ, LKB dan
komunitas kultural etnik lainnya
untuk membangun strategi
pengembangan OPK.
Pemanfaatan Belum optimalnya pemanfataan
sarana dan prasarana untuk
menunjang OPK
Pemerintah DKI Jakarta perlu
mengoptimalkan pemanfaatan
sarana dan prasarana untuk
menunjang OPK
–
Pembinaan Semakin minimnya para ahli,
pegiat, aktivis, atau tetua adat yang
memahami OPK
Peningkatan kapasitas SDM
Kebudayaan yang mengurus OPK
Peningkatan kapasitas dapat
melalui jalur pendidikan
(beasiswa), atau pendukungan
pendanaan (fasilitasi)
12. Jawa Barat Pelindungan Kurangnya inventarisasi dan
dokumentasi untuk setiap OPK di
Jawa Barat
Meningkatkan langkah
inventarisasi dan dokumentasi
● Fokus dalam Inventarisasi dan
Dokumentasi yaitu perekaman
dalam bentuk digital
● Diprioritaskan OPK yang
sudah atau hampir punah
Pengembangan ● Kurangnya pemahaman
masyarakat Jawa Barat terhadap
nilai budaya yang terkandung
dalam OPK
● Kurangnya kajian terhadap
OPK
● Pemaknaan atas nilai budaya
OPK untuk diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari
● Perlu adanya program
penelitian
–
Pemanfaatan Kurangnya upaya pemanfaatan
OPK dengan menggunakan
teknologi digital
Meningkatkan upaya pemanfaatan
OPK dengan menggunakan
teknologi digital
–
Pembinaan – – –
7
13. Jawa Tengah Pelindungan ● Belum optimalnya
inventarisasi, pemeliharaan, dan
publikasi secara terpadu untuk
OPK di Jawa Tengah
● Belum adanya regulasi tentang
pelindungan OPK
● Pembentukan mekanisme
terpadu yang menyelaraskan
gerak antara inventarisasi,
pemeliharaan, dan publikasi
● Diupayakan adanya regulasi
tentang pelindungan OPK
Tujuan besarnya adalah untuk
membangun ekosistem OPK
Pengembangan Belum adanya kajian atas
keragaman OPK yang tercipta dari
interaksi antarbudaya
Mendorong kajian atas keragaman
OPK yang tercipta dari interaksi
antarbudaya
Tujuan besarnya adalah untuk
membangun ekosistem OPK
Pemanfaatan ● Belum optimalnya pemanfaatan
nilai budaya dalam OPK untuk
pembentukan karakter bangsa.
● Kurang optimalnya
pemanfaatan OPK sebagai
untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat
● Kurangnya sarana dan
prasarana penunjang OPK
● Pengoptimalan pemanfaatan
OPK baik untuk pembentukan
karakter bangsa, maupun
untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
● Pemenuhan sarana dan
prasarana, baik pembangunan
fisik atau optimalisasi dari
yang telah dibangun
Tujuan besarnya adalah untuk
membangun ekosistem OPK
Pembinaan ● Lemahya kapasitas masyarakat
sebagai agen pelestari OPK
● Kurangnya SDM
● Meningkatkan kapasitas
masyarakat sebagai agen
pelestari OPK
● Melakukan pembinaan dan
pelatihan
Targetnya untuk generasi muda
14. DI Yogyakarta Pelindungan Hampir semua kabupaten/kota di
wilayah DIY masih belum
memiliki data yang cukup memadai
tentang setiap jenis OPK.
Mengoptimalkan langkah tindak
lanjut dari Inventarisasi,
Pencatatan, serta
Pendokumentasian
–
Pengembangan Tidak berjalannya proses
kontekstualisasi OPK dalam
kehidupan masa kini, akibat
kesadaran masyarakat akan potensi
dan nilai yang terkandung dalam
Perlu adanya sosialisasi/
pemahaman masyarakat luas akan
pentingnya kontekstualisasi OPK
dalam kehidupan nasa kini.
