Quantcast
Channel: Bayt al-Hikmah Institute
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1300

Ngopi Bareng Presiden di GalNas

$
0
0

via Ngopi Bareng Presiden di GalNas

Ngopi Bareng Presiden di GalNas

 

Tema-tema Utama

Masukan Mufakat Budaya pada Presiden RI Joko Widodo dalam

“Ngopi Bareng Presiden”

Galeri Nasional, Jakarta Pusat,

Selasa, 23 Agustus 2016, 16.00 WIB

news_81_1472016079

  1. INFRASTRUKTUR

Dimaknai dalam konsep yang diproduksi pemerintah sebagai pranata atau prasarana dasar  -berbentuk/bersifat material—untuk menunjang pertumbuhan pembangunan di semua dimensinya. Terbagi ke dalam dua dimesnsi yang terkait dengan kebudayaan:

1.1  Infrastruktur yang Berbudaya

Adalah pranata dasar baik yang materil maupun imateril (institusional) yang sebaiknya dibangun dengan menyertakan atau sekurangnya mempertimbangkan kearifan, pengetahuan hingga nilai cultural, di dalam tradisi atau adat lokal misalnya. Seperti:

Toety Heraty:  Menghidupkan kembali etos kerja yang terpendam (dipendam) dalam kehidupan profesional kita, baik dalam lingkaran pemerintah maupun swasta, juga masyarakat umumnya.

Ishaq Ngeljaratan: Apa pun infrastruktur itu, ia harus mampu memproduksi nilai tambah bagi proses, dinamika dan produksi kebudayaan rakyat setempat, termasuk kesenian didalamnya.

1.2 Infrastuktur Kebudayaan

Pembangunan pranata dan prasarana dasar yang secara khusus diperuntukkan bagi kebutuhan prosesus dan produksional kerja-kerja kebudayaan bangsa kita, termasuk (terutama) kesenian di dalamnya. Menjadi desakan yang keras dengan memperhatikan kenyataan mutakhir dimana infrastruktur yang dimaksud diatas, bukan hanya tidak jadi prioritas, tidak ada dalam program kebijakan (pembangunan) pemerintah pusat maupun daerah, juga kondisi infrastruktur yang ada sekarang begitu memprihatinkan, bahkan menderita kehancuran yang memetikan, karena tidak diurus atau tidak mendapat anggaran (yang memadai). Juga beberapa kenyataan mutakhir seperti:

Sri Edi Swasono: Institusi pendidikan seni seperti ISI atau ISBI, juga Taman-taman Budaya serta Dewan Keseniannya, yang terus tergerus oleh kebijakan pemerintah yang menafikan urgensi atau kepentingan seni dan budaya, termasuk dalam pengurangan atau alokasi dana yang sangat minim.

Butet Kertarejasa: Membangun semacam sistem apresiasi dan akuisisi atau pembiayaan di kalangan lembaga pemerintah pada produk-produk artistik terbaik yang diciptakan anak bangsa. Termasuk mengambil alih atau membiayai pemeliharaan warisa seniman-seniman legendaries macam Affandi yang bakal terbengkalai jika pewarisnya wafat atau tak mampu.

  1. KEBUDAYAAN DAN PENDIDIKAN

Mesti dipahami secara mendasar: pendidikan sesungguhnya tidak lebih dari (salah) satu cara (modus) membudayakan manusia. Bukan sebaliknya yang dipahami pemerintah selama ini yang menempatkan kebudayaan jauh lebih minor bahkan tersubordinasi oleh pendidikan (apalagi dalm alokasi anggaran). Dipisahkan walau sesungguhnya keduanya menyatu secara inheren.

Daoed Joesoef:  Pendidikan harus eksis secara otonom, tapi sebagai bagian dari kerja kebudayaan. Karena melucuti  atau meluputkan kenyataan tersebut akan membuat pendidikan berjalan orientasi yang kabur dan langkah yang tidak tegak akibat kehilangan fundamennya. Apa yang dipahami dselama ini oleh pemerintah keliru dan harus dirubah.

Edi Sedyawati: Mesti menambahkan variable media massa dalam kombinasi dua terma diatas (pendidikan dan kebudayaan) karena perannya yang cukup desisif dalam mendeliveri atau mendiseminasi isi, proses maupun tujuan pendidikan dan pengajaran.