–
8
unsur-unsur OPK tersebut masih
terbatas
Pemanfaatan ● Terbatasnya Prasarana dan
Sarana untuk mendukung OPK.
● Terbatasnya event yang
diperuntukkan sebagai saluran
ekspresi karya budaya
masyarakat yang berbasis pada
OPK.
● Meningkatkan Sarana dan
Prasarana penunjang OPK
● Menambah saluran ekspresi
karya budaya masyarakat yang
berbasis pada OPK.
–
Pembinaan Keterbatasan SDM yang mampu
mendukung proses pemajuan
kebudayaan, tidak hanya terkait
dengan jumlah SDM yang tersedia,
tetapi juga kapasitas SDM yang
ada.
Melakukan pembinaan SDM
Kebudayaan secara komprehensif
untuk melanjutkan proses
regenerasi dan perbaikan tata
kelola
–
15. Jawa Timur Pelindungan Belum adanya inventarisasi,
penelitian, pendokumentasian dan
publikasi yang dilakukan secara
komprehensif dan sistematis atas
11 OPK yang ada di Jawa Timur
sehingga upaya pelindungan belum
berjalan dengan optimal.
● Melakukan Inventarisasi,
penyelamatan, pengamanan,
pemeliharaan, dan
dokumentasi terhadap semua
OPK Daerah.
● Mengadakan pelatihan dan
workshop;
Melibatkan pula kerjasama
dengan akademisi, perguruan
tinggi, sekolah, dan para peneliti
Pengembangan Proses transfer nilai-nilai luhur
dalam OPK yang belum optimal
karena masih terbatasnya lembaga
terkait pengembangan OPK seperti
Laboratorium dan Taman Budaya
yang sementara ini baru tersedia di
ibukota Provinsi Jawa Timur dan
beberapa daerah saja.
● Meningkatkan kajian,
sosialisasi, dan publikasi
● Menyusun standarisasi untuk
pengembangan OPK
● Menyediakan sarana dan
prasarana
–
Pemanfaatan Masih terbatasnya kegiatan dan
ruang-ruang publik yang tersedia
dalam memanfaatkan OPK
● Melakukan pembinaan dan
pelatihan manajemen objek
pemajuan kebudayaan agar
–
9
khususnya di bidang tradisi lisan,
manuskrip, pengetahuan
tradisional, teknologi tradisional,
seni (tradisi) dan cagar budaya
yang selama ini lebih banyak
diinisiasi oleh Negara.
lebih responsif dengan
perkembangan budaya dan
teknologi
● Menyelenggarakan event
secara berkelanjutan
Pembinaan Masih kurangnya koordinasi antar
pemangku kepentingan untuk
menghindari terjadinya potensi
konflik dalam memajukan suatu
OPK misalnya di bidang ritus dan
cagar budaya.
● Melakukan revitalisasi sistem
transfer nilai
–
16. Banten Pelindungan Penerapan dari sistem pendataan,
penyimpanan, dan regulasi yang
masih belum optimal
Membuat pangkalan data dengan
sistem digital
Prioritas dalam membangun
pangkalan data pada OPK Seni
Pengembangan ● Belum adanya kajian akademis
● Belum optimalnya pemahaman
masyarakat tentang nilai budaya
pada OPK
Meningkatkan kajian dan
sosialisasi nilai budaya yang
berorientasi pada pendidikan
karakter bangsa
Terdapat usulan untuk
membangun pusat pengembangan
budaya
Pemanfaatan ● Kurangnya event yang
mengangkat OPK
● Minimnya sarana dan prasarana
yang mampu mendukung
eksistensi OPK
● Peningkatan jumlah dan tata
kelola event yan berbasis OPK
● Pembangunan sarana dan
prasarana yang lebih
representatif
Perlu political will pemerintah
Provinsi Banten untuk
mengoptimalkan sarana dan
prasarana yang ada
Pembinaan ● Terbatasnya SDM yang ahli
dalam OPK serta masyarakat
pendukungnya
Perlu ada peningkatan peran SDM
Kebudayaan di Banten, baik
kuantitas maupun kualitas
Bentuk peningkatan peran SDM
Kebudayaan di Banten adalah
dengan pemberian beasiswa
pendidikan sarjana dan
pascasarjana
17. Bali Pelindungan ● OPK yang ada di Bali belum
seluruhnya teridentifikasi.
● Belum adanya regulasi yang
mengatur OPK
● Melanjutkan pendataan OPK
secara lebih komprehensif
● Perlu adanya Perda yang
secara khusus mengatur OPK
–
10
Pengembangan – – –
Pemanfaatan ● Kurangnya pemahaman dan
apresiasi masyarakat umum
terhadap OPK
● Kurangnya ruang ekspresi
untuk pemanfaatan OPK
Meningkatkan sarana dan
prasarana untuk pemanfaatan
OPK
–
Pembinaan Kurangnya SDM atau praktisi yang
berhubungan dengan OPK
● Meningkatkan jumlah SDM –
18. Nusa Tenggara
Barat
Pelindungan ● Belum optimalnya pendataan
OPK secara komprehensif di
NTB
● Langkah pelindungan OPK di
NTB masih kurang terencana
dengan baik
● Membangun basis data dan
kajian sistemastis
● Membentuk Tim Pendataan
dan Kajian yang melibatkan
lintas sektor
● Menyusun sejumlah aturan
untuk menjamin perlindungan
OPK.
Upaya yang dilakukan terutama
diterapkan untuk budaya
Sasak/Samawa/Mbojo
Pengembangan ● Masuknya budaya luar yang
mempengaruhi bentuk dan nilai
kearifan budaya aslinya
● Adanya resistensi sebagian
kelompok masyarakat
Perlunya dialog yang
menjembatani masyarakat resisten
dengan pelaku budaya
Upaya yang dilakukan terutama
diterapkan untuk budaya
Sasak/Samawa/Mbojo
Pemanfaatan Kurangnya pemanfaatan OPK oleh
masyarakat
Kerjasama dengan sektor lain,
terutama ekonomi kreatif untuk
lebih meningkatkan nilai jual
produk OPK
Upaya yang dilakukan terutama
diterapkan untuk budaya
Sasak/Samawa/Mbojo
Pembinaan ● Kurangnya SDM yang
mengurus OPK baik dari sisi
jumlah maupun kualitas
SDM-nya
● Lemahnya kapasitas
kelembagaan di NTB
● Memperbanyak jumlah serta
memberdayakan sanggar yang
ada
● Penguatan kapasitas
kelembagaan
Upaya yang dilakukan terutama
diterapkan untuk budaya
Sasak/Samawa/Mbojo
11
19. Nusa Tenggara
Timur
Pelindungan ● Masih banyak OPK di NTT
yang belum terindentifikasi dan
terinventarisasi secara baik,
akibat terbatasnya kualitas
instrumen, SDM, dan anggaran
● Keterbatasan akses pemerintah
untuk penguasaan OPK baik di
dalam maupun luar NTT/luar
negeri
● Masih minimnya pengamanan
atas OPK terutama yang
dimiliki masyarakat NTT
● Terbatasnya sapras, SDM, dan
anggaran terkait pemeliharaan
OPK
● Keterbatasan tenaga dan biaya
publikasi
● Melakukan inventarisasi
dengan instrumen yang lebih
komprehensif.
● Diperlukan regulasi dan
komitmen anggaran untuk
melaksanakan pelindungan
OPK
–
Pengembangan ● Masih belum optimalnya
kualitas kajian bidang
kebudayaan
● Terbatasnya rujukan dan SDM
untuk pengayaan OPK,
sehingga masih belum
menemukan substansi nilai.