  1. RUANG-PELUANG AKTUALISASI ANAK MUDA

Tema yang dipahami sebagai  satu kesadaran juga keprihatinan terhadap kemungkinan-kemungkinan yang tersedia di negeri ini bagi aktualisasi dan ekspresi kaum muda Indonesia. Kemungkinan yang ternyata telah menjadi sesak bahkan buntu karena dipaksa atau tanpa disadari ia selalu terjebak dalam kotak-kotak yang sudah dibangun oleh kaum elit/kapitalis/penguasa yang semua demi memelihara interes atau dominasi kelas mereka. Sehingga apa yang bisa dilakukan oleh anak muda sebenarnya hanya “bermain” atau berusaha di bagian hilir atau eceran, yang membuart ruang dan peluang mereka untuk naik ke level lebih atas (menengah atau elit) tertutup, kecuali dia memiliki legacy dalam genetika, kuasa atau harta.

Belakangan muncul satu “dunia” baru yang belum terkotak atau terekayasa oleh kaum penguasa modal (elit), yakni “dunia” yang dibentuk oleh kemajuan teknologi komputasi, informasi dan komunikasi, yakni dunia cyber atau digital world. Sebuah dunia abstrak yang menciptakan ruang dan peluang hidup dan aktualisasi/ekspresi baru bagi anak muda, yang wilayah tak terbatas, begitu juga “konon” kemungkinannya.news_81_1472016079

Di dunia inilah anak muda berkelana bebas, keluar dari penjara kenyataan sosial mutakhir,  namun harus menghadapi kenyataan, mereka bertarung bukan hanya dengan puluhan atau jutaan manusia, tapi miliaran manusia yang mengambil domisili di dunia baru ini dari seluruh penjuru dunia.

Dalam pertarungan yang sangat keras itu, karena belum ada aturan main kecuali hokum rimba, anak muda Indonesia hanya berhasil  –kembali– bermain di hilir. Di tingkat membangun aplikasi, bisnis start-up, e-commerce, animasi, youtober dsb. Mereka tidak mampu bermain di level yang lebih dasar, di teknologi dasar  (komputasi, informasi dan komunikasi) nya, apalagi pada ilmu atau sainsnya, apalagi dalam dasar filosofi hingga ideologinya.

Radhar P Dahana: Pemerintah tidak boleh terlena oleh prestasi-prestasi anak muda yang nampaknya fenomenal namun sebenarnya recehan atau hilir.

satu harapan

Karena ia tidak memainkan peran yang signifikan bahkan desisif dalam medan tempur globalnya, seperti yang dilakukan Zukerberg di media social. Steve Jobs diperangkat keras, Bill gates di perangkat lunak, anak-anak muda Cina yang melahirkan Baidu sebagai saingan Google, dan sebagainya.

  1. APRESIASI/PENGHARGAAN DAN KEBERLANJUTAN DIALOG

Betapa perlunya Istana sebagai symbol utama dari pemerintahan memperlihatkan kemampuan atau derajat apresiasinya pada karya atau produk-produk kebudayaan (seni) terbaik anak bangsa, dengan misalnya menghadirkan/mempergelarkan karya-karya tersebut di Istana, sebagaimana juga diperbuat banyak penguasa di masa lalu hingga kini. Tidak hanya berperan secara simbolik, acara semacam ini akan member dorongan dan motivasi yang kuat bagi anak bangsa lain untuk berprestasi puncak (tidak hanya dalam olahraga) dalam kebudayaan, sebagi pondasi terkuat keberadaan sebuah bangsa juga negara.

Djaduk Ferianto: Ajang ini pun bisa menjadi wahana bagi Presiden, staf, maupun para pejabat di Istana, juga tentu para pejabat kementerian atau elit politik yang terundang untuk melahirkan satu bentuk komunikasi yang cair, yang rileks bahkan penuh canda namun penuh makna, dengan pekerja budaya.

Sutanto: Sebagai bentuk relaksasi dan rekreasi, perlu waktu dan ruang dimana para pengambl kebijakan bersenda gurau, tidak ditelikung oleh ketegangan rasional yang membuat mereka kehilangan kepekaan bahkan menjadi tuna budaya.

 

Jangan kita terus-terusan bicara masalah ekonomi, politik, kita lupa ada sisi budaya yang harus kita perhatikan sehingga harus ada kebijakan makro kebudayaan Indonesia (Jokowi)  https://nasional.kompas.com/read/2016/08/23/19545351/jokowi.minta.budayawan.rumuskan.desain.kebudayaan.nasional.


Viewing all articles
Browse latest Browse all 1300