● Keterbatasan sarana dan
prasarana dalam publikasi hasil
kajian
● Meningkatkan kualitas kajian
dengan melibatkan para
ahli/akademisi
● Kajian yang sudah dibuat
masih bersifat pragmatis dan
belum dihargai secara pantas
Pemanfaatan ● Pemanfaatan OPK masih belum
berorientasi untuk
meningkatkan kesejahteraan
rakyat
● Terancamnya ketahanan budaya
di NTT akibat berbagai faktor
● Meningkatkan kegiatan
sosialisasi serta event yang
berkaitan dengan pemanfaatan
OPK
● Pengadaan dan pemutahirkan
sarana prasarana penunjang
OPK
–
12
● Keterbatasan peran dalam
kerjasama internasional
● Mencari dan membuka akses
untuk kerjasama internasional
dalam bidang kebudayaan
Pembinaan ● Terbatasnya mutu SDM
Kebudayaan
● Terbatasnya mutu kelembagaan
bidang kebudayaan
● Melakukan trasnsfer ilmu dan
nilai budaya masyarakat
melalui pendidikan dan
pelatihan.
● Mengoptimalkan peran
lembaga kebudayaan
–
20. Kalimantan Barat Pelindungan ● Belum optimalnya pendataan,
pendokumentasian, penelitian,
dan kajian terhadap WBTB
Kalimantan Barat
● Kurangnya regulasi terkait
pelindungan OPK
● Belum adanya TACB di
Provinsi Kalimantan Barat
● Meningkatkan pendataan,
pendokumentasian, penelitian,
dan kajian terhadap WBTB
Kalimantan Barat
● Perlu intervensi dalam
menyusun produk
● Mengikutsertakan Tim TACB
untuk mengikuti sertifikasi
dan pelatihan
–
Pengembangan Kurangnya minat generasi muda
untuk mempelajari kebudayaan
– –
Pemanfaatan Pengaruh arus globalisasi dan
perkembangan teknologi informasi
membuat semakin berkurangnya
pemanfaatan OPK
● Perlu menganggarkan alokasi
dana untuk mendukung
kegiatan berbasis budaya
● Pembangunan sarana dan
prasarana penunjang OPK
–
Pembinaan ● Minimnya pelaku/praktisi
budaya di Kalimantan Barat
● Sinergi antara pelaku seni,
lembaga dan pemerintah belum
optimal
● Perlu membuat program dan
kegiatan yang dapat
meningkatkan SDM
Kebudayaan
● Perlu dibangun hubungan
antar pemangku kepentingan
yang lebih sinergis
–
13
21. Kalimantan
Tengah
Pelindungan ● Belum ada dokumentasi dan
publikasi mengenai OPK di
masyarakat
● Belum adanya peraturan khusus
yang mengatur pelindungan
OPK
● Perlu dilakukan dokumentasi
dan publikasi
● Perlu ada produk hukum
untuk menjamin pelindungan
OPK
Produk hukum yang dimaksud
dalam bentuk Peraturan Daerah
Pengembangan Berkurangnya pemahaman nilai
budaya dalam masyarakat Maluku
Utara, terutama karena pengaruh
modernisasi serta rendahnya minat
masyarakat untuk mendalami hal
tersebut.
Revitalisasi OPK untuk
meningkatkan minat masyarakat
untuk mempelajarinya.
Tidak dijelaskan secara detail
bagaimana bentuk revitalisasi
OPK yang dimaksud
Pemanfaatan Tidak ada sarana prasarana yang
mendukung hampir seluruh OPK
Pengadaan sarana prasarana yang
mendukung OPK
–
Pembinaan ● Tidak ada SDM Kebudayaan
yang berkualitas
● Belum adanya lembaga yang
secara khusus menangani OPK
● Pengadaan atau peningkatan
SDM Kebudayaan
● Pembentukan lembaga khusus
kebudayaan
Tidak dijelaskan secara detail
bagaimana bentuk pembinaan
SDM Kebudayaan yang dimaksud
22. Kalimantan
Selatan
Pelindungan
Pengembangan
Pemanfaatan
Pembinaan
23. Kalimantan
Timur
Pelindungan Belum optimalnya identifikasi dan
dokumentasi objek kebudayaan
Melakukan program untuk
meningkatkan kesadaran
masyarakat akan identifikasi dan
dokumentasi objek kebudayaan
Ditemukan pada masalah OPK
Manuskrip dan Cagar Budaya.
Umumnya diawali dengan
perekrutan tenaga ahli di
bidangnya.
Pengembangan Perkembangan IPTEK dan
Modernisasi melunturkan
kebudayaan yang selama ini
berkembang di Kalimantan Timur
Melakukan kajian yang
difokuskan untuk memperkuat
nilai budaya
Masalah ini selalu ditemukan
pada OPK yang dominan dalam
menonjolkan nilai budaya
14
Pemanfaatan Rendahnya sarana dan prasarana
penunjang aktivitas budaya di
Kalimantan Timur
Peningkatan Sarana dan Prasarana
penunjang kegiatan seni
Ditemukan pada hampir
keseluruhan OPK Seni.
Pembinaan Pelaku Budaya semakin berkurang Peningkatan SDM Kebudayaan Rencana detail untuk
rekomendasi yang diberikan pada
aspek ini belum dijabarkan secara
jelas.
24. Kalimantan Utara Pelindungan Kurangnya peraturan daerah yang
mendukung pelindungan
pengembangan OPK
● Melakukan pelindungan
terhadap OPK dalam bentuk
inventarisasi dan publikasi
● Pelindungan OPK dalam
bentuk penyelamatan melalui
peraturan daerah
Ditemukan pada hampir
keseluruhan OPK.
Pengembangan Kondisi OPK yang semakin
ditinggalkan masyarakat
Pengembangan melalui kajian dan
penyebarluasan informasi agar
masyarakat terutama generasi
muda memahami OPK.
Ditemukan pada hampir
keseluruhan OPK.
Pemanfaatan ● Rendahnya apresiasi
masyarakat terhadap OPK
● Keterbatasan sarana dan
prasarana untuk mendukung
pengembangan OPK
● Meningkatkan pemanfaatan
OPK untuk kesejahteraan
masyarakat
● Penyediaan sarana dan
prasarana yang memadai
Ditemukan pada hampir
keseluruhan OPK.
Pembinaan Semakin berkurangnya pelaku,
komunitas dan lembaga yang
berkaitan dengan OPK, baik secara
kuantitas maupun kualitas
Peningkatan kuantitas dan kualitas
pelaku, komunitas dan lembaga
melalui peningkatan mutu SDM
dan tata kelola
Ditemukan pada hampir
keseluruhan OPK.
25. Sulawesi Utara Pelindungan
Pengembangan
Pemanfaatan
Pembinaan
26. Sulawesi Tengah Pelindungan ● Belum tersedia secara
komprehensif data dan
Dilakukan pendokumentasian
secara komprehensif, sehingga
Data dan informasi yang
diperlukan siap dipakai untuk
15
informasi lengkap dan mutakhir
tentang potensi dan khazanah
kebudayaan yang ada
● Banyak produk budaya lokal
yang belum terlindungi hukum
secara memadai
menghasilkan data dan informasi
lengkap dan mutakhir dengan
menerapkan teknologi terkini
kebijakan budaya berbasis data
empirik
Pengembangan Belum adanya titik temu
pemahaman antara hubungan
agama dan kegiatan budaya
Perlu membangun dialog publik
secara kritis dan bijak antara
hubungan agama dan kegiatan
budaya
–
Pemanfaatan SDM yang bekerja di sektor
kebudayaan dari kalangan
pemerintah maupun masyarakat
kurang memadai tingkat
penghidupannya
Perlu mengembangkan kebijakan
skema peningkatan kesejahteraan
SDM
–
Pembinaan Upaya pelembagaan nilai dan
pemajuan budaya daerah melalui
lembaga pendidikan belum optimal
Membentuk lembaga pendidikan
menengah dan tinggi serta
mengembangkan kurikulum
pemajuan kebudayaan daerah
–
27. Sulawesi Selatan Pelindungan ● Masih banyak OPK di wilayah
Sulsel yang belum
diinventarisasi sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan
● Sedikitnya peraturan terkait
OPK dan Cagar Budaya
Meningkatkan koordinasi antar
lembaga untuk melakukan
inventarisasi secara terintegrasi
Tidak disebutkan rekomendasi
dan sasaran yang jelas untuk
menjawab permasalahan
Pengembangan Minimnya transfer nilai budaya
kepada generasi muda.
Sosialisasi dan Kajian mendalam Terdapat kesalahan dalam
mengelompokkan permasalahan
berdasarkan unsur, khususnya
dalam hal pengembangan masih
lebih dominan dilihat sebagai
sebaran kuantitas SDM
Pemanfaatan ● Masih sedikitnya kegiatan untuk
apresiasi budaya
Membangun sarana dan prasarana
penunjang aktivitas budaya, serta
Kurangnya apresiasi budaya
khususnya ditemukan pada OPK
16
● Kurangnya sarana dan prasarana
untuk ekspresi kebudayaan
memperbanyak kegiatan apresiasi
di dalamnya
Olahraga Tradisional, Permainan
Rakyat, Seni
Pembinaan Terbatasnya SDM yang mengurus
OPK di hampir seluruh Kab/Kota
di Sulsel
Pembinaan untuk peningkatan
kompetensi SDM Kebudayaan
Masalah terbatasnya SDM
ditemukan di setiap OPK
28. Sulawesi
Tenggara
Pelindungan ● Belum optimalnya pendataan
OPK, sehingga masih banyak
objek yang belum
teridentifikasi
● Minimnya peraturan daerah
yang mengatur pelindungan
OPK
● Melanjutkan identifikasi OPK
● Membentuk TACB di setiap
Kab/Kota di Sulawesi
Tenggara
● Membuat peraturan daerah
yang berhubungan dengan
pelindungan OPK
● Masalah belum optimalnya
inventarisasi terdapat pada
OPK Manuskrip, Tradisi
Lisan, Ritus, dan Cagar
Budaya.
● Permasalahan pendataan CB
dikarenakan belum adanya
TACB Kab/Kota se-Sultra.
Pengembangan ● Masyarakat kurang memahami
nilai budaya yang terkandung
dalam OPK
● Budaya asli yang terpengaruh
oleh arus modernisasi
Mengembangkan kajian lebih
dalam atas nilai budaya yang
terkandung dalam OPK
Perlu disusun rencana lima
tahunan terkait kajian.
Pemanfaatan Pemanfaatan OPK dalam
masyarakat Sultra mulai berkurang
● Mengadakan festival dan
sosialisasi sebagai bentuk
pewarisan kepada masyarakat
● Menyediakan sarana dan
prasarana untuk apresiasi
Masalah pemanfaatan terdapat
pada hampir seluruh OPK kecuali
Cagar Budaya
Pembinaan ● Berkurangnya SDM yang ahli/
fokus dalam mengurus OPK
● Lemahnya dukungan lembaga
adat dalam pembinaan SDM
● Dilakukan pembinaan untuk
meningkatkan SDM
Kebudayaan
● Peningkatan tata kelola
lembaga kebudayaan
Untuk bahasa daerah perlu
dimasukkan dalam kurikulum
satuan pendidikan
29. Gorontalo Pelindungan Penerapan dari sistem pendataan,
penyimpanan, dan regulasi yang
masih belum optimal
● Membuat pangkalan data
dengan sistem digital
● Mengoptimalkan fungsi
museum daerah
● Prioritas dalam membangun
pangkalan data pada OPK
Seni
● Sebelumnya Gorontalo sudah
mempunyai Perda 8/2010
17
● Membuat peraturan turunan
terkait pelindungan OPK
tentang Bahasa Gorontalo
yang perlu ditindaklanjuti.
Pengembangan ● Belum adanya kajian akademis
● Belum optimalnya pemahaman
masyarakat tentang nilai budaya
pada OPK
Meningkatkan kajian dan
sosialisasi nilai budaya yang
berorientasi pada pendidikan
karakter bangsa
Terdapat usulan untuk
membangun pusat pengembangan
budaya
Pemanfaatan Minimnya sarana dan prasarana
yang mampu mendukung eksistensi
OPK
Pembangunan sarana dan
prasarana yang lebih representatif
Pengembangan Museum Daerah
dan Pembangunan Gedung
Taman Budaya
Pembinaan ● Berkurangnya pegiat, aktivis,
atau pelaku OPK dan cagar
budaya
● Semakin terbatasnya
masyarakat yang menjadi
pendukung OPK dan cagar
budaya
Perlu ada peningkatan peran SDM
Kebudayaan di Gorontalo, baik
kuantitas maupun kualitas
Bentuk peningkatan peran SDM
Kebudayaan:
● Pemberian beasiswa
pendidikan sarjana dan
pascasarjana
● Pelatihan, bimtek, atau studi
banding ke sejumlah daerah
atau negara yang dianggap
berhasil dalam pemajuan
kebudayaan
30. Sulawesi Barat Pelindungan Minimnya perhatian pemerintah
dalam pencatatan dan pelindungan
hukum atas OPK di Sulbar
● Melakukan dokumentasi dan
pencatatan OPK
● Pemerintah perlu membuat
produk hukum dalam
pelindungan OPK.
–
Pengembangan Semakin menurunnya proses
penurunan (transfer) pengetahuan
dan nilai budaya antar generasi,
menyebabkan budaya di Sulbar
semakin menuju kepunahan
Perlu adanya sebuah gerakan
terstruktur dan masif untuk
mengangkat kembali budaya asal
daerah Sulbar
Dimulai dari keluarga dan
sekolah
Pemanfaatan – – –
Pembinaan – – –
18
31. Maluku Pelindungan ● Keterbatasan data dan informasi
tentang OPK di tingkat Provinsi
● Kurangnya regulasi terkait
dengan OPK
● Melakukan Inventarisasi,
Riset, dan Dokumentasi OPK
● Diperlukan produk hukum
terkait pelindungan OPK
● Melibatkan kerjasama antara
Pemerintah Daerah dengan
Perguruan Tinggi
● Bentuk produk hukum yang
dimaksud adalah Perda /
Pergub terkait eksistensi OPK
di Maluku
Pengembangan ● Kurangnya perhatian dan minat
masyarakat terhadap OPK
● OPK semakin ditinggalkan
masyarakat karena dianggap
sebagai masa lalu
● Diperlukan Revitalisasi dan
Reaktualisasi kelembagaan
adat di masyarakat
● Diperlukan sosialisasi tentang
perlunya OPK untuk
kehidupan saat ini
Terdapat hubungan antara
lemahnya peran lembaga Adat
terhadap kurangnya minat
masyarakat terhadap OPK
Pemanfaatan ● Keterbatasan sarana dan
prasarana untuk menunjang
pemanfaatan OPK, baik
pemerintah maupun masyarakat
● Terbatasnya Alokasi APBD
yang dapat digunakan untuk
pemananfaatan OPK
● Tersedianya sarana dan
prasarana baik di tingkat
Provinsi maupun Kabupaten/
Kota, serta Masyarakat Adat
● Perlu adanya regulasi khusus
Alokasi APBD untuk
pemananfaatan OPK, terutama
dalam hal penunjang kegiatan
pariwisata
–
Pembinaan Belum adanya institusi yang secara
khusus menangani OPK
Perlu dibentuk institusi yang
secara khusus menangani OPK
Direkomendasikan dibentuk
Dinas/Badan tersendiri
32. Maluku Utara Pelindungan ● Belum ada dokumentasi dan
publikasi mengenai OPK di
masyarakat
● Belum adanya peraturan khusus
yang mengatur pelindungan
OPK
● Perlu dilakukan dokumentasi
dan publikasi
● Perlu ada produk hukum
untuk menjamin pelindungan
OPK
Produk hukum yang dimaksud
dalam bentuk Peraturan Daerah
19
Pengembangan Berkurangnya pemahaman nilai
budaya dalam masyarakat Maluku
Utara, terutama karena pengaruh
modernisasi serta rendahnya minat
masyarakat untuk mendalami hal
tersebut.
Revitalisasi OPK untuk
meningkatkan minat masyarakat
untuk mempelajarinya.
Tidak dijelaskan secara detail
bagaimana bentuk revitalisasi
OPK yang dimaksud
Pemanfaatan Tidak ada sarana prasarana yang
mendukung hampir seluruh OPK
Pengadaan sarana prasarana yang
mendukung OPK
–
Pembinaan ● Tidak ada SDM Kebudayaan
yang berkualitas
● Belum adanya lembaga yang
secara khusus menangani OPK
● Pengadaan atau peningkatan
SDM Kebudayaan
● Pembentukan lembaga khusus
kebudayaan
Tidak dijelaskan secara detail
bagaimana bentuk pembinaan
SDM Kebudayaan yang dimaksud
33. Papua Pelindungan Berkurangnya keanekaragaman
OPK
Perlu melakukan inventarisasi,
dokumentasi, dan sosialisasi nilai
budaya yang terdapat dalam OPK
Provinsi Papua telah memiliki
payung hukum yang mengatur
budaya Papua, didasari atas UU
No. 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus Papua
Pengembangan – – Provinsi Papua telah memiliki
payung hukum yang mengatur
budaya Papua, didasari atas UU
No. 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus Papua
Pemanfaatan Terbatasnya sarana dan prasarana
untuk mendukung keberadaan OPK
Menciptakan atmosfer yang
mendukung pemanfaatan OPK,
baik pembangunan fisik maupun
fasilitasi kegiatan
Baru Kab. Biak Numfor yang
mempunyai inisiatif jelas untuk
mendukung pemanfaatan OPK
melalui fasilitasi kegiatan
Pembinaan ● Kurangnya pelaku budaya yang
tersebar pada OPK dan Cagar
Budaya serta masyarakat
pendukungnya
● Tidak terdapat lembaga yang
yang bergerak di bidang
kebudayaan
Peningkatan atau penambahan
jumlah pelaku budaya OPK.
Tidak hanya dari sisi penambahan
jumlah, namun dipersiapkan
melalui pendidikan, pelatihan, dan
pembinaan
Tahapan kerja yang dituliskan
masih sangat normatif :
Persiapan, Pelaksanaan, dan
Evaluasi
20
34. Papua Barat Pelindungan Hilang/Berkurangnya pengetahuan
masyarakat Papua Barat terhadap
nilai budaya
Melakukan inventarisasi,
dokumentasi dan sosialisasi
terkait OPK
–
Pengembangan Hilangnya inisiatif dan inovasi
untuk menjadikan kekayaan
kebudayaan hidup dan menghidupi
masyarakat Papua Barat
Kontekstualisasi budaya di Papua
Barat dengan perubahan yang
terjadi
–
Pemanfaatan Berkurangnya aktivitas dalam hal
pemanfaatan OPK pada tatanan
hidup masyarakat Papua Barat
Fasilitasi event-event budaya –
Pembinaan Berkurangnya minat pelaku seni
dalam menjalankan aktivitasnya
Pembinaan dan pendampingan
secara berkelanjutan kepada
individu dan komunitas seni di
Papua Barat
–
21
Peta Pemajuan Kebudayaan Indonesia
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)